Identifikasi Kemampuan Pelayanan Ekonomi dan Aksesibilitas Pusat Kegiatan Lokal Ngasem di Kabupaten Kediri

dokumen-dokumen yang mirip
ARAHAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI JAGUNG DI KABUPATEN KEDIRI

PENENTUAN WILAYAH POTENSIAL KOMODITAS JAGUNG DI KABUPATEN KEDIRI

PETUNJUK TEKNIS PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU SISTEM REAL TIME ONLINE PADA SATUAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2015/2016

NOMOR 1 TAHUN Kediri, Unit Pelaksana Teknis Daerah dibentuk dan. tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah

Keterkaitan Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur

PENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Kediri Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

DAFTAR PENERIMA DANA UAMBN PAI MI, MTs DAN MA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

Tipologi Kecamatan Tertinggal di Kabupaten Lombok Tengah

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

Pengembangan Kawasan Andalan Probolinggo- Pasuruan-Lumajang Melalui Pendekatan Peningkatan Efisiensi

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: ( Print) C-133

Penentuan Tipologi Kesenjangan Wilayah di Kabupaten Lamongan Berdasarkan Aspek Ekonomi dan Sosial

Drs. Lucianus Sudaryono, M.S Dosen Pembimbing Mahasiswa

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Komoditas Unggulan Hortikultura di Kawasan Agropolitan Ngawasondat Kabupaten Kediri

Pengembangan Kawasan Andalan Probolinggo- Pasuruan-Lumajang Melalui Pendekatan Peningkatan Efisiensi

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA Pemikiran untuk Kabupaten Kediri

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SEKRETARIAT DAERAH. Jl. Soekarno-Hatta Nomor 1 Telp. (0354) Website :

Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh

Arahan Peningkatan Daya Saing Daerah Kabupaten Kediri

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah

ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo)

PENGARUH KEBERADAAN CENTRAL BUSINESS DISTRICT (CBD) SIMPANG LIMA GUMUL TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN, KABUPATEN KEDIRI AS AD ALI MUTAKIN

ABSTRACT PARTICIPATION POLICY AND MAN PARTICIPATION IN PRAKTEK KELUARGA BERENCANA IN KEDIRI

Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Lamongan

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya bidang ekonomi. pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu

Clustering Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota Surabaya

Analisis Highest and Best Use (HBU) Pada Lahan Jl. Gubeng Raya No. 54 Surabaya

PENGEMBANGAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) BERDASARKAN POTENSI WILAYAH KABUPATEN KEDIRI. Oktari Argadewi 1 Eko Budi Santoso 2 Endang Titi Sunarti 3

Penentuan Prioritas Pengembangan KAPET DAS KAKAB Di Kabupaten Barito Selatan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print C-45

PENGEMBANGAN KAWASAN ANDALAN PROBOLINGGO- PASURUAN-LUMAJANG MELALUI PENDEKATAN PENINGKATAN EFISIENSI

Pengembangan Daerah Tertinggal di Kabupaten Sampang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

Analisis Highest and Best Use (HBU) pada Lahan Jl. Gubeng Raya No. 54 Surabaya

INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA PONTIANAK (INDEKS WILLIAMSON)

Identifikasi Variabel Berpengaruh Pada Peningkatan Keunggulan Kompetitif Industri Alas Kaki di Kabupaten Mojokerto

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan

Studi Demand Kereta Api Komuter Lawang-Kepanjen

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh

BAB I PENDAHULUAN. nasionalnya memiliki satu tujuan yaitu memajukan kesejahteraan umum.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keterbatasan dari daya saing produksi (supply side), serta

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

Arahan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Petani Jeruk Siam berdasarkan Perspektif Petani di Kec. Bangorejo Kab. Banyuwangi

CALON PESERTA SERTIFIKASI GURU PESERTA KAB. KEDIRI

PENGARUH PENATAGUNAAN TANAH TERHADAP KEBERHASILAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN EKONOMI. Oleh: Abdul Haris 1

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Keterkaitan Karakteristik Pergerakan di Kawasan Pinggiran Terhadap Kesediaan Menggunakan BRT di Kota Palembang

KELENGKAPAN BERKAS CPNS MENJADI PNS. NO. Nama NIP Unit Kerja Permasalahan

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah suatu proses yang berkesinambungan dengan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Identifikasi Variabel Berpengaruh pada Peningkatan Keunggulan Kompetitif Industri Alas Kaki di Kabupaten Mojokerto

ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN JALAN TEMBUS JANTHO-LAMNOP PENGEMBANGAN WILAYAH Dl KABUPATEN ACEH BESAR 1. Fìtri Diansari 2 Eko Budi Santoso 3 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

Kajian Lalu Lintas Persimpangan Tak Sebidang di Bundaran Satelit Surabaya

ANALISA PERBANDINGAN NILAI TANAH DENGAN NJOP UNTUK MENINGKATKAN POTENSI PAD (PENDAPATAN ASLI DAERAH) KHUSUSNYA PBB DAN

Analisa Highest And Best Use (HBU) pada Lahan Bekas SPBU Biliton Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. material maupun secara spiritual. Dengan demikian, pembangunan. lain meliputi aspek sosial dan politik (Todaro, 2006).

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

Analisis Cluster dalam Mengidentifikasi Tipe Kawasan Berdasarkan Karakteristik Timbulan Sampah Rumah Tangga di Perkotaan Kabupaten Jember

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) D-73

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Kediri

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan Dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui pemanfaatan sumberdaya. pendapatan perkapita yang berkelanjutan (Sukirno, 1985).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah

Faktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Perikanan di Pulau Poteran

Faktor Penentu Pengembangan Industri Pengolahan Perikanan Di Kabupaten Sidoarjo melalui Pengembangan Ekonomi Lokal

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisa Penetapan Harga Jual Unit Rumah di Perumahan Griya Agung Permata, Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-17 Identifikasi Kemampuan Pelayanan Ekonomi dan Aksesibilitas Pusat Kegiatan Lokal Ngasem di Kabupaten Kediri Rifki Alvian Syafi i dan Eko Budi Santoso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: eko_budi@urplan.its.ac.id Abstrak Pengembangan wilayah tidak terlepas dari pengembangan ekonominya. Ngasem merupakan ibukota Kabupaten Kediri yang tergolong dalam sistem perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dan termasuk dalam kelas kota kecil. Pengembangan kota kecil Ngasem dapat meningkatkan pelayanan ekonomi di Kabupaten Kediri. Dalam melakukan pengembangan wilayah secara komperhensif, maka diperlukan identifikasi terhadap kemampuan wilayah Ngasem. Untuk mengetahui kemampuan pelayanan dan distribusi pelayanan (aksesibilitas), identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik analisis skalogram yang dipadukan dengan model gravitasi. Hasil analisis skalogram menunjukkan nilai pelayanan ekonomi setiap kecamatan di Kabupaten Kediri dimana Ngasem memiliki pelayanan relatif baik dengan menempati urutan ke 3 dalam pelayanan ekonomi dibandingkan kecamatan lain. Namun dari segi aksesibilitas, Ngasem memiliki nilai relatif tinggi di Kabupaten Kediri. Kata Kunci Infrastruktur ekonomi, kota kecil, pelayanan ekonomi, pusat kegiatan lokal P I. PENDAHULUAN ENGEMBANGAN wilayah harus mendorong kerja sama dan memiliki efek saling memberi manfaat (spillovers effect) antar wilayah yang terletak saing berdekatan (contiguous)[1]. Dalam pengertiannya, wilayah diartikan sebagai suatu unit geografi yang membentuk kesatuan dimana makna dari geografi sendiri adalah ruang yang bukan merupakan aspek fisik tanah saja tetapi meliputi aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial dan budaya[2]. Dari sisi wilayah sebagai suatu sistem, wilayah pusat (nodal) dapat dipandang sebagai bagian dari konsep di dalamnya. Konsep konsep wilayah nodal, kawasan perkotaan perdesaan, dan kawasan budidaya non budidaya merupakan konsep sederhana dalam sistem perwilayahan. Seperti halnya hubungan antara pusat dengan hinterland, kawasan perkotaan perdesaan maupun kawasan budaya non budidaya juga memiliki hubungan dan saling membutuhkan[3]. Proses pertumbuhan wilayah tidak dapat dilepaskan dari laju pertumbuhan ekonomi. Secara eksplisit, ketika laju pertumbuhan ekonomi meningkat maka akan terjadi peningkatan pendapatan daerah[4]. Infrastruktur dipandang sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia dimana dengan ketersediaannya mampu menjadi lokomotif pembangunan nasional dan daerah. Secara makro, ketersediaan dari pelayanan infrastruktur ekonomi mempengaruhi marginal productivity of prifate capital, sedangkan secara mikro ketersediaan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi. Infrastruktur juga berpengaruh terhadap kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain dalam peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan akses terhadap lapangan pekerjaan, serta terwujudnya stabilisasi makro ekonomi[5]. Pentingnya peran infrastruktur disebutkan dalam sebuah studi yang dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 60%. Bahkan World Bank (1994) menyebutkan bahwa elastisitas PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap infrastruktur di suatu negara adalah antara 0,07 sampai 0,44. Artinya dengan kenaikan 1 (satu) persen saja ketersediaan infrastruktur akan menyebabkan pertumbuhan PDB sebesar 7 persen sampai dengan 44 persen [6]. Ngasem diproyeksikan menjadi CBD (Central Bussines District) di Kabupaten Kediri. CBD diartikan sebagai kawasan dimana terdapat bagunan utama dalam kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan politik. Selain itu rute rute dari transportasi dari segala penjuru memusat ke kawasan ini sehingga kawasan ini diharuskan memiliki aksesibilitas yang tinggi[7]. Hal ini mendorong pemerintah daerah untuk membangun infrastruktur pelayanan ekonomi yang memadai. Namun kebijakan tentang pembangunan Ngasem sebagai CBD memerlukan landasan yang kuat. Dalam hal ekonomi, perlu diketahui

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-18 kemampuan pelayanan dan aksesibilitas Ngasem sebagai pusat kegiatan di Kabupaten Kediri. Dengan demikian, diperlukan kajian tentang kemampuan pelayanan ekonomi dan jangkauan distribusi (aksesibilitas) pusat kegiatan agar peningkatan pelayaan dalam pengembangan wilayah dapat dilakukan dengan dasar yang kuat dan jelas. II. METODE PENELITIAN A. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam identifikasi kemampuan pelayanan ekonomi merupakan data sekunder berupa jumlah sarana pelayanan ekonomi yang meliputi; toko, industri, pasar, pasar hewan, hotel, restoran, bank, terminal, dan stasiun. Data tersebut diperoleh dari publikasi online tahun 2014 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kediri (http://kedirikab.bps.go.id/). Sedangkan untuk mengukur aksesibilitas Ngasem, digunakan data jarak tempuh (km) dari wilayah hinterland menuju Ngasem. Data tersebut diperoleh dari pengukuran menggunakan aplikasi google map. B. Metode Analisis 1. Identifikasi Kemampuan Pelayanan Ekonomi Untuk mengetahui kemampuan pelayanan ekonomi Ngasem, digunakan teknik analisis skalogram dengan indikator infrastruktur pelayanan ekonomi yang terdiri dari sembilan variabel yaitu (1) Toko, (2) Industri (3) Restoran/rumah makan, (4) Bank, (5) Pasar, (6) Pasar Hewan, (7) Hotel, (8) Stasiun, dan (9) Terminal, dimana unit analisisnya per kecamatan di Kabupaten Kediri. Analisis skalogram dilakukan dengan menghitung jumlah unit (jumlah infrastruktur) dan jumlah jenis infrastruktur pada setiap kecamatan. Dengan demikian akan diperoleh hasil kecamatan dengan kelengkapan infrastruktur baik serta orde perkotaan menurut kemampuan pelayanan ekonominya. Setelah dilakukan penghitungan skalogram, keabsahan analisis perlu diukur dengan penghitungan kesalahan atau coefficient of reproducibility (CR) dengan persamaan sebagai berikut; Dengan adalah jumlah kesalahan, n adalah jumlah kecamatan dan k adalah jumlah variabel. Guttman mengatakan bahwa batas CR yang ditoleransi adalah 0,90 jika kurang maka hasilnya tidak mendekati skala yang sebenarnya. 2. Mengukur aksesibilitas Ngasem Dalam mengukur aksesibilitas Ngasem dari hinterland, dibutuhkan hasil analisis skalogram yang berupa jumlah jenis infrastruktur. Dalam hal ini, jumlah jenis dapat diartikan sebagai daya tarik antar wilayah yang menggunakan rumus/model gravitas. Model gravitasi disajikan ke dalam rumus sebagai berikut; Keterangan : = Tingkat aksesibilitas dari wilayah i ke kota j = Penduduk wilayah i = Penduduk wilayah j = Jarak/waktu tempuh dari wilayah i ke j = pangkat dari d (umumnya adalah 2) = Fungsi (Zi), dengan (Zi) adalah ukuran daya tarik wilayah dengan menggunakan ketersediaan fasilitas pelayanan ekonomi dari hasil analisis skalogram. Untuk mendapatkan nilai aksesibilitas relatif Ngasem, maka perlu dibandingkan dengan kecamatan lain yang memiliki kemampuan pelayanan yang sama atau lebih baik daripada Ngsaem. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Kemampuan Pelayanan Ekonomi Kemampuan pelayanan ekonomi di Ngasem dinilai relatif baik dengan menempati urutan ke 3 dari perbandingan dengan kecamatan lain yang ada di Kabupaten Kediri (Pare ke 1 dan Ngadiluwih ke 2). Dari sembilan infrastruktur yang diteliti, Ngasem memiliki 7 (tujuh) jenis infrastruktur diantaranya adalah toko, industri, restoran, bank, pasar, pasar hewan, dan terminal. Hasil penghitungan pada analisis skalogram dapat dilihat pada tabel 1. Hal ini menandakan bahwa dalam pemenuhan pelayanan ekonomi, Ngasem berada pada kelas/orde tertinggi di Kabupaten kediri bersama Kecamatan Pare, Ngadiluwih dan Wates.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-19 Tabel 1. Hasil Penghitungan Skalogram No Kecamatan A B C D E F G H I Unit Jenis 1 Pare 2.067 324 898 22 4 1 6 1-3.323 8 2 Ngadiluwih 1.441 1.806 1.021 8 2 1 *- - *1 4.280 7 3 Ngasem 624 198 407 13 3 1 *- *1-1.247 7 4 Wates 1.061 662 435 11 4 1 - - - 2.174 6 5 Kras 533 469 203 3 4 1 *- - *1 1.214 7 6 Mojo 1.005 341 249 1 8 - - - - 1.604 5 7 Badas 717 142 569 1 3 3 - - - 1.435 6 8 Gurah 643 231 383 9 7 1 - - - 1.274 6 9 Puncu 585 410 235 1 1 1 - - - 1.233 6 10 Purwoasri 509 269 385 4 3 *- - *1-1.171 6 11 Banyakan 362 443 326 4 2 - - - - 1.137 5 12 Semen 413 509 195 4 2 *- *9 - - 1.132 6 13 Tarokan 477 386 194 1 3 - - - - 1.061 5 14 Plosoklaten 499 185 347 3 4 2 - - - 1.040 6 15 Kepung 380 261 375 6 2 - - - - 1.024 5 16 Grogol 436 314 248 5 *- *1 - - - 1.004 5 17 Ringinrejo 624 57 255 9 2 2 - - - 949 6 18 Plemahan 285 525 87 1 1 1 - - - 900 6 19 Pagu 456 164 247 3 1 1 - - - 872 6 20 Kandangan 457 149 234 3 1 1 1 - - 846 7 21 Gampengrejo 361 123 282 3 *- - - - *1 770 5 22 Kandat 134 414 171 3 5 - - - - 727 5 23 Kayen Kidul 397 159 159 2 1 *- - - *1 719 6 24 Papar 378 91 145 3 1 *- *- *1 *1 620 7 25 Kunjang 341 64 178 7 2 *- - - *1 593 6 26 Ngancar 183 76 60 1 2 *- *1 - - 323 6 Jumlah Unit 15.368 8.772 8.288 131 68 17 17 4 6 32.672 - Jumlah Jenis 26 26 26 26 24 13 4 4 6-155 Keterangan : * : coefficient of reproducibility (CR) A : Toko/Kios F : Pasar Hewan B : Industri G : Hotel C : Restoran/warung H : Terminal D : Bank I : Stasiun E : Pasar Hasil penghitungan terhadap keabsahan analisis skalogram diperoleh angka 0,9 yang artinya analisis skalogram ini menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Penghitungan CR adalah sebagai berikut; B. Hasil Analisis Aksesibilitas Ngasem Penghitungan aksesibilitas menggunakan beberapa variabel diantaranya jumlah penduduk, jarak antara pusat hinterland, serta daya tarik wilayah yang dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur ekonominya. Berikut contoh penghitungan model gravitasi antara Ngasem dengan hinterland Kras; Pada analisis skalogram diatas, telah didapatkan kemampuan pelayanan pada setiap kecamatan di Kabupaten Kediri. Kecamatan yang memiliki kemampuan pelayanan baik dan termasuk dalam orde pertama dalam sistem perkotaan Kabupaten Kediri secara berurutan adalah Pare, Ngadiluwih, Ngasem dan Wates. Penghitungan Aksesibilitas Ngasem dibandingkan dengan Kecamatan Pare yang memiliki kemampuan pelayanan tertinggi ditinjau pemerataan aksesibilitas terhadap wilayah hinterland. Penghitungan model gravitasi menunjukkan aksesibilitas Ngasem terhadap wilayah hinterland memperoleh nilai tinggi dari Kecamatan Gurah (2.801.873), Ngadiluwih (2.214.101), Pagu (1.903.357), secara terperinci nilai gravitasi dijelaskan pada tabel 2.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-20 Tabel 2. Hasil Penghitungan Aksesibilitas Ngasem dibandingkan Pare No Kecamatan Ngasem Pare Jumlah Jarak Jarak Penduduk Gravitasi % Gravitasi % (km) (km) 1 Mojo 75.875 28 298.742 1,98 44,90 191.819 0,8 2 Semen 50.355 21,1 246.396 1,63 38,00 124.356 0,5 3 Ngadiluwih 77.686 17 2.214.101 14,67 33,90 918.538 3,7 4 Kras 62.461 26,3 210.972 1,40 43,20 131.044 0,5 5 Ringinrejo 54.570 24 173.206 1,15 40,90 98.618 0,4 6 Kandat 60.251 16,9 295.144 1,96 33,80 121.920 0,5 7 Wates 90.070 18,4 1.113.045 7,37 20,10 1.539.780 6,2 8 Ngancar 47.298 23,9 51.470 0,34 23,10 90.914 0,4 9 Plosoklaten 72.759 17,2 492.234 3,26 16,70 864.071 3,5 10 Gurah 80.636 8,4 2.801.873 18,56 13,00 1.931.807 7,7 11 Puncu 62.050 27,3 197.555 1,31 13,50 1.336.300 5,4 12 Kepung 82.867 32,6 153.658 1,02 40,00 170.550 0,7 13 Kandangan 51.206 33,2 75.635 0,50 14,60 646.115 2,6 14 Pare 103.845 20 1.660.216 11,00 - - - 15 Badas 66.823 23,8 325.786 2,16 5,20 1.268.990 45,2 16 Kunjang 37.581 29 50.996 0,34 13,60 382.610 1,5 17 Plemahan 60.108 25,6 158.856 1,05 10,80 1.476.055 5,9 18 Purwoasri 61.862 28,5 171.633 1,14 19,30 617.558 2,5 19 Papar 53.707 21 145.075 0,96 13,30 596.801 2,4 20 Pagu 39.482 5,9 1.903.357 12,61 13,50 601.937 2,4 21 Kayen Kidul 46.816 11,5 489.820 3,25 13,10 621.996 2,5 22 Gampengrejo 33.687 8,4 707.462 4,69 24,20 140.465 0,6 23 Ngasem 62.874 - - - 18,60 720.230 2,9 24 Banyakan 57.802 14,6 593.344 3,93 37,30 150.134 0,6 25 Grogol 47.536 18,9 257.123 1,70 41,40 88.423 0,4 26 Tarokan 62.834 20,5 305.289 2,02 43,10 114.071 0,5 Aksesibilitas Ngasem relatif baik jika dibandingkan dengan Pare yang menempati urutan pertama dalam pelayanan ekonomi yang ditinjau dari segi ketersediaan infrastruktur. Untuk lebih jelasnya aksesibilitas Ngasem dibandingkan Pare disajikan dalam radar chart seperti pada gambar 1. Gampengrejo Kayen Kidul Pagu Papar Banyakan Ngasem Purwoasri Tarokan Grogol Mojo 50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% Semen Ngadiluwih Kras Ringinrejo Gurah Kandat Wates Ngancar Plosoklaten NGASEM PARE Plemahan Kunjang Badas Pare Kepung Kandangan Puncu Gambar 1. Perbandingan Aksesibilitas dari Hinterlan Terhadap Ngasem dan Pare

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-21 Dari grafik tersebut dapat dilihat kesenjangan antara kecamatan hinterland yang diukur dengan orientasi terhadap Ngasem dan Pare. Dari Ngasem didapatkan nilai yang lebih merata di setiap wilayah hinterland. Artinya kesenjangan aksesibilitas antara wilayah dengan gaya tarik kecil dan tinggi tidak terlampau jauh. Berbeda dengan orientasi pada kecamatan pare dimana nilai yang tinggi hanya diperoleh dari aksesibilitas Pare terhadap Badas, namun jenjang nilai yang jauh terhadap kecamatan dengan gaya tarik rendah seperti Tarokan. Sehingga dapat disimpulkan aksesibilitas Ngasem relatif baik dalam fungsinya sebagai pusat pelayanan. IV. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; 1. Kemampuan pelayanan ekonomi Ngasem yang ditinjau dari ketersediaan infrastruktur ekonomi dinilai relatif baik. Dari penghitungan terhadap 26 kecamatan yang ada di Kabupaten Kediri, Ngasem menempati urutan ke 3 dengan jumlah unit dan jumlah jenis yang dimiliki masing masing (1.247 dan 7). Kemampuan pelayanan ekonomi Ngasem ditinjau dari ketersediaan infrastrukturnya masih dibawah Pare dan Ngadiluwih. 2. Ngasem termasuk pusat kegiatan yang memiliki aksesibilitas tinggi ditunjukkan relatif kecilnya kesenjangan antara nilai tertinggi dengan terendah yang dibandingkan Kecamatan Pare. 3. Secara keseluruhan, kemampuan pelayanan Ngasem sebagai Pusat Kegiatan Lokal yang diukur dari ketersediaan infrstruktur sudah memenuhi dan relatif baik dengan aksesibilitas yang tinggi. Sehingga Ngasem memiliki dasar yang kuat untuk dikembangkan menjadi CBD di Kabupaten Kediri DAFTAR PUSTAKA [1] Susanto, A. B. Reinvensi Pembangunan Daerah. Jakarta: Esensi (2010) [2] Wibowo, Rudi dkk. Teori, Konsep, dan Landasan Analisis Wilayah. Malang : Bayumedia Publishing (2004) [3] Rustiadi, Ernan dkk. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. (2009) [4] Tambunan, Tulus T. H. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: Gralia Indonesia (2001) [5] Haris, Abdul. Pengaruh Penatagunaan Tanah Terhadap Keberhasilan Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi. Jakarta: Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas (2009) [6] Dikun, Suryono. Infrastruktur Indonesia: Sebelum, Selama, dan Pasca Krisis. Jakarta: Kementerian Negara PPN/Bappenas (2003) [7] Jayadinata, Johara T. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan & Wilayah. Bandung: ITB Bandung (1999)