KANDUNGAN VITAMIN C DAN ORGANOLEPTIK SELAI JAMBU BIJI DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA DAN BUAH BELIMBING WULUH NASKAH PUBLIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
UJI ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN VITAMIN C PADA PEMBUATAN SELAI BELIMBING WULUH DENGAN PENAMBAHAN BUAH KERSEN DAN BUNGA ROSELA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Astawan (2008), jambu biji merupakan buah yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi buah ini dalam keadaan segar. Harga jual buah belimbing

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi A

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

KANDUNGAN VITAMIN C DAN ORGANOLEPTIK SELAI BUNGA KEMBANG SEPATU

BAB 1 PENDAHULUAN. Buah kersen merupakan buah yang keberadaannya sering kita jumpai

NASKAH PUBLIKASI RISA DHALIA A

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

BAB I PENDAHULUAN. padat dan sering menjadi pelengkap untuk makan roti, dan dibuat inovasi

PEMANFAATAN UMBI GANYONG DALAM PEMBUATAN YOGHURT DENGAN PENAMBAHAN PEWARNA ALAMI KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) JURNAL PUBLIKASI

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III (Tiga) Gizi Ilmu Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keinginan manusia, baik dari industri rumahan sampai restoran-restoran

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian

UJI ORGANOLEPTIK DAN DAYA SIMPAN SELAI GULMA KROKOT

ORGANOLEPTIK DAN VITAMIN C SELAI BUAH KERSEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan

Studi Pembuatan Selai Campuran Dami Nangka (Artocarpus heterophyllus) dengan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbí L.)

PENDAHULUAN. Pada dasarnya bahan pangan hasil pertanian seperti buah-buahan, umbiumbian

BIN I G N G WU W LUH SEBAGAI KOAGULAN DAN PENGAW

I PENDAHULUAN. halaman tempat tinggal (Purwaningsih, 2007).

I. PENDAHULUAN. kuning atau merah (Prajnanta, 2003).

, KECEPATAN MELELEH DAN ORGANOLEPTIK) ES KRIM UMBI GADUNG

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mengkonsumsi buah pare (Widayanti dkk., 2013).

YUWIDA KUSUMAWATI A

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus)

KANDUNGAN VITAMIN C DAN SIFAT ORGANOLEPTIK PADA SELAI KULIT PISANG AMBON DENGAN PENAMBAHAN BUAH KERSEN DAN BUNGA ROSELLA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

BAB I PENDAHULUAN. familiar, selain familiar dodol juga terasa enak dan banyak macamnya. Di

KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan

BAB I PENDAHULUAN. sangat beragam dan tergolong ke dalam jenis buah tropis seperti rambutan, nanas,

I. PENDAHULUAN. mencegah rabun senja dan sariawan (Sunarjono, 2003). Jeruk bali bisa dikonsumsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

UJI PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA TEMPE DENGAN BAHAN DASAR JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata)

I. PENDAHULUAN. satunya adalah buah kersen atau biasa disebut talok. Menurut Verdayanti (2009),

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

UJI KADAR PROTEIN DAN UJI ORGANOLEPTIK BISKUIT DENGAN RATIO TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG DAUN KELOR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada 2002, konsumsi kalsium di kalangan masyarakat baru mencapai rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya ketersediaanya pangan lokal asli yang ketersediannya

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

PEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Buah naga merupakan tanaman kaktus dari famili Cactaceae dengan subfamily

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BOLU KUKUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG BIJI KLUWIH

PEMANFAATAN JANTUNG PISANG KEPOK KUNING (Musa paradisiaca) TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA BAKSO DAGING SAPI

KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK NUGGET FORMULAS IKAN TONGKOL DAN JAMUR TIRAM PUTIH YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI. Program studi pendidikan biologi

I. PENDAHULUAN. makanan selingan berbentuk padat dari gula atau pemanis lainnya atau. makanan lain yang lazim dan bahan makanan yang diijinkan.

DAN DAYA SIMPAN SELAI JAMBU BIJI DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA DAN BUAH BELIMBING WULUH SKRIPSI

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang ada pada masa pemulihan dari sakit. Kerena yoghurt mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Anonim (2011), produksi tomat Indonesia dari tahun 2008 hingga tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Es krim adalah salah satu makanan kudapan berbahan dasar susu

BAB I PENDAHULUAN. gurih, berwarna cokelat, tekstur lunak, digolongkan makanan semi basah

BAB III METODE PENELITIAN. A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen di bidang teknologi pangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Biologi

UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi. Diajukan Oleh: NURUL UMI JARIAH

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen dibidang Ilmu Teknologi Pangan.

PEMBUATAN MENTEGA BUAH NAGA (KAJIAN EKSTRAK BUAH NAGA : KONSENTRASI SORBITOL) SKRIPSI. Oleh : IRA HERU PURWANINGSIH NPM :

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

UJI ORGANOLEPTIK DAN DAYA SIMPAN SELAI KROKOT

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KUALITAS FRUITGHURT KULIT PISANG (Musa paradisiaca) DENGAN PENAMBAHAN SARI TEBU DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas

PEMANFAATAN EKSTRAK WORTEL (Daucus carota) DAN BUAH WALUH (Cucurbita moschata) SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI BAKSO DAGING

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu

PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Sejak dulu, masyarakat Indonesia terbiasa

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG GANYONG TERHADAP KUALITAS CAKE GANYONG WORTEL

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan

KADAR GLUKOSA DAN KALSIUM ES KRIM KENTANG HITAM DENGAN DAUN CINCAU SEBAGAI PEWARNA ALAMI NASKAH PUBLIKASI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit hipertensi termasuk penyakit kronik akibat gangguan sistem

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi.

PENGARUH SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU ROSELLA KERING (Hibiscus sabdariffa) Rita Hayati, Nurhayati, dan Nova Annisa

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

Transkripsi:

KANDUNGAN VITAMIN C DAN ORGANOLEPTIK SELAI JAMBU BIJI DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA DAN BUAH BELIMBING WULUH NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi Disusun oleh : QURROTA A YUNI A 420 102 014 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

KANDUNGAN VITAMIN C DAN ORGANOLEPTIK SELAI JAMBU BIJI DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA DAN BUAH BELIMBING WULUH Qurrota A yuni, A420102014, Program Studi Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 11 halaman. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui organoleptik dan kandungan vitamin C pada selai jambu biji yang ditambahkan ekstrak kelopak bunga rosella dan buah belimbing wuluh. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menguji organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur, dan daya terima) dan menguji kandungan vitamin C. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan pola rancangan faktorial yaitu dengan dua faktor. Faktor I adalah berat buah belimbing wuluh yaitu B 1 (25 g), B 2 (50 g), dan B 3 (75 g). Faktor II adalah berat kelopak bunga rosella yaitu R 1 (25 g), R 2 (50 g), dan R 3 (75 g). Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan vitamin C tertinggi pada perlakuan B 3 R 3 yaitu selai jambu biji dengan penambahan 75 g belimbing wuluh dan 75 g kelopak bunga rosella sebesar 158,06 mg. Semakin banyak penambahan berat kelopak bunga rosella maka kandungan vitamin C selai jambu biji akan semakin tinggi, sedangkan belimbing wuluh tidak mempunyai pengaruh yang signifikan. Hasil organoleptik yang paling disukai oleh responden yaitu pada perlakuan B 2 R 1 yaitu selai jambu biji dengan penambahan 50 g belimbing wuluh dan 25 g bunga rosella dengan warna merah, aroma sedap, rasa asam manis dan memiliki tekstur yang kental. Kata kunci : selai jambu biji, ekstrak kelopak bunga rosella, belimbing wuluh,kandungan vitamin C, dan organoleptik.

A. PENDAHULUAN Jambu biji merupakan tanaman sub tropis yang mudah ditemukan dan buahnya banyak digemari oleh masyarakat karena rasanya yang manis dan segar. Jambu biji mengandung vitamin C yaitu sebanyak 87 mg/100 g (Hadisaputra, 2012). Kandungan pektin dalam jambu biji cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk bahan pembuat gel atau jeli. Manfaat pektin adalah untuk menurunkan kolesterol yaitu mengikat kolesetrol dan asam empedu dalam usus serta membantu pengeluarannya (Wirakusumah, 2002). Selai adalah salah satu jenis makanan awetanberupa sari buah atau buahbuahan yang sudah dihancurkan, ditambah gula dan dimasak hingga kental atau berbentuk setengah padat. Buah-buahan yang dipilih untuk dijadikan bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang sudah matang, tetapi tidak terlalu matang dan rasanya sedikit asam. Syarat pembuatan selai yang baik antara lain adalah mengandung asam yang berguna untuk mengentalkan selai dan menurunkan ph. Jadi semakin banyak kandungan asam yang dikandung oleh buah yang digunakan dalam pembuatan selai maka semakin baik pula selai yang dihasilkan. yang menjadi salah satu syarat dalam pembuatan selai ini banyak terkandung dalam buah belimbing wuluh. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) tumbuh baik di daerah tropis dan memiliki buah yang rasanya masam karena mengandung asam sitrat sebesar 92,6-133,8 meq/100 g. Buah belimbing wuluh juga mengandung vitamin C, yaitu sebanyak 25 mg/100 g (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI,1996). Belimbing wuluh jumlahnya sangat melimpah dan berharga murah, namun tidak banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Jadi untuk meningkatkan daya simpan dan daya jual yang tinggi, buah belimbing wuluh diolah menjadi bahan tambahan dalam pembuatan selai. Buah belimbing wuluh juga kaya vitamin C sehingga berfungsi untuk meningkatkan kandungan vitamin C pada selai. Syarat dalam pembuatan selai selanjutnya adalah pektin, yaitu zat yang berfungsi untuk mengentalkan selai. Salah satu tanaman yang mengandung senyawa pektin adalah kelopak bunga rosella, yaitu sebanyak 3,19% (Mardiah

dkk, 2009). Kelopak bunga rosella juga mengandung vitamin C yang cukup tinggi, yaitu sebesar 214,68 mg/100 g (Maryani dan Lusi, 2005). Namun tanaman ini belum banyak dimanfaatkan, sehingga kelopak bunga rosella diolah sebagai bahan tambahan dalam pembuatan selai. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mencoba melakukan kajian tentang Kandungan Vitamin C dan Organoleptik Selai Jambu Biji dengan Penambahan Ekstrak Kelopak Bunga Rosella dan Buah Belimbing Wuluh. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014. Pembuatan selai ini dilakukan di Laboratorium Biologi FKIP UMS, uji vitamin C dilakukan di Laboratorium Gici FIK UMS, dan organoleptik dilakukan di Kampus I UMS. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor, yaitu berat buah belimbing wuluh dan berat kelopak Dalam penelitian ini terdapat 9 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Faktor I adalah berat buah belimbing wuluh (B), terdiri dari: : penambahan belimbing wuluh 25 g/ 250 g bahan dasar : penambahan belimbing wuluh 50 g/ 250 g bahan dasar : penambahan belimbing wuluh 75 g/ 250 g bahan dasar Faktor II adalah berat kelopak bunga rosella (R), terdiri dari: : penambahan ekstrak kelopak bunga rosella 25 g/ 250 g bahan dasar : penambahan ekstrak kelopak bunga rosella 50 g/ 250 g bahan dasar : penambahan ekstrak kelopak bunga rosella 75 g/ 250 g bahan dasar (Nurkhasanah, 2013) Adapun tabel rancangan percobaan sebagai berikut: Tabel 1. Rancangan Percobaan B R B 1

Keterangan: : penambahan25 g buah belimbing wuluh dan penambahan 25 g kelopak : penambahan25 g buah belimbing wuluh dan penambahan 50 g kelopak : penambahan25 g buah belimbing wuluh dan penambahan 75 g kelopak : penambahan50 g buah belimbing wuluh dan penambahan 25 g kelopak : penambahan50 g buah belimbing wuluh dan penambahan 50 g kelopak : penambahan50 g buah belimbing wuluh dan penambahan 75 g kelopak : penambahan75 g buah belimbing wuluh dan penambahan 25 g kelopak : penambahan75 g buah belimbing wuluh dan penambahan 50 g kelopak : penambahan75 g buah belimbing wuluh dan penambahan 75 g kelopak Teknik pengumpulan data dengan menguji kandungan vitamin C dan organoleptik pada selai jambu biji. Analisis data menggunakan uji statistik kruskal-wallis.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil penelitian Tabel 2. Kandungan Vitamin C Selai Jambu Biji dengan Penambahan Ekstrak Kelopak Bunga Rosella dan Buah Belimbing Wuluh Perlakuan Rata-rata kandungan vitamin C (mg) B 1 R 1 24,23* Penilaian Kualitas Selai Jambu Biji dengan Organoleptik Warna Aroma Rasa Tekstur merah Sedap Manis B 1 R 2 59,36 Merah Sedap Manis B 1 R 3 121,73 Merah Sedap B 2 R 1 33,16 Merah Sedap B 2 R 2 65,6 Merah Sedap B 2 R 3 131,06 merah Sedap B 3 R 1 42,4 Merah Sedap B 3 R 2 73,67 B 3 R 3 158,06** 2. Pembahasan merah merah sedap sedap Manis Manis Manis Manis Manis kental kental kental Kental Kental kental Kental kental kental Daya Terima suka suka Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan vitamin C tertinggi yaitu pada perlakuan B 3 R 3 (penambahan belimbing wuluh 75 g dan ekstrak kelopak bunga rosella 75 g) sebesar 158,06 mg. Kandungan vitamin C terendah yaitu pada perlakuan B 1 R 1 (penambahan belimbing wuluh 25 g dan ekstrak kelopak bunga rosella 25 g) sebesar 24,23 mg. Hal ini menunjukan bahwa perbedaan dosis penambahan belimbing wuluh dan ekstrak kelopak bunga rosella berpengaruh terhadap kandungan vitamin C selai jambu biji. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 1 di bawah ini:

B1R1 B1R2 B1R3 B2R1 B2R2 B2R3 B3R1 B3R2 B3R3 Kadar vitamin C (mg) 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Kadar Vitamin C Perlakuan Gambar 4.1 Histogram Kandungan Vitamin C Selai Jambu Biji dengan Penambahan Ekstrak Kelopak Bunga Rosella dan Buah Belimbing Wuluh Berdasarkan uji statistik non parametrik tipe Kruskal Wallis, pada penambahan buah belimbing wuluh menunjukkan bahwa nilai probabilitas (Asymp. Sig) 0,276 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa H 0 diterima artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara penambahan dosis belimbing wuluh terhadap kandungan vitamin C selai jambu biji. Hal ini disebabkan pada bunga rosella mempunyai kandungan vitamin C yang cukup tinggi, yaitu 214,68 mg per 100 g bahan (Maryani dan Kristiana, 2005). Pada penambahan ekstrak kelopak bunga rosella menunjukkan bahwa nilai probabilitas (Asymp. Sig) 0,000 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak artinya ada pengaruh yang signifikan pada penambahan dosis ekstrak kelopak bunga rosella terhadap kandungan vitamin C selai jambu biji. Hal ini disebabkan pada buah belimbing wuluh mempunyai kandungan vitamin C yang lebih sedikit dibandingkan bunga rosella, yaitu 25 mg per 100 g bahan (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1996). Kandungan vitamin C pada belimbing wuluh yang rendah ini menyebabkan penambahan buah belimbing wuluh tidak terlalu berpengaruh pada kenaikan kandungan vitamin C selai jambu biji. Selain itu, vitamin C akan mudah rusak apabila terkena panas.

Hasil organoleptik warna berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa selai yang memiliki warna merah muda adalah pada perlakuan B 1 R 1. Warna merah terdapat pada perlakuan B 1 R 2, B 1 R 3, B 2 R 1, B 2 R 2, dan B 3 R 1, sedangkan selai yang berwarna merah tua yaitu pada perlakuan B 3 R 2 dan B 3 R 3. Hal ini disebabkan rosella mengandung pigmen antosianin yang menghasilkan warna merah. Pigmen antosianin ini dapat berfungsi sebagai antioksidan (Rahayu, 2011). Warna selai akan semakin merah seiring dengan penambahan dosis rosella yang semakin tinggi. Penilaian aroma (Tabel 2) menunjukkan bahwa pada perlakuan B 1 R 1, B 1 R 2, B 1 R 3, B 2 R 1, B 2 R 2, B 2 R 3, dan B 3 R 1 memiliki aroma yang sedap. Hal ini disebabkan jambu biji dan belimbing wuluh memiliki aroma yang enak, karena pada umumnya buah-buahan memiliki aroma khas yang enak dan digemari oleh masyarakat. Sedangkan pada perlakuan B 3 R 2 dan B 3 R 3 memiliki aroma yang cukup sedap. Hal ini dikarenakan penambahan dosis rosella yang lebih tinggi, sehingga aroma khas buah-buahan tertutupi atau tidak menonjol. Penilaian rasa (Tabel 2) menunjukkan bahwa selai yang memiliki rasa manis adalah pada perlakuan B 1 R 1 dan B 1 R 2. Hal ini disebabkan karena dosis penambahan belimbing wuluh yang rendah, sehingga selai cenderung terasa manis daripada asam. Rasa asam manis didapatkan dari perlakuan B 1 R 3, B 2 R 1, B 2 R 2, B 2 R 3, dan B 3 R 1. Hal ini disebabkan campuran yang pas antara rasa manis dan asam pada selai. Sedangkan pada perlakuan B3R2 dan B3R3 menghasilkan rasa yang asam. Hal ini disebabkan dosis penambahan belimbing wuluh lebih tinggi daripada perlakuan lainnya, sehingga menimbulkan rasa asam yang lebih kuat. Rasa pada selai akan semakin asam seiring dengan penambahan dosis belimbing wuluh yang semakin tinggi. Rasa asam buah belimbing wuluh ini berasal dari asam sitrat dan asam oksalat (Maryani dan Lusi, 2004). Penilaian tekstur (Tabel 2) menunjukkan bahwa selai yang memiliki tekstur cukup kental adalah pada perlakuan B 1 R 1 dan B 1 R 2. Hal ini disebabkan karena dosis penambahan rosella yang rendah, sehingga selai

tidak terlalu kental. Selai bertekstur kental didapatkan dari perlakuan B 3 R 2, B 2 R 1, B 2 R 2, dan B 3 R 1. Hal ini disebabkan karena penambahan rosella dan belimbing wuluh yang tidak terlalu banyak, sehingga kandungan pektin pada selai tidak berlebihan. Sedangkan pada perlakuan B 1 R 3, B 2 R 3, dan B 3 R 3 menghasilkan tekstur yang sangat kental. Hal ini disebabkan dosis penambahan rosella lebih tinggi daripada perlakuan lainnya, sehingga menimbulkan tekstur yang lebih kental. Kelopak bunga rosella mengandung pektin sebesar 3,19% (Mardiah dkk, 2009). Dari hasil penelitian ini (Tabel 2) didapatkan 2 macam nilai daya terima oleh panelis, yaitu cukup suka dan suka. Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa pada perlakuan B 1 R 1, B 1 R 2, B 1 R 3, B 2 R 1, B 2 R 2, B 2 R 3, dan B 3 R 1 memiliki daya terima suka. Hal ini disebabkan karena dosis penambahan belimbing wuluh dan rosella yang tidak terlalu tinggi, sehingga selai yang dihasilkan berwarna merah, beraroma sedap, kental, dan mempunyai rasa asam manis. Pada perlakuan B 2 R 3 dan B 3 R 3 memiliki daya terima cukup suka. Hal ini disebabkan karena penambahan rosella dan belimbing wuluh yang lebih tinggi daripada perlakuan lainnya, sehingga selai yang dihasilkan berwarna terlalu merah, beraroma cukup sedap, terlalu kental, dan mempunyai rasa asam manis.

D. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan ekstrak kelopak bunga rosella bengaruh terhadap kandungan vitamin C selai jambu biji, sedangkan belimbing wuluh tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kandungan vitamin C selai jambu biji. Penambahan ekstrak kelopak bunga rosella dan buah belimbing wuluh berpengaruh terhadap hasil organoleptik selai jambu biji, dengan selai yang paling disukai panelis adalah selai dengan warna merah, beraroma sedap, rasanya asam manis, dan teksturnya kental. Saran untuk penelitian ini adalah buah-buahan yang digunakan sebagai bahan pembuatan selai sebaiknya dalam keadaan segar agar menghasilkan selai dengan warna dan aroma yang baik. Penambahan bunga rosella sebaiknya tidak terlalu banyak agar tekstur selai tidak terlalu kental. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk memakai kontrol dalam rancangan percobaan.

DAFTAR PUSTAKA Hadisaputra, Denny Indra Praja. 2012. Super Foods. Yogyakarta: Flash Books. Mardiah, Sawarni, Ashadi R. W. dan Rahayu A. 2009. Budi Daya dan Pengolahan Rosela Si Merah Segudang Manfaat. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. Maryani, Herti dan Lusi Kristiana. 2004. Tanaman Obat untuk Influenza. Jakarta: Agromedia Pustaka. Maryani, Herti dan Lusi Kristiana. 2005. Khasiat dan Manfaat Rosela. Jakarta: Agromedia Pustaka. Nurkhasanah, 2013. Uji Organoleptik dan Kandungan Vitamin C pada Pembuatan Selai Belimbing Wuluh dengan Penambahan Buah Kersen dan Bunga Rosella (Skripsi S-1 ProgdiBiologi). Surakarta: FKIP UMS. Rahayu, Liswidyawati. 2011. Tepung Rosela (Cara Pembuatan dan Peluang Bisnisnya). Bandung: Amali Book. Wirakusumah, Emma, S,. 2002. Buah dan Sayur untuk Terapi. Jakarta: Penebar Swadaya.