ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

Produk Domestik Bruto (PDB)

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

Statistik KATA PENGANTAR

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

III. METODE PENELITIAN

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

Statistik KATA PENGANTAR

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

III. METODE PENELITIAN

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H

DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN DI INDONESIA (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH DYAH AYU MARIANA HANDARI H

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan


BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan

Kata Kunci: investasi, sektor pertanian, input-output.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK

PROYEKSI EKONOMI MAKRO : Masukan bagi Pengelola BUMN Biro Riset LMFEUI

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BERITA RESMI STATISTIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

ANALISIS PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH ANGGI DESTRIA H

PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DALAM PEREKONOMIAN KOTA BONTANG : ANALISIS INPUT OUTPUT OLEH RIZKI YULIANTI H

ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

Transkripsi:

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Oleh : GEMA SETYA ANGGARA PUTRA H14070107 FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

RINGKASAN GEMA SETYA ANGGARA PUTRA. Analisis Peranan dan Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Indonesia (dibimbing oleh ALLA ASMARA). Sektor industri merupakan sektor yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia yang pada tahun 1991 selama pembangunan jangka pendek 1 telah mengalami perubahan struktur perekonomian yang pada awalnya berbasis sektor pertanian menjadi sektor industri. Di dalam pelaksanaannya, sektor industri pengolahan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya yaitu nilai kapitalisasi modal yang tertanam sangat besar, kemampuan menyerap tenaga kerja, dan kemampuan untuk menciptakan nilai tambah dari setiap input atau bahan dasar yang diolah. Sektor industri pengolahan di Indonesia di satu pihak memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tertinggi, dan nilai investasi yang tertanam cukup besar, namun kontribusi tersebut tidak sebanding dengan daya serap tenaga kerjanya. Sektor industri yang merupakan penyumbang terbesar PDB hanya mampu menduduki peringkat ketiga dalam menyerap tenaga kerja setelah sektor pertanian dan sektor perdagangan. Berdasarkan masalah dan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan perkembangan sektor industri pengolahan di Indonesia, (2) Menganalisis peranan dan keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor lainnya di Indonesia, (3) Menganalisis berapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri pengolahan, ditinjau berdasarkan multiplier terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja, (4) Menganalisis besarnya dampak yang ditimbulkan dari investasi sektor industri pengolahan terhadap sektor-sektor lainnya dalam perekonomian Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008 klasifikasi 66 sektor yang diagregasi menjadi 10 sektor dan 17 sektor. Dalam studi ini menggunakan metode analisis Input-Output (I-O). Pengolahan data dengan menggunakan bantuan software I-O Analysis for Practitioners dan Microsoft Excell 2007. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kontribusi sektor industri pengolahan dalam kaitannya dengan pembentukan permintaan total, permintaan akhir, konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga, ekspor netto, nilai tambah bruto, dan pembentukan struktur output sektoral menempati urutan pertama dibandingkan dengan sektor lainnya. Namun dalam pembentukan struktur investasi, sektor industri pengolahan menempati urutan kedua setelah sektor bangunan. Berdasarkan hasil analisis dampak penyebaran pada Tabel I-O klasifikas 10 sektor, sektor industri pengolahan memiliki nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dari nilai kepekaan penyebaran. Hal ini dapat menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan lebih mampu meningkatkan sektor hulunya daripada sektor hilirnya. Subsektor dari industri pengolahan yang memiliki kemampuan untuk

menjadi sektor unggulan dalam suatu perekonomian adalah sektor industri bambu, kayu dan rotan serta industri kertas, barang dari kertas, dan karton. Sesuai dengan hasil analisis multiplier pada Tabel I-O klasifikasi 10 sektor menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan baik untuk tipe I dan tipe II pada multiplier output menempati urutan keenam, pada multiplier pendapatan menempati urutan pertama, dan pada multiplier tenaga kerja menempati urutan ketiga. Sedangkan sesuai dengan hasil analisis multiplier pada Tabel I-O klasifikasi 17 sektor menunjukkan bahwa sektor industri makanan, minuman, dan tembakau pada multiplier pendapatan menempati urutan pertama dibandingkan dengan subsektor dari industri pengolahan lainnya, dan yang memiliki nilai terbesar dalam meningkatkan multiplier output adalah sektor industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki, sedangkan pada multiplier tenaga kerja tertinggi diduduki oleh sektor industri kimia, karet, plastik, dan pengilangan minyak. Berdasarkan nilai keterkaitan dan multiplier sektor industri pengolahan yang relatif tinggi, maka peningkatan investasi di sektor tersebut mampu meningkatkan perekonomian Indonesia melalui peningkatan output, pendapatan dan tenaga kerja. Dengan adanya investasi tersebut mampu meningkatkan output dan pendapatan dengan persentase yang tertinggi. Subsektor dari industri pengolahan yang mendapat dampak terbesar dari adanya penambahan investasi tersebut dari sisi output dan pendapatan adalah sektor industri kimia, karet, plastik dan pengilangan minyak, sedangkan dari sisi tenaga kerja adalah sektor industri bambu, kayu, dan rotan. Agar pertumbuhan ekonomi di Indonesia memiliki dampak yang positif, dari hasil penelitian disarankan agar pengambil keputusan dapat memprioritaskan pengembangan sektor yang memiliki basis yang kuat untuk memajukan pertumbuhan sektor hulu dan hilirnya yaitu sektor industri bambu, kayu dan rotan serta sektor industri kertas, barang dari kertas dan karton.

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Oleh : GEMA SETYA ANGGARA PUTRA H14070107 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa Nomor Registrasi Pokok Program Studi Judul Skripsi : Gema Setya Anggara Putra : H14070107 : Ilmu Ekonomi : Analisis Peranan dan Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Indonesia dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si NIP. 1973 0113 199702 1 001 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Tanggal Kelulusan : Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 1964 1022 198903 1 003

PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Mei 2012 Gema Setya Anggara Putra H14070107

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Gema Setya Anggara Putra, lahir pada tanggal 24 Desember 1988 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Budi Susetyo dan Dian Anggari. Penulis menamatkan pendidikan sekolah di SD Negeri Polisi IV pada tahun 2001, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Bogor, Jawa Barat, dan lulus pada tahun 2007. Selepas lulus dari pendidikan SMA, penulis melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor dan masuk melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif berorganisasi sebagai anggota UKM Bola Basket IPB (2008-2009), dan pengurus UKM MAX (2008-2010).

KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Analisis Peranan dan Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Indonesia. Penulisan skripsi ini mendapat inspirasi dari fakta bahwa sektor industri pengolahan mempunyai peran dalam perekonomian Indonesia karena basis perekonomian di Indonesia yang telah berubah dari sektor pertanian menjadi sektor industri. Sektor ini diharapkan dapat lebih banyak untuk menyerap tenaga kerja dalam pembangunan perekonomian yang stabil dan berkesinambungan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini dapat terselesaikan berkat semangat, doa, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Tanti Novianti, M.Si. dan Ranti Wiliasih, M.Si. selaku dosen penguji dan komisi pendidikan, yang telah memberikan kritikan, saran-saran, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Kedua orang tua penulis, ayahanda Budi Susetyo dan ibunda Dian Anggari atas kasih sayang, doa, pengorbanan, dan dukungan yang sangat berarti bagi penulis sejak menjalani perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. 4. Kedua saudara penulis: Gitta Maharani dan Gaza Yanuar atas doa dan dukungan kepada penulis. 5. Keluarga penulis terutama Eyang uti dan Eyang om yang senantiasa selalu memberikan semangat, dorongan moril, dan doa sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. 6. Kharisma Imma yang selalu memberikan dukungan, semangat, bantuan serta doa selama penulisan skripsi ini.

7. Dani, Rico, Robby, Andika, Nindy, Anditia yang telah membimbing dan memberi dukungan selama penulisan skripsi ini. 8. Sahabat-sahabat penulis: mahasiswa-mahasiswi IE 44, teman Antasari Grup. 9. Keluarga besar Ilmu Ekonomi, seluruh pihak dan instansi yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, dengan segala kerendahan hati, penulis meminta maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun bagi perbaikan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan umumnya. Wassalamu alaikum wr.wb. Bogor, Mei 2012 Gema Setya Anggara Putra H14070107

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii 1. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 3 1.3. Tujuan Penelitian... 6 1.4. Manfaat Penelitian... 7 1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 7 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 9 2.1. Tinjauan Pustaka... 9 2.1.1. Definisi Industri... 9 2.1.2. Definisi Investasi... 11 2.1.3. Investasi dan Pembangunan Ekonomi... 12 2.1.3.1. Kaitan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi... 12 2.1.3.2. Investasi Langsung... 16 2.1.3.3. Investasi Tidak Langsung... 17 2.1.4. Analisis Input-Output... 17 2.1.5. Struktur Tabel Input-Output... 18 2.1.6. Asumsi-Asumsi Keterbatasan Input-Output... 21 2.1.7. Kerangka Analisis... 22 2.1.8. Penelitian Terdahulu... 23 2.1.9. Kerangka Pemikiran Operasional... 27 3. METODE PENELITIAN... 29 3.1. Jenis da n Sumber Data... 29 3.2. Metode Analisis Model Input-Output... 29 3.2.1. Koefisien Input... 29 3.2.2. Analisis Keterkaitan... 31 3.2.3. Analisis Dampak Penyebaran... 32 3.2.4. Analisis Pengganda... 34 i

3.3. Analisis Simulasi Investasi Publik... 35 3.4. Konsep dan Definisi Operasional Data... 36 4. GAMBARA N UMUM... 43 4.1. Kondisi Perekonomian Indonesia... 43 4. 2. Peran Sektor Industri Pengolahan... 45 4.2.1. Peran Sektor Industri Pengolahan Terhadap Pembentukan PDB... 45 4.2.2. Peran Sektor Industri Pengolahan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja... 47 4.3. Perkembangan Investasi Pada Sektor Industri Pengolahan... 49 4.4. Kebijakan Pemerintah... 51 5. HASIL DAN PEMBAHASAN... 54 5.1. Peranan Sektor Industri Pengolahan terhadap Struktur Perekonomian Indonesia... 54 5.1.1. Permintaan dan Penawaran Output... 54 5.1.2. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah... 56 5.1.3. Struktur Investasi... 58 5.1.4. Struktur Ekspor dan Impor... 60 5.1.5. Struktur Nilai Tambah Bruto... 62 5.1.6. Struktur Output Sektoral... 64 5.2. Analisis Keterkaitan... 65 5.2.1. Keterkaitan ke Depan... 65 5.2.2. Keterkaitan ke Belakang... 68 5.3. Analis is Dampak Penyebaran... 70 5.3.1. Koefisien Penyebaran... 70 5.3.2. Kepekaan Penyebaran... 71 5.4. Analis is Multiplier... 73 5.5. Analis is Dampak Investasi Sektor industri Pengolahan terhadap Perekonomian Indonesia... 76 ii

6. KESIMPULAN DAN SARAN... 79 6.1. Kesimpulan... 79 6.2. Saran... 80 DAFTAR PUSTAKA... 81 LAMPIRAN... 83 iii

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1. Produk Domestik Bruto Indonesia Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007-2011... 2 1.2. Perkembangan Realisasi Investas Atas Izin Usaha Tetap PMDN Menurut Sektor Tahun 2006-2010... 3 1.3. Perkembangan Realisasi Investas Atas Izin Usaha Tetap PMA Menurut Sektor Tahun 2006-2010... 4 1.4. Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2005-2009... 5 2.1. Kerangka Dasar Tabel Input-Output... 19 3.1. Rumus Pengganda Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja... 35 4.1. Produk Domestik Bruto Indonesia Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007-2011... 43 4.2. Produk Domestik Bruto Sektor Industri Pengolahan Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000... 45 4.3. Peran Subsektor Industri Pengolahan Terhadap PDB Nasional Tahun 2004-2008... 46 4.4. Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2005-2009... 47 4.5. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Industri Pengolahan Tahun 2005-2008 49 5.1. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-sektor Perekonomian Indonesia Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah)... 55 5.2. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Subsektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 2008 (Juta Rupiah)... 56 5.3. Struktur Konsumsi Masyarakat dan Konsumsi Pemerintah terhadap Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah) 57 5.4. Struktur Konsumsi Masyarakat dan Konsumsi Pemerintah terhadap subsektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 2008 (Juta Rupiah)... 58 5.5. 5.6. Pembentukan Modal Tetap, Perubahan Stok, dan Investasi Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah) Pembentukan Modal Tetap, Perubahan Stok, dan Investasi subsektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 2008 (Juta Rupiah)... 59 60 5.7. Struktur Ekspor dan Impor Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah)... 61 iv

5.8. Struktur Ekspor dan Impor Subsektor Industri Pengolahan Indonesia Tahun 2008 (Juta Rupiah)... 62 5.9. Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah)... 63 5.10. Struktur Nilai Tambah Bruto Subsektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 2008 (Juta Rupiah)... 64 5.11. Distribusi Output Sektoral Perekonomian Indonesia Tahun 2008, Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah)... 64 5.12. Distribusi Output Sektoral Subsektor Industri Pengolahan Indonesia Tahun 2008 (Juta Rupiah)... 65 5.13. Keterkaitan Langsung maupun Langsung dan Tak Langsung ke Depan dan ke Belakang Klasifikasi 10 sektor... 66 5.14. Keterkaitan Langsung maupun Langsung dan Tak Langsung ke Depan dan ke Belakang Klasifikasi 17 sektor... 68 5.15. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Klasifikasi 10 Sektor... 70 5.16. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Klasifikasi 17 Sektor... 71 5.17. Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Sektor-sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor... 74 5.18. Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Sektor-sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2008 Klasifikasi 17 Sektor... 75 5.19. Nilai Investasi Dalam Negeri (PMDN) Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2006-2010... 76 5.20. Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan terhadap Output (Miliar Rupiah), Pendapatan (Miliar Rupiah) dan Tenaga Kerja (orang) Klasifikasi 17 Sektor... 77 v

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 2.1. Hubungan Pendapatan, Tingkat Harga dan Konsumsi Model Keynessian 14 2.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran yang Direncanakan, dan Pendapatan Nasional Riil Model Keynessian... 15 2.3. Model Harrod Domar... 16 2.4. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual... 28 4.1. Persentase Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2000-2008... 44 4.2. Pangsa Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan... 48 4.3. Realisasi Investasi PMDN Sektor Industri Tahun 2011... 50 4.5. Realisasi Investasi PMA Sektor Industri Tahun 2011... 50 5.1. Kuadran Keterkaitan Sektor Perekonomian Indonesia... 67 5.2. Kuadran Keterkaitan subsektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Indonesia... 69 5.3. Kuadran Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Subsektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Indonesia... 72 5.4. Kuadran Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Indonesia... 73 vi

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. PDB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2007-2011 (Triliun Rupiah)... 84 2. Klasifikasi 10 Sektor dan 27 Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008... 85 3. Tabe l Input-Output Indones ia Tahun 2008 Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 10 Sektor (Juta Rupiah)... 88 4. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008 Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 17 Sektor (Juta Rupiah)... 90 vii

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya menunjukkan kontribusi yang signifikan disamping sektor pertanian. Pada beberapa negara yang tergolong maju, peranan sektor Industri lebih dominan dibandingkan dengan sektor pertanian. Sektor Industri memegang peran kunci sebagai mesin pembangunan karena sektor Industri memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor lain, hal itu dikarenakan nilai kapitalisasi modal yang tertanam sangat besar, kemampuan menyerap tenaga kerja yang besar, juga kemampuan menciptakan nilai tambah dari setiap input atau bahan dasar yang diolah. Pada negara-negara berkembang, peranan sektor Industri juga menunjukkan kontribusi yang semakin tinggi. Kontribusi yang semakin tinggi dari sektor Industri menyebabkan perubahan struktur perekonomian negara yang bersangkutan secara perlahan ataupun cepat dari sektor pertanian ke sektor Industri. Selama Pembangunan Jangka Panjang 1, struktur perekonomian Indonesia telah mengalami perubahan dari dominasi sektor pertanian beralih ke sektor industri, penurunan peran sektor ini terlihat dari menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional. Sehingga transformasi struktur ekonomi Indonesia yang semula pertanian tidak dapat dihindarkan, karena kesadaran akan keterbatasan sektor primer (pertanian) yang selama ini mendominasi perekonomian indonesia. Pertumbuhan ekonomi nasional tidak dapat dipisahkan dari peranan sektor industri pengolahan yang menjadi primadona perekonomian Indonesia. Sejak tahun 1991 sektor industri telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Pertumbuhan sektor industri pengolahan dari tahun ke tahun selalu positif, dan meningkatnya permintaan akan produk barang jadi atau setengah jadi baik domestik maupun internasional telah mendorong peranan sektor industri pengolahan menjadi peringkat pertama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sejak tahun 1991. Pembangunan sektor industri pengolahan secara

2 bertahap telah berhasil membawa perubahan dalam struktur perekonomian nasional, selain memberikan sumbangan yang besar terhadap PDB, sektor ini juga berperan dalam peningkatan penyerapan tenaga kerja. Tabel 1.1. PDB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2007-2011 Tahun Lapangan Usaha 2007 (Triliun Rupiah) 1.Pertanian 271,5 (13,82%) 2.Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4.Listrik, Gas dan Air Bersih 171,2 (8,72%) 538,0 (27,39%) 13,5 (0,69%) 5.Konstruksi 121,8 (6,20%) 2008 (Triliun Rupiah) 284,6 (13,67%) 172,4 (8,28%) 557,7 (26,79%) 14,9 (0,72%) 130,9 (6,29%) 2009 (Triliun Rupiah) 295,9 (13,58%) 180,2 (8,27%) 570,1 (26,16%) 17,1 (0,78%) 140,3 (6,44%) 2010 (Triliun Rupiah) 304,7 (13,17%) 186,6 (8,06%) 597,1 (25,81%) 18,1 (0,78%) 150,0 (6,48%) 2011 (Triliun Rupiah) 313,7 (12,74%) 189,2 (7,68%) 634,2 (25,75%) 18,9 (0,77%) 160,1 (6,50%) 6.Perdagangan, Hotel dan Restoran 340,4 (17,33%) 7.Pengangkutan dan Komunikasi 142,3 (7,25%) 363,8 (17,47%) 165,9 (7,97%) 368,5 (16,91%) 192,2 (8,82%) 400,5 (17,31%) 218,0 (9,42%) 437,2 (17,75%) 241,3 (9,80%) 8.Lembaga keuangan dan Jasa 183,6 (9,35%) 198,7 (9,55%) 209,2 (9,60%) 221,0 (9,55%) 236,1 (9,59%) 9.Jasa-jasa 181,7 193,0 (9,25%) (9,27%) 1.964,3 2.082,3 Total (100%) (100%) Sumber: BPS, 2012. Keterangan : ( ) = Pangsa dalam persen. 205,8 (9,44%) 2.178,9 (100%) 217,8 (9,41%) 2.313,8 (100%) 232,5 (9,44%) 2.463,2 (100%) Berdasarkan Tabel 1.1 sektor industri pengolahan merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Sektor ekonomi yang menunjukkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 terbesar pada tahun 2007 hingga tahun 2011 secara berturut-turut adalah sektor industri pengolahan yang pada tahun 2007 mencapai Rp 538,0 triliun dengan kontribusi sebesar 27,39 persen dari total PDB, tahun 2008 mencapai nilai Rp 557,7 triliun dengan kontribusi sebesar 26,79 persen, tahun 2009 mencapai Rp 570,1 triliun dengan kontribusi sebesar 26,16 persen dari total PDB, tahun 2010 mencapai Rp

3 597,1 triliun dengan kontribusi sebesar 25,81 persen dan pada tahun 2011 PDB sektor industri pengolahan mempunyai nilai sebesar Rp 634,2 triliun yang mempunyai kontribusi sebesar 25,75 persen dari total PDB. Perkembangan tersebut menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mampu menjadi penyumbang nilai tambah yang dominan dan telah tumbuh pesat melampaui laju pertumbuhan sektor pertanian dan sektor-sektor yang lainnya. 1.2 Perumusan Masalah Salah satu faktor pendorong yang sangat kuat dan berperan penting terhadap pertumbuhan ekonomi adalah investasi. Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing mampu menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, pengembangan teknologi dan produksi suatu komoditi. Potensi yang besar dimiliki oleh Indonesia dalam menanamkan modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal luar negeri (PMA). Hal tersebut dikarenakan di Indonesia masih tersedianya sumber daya alam (SDA) yang sangat luas, jumlah penduduk yang besar dan tersedianya jumlah tenaga kerja yang banyak, sehingga dapat menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tabel 1.2. Perkembangan Realisasi Investasi (Atas Izin Usaha Tetap) PMDN Menurut Sektor, Tahun 2006-2010 Sektor 2006 (Miliar Rupiah) 2007 (Miliar Rupiah) 2008 (Miliar Rupiah) 2009 (Miliar Rupiah) 2010 (Miliar Rupiah) 1. Pertanian,Peternakan,Kehutanan, dan Perikanan 527,0 4.177,2 3.578,8 3.686,0 1.238,5 2. Pertambangan dan Penggalian 448,5 1.324,6 21,0 691,4 519,2 3. Industri Pengolahan 10.517,9 20.931,1 13.012,7 26.289,8 15.914,8 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,0 0,1 88,0 746,4 519,8 5. Konstruksi 1.882,6 2.461,7 538,6 2.110,7 881,2 6. Perdagangan 349,2 350,6 345,8 143,0 594,8 7. Hotel dan Restoran 103,4 210,8 180,2 127,7 238,6 8. Pengangkutan dan Komunikasi 1.220,6 637,5 1.227,7 286,2 429,2 9. Keuangan,Real estat dan Jasa Perusahaan 0,9 46,9 45,6 0,0 0,8 10.Jasa-jasa 214,5 724,1 1.610,6 797,5 26,4 Total 15.264,6 30.864,5 20.649,0 34.878,7 20.363,3 Sumber: BKPM, 2011.

4 Sektor industri merupakan sektor utama yang menyerap banyak investor domestik. Berdasarkan Tabel 1.2, pada tahun 2006, realisasi investasi domestik di sektor industri pengolahan mencapai Rp. 10.517,9 milyar, pada tahun 2007 sebesar Rp. 20.931,1 milyar yang artinya mengalami kenaikan investasi sebesar Rp. 10.413,2 milyar, dilanjutkan pada tahun 2008 mengalami peningkatan investasi dalam negeri di sektor industri pengolahan hingga mencapai sebesar Rp. 13.012,7 milyar, pada tahun 2009 mengalami peningkatan yang signifikan hingga mencapai Rp. 26.289,8 milyar dan terakhir pada tahun 2010 realisasi investasi dalam negeri di sektor industri pengolahan mengalami penurunan yang drastis hingga menunjukkan jumlah sebesar Rp. 15.914,8 milyar. Indonesia adalah Negara berkembang yang masih membutuhkan sumbangan dalam bentuk investasi untuk mendapatkan pertumbuhan yang berkesinambungan dan investasi yang memiliki multiplier effect yang besar terhadap terjadinya nilai tambah ekonomi di berbagai sektor lainnya. Sumber investasi tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Tabel 1.3. Perkembangan Realisasi Investasi (Atas Izin Usaha Tetap) PMA Menurut Sektor, Tahun 2006-2010 2006 (Juta US$) 2007 (Juta US$) 2008 (Juta US$) 2009 (Juta US$) 2010 (Juta US$) Sektor 1.Pertanian,Peternakan,Kehutanan, dan Perikanan 186,5 348,9 434,4 289,5 154,2 2.Pertambangan dan Penggalian 122 58,9 98,0 309,8 181,4 3. Industri Pengolahan 2.803,30 3.502,10 3.619,7 4.697,0 4.515,2 4.Listrik, Gas dan Air Bersih 6,1 68,7 105,3 119,3 26,9 5.Konstruksi 385,6 921,9 144,2 448,2 426,7 6.perdagangan 573,5 412,7 434,2 482,9 582,2 7.Hotel dan Restoran 188,7 147,8 111,5 136,4 156,9 8.Pengangkutan dan Komunikasi 103,8 2.946,80 646,0 3.305,2 8.529,9 9.Keuangan,Real estat dan Jasa Perusahaan 35,2 208,3 254,0 64,5 174,9 10.Jasa-jasa 196,4 298,5 144,4 488,6 123,1 Total 4.601,1 8.914,6 5.991,7 10.341,4 14.871,4 Sumber: BKPM, 2011. Pada Tabel 1.3 dapat menunjukkan bahwa jumlah investasi di sektor industri pengolahan yang berasal dari luar negeri pada tahun 2006 adalah sebesar US$ 2.803,30 juta, tahun 2007 sebesar US$ 3.502,10 juta, tahun 2008 sebesar

5 US$ 3.619,7 juta, kemudian terjadi peningkatan jumlah penanaman modal asing pada tahun 2009 yaitu menjadi sebesar US$ 4.697,0 juta, hal tersebut menunjukkan bahwa realisasi investasi asing yang ditanamkan pada sektor industri pengolahan mengalami peningkatan yang konstan. Namun pada tahun 2010 mengalami penurunan hingga mencapai sebesar US$ 4.515,2 juta. Dalam hal ini menunjukkan bahwa jumlah investasi yang ditanamkan pada sektor industri pengolahan merupakan yang terbesar apabila dibandingkan dengan jumlah investasi yang ditanamkan pada sektor-sektor lainnya. Tabel 1.4. Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2005 2009 Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral 2005 (Orang) 2006 (Orang) Tahun 2007 (Orang) 2008 (Orang) 2009 (Orang) 1.Pertanian 41.309.776 (43,97%) 40.136.242 (42,05%) 41.206.474 (41,24%) 41.331.706 (40,03%) 43.029.493 (41,18%) 2.Pertambangan dan Penggalian 904.194 (0,96%) 923.591 (0,97%) 994.614 (0,96%) 1.070.540 (1,04%) 1.139.495 (1,09%) 3. Industri Pengolahan 4.Listrik, Gas dan Air Bersih 5.Konstruksi 11.952.985 (12,72%) 194.642 (0,21%) 4.565.454 (4,86%) 11.890.170 (12,46%) 228.018 (0,24%) 4.697.354 (4,92%) 12.368.729 (12,38%) 174.884 (0,18%) 5.252.581 (5,26%) 12.549.376 (12,24%) 201.114 (0,20%) 5.438.965 (5,30%) 12.615.440 (12,07%) 209.441 (0,20%) 4.610.695 (4,41%) 6.Perdagangan 17.192.781 (18,3%) 7.Hotel dan restoran 716.365 (0,76%) 8.Pengangkutan dan Komunikasi 9.Keuangan,Real estat dan Jasa Perusahaan 10.Jasa-jasa 5.652.841 (6,02%) 1.141.852 (1,22%) 10.327.496 (10,99%) 18.447.033 (19,32%) 768.626 (0,81%) 5.663.956 (5,93%) 1.346.044 (1,41%) 11.355.900 (11,90%) 19.732.464 (19,75%) 822.186 (0,82%) 5.958.811 (5,96%) 1.399.940 (1,40%) 12.019.984 (12,03%) 20.372.874 (19,87%) 848.869 (0,83%) 6.179.503 (6,03%) 1.459.985 (1,42%) 12.099.817 (12,77%) 20.972.403 (20,07%) 864.365 (0,83%) 5.947.673 (5,69%) 1.484.598 (1,42%) 12.611.841 (13,03%) 93.958.387 Total (100%) Sumber: BPS, 2010. Keterangan : ( ) = Pangsa dalam persen 95.456.935 (100%) 99.930.217 (100%) 102.552.750 (100%) 104.485.544 (100%) Dilihat dari kontribusinya, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang menjadi penyumbang terbesar dalam PDB maka dalam proses pembangunan ekonomi sektor industri dijadikan prioritas pembangunan yang diharapkan mampu

6 mendorong perekonomian Indonesia yang sedang berkembang. Dengan didukung oleh sumber daya manusia yang melimpah, maka sektor industri pengolahan diharapkan akan mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Berdasarkan Tabel 1.4 menunjukkan bahwa pada kenyataannya penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan kurang mampu untuk menyerap tenaga kerja. Kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap PDB di Indonesia tidak sebanding dengan daya serap tenaga kerjanya. Sektor industri pengolahan yang merupakan leading sektor mempunyai PDB yang paling tinggi dibanding dengan sektor-sektor yang lain tetapi sektor tersebut hanya mampu menduduki peringkat ketiga dalam penyerapan tenaga kerjanya setelah sektor pertanian dan sektor perdagangan. Berdasarkan uraian diatas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan sektor industri pengolahan di Indonesia? 2. Bagaimana keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perekonomian lainnya di Indonesia? 3. Bagaimana dampak multiplier yang ditimbulkan sektor industri pengolahan terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia? 4. Bagaimana dampak investasi sektor industri pengolahan terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan perkembangan sektor industri pengolahan di Indonesia. 2. Menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perekonomian lain di Indonesia. 3. Menganalisis dampak multiplier yang ditimbulkan oleh sektor industri pengolahan terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia. 4. Menganalisis dampak investasi sektor industri pengolahan terhadap sektor perekonomian lain di Indonesia.

7 1.4. Manfaat Penelitian Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan bagi pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam merumuskan dan merencanakan arah pembangunan sektor industri pengolahan di Indonesia agar dapat menunjang sektor-sektor lainnya. 2. Sebagai acuan bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitiannya lebih lanjut. 3. Bagi penulis dan pembaca, untuk meningkatkan wawasan pengetahuan tentang perkembangan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian di Indonesia. 1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian yang berjudul Analisis peranan dan dampak investasi sektor industri pengolahan terhadap perekonomian di ini difokuskan pada sektor industri pengolahan saja. Penelitian ini menggunakan Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 klasifikasi 66 sektor yang kemudian diagregasikan menjadi 10 sektor dan 17 sektor. Kesepuluh sektor tersebut yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, sektor hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Sedangkan dalam klasifikasi 17 sektor tersebut merupakan gabungan antara 10 sektor utama dan 8 subsektor industri diantaranya yaitu : 1) Sektor industri makanan, minuman, dan tembakau, 2) Sektor industri Tekstil, Pakaian Jadi, kulit dan alas kaki, 3) Sektor Industri Bambu, Kayu dan Rotan, 4) Sektor Industri Kertas, Barang dari kertas dan Karton, 5) Sektor Industri Kimia, Karet, Plastik, dan Pengilangan minyak, 6) Sektor Industri Semen dan barang bukan logam, 7) Sektor Industri Logam dasar, 8) Sektor Industri lainnya. Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah bagaimana dan berapa besar dampak investasi sektor industri pengolahan terhadap perekonomian di Indonesia dengan menggunakan analisis Input-Output. Analasis pada penelitian ini meliputi analisis keterkaitan (keterkaitan ke depan dan ke belakang), dan

8 analisis multiplier (output, pendapatan, dan tenaga kerja). Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu perekonomian. Koefisien penyebaran berguna untuk melihat distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap pengembangan sektor-sektor lainnya.

9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Definisi Industri Negara-negara berkembang berkeyakinan bahwa sektor industri mampu mengatasi masalah-masalah perekonomian, dengan asumsi bahwa sektor industri dapat memimpin sektor-sektor perekonomian lainnya menuju pembangunan ekonomi. Oleh karena itu di Indonesia sektor industri perlu dipersiapkan agar mampu menjadi sektor pemimpin dan penggerak terhadap perkembangan sektor perekonomian lainnya, selain akan mendorong perkembangan industri yang terkait dengannya (Saragih, 2004). Menurut Dumairy (1996), industri mempunyai dua arti. Pertama, industri adalah himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Kedua, industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Kegiatan pengolahan itu sendiri dapat bersifat masinal, elektrik, atau bahan manual. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogeny, atau barang-barang yang memounyai sifat saling mengganti yang erat. Secara makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah yakni semua produk, baik barang maupun jasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian industri secara luas adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang mempunyai tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu serta mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggungjawab atas resiko usaha tersebut (Hasibuan, 1993). Industri pengolahan menurut (Badan Pusat Statistika, 2003) merupakan suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.

10 Menurut Badan Pusat Statistika (BPS, 2002), penggolongan sektor industri dikelompokkan menjadi empat golongan berdasarkan banyaknya pekerja, yaitu: 1. Industri Besar. Industri Besar merupakan perusahaan industri yang memiliki jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih. 2. Industri Sedang. Industri Sedang merupakan perusahaan industri yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang. 3. Industri Kecil. Industri Kecil merupakan perusahaan industri yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 5-19 orang. 4. Industri Rumah Tangga. Industri Rumah Tangga merupakan perusahaan industri yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 1-4 orang. Berdasarkan penggolongan industri diatas, penggolongan sektor industri pengolahan ini semata-mata hanya didasarkan pada banyaknya tenaga kerja yang bekerja di perusahaan industri tersebut dan tanpa memperhatikan apakah perusahaan tersebut menggunakan mesin tenaga atau tidak, serta tanpa memperhatikan besarnya modal perusahaan. Industri pengolahan menurut Badan Pusat Statistika (BPS, 2002), terbagi kedalam dua kelompok besar, yaitu: 1. Industri Migas, yang terdiri dari: a. Industri pengilangan minyak bumi b. Industri gas alam cair 2. Industri Bukan Migas, yang terdiri dari: a. Industri makanan, minuman dan tembakau b. Industri tekstil, barang kulit dan alas kaki c. Industri barang kayu dan hasil hutan lain d. Industri barang kertas dan barang cetakan e. Industri pupuk, kimia dan barang dari karet f. Industri semen dan barang galian bukan logam g. Industri logam dasar besi dan baja h. Industri alat angkutan, mesin dan peralatan i. Industri barang lainnya

11 2.1.2. Definisi Investasi Menurut Masitoh (2007), investasi merupakan faktor pendorong yang sangat kuat bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Investasi juga merupakan langkah awal untuk kegiatan produksi serta pembangunan ekonomi. Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing mampu menciptakan lapangan pekerjaan, sumber perkembangan teknologi, dan diversifikasi produk sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekspor. Investasi berdasarkan pemilik modal terdiri dari investasi pemerintah dan investasi swasta. Investasi pemerintah pada umumnya dalam bentuk infrastruktur seperti jalan, pelabuhan dan listrik yang dibutuhkan oleh masyarakat, termasuk dunia usaha untuk melakukan kegiatan produksi, sedangkan investasi swasta pada umumnya terdiri dalam bentuk faktor-faktor produksi seperti mesin, bahan baku, dan bahan penolong untuk meningkatkan produksi barang dan jasa. Dalam suatu perekonomian, penanaman modal asing memiliki peran mikro maupun makro. Secara mikro, PMA (Penanaman Modal Asing) berpengaruh terhadap ketenagakerjaan, penguasaan dan pendalaman teknologi terhadap pengembangan keterkaitan antar industri di dalam negeri, termasuk akses industri dalam negeri terhadap jaringan produksi, perdagangan, dan investasi regional atau global. Peran PMA secara makro adalah PMA meningkatkan kegiatan investasi nasional dan pertumbuhan ekonomi (BKPM, 2005). Investasi dibedakan menjadi investasi finansial dan investasi non finansial. Investasi finansial adalah investasi dalam bentuk pemilikan instrument finansial seperti uang tunai, tabungan, deposito, modal dan penyertaan, surat berharga, obligasi dan sejenisnya. Sedangkan investasi non finansial merupakan investasi dalam bentuk investasi fisik (investasi riil) yang berwujud capital atau barang modal, termasuk didalamnya inventori (persediaan). Meski demikian, investasi finansial dapat juga direalisasikan menjadi investasi fisik. Investasi sangat dibutuhkan oleh negara berkembang seperti negara Indonesia, yang digunakan untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan. Hal ini dikarenakan investasi dapat meningkatkan pendapatan nasional di suatu negara. Setiap kenaikan jumlah dari pendapatan sebagai akibat dari pertambahan investasi akan meningkatkan pendapatan dengan jumlah yang berlipat.

12 2.1.3. Investasi dan Pembangunan Ekonomi 2.1.3.1. Kaitan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Output total riil suatu perekonomian bisa juga tetap konstan atau mengalami penurunan sepanjang waktu. Ini berarti perekonomian statis atau mengalami penurunan (stagnasi). Perubahan ekonomi meliputi baik pertumbuhan, statis ataupun stagnasi pendapatan nasional riil. Penurunan merupakan perubahan negatif, sedangkan pertumbuhan merupakan perubahan positif. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses, bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Disini dapat dilihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Ada dua sisi hal yang perlu diperhatikan yaitu sisi output totalnya dan sisi jumlah penduduknya. Output per kapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output per kapita harus dianalisis dengan jalan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak, dan jumlah penduduk di lain pihak. Aspek yang ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka panjang. Kenaikan output per kapita selama satu atau dua tahun, yang kemudian diikuti dengan penuruan output per kapita bukan pertumbuhan ekonomi. Suatu perekonomian tumbuh apabila dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mengalami kenaikan output perkapita. Ada beberapa sumber strategis dan dominan yang menentukan pertumbuhan ekonomi tergantung bagaimana mengklasifikasikannya. Salah satu mengklasifikasikanya adalah menjadi faktor-faktor fisik dan faktor-faktor manajemen yang mempengaruhi sumber-sumber tersebut. Meskipun mempunyai sumber untuk pertumbuhan yang kuantitasnya cukup banyak serta dengan kualitas cukup tinggi tetapi bila manajemen penggunaannya tidak menunjang maka laju

13 pertumbuhan ekonominya akan rendah. Faktor pertumbuhan berupa faktor-faktor fisik sumber-sumber daya alami, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, jumlah barang-barang kapital dan teknologi. Keempat faktor ini disebut faktorfaktor penawaran dalam pertumbuhan ekonomi. Tersedianya lebih banyak dan lebih baik sumber-sumber alami dan manusia, barang kapital, serta tingkat pengetahuan teknologi yang lebih tinggi memungkinkan perekonomian memproduksi jumlah output lebih besar. Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan. Satu hal yang perlu ditekankan sejak awal adalah bahwa didalam ilmu ekonomi tidak hanya terdapat satu teori pertumbuhan, tetapi terdapat banyak teori pertumbuhan. Sampai saat ini (dan masa mendatang) tidak ada suatu teori pertumbuhan yang menyeluruh dan lengkap dan yang merupakan satu-satunya teori pertumbuhan yang baku. Berbagai ekonom besar, sejak lahirnya ilmu ekonomi mempunyai pandangan atau persepsi yang tidak selalu sama mengenai proses pertumbuhan suatu perekonomian. Sering kali pandangan atau persepsi ini sangat dipengaruhi oleh keadaan atau peristiwa-peristiwa pada waktu ekonom tersebut hidup. Seringkali pula teori pertumbuhan seorang ekonom dipengaruhi oleh ideologi yang dianut oleh ekonom, sehingga aspek-aspek yang ditonjolkan dalam teorinya mencerminkan kecenderungan idiologisnya. Pembangunan ekonomi wilayah adalah suatu proses dimana pemerintah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin, 1999). Adapun teoriteori modern dalam teori pertumbuhan dan investasi, yaitu: 1. Keynessian Teori Keynessian menyatakan bahwa setiap kenaikan jumlah investasi akan meningkatkan pendapatan di suatu wilayah, dan pendapatan ini khususnya berbentuk dalam uang yang akan meningkatkan permintaan barang secara agregat

14 atau Agregat Demand (AD). Hal tersebut akan berpengaruh pada kebutuhan peralatan maupun uang dalam bentuk modal sebagai akibat dari peningkatan produksi, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan investasi. Selain itu, kenaikan tabungan masyarakat karena adanya peningkatan pendapatan merupakan investasi secara langsung melalui lembaga keuangan, dan sistematis dapat ditulis sebagai berikut : Y = C + S dimana: Y= Pendapatan Masyarakat S = Tabungan C = Konsumsi I = Investasi dengan asumsi keseimbangan : S = I maka : Y = C + I (2.1) Gambaran mengenai peningkatan pendapatan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut: Tingkat Harga (P) AS AD 2 AD 1 0 Y1 Y2 Pendapatan (Y) Sumber : Mankiw, 2000. Keterangan : Y1 = Pendapatan Awal Y2 = Pendapatan setelah kenaikan konsumsi dan investasi AS = Penawaran Agregat AD1 = Permintaan Agregat / agregat demand awal AD2 = Permintaan Agregat setelah kenaikan pendapatan dan tingkat harga Gambar 2.1. Hubungan Pendapatan, Tingkat Harga dan Konsumsi Gambar 2.1 menjelaskan bahwa adanya investasi mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita di suatu wilayah (Mankiw, 2000). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan investasi adalah tingkat suku bunga. Dengan adanya penurunan pada tingkat suku bunga

15 (r 1 ke r 2 ) akan mengakibatkan jumlah investasi yang ditanamkan di suatu sektor meningkat (I 1 ke I 2 ), sehingga akan mengakibatkan pengeluaran yang direncanakan naik (AE 1 ke AE 2 ). Meningkatnya pengeluaran yang direncanakan ini akan mengakibatkan tingkat pendapatan juga akan mengalami peningkatan (Y 1 ke Y 2 ). Dari rumusan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah dengan cara menaikkan investasi. Hubungan antara suku bunga (r) dan investasi (I) yang ditunjukkan oleh fungsi investasi dan interaksi antara investasi (I) dan pendapatan (Y) yang ditunjukkan oleh kurva perpotongan keynessian yang diringkas dalam bentuk kurva IS (Investasi-Saving) pada Gambar 2.2 : Harga (P) (b) Perpotongan Keynesian AE 2 AE 1 0 Y 1 Y 2 Pendapatan (Y) (a) Fungsi Investasi (c) Kurva IS Tingkat Bunga (r) r 1 r 2 Tingkat Bunga (r) r 1 r 2 IS 0 (I)r 1 (I)r 2 Investasi (I) 0 Y 1 Y 2 Pendapatan (Y) Sumber : Mankiw, 2000. Gambar 2.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran yang Direncanakan, dan Pendapatan Nasional Riil 2.Harrord Domar Teori Harrod Domar adalah perkembangan langsung dari teori makro Keynes jangka pendek menjadi suatu teori makro jangka panjang. Aspek utama yang dikembangkan dari teori Keynes adalah aspek yang menyangkut peranan

16 investasi dalam jangka panjang. Harrod Domar melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang lebih panjang. Menurut kedua ekonom ini, pengeluaran investasi tidak hanya mempunyai pengaruh (lewat proses multiplier) terhadap permintaan agregat, tetapi juga terhadap penawaran agregat melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Modal N 1 N 2 K 2 K 1 0 L 1 L 2 Tenaga Kerja Sumber : Carlos, 2007 Gambar 2.3. Model Harrod Domar Gambar 2.3. menjelaskan fungsi produksi dari Harrod - Domar atau H-D, yang menggambarkan hubungan antara modal dan tenaga kerja. Sumbu tegak pada gambar 2.3, menunjukkan jumlah modal dan sumbu datar menunjukkan jumlah tenaga kerja. Modal dan tenaga kerja tidak dapat saling menggantikan satau sama lain. Misal untuk memproduksi sebesar N 1 diperlukan modal sebesar K 1 dan tenaga kerja sebanyak L 1, demikian pula untuk memproduksi sebesar N 2, diperlukan modal sebesar K 2 dan tenaga kerja sebesar L 2 dan seterusnya. 2.1.3.2. Investasi Langsung (Direct Investment) Investasi langsung (Direct Investment) merupakan investasi yang melibatkan pihak investor secara langsung dalam operasional usaha yang akan dilaksanakan, sehingga dinamika usaha yang menyangkut kebijakan perusahaan

17 yang di tetapkan, tujuan yang hendak di capai, tidak lepas dari pihak yang berkepentingan (investor asing). Investasi langsung, langsung di perjual belikan dipasar uang (money market), pasar modal (capital market) dan pasar turunan (derivative market). 2.1.3.3. Investasi Tidak Langsung (Portofolio) Investasi tidak langsung (portofolio) merupakan investasi keuangan yang di lakukan di luar negeri. Investor membeli uang atau ekuitas, dengan harapan mendapat manfaat finansial dari investasi tersebut. Bentuk investasi portofolio yang sering di temui adalah pembelian obligasi/perusahaan asing, tanpa kontrol manajemen di perusahaan investasi. 2.1.4 Analisis Input-Output Semenjak ditemukan oleh W. Leontief pada tahun 1930-an, tabel Input- Output telah berkembang menjadi salah satu metode yang luas diterima. Tabel Input-Output ini tidak hanya digunakan untuk mendesrkripsikan suatu industri dalam suatu perekonomian tetapi juga mencakup bagaimana cara mendeskripsikan perubahan-perubahan struktur tersebut (Glasson, 1977). Menurut BPS (2000), Tabel Input-Output adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matrik. Selain itu Tabel I-O dapat menyajikan informasi dalam menggambarkan keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor lainnya. Isian sebelum baris Tabel I-O menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Tabel I-O sebagai alat analisis kuantitatif dalam perekonomian, mampu memberikan gambaran secara menyeluruh tentang hal-hal sebagai berikut: 1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor.

18 2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektorsektor produksi. 3. Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa barang produksi dalam negeri maupun impor. 4. Struktur permintaan barang dan jasa baik berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, invenstasi dan ekspor. Adapun kegunaan model I-O telah dikembangkan untuk keperluan yang lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis Input-Output antara lain adalah: a. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor. b. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya. c. Untuk analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output. d. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi. e. Untuk menyusun proyeksi variabel-variabel ekonomi makro. f. Untuk melihat konsistensi dan kelemahan berbagai data statistic yang pada gilirannya dapat dijadikan landasan perbaikan, penyempurnaan, dan pengembangan lebih lanjut. 2.1.5 Struktur Tabel Input-Output Format tabel Input-Output terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran n x n dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu (Glasson, 1977). Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap dan jelas, maka gambaran lengkap format Tabel Input-Output disajikan pada Tabel 2.1. Dalam tabel tersebut, output yang diproduksi suatu sektor untuk dialokasikan kepada permintaan antara (intermediate demand) ditunjukkan dengan dengan baris (bagian horizontal).

19 Sektor produksi (sektor asal) disajikan disebelah kiri dan sektor tujuan disajikan disebelah atas Tabel. Sedangkan input-input yang diperlukan oleh masing-masing sektor disajikan searah kolom (bagian vertikal). Tabel 2.1 Kerangka Dasar Tabel Input-Output Permintaan Antara Sektor Produksi 1 2 n Permintaan Akhir Total Output Input Antara Sektor Produksi 1 x 11 x 12 x 1n D 1 X 1 2 x 21 x 22 x 2n D 2 X 2............ n x nn D n X n Jumlah Input Primer V 1 V 2 V n Total Input X 1 X 2 X n Sumber: Miller dan Blair dalam Sahara et.al, 2007 (dimodifikasi) Jika dalam Tabel Input-Output tersebut diperlihatkan secara baris (horizontal), maka alokasi output dapat diperlihatkan secara keseluruhan dalam persamaan yaitu: x 11 + x 12 +.+x 1n + D 1 = X 1 x 21 + x 22 +.+x 2n + D 2 = X 2.. (2.2).... x n1 + x n2 +.+x nn + D n = X n dan secara umum persamaan tersebut dapat dirumuskan kembali menjadi: untuk i = 1, 2, 3 dst. Dimana X ij adalah banyaknya output sektor (2.3) i yang digunakan sebagai input oleh sektor j dan D i adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta X i adalah total output sektor i.

20 Sedangkan angka-angka yang berada di kolom (vertical) menunjukkan input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk melaksanakan proses produksi. Jika dalam Tabel Input-Output tersebut diperlihatkan secara kolom (vertikal), maka alokasi input dapat diperlihatkan secara keseluruhan dalam persamaan yaitu: x 11 + x 21 +.+x n1 + V 1 = X 1 x 12 + x 22 +.+x n2 + V2 = X 2.. (2.4).... x 1n + x 2n +.+x nn + V n = X n dan secara umum persamaan tersebut dapat dirumuskan kembali menjadi: (2.5) Untuk j = 1, 2, 3 dst. Dimana V j adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j. Berdasarkan Tabel 2.1 diatas terdapat empat kuadran dalam Tabel Input-Output, yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III dan kuadran IV dengan masing-masing penjelasan sebagai berikut: 1. Kuadran I (Intermediate Quadrant) Kuadran I menunjukkan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Kuadran ini berperan penting karena menunjukkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya. 2. Kuadran II (Final Demand Quadrant) Kuadran II menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung digunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan ekspor. 3. Kuadran III (Primary Input Quadrant) Kuadran III menunjukkan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri atas

21 pendapatan rumah tangga (gaji / upah), surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung neto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestic bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. 4. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant) Kuadran IV menunjukkan input primer permintaan akhir dari transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. 2.1.6 Asumsi-Asumsi Keterbatasan Input-Output Dalam analisis menggunakan model Input-Output, karena bersifat statis dan terbuka maka terdapat beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi (Priyarsono, D. S, et.al, 2007), yaitu: 1. Keseragaman (Homogenity) Asumsi bahwa setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input dari output sektor yang berbeda. 2. Penjumlahan (Aditivity) Asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan produksi tersebut secara terpisah. 3. Kesebandingan (Proportionality) Asumsi bahwa hubungan antara input dan output pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan atau penurunan penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan atau penurunan output yang dihasilkan oleh sektor tersebut. Model Input-Output memiliki beberapa keterbatasan dalam penggunaanya. Keterbatasan-keterbatasan tersebut diantaranya adalah : 1. Memerlukan biaya yang besar dalam penyusunannya. 2. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada maka semakin banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak terungkap. 3. Koefisien teknis diasumsikan tetap selama periode analisis sehingga teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam kegiatan

22 produksinya dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output. 4. Data hanya tersedia untuk tahun tertentu berdasarkan Tabel Input-Output yang dipublikasikan. 5. Analisisnya bersifat statis. Sulit melakukan prediksi Tabel Input-Output pada masa yang akan datang. 2.1.7 Kerangka Analisis Menurut Jensen et.al (1979) aspek-aspek analisis Input-Output yang berfungsi dan berkedudukan penting dalam analisis perekonomian yaitu: 1. Analisis Keterkaitan Konsep keterkaitan merupakan suatu konsep yang biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi melalui adanya peninjauan terhadap keterkaitan antar sektor dalam perekonomian. Terdapat dua jenis konsep keterkaitan dalam yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan dalam proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukan hubungan antar sektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkan. Dengan menggunakan konsep keterkaitan ini maka dapat diketahui besarnya pertumbuhan suatu sektor yang dapat menstimulasi pertumbuhan sektor lainnya melalui proses induksi. Koefisien langsung dalam model I-O dapat menunjukan adanya keterkaitan langsung antar sektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara. Sedangkan matriks kebalkan Leontief atau yang disebut juga koefisien keterkaitan dapat menunjukan adanya keterkaitan langsung dan tidak langsung. Matriks ini mengandung informasi yang penting tentang struktur perekonomian suatu wilayah. 2. Analisis Dampak Penyebaran Analisis ini merupakan analisis lanjutan yang menggunakan matriks kebalikan. Analisis ini membandingkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung yang telah dikalikan dengan jumlah sektor yang ada dengan total nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung di semua sektor. Hal tersebut perlu

23 dilakukan karena indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan ataupun ke belakang yang telah diuraikan belum memadai untuk digunakan sebagai landasan pemilihan sektor kunci. Analisis dampak penyebaran terbagi menjadi dua bagian yaitu kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran. 3. Analisis Multiplier Dalam Model Input-Output terdapat tiga jenis analisis multiplier yang menggunakan koefisien teknis sebagai dasar perhitungannya, yaitu : 1. Multiplier output Multiplier output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal, yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. 2. Multiplier pendapatan Penggandaan ini mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. 3. Multiplier tenaga kerja Penggandaan ini menunjukan adanya perubahan pada tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier Tipe I dan II dapat mengukur efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja yang ada di suatu wilayah. 2.1.8 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai peran dan keterkaitan suatu sektor dalam perekonomian dengan menggunakan analisis Input-Output telah banyak dilakukan, diantaranya yaitu penelitian terhadap seluruh sektor perekonomian, penelitian terhadap salah satu sektor dalam perekonomian seperti pertanian, industri pengolahan, perdagangan dan hotel, jasa-jasa dan lain sebagainya. Setiap penelitian umumnya memiliki tujuan yang sama yaitu mempelajari keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage), keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage), keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang dan juga multiplier effect

24 pendapatan, output dan tenaga kerja. Berdasarkan dari tiga referensi penelitian terdahulu yaitu Dwi Yuli Mustikasari yang berjudul Peran sektor industri pengolahan dalam perekonomian di provinsi Jawa Tengah (2005), Surya Agus Setiawan yang berjudul Analisis peranan sektor industri pengolahan dan pengaruhnya terhadap perekonomian Kabupaten Jepara (2005) dan Oktavianita BR Bangun yang berjudul Analisis peran sektor industri pengolahan terhadap perekonomian provinsi Sumatera utara (2008) didapatkan adanya persamaan dalam alat analisis dari penelitian yang mereka lakukan. Ketiga penelitian tersebut menggunakan metode analisis Input-Output. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Yuli Mustikasari dalam skripsinya menganalisis tentang peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Tabel I-O Provinsi Jawa tengah tahun 2000 yang digunakan dalam penelitian ini menyatakan bahwa sektor industri pengolahan memiliki keterkaitan langsung dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan terbesar, menempati urutan pertama bila dibandingkan dengan sektor lainnya. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai keterkaitan langsung, langsung dan tidak langsung ke depan terbesar adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau dan industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Dari hasil analisis dampak penyebaran sektor industri pengolahan memiliki nilai terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya, hal ini menunjukkan sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Tengah memiliki kemampuan yang kuat dalam menarik dan mendorong sektor hulu dan hilirnya. Hampir semua sub sektor industri pengolahan memiliki nilai koefisien penyebaran lebih besar dari satu kecuali industri migas. Sub sektor industri yang memiliki nilai kepekaan penyebaran terbesar adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Berdasarkan hasil analisis multiplier output tipe I dan tipe II sektor industri pengolahan juga memiliki nilai terbesar, sub sektor yang memiliki nilai pengganda output tipe I dan tipe II terbesar adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Sedangkan jika dilihat dari hasil analisis multiplier pendapatan sektor industri pengolahan, nilainya tidak terlalu signifikan baik tipe I dan tipe II. Sub sektor industri pengolahan yang memiliki nilai multiplier pendapatan tertinggi adalah sektor industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Peran sektor

25 industri pengolahan dalam penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah sangat besar dilihat dari nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II yang menduduki peringkat pertama, sub sektor industri pengolahan yang memiliki nilai multiplier tenaga kerja terbesar adalah industri makanan, minuman dan tembakau. Penelitian yang dilakukan oleh Surya Agus Setiawan dalam skripsinya menganalisis tentang peranan sektor industri pengolahan dan pengaruhnya terhadap perekonomian Kabupaten Jepara. Berdasarkan hasil analisis terhadap Tabel I-O Kabupaten Jepara tahun 2001 yang digunakan dalam penelitian ini menyatakan bahwa sektor industri pengolahan secara keseluruhan memiliki keterkaitan langsung dan keterkaitan langsung dan tidak langsung yang tinggi dengan sektor-sektor lain baik sektor pengguna input maupun output, sektor ini dapat dapat diandalkan untuk mendorong sektor-sektor lainnya baik hulu maupun hilir. Sub sektor yang memiliki nilai terbesar pada keterkaitan langsung ke depan adalah sub sektor industri karet. Sektor lainnya yang termasuk tiga besar adalah industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kayu. Untuk keterkaitan langsung ke belakang sub sektor industri kayu memiliki nilai terbesar, kemudian sub sektor lainnya yang termasuk tiga besar adalah industri tekstil dan pakaian jadi, industri makanan dan minuman, dan industri mineral non logam. Sedangkan pada analisis keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, tiga sub sektor utamanya adalah industri tekstil dan pakaian jadi, industri karet, industri makanan dan minuman. Tiga besar sub sektor utama pada Analisis keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang adalah industri tekstil dan pakaian jadi, industri kayu, industri makanan dan minuman. Berdasarkan analisis multiplier, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang mampu diandalkan dalam meningkatkan pertumbuhan di Kabupaten Jepara, khususnya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pendapatan masyarakat. Sub sektor industri tekstil dan pakaian jadi, industri karet, dan industri makanan dan minuman merupakan tiga sub sektor industri utama dengan kontribusi yang cukup besar terhadap multiplier output (Tipe I dan II). Pada analisis multiplier pendapatan (Tipe I dan II), tiga sub sektor utama yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat adalah industri makanan dan minuman, industri karet, dan industri kayu. Hasil analisis terhadap daya penyebaran sektor industri pengolahan

26 menunjukkan bahwa daya penyebaran ke belakang (koefisien penyebaran) lebih besar dibandingkan dengan daya penyebaran ke depan (kepekaan penyebaran). Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam mendorong pertumbuhan output industri hulunya dibandingkan dengan kemampuan untuk mendorong output industri hilirnya. Secara khusus sub sektor industri tekstil dan pakaian jadi memiliki nilai terbesar pada kedua analisis daya penyebaran tersebut. Kemudian dilanjutkan oleh industri kayu dan industri makanan dan minuman pada analisis kepekaan penyebaran, dan industri karet serta industri makanan dan minuman pada analisis koefisien penyebaran. Penelitian yang dilakukan oleh Oktavianita BR Bangun dalam skripsinya menganalisis tentang peranan sektor industri pengolahan dan pengaruhnya terhadap perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Tabel I-O Kabupaten Jepara tahun 2003 yang digunakan dalam penelitian ini menyatakan bahwa sektor industri pengolahan memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah bruto, dan struktur output sektoral. Sektor industri pengolahan juga memiliki keterkaitan yang kuat terhadap sektor lain sehingga sektor tersebut dapat diandalkan untuk mendorong sektor hulu dan hilirnya. Berdasarkan hasil analisis multiplier output tipe I dan tipe II, industri pengolahan menempati urutan ke dua dan ke tiga dan multiplier pendapatan tipe I dan II menempati urutan ketiga. Sedangkan untuk multiplier tenaga kerja, sektor industri pengolahan menempati urutan pertama, hal ini berarti sektor ini mampu diandalkan dalam mengatasi masalah pengangguran di Provinsi Sumatera Utara. Sub sektor industri kayu dan sub sektor industri tekstil, pakaian jadi dan kulit merupakan kontribusi utama terhadap multiplier output tipe I dan tipe II. Pada analisis multiplier pendapatan (tipe I dan tipe II) yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat Provinsi Sumatera Utara adalah sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau. Sedangkan pada analisis multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II, sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak bagi masyarakat. Oleh karena itu strategi pengembangan sektor industri pengolahan di Provinsi Sumatera Utara

27 dapat dilakukan dengan memilih lima sub sektor sebagai fokus pengalokasian investasi dalam mengatasi masalah pengangguran, sub sektor tersebut adalah sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau, sub sektor industri kimia, minyak bumi, batubara dan plastik, sub sektor industri logam dasar, sub sektor industri kayu dan sub sektor industri logam, mesin, dan perlengkapan. Penelitian yang dilakukan ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dwi Yuli Mustikasari (2005), Surya Agus Setyawan (2005), dan Oktavianita BR Bangun (2008) dalam hal cakupan wilayah. Penelitian ini memfokuskan pada suatu wilayah atau regional yang lebih luas yaitu wilayah Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode Input-Output dengan klasifikasi 10 sektor dan 17 sektor. Tabel Input-Output yang digunakan yaitu Tabel IO Indonesia tahun 2008 atas dasar harga produsen. Dengan metode penelitian ini akan lebih dapat menjelaskan kondisi terkini dari perekonomian Indonesia. Dan dalam penelitian ini memperlihatkan adanya investasi yang diberikan pada sektor industri pengolahan yang tidak dilakukan dalam penelitian sebelumnya. 2.1.9 Kerangka Pemikiran Operasional Industri pengolahan merupakan sektor yang mempunyai kontribusi terbesar dalam memberikan sumbangan terhadap PDB. Keberadaan sektor industri pengolahan tentunya didukung oleh sektor lain sebagai pendukung, sehingga antara sektor industri pengolahan dengan sektor lain terdapat suatu hubungan keterkaitan. Apabila terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan, hal ini akan berdampak juga pada peningkatan penyerapan tenaga kerja total pada sektor perekonomian. Namun kondisi pada saat ini kenyataannya penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan kurang mampu untuk menyerap tenaga kerja yang tinggi. Kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap PDB di Indonesia tidak sebanding dengan daya serap tenaga kerjanya. Oleh karena itu agar masalah tersebut dapat teratasi, maka sektor industri pengolahan harus diberikan dana investasi. Dengan diberikannya dana investasi pada sektor industri pengolahan diharapkan akan memberikan dampak

28 positif pada peningkatan penyerapan tenaga kerja total di seluruh sektor perekonomian Indonesia. Pengolahan data analisis Input-Output dengan menggunakan bantuan software program I-O Analysis for Practitioners version 1.0.1 dan Microsoft Excel 2007 serta menggunakan asumsi dan keterbatasan model Input-Output. Untuk melihat peranan sektor industri pengolahan maka dilakukan analisis Input- Output yang terdiri dari analisis keterkaitan, analisis dampak penyebaran, dan analisis multiplier, kemudian untuk melihat dampak investasi, maka dilakukan simulasi investasi yang dimasukkan ke dalam tabel I-O. Sehingga akan didapatkan peranan sektor industri pengolahan dan dampak investasinya terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat disusun alur kerangka penelitian ini dalam Gambar 2.4 : Permasalahan Ekonomi Indonesia - Penyerapan Tenaga Kerja - Pengangguran Pembangunan Ekonomi Pembangunan Sektor Industri Pengolahan Analisis Input Output Analisis Struktur Permintaan Akhir Analisis Keterkaitan Analisis Multiplier Dampak Investasi Sektor Industri Pengolahan Gambar 2.4. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual.

29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan 17 sektor. Dasar pengagregasian tersebut adalah untuk melihat keterkaitan yang erat antar sektor dan subsektor tertentu. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik, dan selain Tabel Input- Output, digunakan juga data pendukung lainnya seperti studi kepustakaan dan literatur lain yang diperoleh dari perpustakaan IPB, media cetak, dan media internet. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software program I-O Analysis for Practitioners version 1.0.1 dan Microsoft Excel 2007. 3.2. Metode Analisis Model Input-Output Model I-O dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan sektoral. Dengan menggunakan analisis I-O dapat diputuskan sektor-sektor mana saja yang dijadikan sebagai leading sektor dalam pembangunan ekonomi. Suatu sektor yang terindikasi sebagai sektor pemimpin dianggap memiliki kemampuan daya sebar dan kepekaan yang sangat tinggi dalam suatu perekonomian, sehingga efek yang diberikannya bersifat berganda. Dari tabel I-O yang sudah tersedia maka dapat diketahui peranan sektor industri pengolahan terhadap pembentukan output, nilai tambah bruto, dan permintaan akhir. Untuk mengetahui peranan sektor industri pengolahan sebagai sektor penyedia input maupun sektor pemakai input terhadap sektor lain serta mengetahui dampak yang ditimbulkan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Indonesia dapat dikaji berdasarkan analisis keterkaitan dan multiplier. 3.2.1. Koefisien Input Koefisien input yang disebut juga koefisien teknologi merupakan perbandingan antara banyaknya input antara yang berasal dari sektor i yang digunakan oleh sektor j ( ) dengan input total sektor j ( ).

30 (3.1) untuk i dan j = 1, 2, 3,.., n. dimana : = Koefisien input Sesuai dengan rumus koefisen input diatas, maka dapat disusun matriks sebagai berikut : +. + + = +. + + = +. + + = (3.2) atau : + = (3.3) A X + F = X AX + F = X atau F = (I-A) X X = (I-A) -1 F (3.4) dimana : I : Matriks identitas F : Permintaan akhir X : Jumlah output (I-A) : Matriks Leontief (I-A )-1 : Matriks kebalikan Leontief Matriks kebalikan dapat menganalisis beberapa hal, diataranya ialah sebagai berikut : 1. Keterkaitan langsung ke depan maupun ke belakang antar sektor. 2. Multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja. 3. Koefisien dan kepekaan penyebaran.

31 3.2.2. Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan berguna untuk melihat keterkaitan antar sektor. Keterkaitan ini terdiri dari keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan langsung ke belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. 1. Keterkaitan Langsung ke Depan Keterkaitan langsung ke depan menunjukan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan total. Keterkaitan ini dapat dirumuskan : (3.5) dimana : = Keterkaitan langsung ke depan = Unsur matriks koefisien teknis 2. Keterkaitan Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung ke belakang menunjukan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. (3.6) dimana : = Keterkaitan langsung ke belakang = Unsur-unsur koefisien teknis 3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor

32 tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. (3.7) dimana : i = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i. = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka. 4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. (3.8) dimana : = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i. = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka. 3.2.3. Analisis Dampak Penyebaran Beberapa analisis keterkaitan (indeks keterkaitan) yang telah diuraikan di atas sebelumnya ternyata belum memadai untuk dipakai sebagai landasan dalam pemilihan sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antar sektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama, oleh karena itu indeks keterkaitan harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran.

33 1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang) Konsep ini berguna untuk megetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Konsep ini juga sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan memiliki kaitan ke belakang lebih tinggi apabila Pd j memiliki nilai lebih besar daripada satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai koefisien penyebaran adalah : Pd j = (3.9) ; untuk i dan j = 1, 2, 3,, n dimana : Pd j = Koefisien penyebaran sektor j n = Unsur matriks kebalikan Leontief = Jumlah sektor Nilai koefisien penyebaran dari suatu sektor menunjukan bahwa kenaikan satu unit output sektor tersebut akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain yang menyediakan input bagi sektor itu sendiri sebesar nilai koefisien penyebaran. 2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan) Konsep ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lainnya yang memakai input dari sektor ini. Sektor i dikatakan memiliki kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sd i lebih besar dari satu. Rumus yang digunakan :

34 Sd i = (3.10) ; untuk i dan j = 1, 2, 3,, n dimana : Sd i = Koefisien penyebaran sektor i n = Unsur matriks kebalikan Leontief = Jumlah sektor Nilai kepekaan penyebaran dari suatu sektor menunjukan bahwa kenaikan satu unit output dari suatu sektor akan menyebabkan naiknya nilai output sektorsektor lain yang menggunakan output dari sektor tersebut, termasuk sektor itu sendiri sebesar nilai kepekaan penyebaran. Apabila nilai kepekaan penyebaran dari suatu sektor bernilai lebih dari satu (tinggi), maka sektor i tersebut mampu menumbuhkan sektor hilirnya. Perbandingan antara nilai kepekaan dan keofisien penyebaran dapat menunjukan kemampuan menarik atau mendorong suatu sektor. Apabila suatu sektor memiliki nilai koefisien penyebaran yang lebih tinggi daripada nilai kepekaan penyebarannya maka sektor tersebut memiliki kemampuan menarik yang lebih besar terhadap pertumbuhan sektor hulunya apabila dibandingkan dengan sektor hilirnya. 3.2.4. Analisis Pengganda (Multiplier) Dalam penelitian ini, analisis penggandaan yang digunakan ialah multiplier output, multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja. Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka (α ij ) maupun untuk model tertutup (α* ij ) dapat ditentukan nilai-nilai dari pengganda o utput, pendapatan dan tenaga kerja berdasarkan rumus yang tercantum dalam Tabel 3.1 berikut.

35 Tabel 3.1. Rumus Pengganda Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja Pengganda Nilai Output Pendapatan Tenaga Kerja Efek Awal 1 h i e i Efek Putaran Pertama i a ij i a ij h i i a ij e i Efek Dukungan Industri i α ij -1- i a ij i α ij h i - h i - i a ij h i i α ij e i - e i - i a ij e i Efek Induksi i α* ij - i α ij i α* ij h i - i α ij h i i α* ij e i - i α ij e i Konsumsi Efek Total i α* ij i α* ij h i i α* ij e i Efek Lanjutan i α* ij 1 i α* ij h i - h i i α ij e i - e j Sumber: Daryanto, 2010 dimana: a ij = koefisien output h i e i α ij = koefisien pendapatan rumah tangga = koefisien tenaga kerja = matriks kebalikan Leontief terbuka α* ij = matriks kebalikan Leontief tertutup Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja, maka dihitung dengan menggunakan rumus pengganda tipe I dan tipe II sebagai berikut: Tipe I = efek awal + efek putaran pertama + e fek dukungan industri efek awal Tipe II = efek awal+efek putaran pertama+efek dukungan industri+efek konsumsi efek awal 3.3 Analisis Simulasi Investasi Publik Walaupun dengan menggunakan analisis Input-Output dapat dihitung dan dianalisis peranan dan d ampak sektor industri pengolahan terhadap perkonomian Indonesia, tetapi akan lebih lengkap bila dapat disimulasikan dengan analisis investasi publik. Dengan merangkum dampak dari analisis simulasi investasi publik tersebut kemudian dapat diperbandingkan dampak dari masing-masing analisis simulasi terhadap pengembangan sektor industri pengolahan di indonesia. Analisis dampak investasi dalam penelitian ini dilakukan dengan memasukkan

36 shock pada bagian investasi sektor industri pengolahan beserta subsektor industri pengolahan. Besarnya investasi yang ditanamkan dalam penelitian ini diasumsikan sebesar Rp 86,66 triliun yang dialokasikan total kepada sektor industri pengolahan dan secara merata pada subsektor-subsektor industri pengolahan. Nilai investasi tersebut berasal dari total investasi PMDN tahun 2006-2010, disini diasumsikan mengambil nilai total investasi selama lima tahun dikarenakan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang merupakan suatu strategi perencanaan pembangunan suatu daerah atau wilayah. 3.4. Konsep dan Definisi Operasional Data Konsep dan definisi menjelaskan konsep serta definisi dari Indutri Pengolahan, output, transaksi antara, permintaan akhir (pengeluaran rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, ekspor dan impor) dan input primer (upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto) yang sesuai dengan Tabel Input-Output (Daryanto, A. dan Hafizrianda, Y., 2010). 1. Industri Industri pengolahan merupakan suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. 2. Output Output adalah seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektorsektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah (negara, provinsi, dan sebagainya) dalam periode tertentu tanpa memperhatikan asal-usul pelaku produksi maupun usahanya. Sepanjang kegiatan produksinya dilakukan pada wilayah yang bersangkutan maka produksinya dihitung sebagai bagian dari output wilayah tertentu. Oleh karena itu, output sering dikatakan sebagai produk domestik. Unit usaha yang produksinya berupa barang outputnya merupakan hasil perkalian kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang

37 tersebut. Unit usaha yang bergerak di bidang jasa, outputnya merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan kepada pihak lain. 3. Input Antara Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi. Komponen input antara lain terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang dapat berupa hasil produksi dalam negeri atau impor. Barang tidak tahan lama, adalah barang yang habis dalam sekali pakai, atau barang yang umur pemakaiannya kurang dari satu tahun. Contoh dari input antara adalah bahan baku, bahan penolong, jasa perbankan dan sebagainya, sedangkan balas jasa untuk pegawai (upah dan gaji) dimasukkan ke dalam input primer. Penilaian dari barang dan jasa yang digunakan berdasarkan transaksi atas dasar harga pembeli, yaitu harga yang dibayarkan pada saat menggunakan barang dan jasa tersebut. 4. Input Primer Input primer adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara nilai output dengan input antara. a. Upah dan Gaji Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar. b. Surplus Usaha Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha sama dengan nilai tambah bruto dikurangi dengan upah dan gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto.

38 c. Penyusutan Penyusutan adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. d. Pajak Tak Langsung Netto Pajak tak langsung netto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya. Subsidi adalah bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen. Subsidi disebut juga sebagai pajak tak langsung negara. 5. Permintaan Antara Permintaan antara merupakan permintaan barang dan jasa untuk memenuhi proses produksi. Dengan kata lain, permintaan antara menunjukkan jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam proses produksi. 6. Permintaan Akhir Permintaan akhir merupakan permintaan akan barang dan jasa selain permintaan untuk sektor produksi juga terdapat permintaan untuk konsumsi akhir. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukkan modal tetap bruto, perubahan stok, dan ekspor-impor. (i) Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran konsumsi rumah tangga terdiri dari pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dan badan-badan yang tidak mencari untung, dikurangi nilai netto penjualan barang bekas dan barang sisa. Akan tetapi, pembelian rumah baru oleh rumah tangga dimasukkan sebagai pembentukkan modal tetap sektor usaha persewaan tanah dan bangunan (real estate). Barang dan jasa juga mencakup konsumsi yang dilakukan di dalam dan di luar negeri. (ii) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran barang dan jasa pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, untuk konsumsi

39 kecuali yang sifatnya pembentukkan modal, termasuk pengeluaran untuk kepentingan angkatan bersenjata (pertahanan). (iii) Pembentukkan Modal Tetap Bruto (PMTB) Pembentukkan modal tetap bruto mencakup semua biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam maupun impor. Barang modal dapat terdiri dari bangunan/konstruksi, mesin dan peralatan, kendaraan dan angkutan, serta barang modal lainnya. (iv) Perubahan Stok Perubahan stok juga merupakan pembentukkan modal (tidak tetap) yang diperoleh dari selisih antara stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang awal tahun. Stok biasanya dipegang oleh produsen yang merupakan hasil produksi yang belum sempat dijual oleh konsumen sebagai bahan-bahan (inventory) yang belum sempat digunakan. Perubahan stok dapat digolongkan menjadi: (1) perubahan stok barang setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan ternak dan unggas serta barang-barang strategis yang merupakan cadangan nasional, (2) perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, (3) perubahan stok di sektor perdagangan yang terdiri dari barang-barang dagangan yang belum terjual. (v) Ekspor dan Impor Ekspor dan impor merupakan kegiatan atau transaksi barang dan jasa antara penduduk di suatu daerah, dengan penduduk di luar daerah tersebut, baik penduduk kota lain maupun luar negeri. Ada dua aspek penting dalam ekspor dan impor yaitu transaksi ekonomi dan penduduk. Transaksi ekonomi meliputi transaksi barang, jasa pengangkutan, jasa pariwisata, jasa komunikasi, jasa asuransi, dan berbagai jasa lainnya. Transaksi ini melibatkan seluruh penduduk yang meliputi badan pemerintahan pusat dan daerah, perorangan, perusahaan, dan lembaga lainnya, dan yang termasuk dalam transaksi ekspor adalah pembelian langsung di pasar domestik oleh penduduk daerah lain. Sebaliknya

40 pembelian langsung di pasar luar daerah oleh penduduk domestik dikategorikan sebagai transaksi impor. 7. Margin Perdagangan dan Biaya Transportasi Margin perdagangan dan biaya transportasi adalah selisih antara transaksi pada tingkat harga konsumen atau pembeli dengan tingkat harga produsen. oleh karena itu, selisih nilai transaksi mencakup: (1) Keuntungan pedagang, baik pedagang besar maupun pedagang eceran, (2) Biaya transportasi yang timbul dalam menyalurkan barang produsen sampai ke tangan pembeli akhir. 8. Sektor Pertanian Kegiatan yang dilakukan di sektor ini meliputi pengolahan lahan untuk bercocok tanam dan kegiatan pengolahan hasil-hasil pertanian. Subsektor yang termasuk ke dalam sektor ini antara lain subsektor peternakan, kehutanan dan perikanan yang kegiatannya meliputi pemeliharaan dan penangkapan ikan, peternakan, kehutanan, dan perikanan yang dilakukan secara sederhana yang masih menggunakan peralatan tradisional. 9. Sektor Pertambangan dan Penggalian Pertambangan dan penggalian mencakup seluruh usaha kegiatan penambangan, penggalian dan penggaraman oleh rakyat. Pada dasarnya usaha kegiatan sektor ini dimaksudkan untuk memperoleh segala macam barang tambang, mineral dan barang galian berbentuk padat, cair dan gas, baik yang terdapat di dalam maupun di permukaan bumi. Sifat dan tujuan pengusahaan benda-benda tersebut adalah untuk menciptakan nilai guna dari barang tambang dan galian sehingga memungkinkan untuk dimanfaatkan, diproses lebih lanjut, dijual kepada pihak lain, ataupun diekspor ke luar negeri. 10. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan meliputi semua kegiatan produksi yang bertujuan meningkatkan mutu barang dan jasa. Proses produksi dapat dilakukan secara mekanik, kimiawi ataupun proses lainnya dengan menggunakan alat-alat sederhana dan mesin-mesin. Proses tersebut dapat dilakukan oleh perusahaan industri, perusahaan pertanian, pertambangan, dan perusahaan lainnya.

41 11. 12. 13. 14. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Sektor listrik meliputi kegiatan pembangkit dan distribusi tenaga listrik baik yang diselenggarakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) maupun non PLN. Cakupannya termasuk pula tenaga listrik produksi sampingan yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan, pertambangan, industri dan sektor lain kecuali dibangkitkan untuk digunakan oleh sektor itu sendiri. Produksi listrik merupakan jumlah tenaga listrik yang dibangkitkan dan meliputi tenaga listrik terjual, digunakan sendiri dalam transmisi dan distribusi. Sektor gas mencakup kegiatan produksi dan penyediaan gas kota untuk dijual kepada sektor lain maupun ke rumah tangga. Gas kota diperoleh dari pembakaran batu bara dan residu kilang minyak serta proses penyaluran gas alam. Produksi utama berupa gas dan produknya berupa kokas dan ter. Sektor air bersih mencakup kegiatan pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lainnya untuk menghasilkan air bersih, termasuk penyalurannya melalui pipa baik ke rumah tangga, ataupun ke sektor lain sebagai pemakai. Sektor Bangunan Sektor bangunan mencakup kegiatan konstruksi yang dilakukan baik oleh kontraktor umum, yaitu perusahaan yang melakukan pekerjaan konstruksi untuk pihak lain, maupun oleh kontraktor khusus, yaitu unit usaha dan individu yang melakukan kegiatan konstruksi untuk dipakai sendiri seperti misalnya kantor pemerintah, kantor swasta, rumah tangga dan unit-unit perusahaan bukan perusahaan bangunan. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Kegiatan perdagangan meliputi pengumpulan barang dari produsen atau pelabuhan, impor dan mendistribusikannya kepada konsumen tanpa mengubah bentuk barang tersebut. Kegiatan restoran pada umumnya menyediakan makanan dan minuman jadi yang dapat dinikmati langsung. Kegiatan perhotelan meliputi usaha penyediaan akomodasi untuk umum berupa tempat penginapan jangka waktu relatif singkat. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi meliputi kegiatan angkutan, jasa penunjang angkutan dan komunikasi. Kegiatan pengangkutan umumnya

42 15. 16. mengangkut barang dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain atas dasar suatu pembayaran. Komunikasi meliputi usaha jasa pos dan giro, komunikasi telepon, faksimili, telepon seluler, kegiatan pengiriman surat, wesel, dan lain-lain. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Terdiri dari subsektor bank, lembaga keuangan lainnya (lembaga keuangan bukan bank), jasa penunjang keuangan bukan bank, sewa bangunan dan jasa perusahaan. Subsektor bank mencakup kegiatan bank sentral dan bank komersil baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta yang memberikan jasa keuangan pada pihak lain. Subsektor lembaga keuangan lainnya mencakup kegiatan asuransi, dana pensiun, pegadaian, koperasi simpan pinjam, dan lembaga pembiayaan. Selain itu, kegiatan pasar modal, valuta asing, dan jasa penunjang misalnya pialang dan penjamin emisi juga merupakan kegiatan dari subsektor ini. Subsektor sewa bangunan mencakup kegiatan usaha persewaan bangunan dan tanah, baik yang menyangkut bangunan tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal seperti perkantoran, pertokoan, apartemen, serta usaha persewaan tanah persil. Subsektor jasa perusahaan mencakup kegiatan pemberian jasa hukum, jasa akuntansi, jasa arsitek dan teknik, jasa periklanan, jasa riset pemasaran, serta jasa persewaan mesin dan peralatan. Sektor Jasa-jasa Jasa-jasa yang dimaksud meliputi kegiatan-kegiatan: (1) jasa pemerintahan umum dan pertahanan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, (2) jasa sosial kemasyarakatan yang meliputi jasa pendidikan, kesehatan, riset, rumah ibadah, dan sebagainya, (3) jasa hiburan dan rekreasi yang meliputi kegiatan produksi dan distribusi film, jasa bioskop, studio radio, museum, gedung olahraga, taman hiburan, dan sebagainya, (4) jasa perbengkelan yang meliputi bengkel kendaraan bermotor maupun tidak bermotor, (5) jasa perorangan dan rumah tangga, yaitu jasa yang berkaitan erat dengan kepentingan perorangan dan rumah tangga seperti tukang cukur, binatu, salon kecantikan, pembantu rumah tangga, pengasuh bayi, dan lain sebagainya.

43 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Perekonomian Indonesia Indikator ekonomi yang paling sering digunakan untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Sesuai dengan Tabel 4.1, PDB Indonesia pada tahun 2007 hingga tahun 2011 terus mengalami peningkatan sehingga pada tahun 2011 total PDB Indonesia mencapai nilai yang terbesar yaitu Rp 2.463,2 triliun. Tabel 4.1. PDB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2007-2011 Tahun Lapangan Usaha 2007 (Triliun Rupiah) 1.Pertanian 271,5 (13,82%) 2.Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4.Listrik, Gas dan Air Bersih 171,2 (8,72%) 538,0 (27,39%) 13,5 (0,69%) 5.Konstruksi 121,8 (6,20%) 2008 (Triliun Rupiah) 284,6 (13,67%) 172,4 (8,28%) 557,7 (26,79%) 14,9 (0,72%) 130,9 (6,29%) 2009 (Triliun Rupiah) 295,9 (13,58%) 180,2 (8,27%) 570,1 (26,16%) 17,1 (0,78%) 140,3 (6,44%) 2010 (Triliun Rupiah) 304,7 (13,17%) 186,6 (8,06%) 597,1 (25,81%) 18,1 (0,78%) 150,0 (6,48%) 2011 (Triliun Rupiah) 313,7 (12,74%) 189,2 (7,68%) 634,2 (25,75%) 18,9 (0,77%) 160,1 (6,50%) 6.Perdagangan, Hotel dan Restoran 340,4 (17,33%) 7.Pengangkutan dan Komunikasi 142,3 (7,25%) 363,8 (17,47%) 165,9 (7,97%) 368,5 (16,91%) 192,2 (8,82%) 400,5 (17,31%) 218,0 (9,42%) 437,2 (17,75%) 241,3 (9,80%) 8.Lembaga keuangan dan Jasa 183,6 (9,35%) 198,7 (9,55%) 209,2 (9,60%) 221,0 (9,55%) 236,1 (9,59%) 9.Jasa-jasa 181,7 (9,25%) 1.964,3 Total (100%) Sumber: BPS, 2012. Keterangan : ( ) = Pangsa dalam persen 193,0 (9,27%) 2.082,3 (100%) 205,8 (9,44%) 2.178,9 (100%) 217,8 (9,41%) 2.313,8 (100%) 232,5 (9,44%) 2.463,2 (100%) Dari Grafik 4.1 terlihat bahwa dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi dari tahun 2002 hingga 2005, tingkat kemiskinan pun menurun. Pada tahun 2006 terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang berakibat angka kemiskinan

44 melonjak dari 15,97 persen ke level 17,76 persen. Dan pada tahun 2008 tingkat kemiskinan telah menurun kembali ke level 15,42 persen, sementara pertumbuhan ekonomi berada di level 6,2 persen. Gambar 4.1. Persentase Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2000-2008 Sumber: BPS, 2010. Berdasarkan teori ekonomi, pertumbuhan ekonomi menunjukkan semakin banyaknya output nasional maka dengan demikian akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sehingga pengangguran menurun serta kemiskinan pun akan menurun. Pada saat ini, tingkat kemiskinan dianggap masih berada pada level yang tinggi (15,42 % pada tahun 2008), padahal pertumbuhan ekonomi di tingkat 6 persen tersebut merupakan hasil yang cukup bagus. Hal ini dianggap sebuah paradoks dimana pertumbuhan ekonomi tersebut belum sanggup menyerap tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan. Pertumbuhan yang kurang/tidak menyerap tenaga kerja selanjutnya akan membuat jurang kemiskinan semakin melebar.