BAB II KAJIAN PUSTAKA. Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kepada kelompok usaha kecil dan menengah semakin meningkat karena berbagai studi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melihat tentang penguatan modal sosial untuk pengembangan mafkah

MENGKAJI TEORI SOSIOLOGI MODERN: TEORI JARINGAN. Untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah: Metode Penelitian Sosial. Dosen Pengampu : Drs. Prijana, M.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial merupakan kekuatan yang mampu membangun civil community

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP MANAJEMEN PEMASARAN Oleh : Adisty Bramantyo Sahertian Dosen : Nanang Suryadi NIM :

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Globalisasi dan kemajuan teknologi adalah hal yang tidak dapat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penambangan batu kapur di Desa Citatah telah dilakukan sejak abad ke-19 yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dianggap cukup representatif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Dalam

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peluang besar dalam rangka perluasan lapangan pekerjaan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Entrepreneurship and Inovation Management

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sektor informal merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam kota-kota besar di

II. KERANGKA KAJIAN. a Industri skala mikro / rumah tangga adalah suatu perusahaan manufaktur yang mempekerjakan tenaga kerja 1-4 orang.

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

BAB II TINJAUAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

Lingkungan Pemasaran

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah,

IbM PENGRAJIN ROTAN DI KELURAHAN LEMBO

BAB III TINJAUAN TEORI. A. Defenisi Usaha Mikro kecil menengah (UMKM) maupun dalam hal penyerapan tenaga kerja. UKM dianggap penyelamat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR. tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

BAB 1 PENDAHULUAN. 2.1 Konteks Penelitian. Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) yang

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN SOSIAL BUDAYA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2016 PENGANTAR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri. Bangsal. Dalam perkembanganya norma, kepercayaan, resiprositas dan

Modal Sosial Pedagang di Pasar Bintan Center Kota Tanjungpinang. (Nanik Rahmawati, S.Sos, M.Si) Abstrak

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

2. Rencana pengembangan Insan IMC selalu didasari atas bakat dan kinerja.

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ekonomi masyarakat senantiasa berawal dari adanya target pemenuhan kebutuhan

PEMBAHASAN. Persepsi Anggota Tentang Peranan Pemimpin Kelompok. Tabel 12 menunjukkan bahwa persepsi anggota kelompok tentang peranan

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar menurut Teori Konstruktivisme

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

PENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada suatu negara terutama pada negara-negara berkembang

BAB 5. Simpulan, Diskusi dan Saran. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat di simpulkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup & Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi serta Struktur dan Proses Sosial

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan pemerataan distribusi hasil-hasil pembangunan, UMKM juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 yang dimaksud usaha kecil adalah

Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi produksi, dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bebas antara ASEAN CHINA atau yang lazim disebut Asean

I. PENDAHULUAN. industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tempat dan cara pengelolaannya, dari yang bersifat tradisional menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam menjalankan tugas dan fungsinya di kantor. Setiap orang yang ada di

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Upaya Peningkatan Modal Sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik semua kebudayaan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian. Saat ini UMKM di Indonesia per tahunnya mengalami. oleh anak muda dan wanita. Usaha mikro mempunyai peran yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi yang penting. Keberadaannya yang sebagian besar di daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima. Komunikasi terbagi ke

BAB I PENDAHULUAN. keadaan lingkungan, permasalahan, dan faktor lain yang dimiliki oleh pelakunya.

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Hubungan Dalam Negosiasi. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: ,

BAB IV RELASI ANTAR KOMUNITAS DAN ORGANISASI LUAR

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan, serta tugas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan Pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan salah satu motor pengerak yang sangat

Bisnis Modal Kecil Kreasi Kain Perca

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas)

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. persebaran penduduk yang tidak merata, dan sebagainya. Pada Maret 2016,

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah kodrati manusia sebagai makhluk sosial. Saling berinteraksi antara satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki trust, baik untuk dirinya sendiri maupun trust kepada pihak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Perusahaan yang mampu bertahan dan memenangkan persaingan pasar

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Jaringan Sosial Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubunganhubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar warga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat resiprosikal (Damsar, 2002:157). Melalui jaringan sosial, individu-individu ikut serta dalam tindakan yang respositas (hubungan timbal-balik) dan melalui hubungan ini pula diperoleh keuntungan yang saling memberikan apa yang dibutuhkan satu sama lain. Analisis jaringan sosial lebih ingin mempelajari keteraturan individu atau kelompok berperilaku ketimbang keteraturan keyakinan tentang bagaimana mereka khususnya berperilaku (Wafa, 2006:162). Analisis jaringan sosial memulai dengan gagasan sederhana namun sangat kuat, bahwa usaha utama dalam kajian sosiologis adalah mempelajari struktur sosial dalam menganalisis pola ikatan yang menghubungkan anggota-anggota kelompoknya. Granovetter melukiskan hubungan ditingkat mikro itu seperti tindakan yang melekat dalam hubungan pribadi konkrit dan dalam struktur (jaringan sosial). Hubungan ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor (individu atau kolektivitas) mempunyai akses terhadap sumber daya yang bernilai seperti kekayaan, kekuasaan, dan informasi (Ritzer, 2006:383). Menurut Wellman dalam Ritzer dan goodman (2006:384) dalam teori jaringan sosial terdapat sekumpulan prinsip-prinsip yang berkaitan logis, yaitu sebagai berikut: 1. Ikatan antara aktor biasanya adalah simetris baik dalam kadar maupun intensitasnya. Aktor saling memasok dengan sesuatu yang berbeda dan mereka berbuat demikian dengan intensitas yang semakin besar atau semakin kecil.

2. Ikatan antar individu harus dianalisis dalam konteks struktur jaringan lebih luas. 3. Terstrukturnya ikatan sosial menimbulkan berbagai jenis jaringan non-acak. Disatu pihak, jaringan adalah transitif, bila ada ikatan antara A dan B dan C, ada kemungkinan adanya jaringan yang meliputi A, dan C. Akibatnya adalah bahwa lebih besar kemungkinan adanya jaringan yang meliputi A, B, dan C. 4. Adanya kelompok jaringan yang menyebabkan terciptanya hubungan silang antara kelompok jaringan maupun antara individu. 5. Ada ikatan asimetris antara unsur-unsur didalam sebuah sistem jaringan dengan akibat bahwa sumber daya yang terbatas akan terdisribusikan secara tidak merata. 6. Dengan adanya distribusi yang timpang dari sumber daya yang terbatas menimbulkan baik itu kerjasama maupun kompetisi. Beberapa kelompok akan bergabung untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas itu dengan kerjasama, sedangkan kelompok lain bersaing dan memperebutkannya. Jaringan sosial yang terbentuk dalam usaha konveksi merupakan modal terpenting untuk mempertahankan kelangsungan usaha industri kecil, khususnya usaha konveksi yang membangun jaringan sosial antara pemilik usaha dengan tenaga kerja. Membangun jaringan sosial dengan mempekerjakan tenaga kerja dari pihak keluarga yang sedarah, saudara sepupu dan tetangga yang rumahnya dekat lokasi usaha membuat proses kerjasama dapat mudah dilakukan, karena adanya saling mengenal satu sama lain. Jaringan sosial yang terbentuk ini akan membuat pemilik usaha dan tenaga kerja pihak keluarga dan tetangga dapat memberikan peningkatan pendapatan usaha serta membantu memajukan usaha konveksi menjadi lebih baik agar dapat bertahan lama. Tenaga kerja yang saling mengenal satu sama lain ini juga dapat mempermudah pemilik usaha untuk meminta tenaga kerjanya melakukan lembur atau menambah jam kerja di usaha konveksi, saat pesanan menjahit meningkat dari pelanggan.

2.2. Jaringan Tenaga Kerja Tetangga Dalam Kewiraswastaan Usaha Konveksi Di Kota Binjai Jaringan tenaga kerja usaha konveksi di Kota Binjai menggunakan jaringan tetangga, dimana merupakan sebuah komunitas yang telah lama dan menetap di tempat yang sama dan saling mengenal satu sama lain. Menggunakan tenaga kerja tetangga atau warga sekitar, khususnya ibu-ibu rumah tangga dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan menjalin hubungan baik antar pemilik dan tenaga kerja. Walaupun ada juga bantuan pihak keluarga yang terlibat dalam usaha tidak memungkinkan pemilik usaha untuk menerapkan sistem kekeluargaan dalam usaha, agar saling bekerjasama dan memberikan hasil produk bermutu dan berkualitas. Mempekerjakan tenaga kerja tetangga harus memiliki ketrampilan menjahit dan ketelitian dalam mengerjakan jahitan. Menggunakan tenaga kerja tetangga juga membuat pemilik usaha menjalin komunikasi dan keterbukaan dalam usaha, agar tidak ada kesalahpahaman dalam usaha konveksi. Penelitian ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Wong dalam Suwarsono dan Alvin (2006:58), menjelaskan bahwa tenaga kerja menggunakan pranata family (keluarga) pada tradisional Cina. Penyataan Wong tersebut dalam familisme dan kewiraswastaan mengenai pranata keluarga tradisional Cina terhadap pembangunan ekonomi terasa berlebihan dan menguji secara tekun pranata keluarga terhadap organisasi internal dari berbagai badan usaha milik etnis Cina di HongKong, khususnya melalui ideologi dan praktik manajeman paternalistik, tenaga kerja keluarga, dan pemilikan keluarga. Dalam hal ini melihat bahwa kebanyakan etnis Cina hanya akan meminta bantuan tenaga kerja keluarga pada saat-saat yang amat kritis dan hubungan kekeluargaan pada umumnya hanya menjadi bagian kecil dari keseluruhan personalia pada perusahaan. Tenaga kerja keluarga ini juga diharapkan untuk bekerja lebih keras akan tetapi dengan upah yang lebih rendah, sehingga membantu kuatnya posisi bersaing di perusahaan keluarga. Jika terjadi perselisihan antar

keluarga, bentuk akhir yang dipilih lebih cenderung pada pembagian keuntungan dibandingkan perpecahan fisik dalam hubungan keluarga. Dengan ciri pranata keluarga seperti ini, menegaskan bahwa perusahaan keluarga etnis Cina memiliki kemampuan bersaing yang bisa diandalkan dan dapat ditemukan satu kepercayaan antar anggota keluarga yang jauh lebih tinggi dibanding dengan yang ditemukan diantara rekan usaha mereka yang tidak dikenal secara baik satu sama lain. 2.3. Trust ( Kepercayaan ) Kepercayaan merupakan unsur penting dalam modal sosial yang mana merupakan perekat bagi langgengnya hubungan dalam kelompok masyarakat. Dengan menjaga suatu kepercayaan, orang-orang bisa bekerja sama secara efektif. Social Capital adalah kapibilitas yang muncul dari kepercayaan umum didalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu darinya. Social Capital bisa dilembagakan dalam kelompok sosial yang paling kecil dan paling mendasar. Demikian juga kelompok-kelompok masyarakat yang paling besar, Negara, dan dalam seluruh kelompok lain yang ada diantaranya (Fukuyama, 2002:37). Kepercayaan memiliki dampak positif terhadap peningkatan perkembangan usaha konveksi artinya antara pemilik usaha dan tenaga kerja memiliki kepercayaan (saling mempercayai) satu sama lain sehingga akan memudahkan untuk bekerjasama berjalan dengan lancar tanpa ada yang dikhawatirkan. Kepercayaan yang dibangun pemilik usaha dengan tenaga kerja pihak keluarga yang sedarah atau saudara sepupu maupun tetangga ini, akan mempermudah hubungan kerjasama dalam usaha konveksi dan tidak sulitnya menjalin komunikasi, karena sudah adanya saling mengenal satu sama lain. Menjalin kepercayaan dengan tenaga kerja dari pihak keluarga maupun tetangga akan menjadi sebuah perekat bagi kemajuan usaha, seperti pemilik usaha percaya bahwa tenaga kerjanya akan menyelesaikan

jahitan dengan tepat waktu tanpa ada kesalahan dan percaya tenaga kerja dari keluarga atau tetangga akan bertanggung jawab atas pekerjaan yang sudah dipilihnya masing-masing. Menjalin kepercayaan dengan tenaga kerja tetangga maupun pihak keluarga tidak muncul begitu saja tanpa adanya proses hubungan antar pribadi dari aktor-aktor yang sudah lama terlibat dalam perilaku ekonomi secara bersama. Hubungan kepercayaan bukanlah merupakan barang baku (tidak berubah) tetapi sebaliknya, kepercayaan terus menerus ditafsirkan dan dinilai oleh orang-orang yang terlibat dalam hubungan ekonomi. Dasar sebuah kepercayaan dalam hubungan ekonomi akan menghasilkan ikatan nilai-nilai yang disepakati, agar menciptakan hubungan jaringan sosial yang semakin solid. Adanya sebuah kepercayaan yang terjalin memudahkan hubungan saling kerjasama dan saling menguntungkan (mutual benefit), sehingga mendorong timbulnya hubungan resiprosikal atau timbal balik antar pihak yang terlibat. Hubungan kerjasama tersebut akan menyebabkan social capital yang dapat melekat kuat dan bertahan lama. Diantara orangorang yang melakukan hubungan tersebut akan mendapatkan keuntungan secara timbal balik dan tidak memungkinkan salah satu pihak merasa dirugikan ( Wafa, 2006:46 ). Coleman, dalam (Wafa, 2006:60) menegaskan bahwa kelangsungan setiap transaksi modal sosial ditentukan adanya terjaga kepercayaan (amanah kepercayaan) dari pihak-pihak yang terlibat. Artinya hubungan transaksi antara manusia sebagai individu maupun kelompok baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi, hanya mungkin terjadi apabila kepercayaan atau rasa saling percaya dari pihak-pihak yang melakukan interaksi. Individu yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi memungkinkan terciptanya organisasiorganisasi bisnis yang fleksibel yang mampu bersaing dalam ekonomi global.

2.4. Hubungan Sosial Hubungan Sosial adalah suatu kegiatan yang menghubungkan antar individu, individu dengan kelompok atau antar kelompok yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat menciptakan rasa saling pengertian dan kerjasama yang cukup tinggi, keakraban, serta keramahan. Pandangan dari Emerson dalam hubungan sosial ini menjelaskan bagaimana kekuasaan dan pengaruh diantara atasan dan bawahan yang dikondisikan pada ketersediaan mitra-mitra hubungan dari kedua pihak sehingga menghasilkan sumber-sumber yang bernilai. Hubungan-hubungan sosial tersebut cenderung menimbulkan perasaan tanggung jawab personal, rasa hormat, kepercayaan yang tidak dapat dihasilkan oleh pola hubungan atas dasar perhitungan ekonomis. Perhitungan ekonomis adalah hal penting untuk melihat kualitas hubungan antara atasan dan bawahan ( Ery Tri Djatmika. 2008. Pengaruh Variabel Hubungan Atasan-Bawahan terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional. (Online) (http://www.isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/ 22058188.pdf diakses pada 26 Maret 2012 ). Adapun faktor pendorong dan faktor penghambat dalam hubungan sosial menurut Nanik Djamil (2012: 2-3) antara lain: A. Faktor Pendorong Hubungan Sosial Hubungan sosial yang terjadi dalam masyarakat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor pendorong terjadinya hubungan sosial dalam suatu masyarakat tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Kesamaan asal ( daerah ) atau bahasa Orang-orang yang berasal dari suatu daerah atau bahasa yang sama akan menjadi pendorong individu-individu melakukan hubungan sosial.

2. Kesamaan agama Kesamaan agama mendorong masyarakat melakukan hubungan sosial, walaupun diantara mereka terdapat perbedaan dari segi etnis bahasa, bahkan tempat tinggal yang jauh. 3. Hubungan keluarga Adanya hubungan keluarga mengharuskan orang-orang yang memiliki ikatan keluarga melakukan hubungan sosial. 4. Hubungan kerja Adanya hubungan kerja menyebabkan timbulnya hubungan sosial di antara individu-individu yang memiliki hubungan kerja. 5. Kesamaan ideologi Adanya kesamaan ideologi yang terdapat di dalam masyarakat membentuk hubungan sosial yang diwujudkan dalam sebuah organisasi. 6. Kesamaan kepentingan Setiap individu atau masyarakat yang memiliki kesamaan kepentingan akan melakukan hubungan sosial untuk mempermudah mencapai tujuannya. 7. Kesamaan tempat tinggal Orang-orang yang berada pada domisili ( tempat tinggal ) yang sama melakukan hubungan sosial karena sesama tetangga atau satu daerah. 8. Saling membutuhkan Adanya keperluan yang saling membutuhkan mendorong individu atau masyarakat melakukan hubungan sosial.

B. Faktor Penghambat Hubungan Sosial Faktor-faktor penghambat terjadinya hubungan sosial dalam masyarakat dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Berikut ini adalah faktor-faktor yang menghambat terjadinya hubungan sosial antara lain : 1. Hambatan sosiologis Hambatan sosiologis terjadi karena adanya perbedaan golongan pada masyarakat yang dapat berupa perbedaan sosial, agama, ideologi, tingkat pendidikan, tingkat kekayaan dan sebagainya. Misalnya orang yang miskin akan merasa kesulitan untuk melakukan hubungan sosial yang harmonis dengan orang yang kaya. 2. Hambatan antropologis Hambatan antropologis terutama terjadi karena perbedaan ras, kebudayaan dan bahasa. 3. Hambatan psikologis Hambatan psikologis disebabkan karena kita kurang mengenal aspek psikologis atau kondisi kejiwaan dari orang lain. Hubungan sosial akan sulit tercipta jika kondisi psikologis orang tersebut sedang terganggu, misalnya sedih, marah, kecewa, bingung, merasa iri hati, dan lainnya. 4. Hambatan ekologis Hambatan ekologis terjadi karena gangguan lingkungan terhadap proses berlangsungnya hubungan sosial. Misalnya kondisi cuaca, letak geografis suatu daerah, kondisi lingkungan dan sebagainya. ( Nanki jamil. 2012. Bentukbentuk hubungan sosial mengenai faktor pendorong dan faktor penghambat.

(online).(http://nanikdjamil.files.wordpress.com/.../bentuk-bentukhubungan sosial) diakses pada 26 Maret 2012). 2.5. Industri Rumah Tangga Industri rumah tangga dikategorikan sebagai industri kecil, yang mana proses atau aktivitas sehari-hari industri melibatkan tenaga kerja yang mayoritas berasal dari daerah setempat. Penyerapan tenaga kerja jelas menciptakan situasi yang positif, dimana secara tidak langsung keberadaan industri telah membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Usaha industri ini merupakan usaha yang mempunyai resiko yang cukup tinggi, karena usaha industri merupakan kegiatan yang menghasilkan barang dari barang mentah menjadi barang jadi atau dari barang setengah jadi menjadi barang jadi. Usaha rumah tangga terdapat 3 hal yang mendukung kemajuan usaha yaitu modal, sumber daya manusia, kualitas produksi dan pemasaran ( Ismada. 2012. Jaringan Sosial Ekonomi Pengrajin Pandai Besi Kelurahan Massape, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidenreng Rappang. (online). (http: repository.unhas.ac.id/bitstream/.../isi%20skripsi.docx, diakses pada 14 Januari 2012). 2.6. Sektor Informal Istilah sektor informal menurut Keith Hart, yang menjelaskan sektor informal adalah bagian dari angkatan kerja kota yang berada di luar pasar tenaga kerja terorganisasi. Ada beberapa karakteristik yang dapat dikategorikan sebagai usaha sektor informal, antaranya adalah sebagai berikut ini : 1. Mudah untuk dimasuki. 2. Bersandar pada sumber daya lokal. 3. Usaha milik sendiri. 4. Operasinya dalam skala kecil. 5. Padat karya dan teknologinya bersifat adaptif.

6. Keterampilan dapat diperoleh diluar sistem sekolah formal. Pada umumnya usaha sektor informal tidak mempunyai ijin usaha dan untuk bekerja di sektor informal lebih mudah dari pada bekerja di sektor formal. Tingkat penghasilan di sektor informal umumnya rendah. Walaupun tingkat keuntungan terkadang cukup tinggi, akan tetapi karena omset penjualan relatif kecil, keuntungan absolute menjadi kecil. Keterkaitan sektor informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan usaha sektor informal sangat beraneka ragam. Usaha sektor informal pada umumnya tersebar pada kegiatan industri mikro, kecil dan menengah ( Denny Wahyudi, S.Sos. 2011. Studi Tenaga Kerja Informal Pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Kutai Kartanegara. (online) (http://balitbangda. kutaikartanegarakab.go.id/?p=410 diakses pada 08 Maret 2012 ).