BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang

2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG

BAB II LANDASAN TEORI. Loneliness diartikan oleh Peplau & Perlman (dalam Brage, Meredith &

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menjalani hidupnya dalam berbagai rentang kehidupan. Salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Miler (dalam Daryanto, 2011) menjelaskan,

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

BAB I PENDAHULUAN. tanpa kehadiran orang lain. Dengan adanya kebutuhan untuk mengadakan

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB II LANDASAN TEORI. Rosenberg (1965) mendefinisikan self esteem sebagai evaluasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Deskripsi Penelitian Pada penelitian ini pengambilan data penelitian dilakukan pada beberapa

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi sangat pesat khususnya di bidang informasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia pasti berharap memiliki kondisi fisik yang sempurna dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. yang saling mendukung antara yang satu dengan yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. situs web, atau chatting. Dengan aneka fasilitas tersebut individu dapat

OF MISSING OUT) DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA REMAJA DI SMAN 4 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. muda. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi pada setiap tahun ajaran baru, puluhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB 1 PENDAHULUAN. Hakikat pendidikan merupakan salah satu bagian dari modal atau kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Orang yang mengkonsumsi dan kecanduan minuman keras atau alkohol

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Masalah Penelitian

PENDAHULUAN. Mahasiswa yang menjalani kuliah di kampus ada yang merasa kurang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini kemajuan teknologi dan informasi terus berkembang. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting mempengaruhi kesehatan psikologis suatu individu. Ketika individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. perasaan dirugikan dan tidak terpuaskan yang dihasilkan dari. kesenjangan antara hubungan sosial yang diinginkan dan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. dan individu yang telah lulus dari perguruan tinggi disebut sebagai Sarjana

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia melalui kegiatan pengajaran, kegiatan pengajaran ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peran kota Yogyakarta dalam dunia pendidikan Indonesia (

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi tersebut tidak lepas kaitannya dengan semakin membanjirnya arus

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA (STUDI KORELASI PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SEMARANG)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. Pondok Pesantren Daar el-qolam merupakan salah satu pondok pesantren

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam

BAB I PENDAHULUAN. BlackBerry atau sering disingkat BB adalah sebuah smartphone buatan

BAB II LANDASAN TEORI. Loneliness dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak, remaja, dewasa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dunia ini tidak hidup sendiri, selalu ada bersama-sama dan berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang dalam kesehariannya berada bersama manusia lain di sekitarnya. Sejak lahir manusia sudah berhubungan dengan orang tua dan semakin bertambah usia maka akan bertambah luas pergaulannya dengan manusia yang lain di dalam masyarakat (Hurlock, 1990). Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian periode yang berurutan, mulai dari periode pranatal hingga lanjut usia. Semua individu mengikuti pola perkembangan dengan pasti dan dapat diramalkan. Setiap masa yang dilalui merupakan tahapan-tahapan yang saling berkait dan tidak dapat diulang kembali. Yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan memberikan pengaruh terhadap tahap-tahap selanjutnya. Salah satu tahap yang akan dilalui individu adalah masa dewasa awal (Hurlock, 1990). Individu yang berada dalam tahapan dewasa awal, dalam perkembangan psikososial, menghadapi tugas perkembangan untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain (Erikson dalam Santrock, 2003). Kebutuhan akan intimasi adalah suatu hal yang universal dan sudah menetap pada diri setiap manusia sepanjang hidupnya. Intimasi merupakan unsur pokok dalam kepuasan suatu hubungan. Melalui percakapan dan beraktivitas bersama, individu akan mendapatkan keuntungan untuk memenuhi tingkat kebutuhannya terhadap

intimasi pada sutu hubungan (Weiten & Llyod, 2006). Keintiman menurut Erikson (dalam Santrock, 2003) merupakan kemampuan individu untuk membangun hubungan yang akrab dengan orang lain. Menurut Erikson, keintiman merupakan salah satu krisis dalam hidup, yaitu intimacy versus isolation, yang dikembangkan pada usia dewasa awal. Apabila individu dewasa awal dapat membentuk persahabatan yang sehat dan hubungan dekat yang intim dengan individu lain, maka intimasi akan tercapai Namun, jika individu tidak berhasil mengembangkan intimasinya, maka individu tersebut akan mengalami isolasi, merasakan loneliness dan krisis keterasingan. Individu tersebut akan menarik diri dari berbagai aktivitas sosial dan hanya memiliki sedikit atau tidak ada sama sekali ikatan dengan individu sesama jenis atau lawan jenis (Orlofsky dalam Santrock, 2003). Sullivan (dalam Brehm et al, 2002) mengungkapkan bahwa loneliness merupakan suatu perasaan yang sangat tidak menyenangkan dan menimbulkan pengalaman yang berhubungan dengan tidak terpenuhinya dan terhambatnya kebutuhan atas intimasi manusia yang diperlukan untuk intimasi interpersonal. Weiten & Llyod (2006) mengungkapkan bahwa loneliness merupakan suatu keadaan ketika individu memiliki lebih sedikit hubungan interpersonal dibandingkan yang diharapkannya atau ketika hubungan tersebut tidak memuaskan seperti yang diharapkannya. Weiss (dalam Weiten & Llyod, 2006) mengungkapkan bahwa loneliness tidak hanya disebabkan karena kesendirian, tetapi karena tidak adanya hubungan tertentu yang diharapkan. Loneliness selalu muncul sebagai respon terhadap

ketidakhadiran beberapa atau tipe-tipe hubungan khusus atau lebih tepatnya sebuah respon terhadap ketidakadaan suatu hubungan yang diharapkan. Loneliness mengacu pada ketidaknyamanan subjektif yang dirasakan seseorang ketika beberapa kriteria penting dari hubungan sosial terhambat atau tidak terpenuhi. Kekurangan tersebut dapat bersifat kuantitatif seperti tidak memiliki teman seperti yang diinginkan dan bersifat kualitatif seperti merasa bahwa hubungan sosial yang dibinanya bersifat seadanya atau kurang memuaskan (Perlman & Peplau dalam Taylor, Peplau & Sears, 2000). Ketika mengalami loneliness, individu akan merasa dissatified (tidak puas), deprivied (kehilangan), dan distressed (menderita). Hal ini tidak berarti bahwa loneliness tersebut sama di setiap waktu. Individu yang berbeda bisa saja memiliki perasaan loneliness yang berbeda pada situasi yang berbeda pula (Lopata, 1969 dalam Brehm et al, 2002). Shaver & Rubeinstein (1982, dalam Brehm et al, 2002) mengungkapkan bahwa individu yang mengalami loneliness menunjukkan beberapa reaksi untuk menghadapi loneliness yang dialaminya, diantaranya melakukan kegiatan aktif (seperti belajar, bekerja, melakukan hobi, membaca), membuat kontak sosial (seperti menelepon atau mengunjungi seseorang), melakukan kegiatan pasif (seperti menangis, tidur, tidak melakukan apapun), dan melakukan kegiatan selingan yang kurang membangun (seperti menghabiskan uang dan berbelanja). Saat ini internet dianggap sebagai salah satu cara untuk mengurangi loneliness, meskipun pendekatan ini sendiri dianggap dapat menjadi pedang yang bermata dua (McKenna & Bargh dalam Weiten & Llyod, 2006). Internet telah

memungkinkan dihubungkannya komputer-komputer di belahan dunia tertentu dengan komputer-komputer lain di belahan dunia yang lain. Hal ini memungkinkan pula dihubungkannya individu yang satu dengan yang lain dari berbagai belahan dunia (Hidayat, 2003). Adanya komunikasi melalui internet terbuka kemungkinan bagi individu untuk bisa berdiskusi, mencari berita, melakukan bisnis, berhubungan dengan individu lain ataupun untuk mencari hiburan (Sopyan, 2003). Saat ini, internet telah memberikan kesempatan yang lebih luas sehingga orang dapat saling berkenalan dan mengembangkan hubungan melalui layangan hubungan secara online, e-mail, chat room, dan new group (Weiten & Llyod, 2006). Penggunaan internet pada individu yang mengalami loneliness, di satu sisi, biasanya menimbulkan keuntungan seperti mengurangi loneliness, mengembangkan perasaan mendapat dukungan sosial, dan membentuk persahabatan secara online (Shaw & Gant; Morahan-Martin & Schumacher dalam Weiten & Llyod, 2006). Di sisi lain, bila orang yang mengalami loneliness menghabiskan banyak waktu online di internet dan menghabiskan lebih banyak waktu sendirian di depan komputer di kantor dan rumahnya, maka orang tersebut akan menyediakan waktu yang lebih sedikit untuk hubungan tatap muka di dunia nyata dan mengurangi kesempatannya untuk berinteraksi tatap muka (Weiten & Llyod, 2006). Komunikasi tatap muka menggunakan kata-kata yang diucapkan, sedangkan komunikasi melalui internet menggunakan kata-kata tertulis. Hilangnya tanda-tanda nonverbal pada komunikasi melalui internet menyebabkan individu membutuhkan perhatian khusus agar orang lain dapat memahami arti

yang dimaksudkan. Berkurangnya tanda-tanda nonverbal dan lingkungan yang tidak dikenal dalam komunikasi melalui media komputer memiliki pengaruh penting untuk perkembangan suatu hubungan (Bargh & McKenna dalam Weiten & Llyod, 2006). Ketidakmampuan individu memahami menyebabkan individu tersebut semakin sulit membangun sebuah hubungan dengan orang lain. Situasi ini dapat menyebabkan individu mengalami loneliness. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Peplau & Perlman (dalam Deaux, Dane & Wrightsman, 1993) mengungkapkan bahwa loneliness merupakan hasil dari kurangnya atau terhambatnya hubungan sosialnya dengan orang lain. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara terhadap KM (23 tahun), seorang karyawan sebuah perusahaan IT, yang mengatakan bahwa:...aku terbiasa menghabiskan banyak waktuku online di internet...selain memang karena tuntutan pekerjaan, aku rasa hanya itu yang bisa aku lakukan biar tetap bisa berkomunikasi dengan temantemanku. Jarang banget bisa ketemu langsung. Nggak cocok jadwalnya... sebenarnya kadang-kadang aku bosen juga, nggak enak kan gini-gini terus. Pengen ketemu langsung, makan atau jalan bareng. Jadi kerasa benarbenar ngobrol. Nggak cuma lewat tulisan aja. Sepi juga rasanya, yang dihadapin komputer melulu, nggak interaktif kayak sama temen sendiri... (komunikasi personal, 23 Maret 2008). Penelitian lain menunjukkan individu yang mengalami loneliness yang aktif menggunakan internet lebih sering menyebabkan gangguan dalam fungsi kehidupan sehari-harinya (Morahan-Martin & Schumacher dalam Weiten & Llyod, 2006) serta memicu timbulnya internet addiction (Nalwa & Anand dalam Weiten & Llyod, 2006).

Pandangan lain diungkapkan oleh EA (22 tahun), mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Medan, yang menunjukkan bahwa EA merasakan manfaat positif dari internet, seperti pernyataannya berikut ini:...internet itu kayak kebutuhan sehari-hari buat orang seperti aku. Temen aku dikampus nggak banyak, tampang aku nakutin gini...hehehe...biar nggak ngerasa sendirian ya aku chatting lah...aku bisa chatting berjam-jam dengan identitas yang beda-beda. Terserah aku mau ngomong apa, yang jorok-jorok pun bisa...kan nggak ada yang kenal sama aku, nggak tau aku kayakmana sebenarnya...lagi berantem ma temen kampus misalnya, lampiasin aja pas lagi ngenet... tapi coba kalo pas dikampus aku gitu, makin nggak ada yang mau deket sama aku kan? Aku bisa ngobrol ma orang lain ya pas chatting, bisa deket ma orang...selain itu yang temenku terbatas kali...sehari nggak ngenet rasanya ada yang kurang aja...hehehe... (komunikasi personal, 29 Februari 2008). Individu yang mengalami loneliness menganggap menggunakan internet memberikan manfaat positif pada dirinya, seperti mengurangi rasa malu dan rasa takut untuk dikenali orang lain seperti yang dialami saat di dunia nyata. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa internet telah menciptakan sebuah alam yang kondusif untuk pelarian dari ketegangan mental yang dialami, yang pada akhirnya dapat memperkuat ke arah pola perilaku internet addiction tersebut (dalam Rachamawati, dkk, 2002). Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Ivan (2007) bahwa addiction merupakan suatu hubungan emosional terhadap suatu objek atau kejadian, dimana individu yang mengalaminya mencoba untuk menemukan kebutuhannnya terhadap intimasi. Addiction (pada tingkat yang paling dasar) adalah sebuah usaha untuk mengontrol dan memenuhi keinginan untuk mendapatkan kebahagiaan. Sehingga dapat dikatakan perilaku addiction individu

terhadap internet tersebut merupakan upaya yang dilakukannya dalam memenuhi kebutuhannnya akan intimasi. Internet addiction oleh Young (1998) diungkapkan sebagai sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam menggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online. Orang-orang yang menunjukkan sindrom ini akan merasa cemas, depresi, atau hampa saat tidak online di internet (Kandell dalam Weiten & Llyod, 2006). Penggunaan internetnya sangat berlebihan, sehingga pada akhirnya menganggu fungsinya dalam pekerjaan, di sekolah, atau di rumah, serta menyebabkan korbannya mulai menyembunyikan tingkat ketergantungannya terhadap internet tersebut. Penggunaan internet yang bersifat patologis dihubungkan dengan kerusakan yang signifikan terhadap bidang sosial, psikologis dan pekerjaannya (Young, 1997). Beberapa orang menunjukkan penggunaan internet secara patologis untuk satu tujuan tertentu, seperti layanan seks secara online atau perjudian secara online, sedangkan yang lainnya menunjukkan sesuatu yang bersifat lebih umum, yaitu keseluruhan bentuk internet addiction (Davis dalam Weiten & Llyod, 2006). Sulit untuk memperkirakan prevalensi pada internet addiction, tetapi sindrom ini tidak terlihat sebagai sesuatu yang aneh (Greenfield; Morahan-Martin & Schumacher dalam Weiten & Llyod, 2006). Para peneliti meyakini bahwa internet addiction tidak terbatas hanya pada orang yang pemalu dan pria yang ahli komputer saja sebagai orang-orang yang memiliki kemungkinan mengalaminya (Young dalam Weiten & Llyod, 2006).

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara loneliness dengan internet addiction, sebagaimana yang diungkapkan oleh Nalwa & Anand (dalam Weiten & Llyod, 2006). Hal ini berarti individu yang mengalami loneliness dan menggunakan internet secara teratur memiliki kemungkinan mengalami internet addiction. Hal ini membuat peneliti merasa perlu meneliti sejauhmana pengaruh loneliness tersebut terhadap internet addiction pada pengguna internet. B. Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana loneliness mempengaruhi internet addiction pada pengguna internet. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana pengetahuan di bidang Psikologi Klinis, khususnya mengenai sejauhmana pengaruh loneliness terhadap internet addiction. 2. Manfaat Praktis. a. Pengguna internet Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para pengguna internet mengenai kemungkinan mengalami internet addiction dan loneliness, sehingga dapat dilakukan berbagai upaya pencegahan agar dapat meminimalkan efek negatif yang ditimbulkan internet addiction.

b. Penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan loneliness dan internet addiction. D. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan yang disusun dalam penelitian ini adalah : Bab I : Pendahuluan Bab ini menjelaskan latar belakang masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori- teori yang dimuat adalah teori yang berhubungan dengan loneliness dan internet addiction Bab III : Metodologi Penelitian Pada bab ini dijelaskan mengenai rumusan pertanyaan penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda butir pernyataan, uji validitas, dan reliabilitas, prosedur penelitian, serta metode analisis data. Bab IV : Analisa dan Interpretasi Data Penelitian Bab ini memuat tentasng pengolahan data penelitian, gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan juga membahas data-data penelitian dari teori yang relevan.

Bab V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, hasil penelitian, serta saran-saran yang diperlukan, baik untuk penyempurnaan penelitian ataupun untuk penelitian-penelitian selanjutnya.