ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG. Oleh : FANNY ANUGERAH K A

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

FAKTOR-F PERUBAHAN PENGGUNAAN LWHAN SAWAH Dl KABUPATEN JWM ILMU - ILMU SOSIAL EKONOMI PERTAQIIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

PENDAHULUAN Latar Belakang

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN SERTA DAMPAK EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG LUNGIT SHRIWINANTI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KONVERSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI PROVINSI JAWA BARAT ELVIRA G.V. BUTAR-BUTAR

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A

I. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya

II. TINJAUAN PUSTAKA

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

II. LANDASAN TEORI. A. Alih Fungsi Lahan. kehutanan, perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi.

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

Transkripsi:

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh : FANNY ANUGERAH K A 14301063 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

RINGKASAN FANNY ANUGERAH K. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian di Kabupaten Tangerang. (Di bawah bimbingan SJAFRI MANGKUPRAWIRA). Pembangunan ekonomi Indonesia yang semakin membaik dan menuju ke arah struktur perekonomian yang seimbang antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. Kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional dan kemampuan menyerap angkatan kerja yang menurun di imbangi dengan proporsi kontribusi sektor non pertanian yang bertambah besar terhadap pendapatan nasional dan kemampuan menyerap angkatan kerja memiliki kaitan erat dengan semakin besarnya pergeseran penggunaan lahan pertanian ke penggunaan non pertanian. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tingkat pendayagunaan lahan pertanian yang masih rendah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin maju. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), selama tahun 1983-1993, sekitar 935.000 hektar lahan pertanian telah beralih fungsi. Jumlah ini, 425.000 hektar diantaranya adalah lahan sawah dan 510.000 lainnya bukan sawah. Bila dirata-rata maka konversi lahan pertahun sekitar 40.000 hektar. Untuk tahun 1993-2003 dari hasil sejumlah penelitian diperkirakan konversi lahan mencapai dua kali lipat dari tahun 1983-1993, yaitu sekitar 80.000 hingga 100.000 hektar per tahun. Dilihat dari segi wilayah, konversi lahan terbesar terjadi di pulau Jawa sebesar 54%, Sumatera 38%. Akan tetapi jika dilihat dari bentuk perubahannya, perubahan terbesar adalah menjadi lahan perkampungan/lahan pemukiman (69 persen) dan kawasan industri (20 persen). Pada dasarnya alih fungsi lahan tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan pembangunan, namun perlu dikendalikan. Peningkatan kebutuhan lahan akibat dari semakin tingginya aktivitas perekonomian secara langsung maupun tidak langsung telah menyebabkan terjadinya pengurangan luas lahan pertanian. Konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian yang terjadi di Kabupaten Tangerang memiliki tingkat opportunity cost yang besar. Tujuan penelitian ini antara lain mengidentifikasi perkembangan dan pola konversi lahan sawah di wilayah Kabupaten Tangerang, menganalisis faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi konversi lahan sawah dan dampaknya terhadap struktur perekonomian wilayah. Metode yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda, Location Quetient (LQ), surplus pendapatan/tenaga kerja dan elastisistas pendapatan/tenaga kerja. Selama sepuluh tahun (1994-2003) di Kabupaten Tangerang telah terjadi konversi lahan sebesar 5.407 hektar atau 540,7 hektar pertahun dengan laju 2,44 persen pertahun. Perubahan luas lahan sawah dan perkembangan konversi lahan sawah besarnya berfluktuasi dari tahun ke tahun. Berdasarkan pola konversi menurut tipe sawah secara berturut-turut luas lahan terkonversi dari yang terluas adalah sawah tadah hujan (2.723 hektar), sawah irigasi ½ teknis (1.162 hektar), sawah irigasi sederhana (849 hektar) dan sawah irigasi teknis (673 hektar). Dampak kerugian akibat konversi lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Tangerang diantaranya yaitu rata- rata kehilangan produksi padi per hektar lahan sawah yang terkonversi selama sepuluh tahun (1994-2003) adalah sebesar

35.881,05 ton atau sekitar 3.588,11 ton per tahun Jika diasumsikan harga 1 ton gabah kering giling (GKG) adalah Rp 1.350.000, maka kehilangan nilai produksi tersebut menjadi 35.881,05 ton x Rp 1.350.000 per ton = Rp 48.439.417.500 atau Rp 4.843.941.750 per tahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh, rata-rata penguasaan lahan per petani di Kabupaten Tangerang adalah sebesar 0,4 hektar. Hal ini berarti telah terjadi kehilangan peluang memperoleh pendapatan usahatani padi sawah sekitar Rp. 3.157.560 per tahun dan per 0,4 hektar lahan sawah yang terkonversi. Selain itu mubazirnya investasi irigasi yang ditimbulkan akibat konversi lahan sawah beririgasi yaitu sebesar Rp 14.341.500,00 (biaya pembangunan jaringan irigasi per hektar) x 268,4 hektar per tahun (luas lahan sawah irigasi yang terkonversi selama sepuluh tahun) = Rp 3.849.258.600. Secara tidak langsung terjadinya alih fungsi lahan sawah juga memberikan manfaat yaitu peningkatan penerimaan daerah yang diperoleh dari peningkatan pajak. Peningkatan status lahan sawah menjadi lahan kering untuk perumahan atau industri berarti peningkatan nilai pajak yang diterima pemerintah daerah. Semakin besar nilai kumulatif pajak bumi dan bangunan maka semakin besar pula kontribusi terhadap penerimaan pemerintah daerah tersebut. Terjadinya pergeseran struktur ekonomi telah menyebabkan peningkatan permintaan terhadap sumberdaya lahan. Ketersediaan lahan yang tetap akan menyebabkan tingginya kompetisi penggunaan lahan dalam berbagai alternatif penggunaannya yang pada akhirnya penggunaan lahan akan di prioritaskan pada penggunaan dengan nilai kompetitif yang paling besar. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode Location Quetient (LQ), surplus pendapatan/tenaga kerja dan elastisitas pendapatan/tenaga kerja selama tiga tahun terakhir (2001-2003), menunjukkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Tangerang masih memiliki peran penting dan merupakan sektor yang mampu memberikan efek pertumbuhan yang positif bagi perkembangan perekonomian wilayah. Berdasarkan analisis regresi, hasil pendugaan menunjukkan koefisien determinasi (R 2 -adj) sebesar 92.5 persen yang menunjukkan bahwa peubah yang dimasukkan dalam model mampu menerangkan perilaku (kergaman) dari peubah konversi lahan sawah sebesar 92.5 persen. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap penurunan luas lahan sawah di tingkat wilayah adalah laju pertumbuhan penduduk, persentase luas lahan sawah irigasi dan pertambahan panjang jalan aspal. Adapun peubah yang berpengaruh negatif yaitu produktivitas padi sawah, kontribusi sektor non pertanian dan peubah dummy (kebijakan pemerintah). Berdasarkan hasil uji-t diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap konversi lahan sawah pada selang kepercayaan 90 persen adalah produktivitas padi sawah, persentase luas lahan sawah irigasi, kontribusi sektor non pertanian terhadap PDRB dan dummy (kebijakan pemerintah), sedangkan laju pertumbuhan penduduk dan pertambahan panjang jalan aspal tidak berpengaruh nyata. Selain itu nilai dari probabilitas-f menunjukkan bahwa secara bersamasama seluruh variabel penjelas berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 90 persen.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : Fanny Anugerah K A 14301063 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Judul Penelitian : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG Nama Mahasiswa : Fanny Anugerah K NRP : A14301063 Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira NIP. 130 345 014 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698 Tanggal Lulus :

PERNYATAAN DENGAN INI, SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI DENGAN JUDUL ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU Bogor, Desember 2005 Fanny Anugerah K A 14301063

RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 23 Maret 1984 dari keluarga Dedy Dwiyanto K dan Zuhrianah. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Penulis memulai pendidikan non formalnya pada tahun 1988 di Taman Kanak-kanak Mu mah Jakarta. Pendidikan formal dimulai pada tahun 1989 di SD Negeri Sudimara 3 Tangerang dan lulus pada tahun 1995. Kemudian penulis melanjutkan ke SLTPN 2 Tangerang dan lulus pada tahun 1998. Penulis diterima di SMU Yayasan Perguruan Rakyat I Jakarta dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

UCAPAN TERIMAKASIH Segala puji bagi Allah SWT atas segala kemudahan dan karunia-nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian ini telah dibantu oleh berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Nindyantoro, MSc selaku dosen penguji utama atas kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Murdianto, MSi selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan atas saran dan masukkannya demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Keluarga tercinta, Mama, Devy, Igan, Didi dan adikku tersayang Lala, Nenek dan terkhusus untuk Ayahanda tercinta Alm Dedy Dwiyanto atas segala motivasi dan pengertiannya. 5. Pemerintahan Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten dan semua pihak yang telah membantu dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian di Kabupaten Tangerang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi luas dan pola konversi lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Tangerang, menganalisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dan dampaknya di tingkat wilayah, serta mengidentifikasi peran dan kontribusi masing-masing sektor dalam perekonomian wilayah. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun, skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak. Ucapan terimakasih Penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Bogor, Desember 2005 Penulis

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 7 1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 7 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perekonomian... 9 2.2 Konversi Lahan Sawah... 10 2.3 Faktor faktor yang Mempengaruhi Konversi lahan... 11 2.4 Dampak Konversi Lahan Sawah... 13 2.5 Penelitian Terdahulu... 14 KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis... 18 3.1.1 Pertumbuhan dan Pergeseran Struktur Ekonomi... 18 3.1.2 Konversi Lahan... 20 3.1.3 Teori Ekonomi Basis... 24 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 28 3.3 Hipotesis Penelitian... 33 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian... 34 4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data... 34 4.2.1 Metode Analisis Data... 35 4.2.2 Analisis Deskriptif... 36 4.2.3 Analisis Estimasi Dampak Konversi Lahan Sawah... 36 4.2.4 Metode Location Quotient (LQ)... 38 4.2.5 Analisis Surplus Pendapatan dan Tenaga Kerja...40 4.2.6 Analisis Elastisitas Pertumbuhan... 41 4.2.7 Analisis Regresi Linier Berganda... 42 4.2.7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah di Tingkat Wilayah... 42 4.3 Definisi Operasional...46 KARAKTERISTIK DAN POTENSI WILAYAH 5.1 Kondisis Geografis dan Administrasi... 48 5.2 Iklim dan Curah Hujan... 50

5.3 Sumberdaya Alam... 51 5.3.1 Penyebaran dan Penggunaan Lahan... 51 5.3.2 Sumberdaya Air... 53 5.4 Sumberdaya Manusia... 54 5.4.1 Kependudukan... 54 5.4.2 Ketenagakerjaan... 55 5.5 Aksesibilitas dan Transportasi... 57 5.6 Karakteristik Perekonomian...58 BAB VI PERKEMBANGAN DAN POLA KONVERSI LAHAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH 6.1 Perkembangan dan Pola Konversi Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Periode 1994 2003...62 6.2 Dampak Ekonomi Konversi Lahan Sawah... 65 6.2.1 Produksi dan Nilai Produksi yang Hilang... 66 6.2.2 Pendapatan Usahatani yang Hilang... 67 6.2.3 Nilai Investasi Irigasi yang Hilang... 69 6.2.4 Manfaat Alih Fungsi Lahan Sawah... 71 6.3 Struktur Perekonomian Wilayah Kabupaten Tangerang...73 6.3.1 Analisis Location Quetient (LQ)... 74 6.3.2 Analisis Surplus Pendapatan dan Tenaga Kerja... 77 6.3.3 Analisis Elastisitas Pendapatan dan Tenaga Kerja... 80 BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN TANGERANG 7.1 Analisis Regresi Konversi Lahan Sawah...83 7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah di Tingkat Wilayah... 84 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan...89 8.2 Saran... 90 DAFTAR PUSTAKA...92 LAMPIRAN...95

DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1 Luas dan Persentase Penggunaan Lahan di Kabupaten Tangerang Tahun 1994-2003... 3 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Kecamatan dan Jumlah Kelurahan/Desa di Kabupaten Tangerang Tahun 2003... Luas Pemanfaatan Lahan dalam Bidang Pertanian di Kabupaten Tangerang Tahun 2003... Pengelolaan Air oleh UPTD Irigasi di Kabupaten Tangerang Tahun 2003... Penduduk Berumur 10 Tahun ke-atas Mencari Pekerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Tangerang Tahun 2003... Jumlah Perusahaan Berdasarkan Lapangan Usaha dan Penggunaan Tenaga Kerja di Kabupaten Tangerang Tahun 2003... Jumlah Penduduk Usia 10 Tahun ke-atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Tangerang Selama Periode 1998-2003... Rata-rata Luas Lahan Sawah Terkonversi Menurut Jenis Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Tahun 1994 2003... Pola Konversi Lahan Sawah Menurut Jenis Lahan Sawah Terkonversi di Kabupaten Tangerang Tahun 1994 2003... Estimasi Kehilangan Produksi Akibat Konversi Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Selama Periode 1994 2003... Peluang Perolehan Pendapatan Usahatani Padi Sawah yang Hilang Per Hektar Per Tahun Akibat Konversi Lahan Sawah Di Kabupaten Tangerang Selama Periode 1994 2003... Anggaran Biaya Pemerintah Daerah Periode 1994-2003 Untuk Sumberdaya Air dan Irigasi... Perkembangan PAD Kabupaten Tangerang Periode 1994-2003... 49 52 54 56 57 60 64 64 67 68 70 72

14 15 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Luas Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Periode 1994-2003... Kawasan Pertanian Berdasarkan Wilayah Kecamatan Tahun 2003... 84 87

DAFTAR GAMBAR Nomor 1 2 3 Teks Ilustrasi Land Rent... Ilustrasi Hubungan Antara Land Rent dengan Kapasitas Penggunaan Lahan... Skema Kerangka Pemikiran Operasional Pergeseran Penggunaan Lahan Sawah Ke Penggunaan Non Pertanian... Halaman 22 23 32

Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DAFTAR LAMPIRAN Teks Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tangerang Periode 1994 2003 Berdasarkan Lapangan Usaha... Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tangerang Atas Dasar Harga Konstan 1993, Menurut Lapangan Usaha... Analisis Usahatani Padi Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Berdasarkan Harga Tahun 2004... Nilai LQ Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Berdasarkan Indikator Pendapatan Periode Tahun 2001-2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993... Nilai LQ Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Berdasarkan Indikator Tenaga Kerja Periode 2001-2003... Nilai Surplus Pendapatan Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Periode Tahun 2001-2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993... Nilai Surplus Pendapatan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Tangerang Periode Tahun 2001-2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993... Nilai Surplus Tenaga Kerja Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Tahun 2001-2003... Nilai Elastisitas Pertumbuhan Pendapatan Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Periode 2001-2003... Nilai Elastisitas Pertumbuhan Tenaga Kerja Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Periode 2001-2003... Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Banten periode 2001-2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun1993... Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tangerang 2001-2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993... Halaman 96 97 98 99 99 99 100 100 100 101 101 101

13 14 15 16 Tenaga Kerja 10 Tahun Ke-atas Berdasarkan Lapangan Usaha Propinsi Banten Periode 2001-2003... Tenaga Kerja 10 Tahun Ke-atas Berdasarkan Lapangan Usaha Kabupaten Tangerang periode 2001-2003... Regression Analysis Penurunan Luas Lahan Sawah... Peta Kabupaten Tangerang... 102 102 103 104

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Di masa Orde Baru, pembangunan pertanian diletakkan pada skala prioritas teratas dimana pertanian telah dijadikan dasar pembangunan nasional yang menyeluruh. Sebagian besar wilayah di Indonesia, sektor pertanian dapat diarahkan untuk mencapai salah satu tujuan pembangunan yaitu peningkatan pendapatan di suatu daerah. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat industrialisasi yang akan menjadi tulang punggung perekonomian nasional yang tangguh. Pembangunan ekonomi Indonesia yang semakin membaik dan menuju ke arah struktur perekonomian yang seimbang antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional dan kemampuan menyerap angkatan kerja yang semakin menurun di imbangi dengan proporsi kontribusi sektor non pertanian yang bertambah besar terhadap pendapatan nasional dan kemampuan menyerap angkatan kerja. Penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap output nasional dan kemampuannya menyerap angkatan kerja, memiliki kaitan dengan semakin besarnya konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tingkat pendayagunaan lahan pertanian yang masih rendah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin maju.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2003, selama tahun 1983-1993, sekitar 935.000 hektar lahan pertanian telah beralih fungsi. Berdasarkan jumlah ini, 425.000 hektar diantaranya adalah lahan sawah dan 510.000 lainnya bukan sawah. Bila dirata-rata maka konversi lahan per tahun sekitar 40.000 hektar. Perkembangan konversi lahan pada tahun 1993-2003 dari hasil sejumlah penelitian diperkirakan mencapai dua kali lipat dari tahun 1983-1993, yaitu sekitar 80.000 hingga 100.000 hektar per tahun. Dilihat dari segi wilayah, konversi lahan terbesar terjadi di pulau Jawa sebesar 54 persen, Sumatera 38 persen. Namun jika dilihat dari bentuk perubahannya, perubahan terbesar adalah menjadi lahan perkampungan/lahan pemukiman (69 persen) dan kawasan industri (20 persen). Kecenderungan konversi lahan yang tinggi, selama ini terasa pada sebagian kota-kota besar di pulau jawa yang merupakan kota-kota pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin besarnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah, akan menyebabkan semakin meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya lahan. Ketersediaan lahan yang relatif tetap akan menyebabkan tingginya kompetitif penggunaan lahan dalam berbagai alternatif penggunaannya seperti sektor industri, pemukiman, sektor perdagangan maupun untuk sektor pertanian yang pada akhirnya penggunaan lahan akan di prioritaskan pada penggunaan dengan nilai kompetitif yang paling besar. Kabupaten Tangerang merupakan daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Kemudahan aksesibilitas dan letak geografis yang strategis dengan wilayah pusat pertumbuhan seperti DKI Jakarta, Bogor dan Bekasi, dalam pengembangan Jabotabek Kabupaten Tangerang

dipersiapkan sebagai pendukung/menjadi penyeimbang dari DKI Jakarta yang memiliki fungsi sebagai kegiatan industri, pemukiman, transportasi dan lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan perekonomian yang semakin maju telah mendorong terjadinya konversi lahan pertanian. Perkembangan perubahan penggunaan lahan selama sepuluh tahun terakhir (1994-2003) di Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tahun 1994 luas lahan di Kabupaten Tangerang sebesar 110.922 hektar, namun mengalami pengurangan sebesar 1.864 hektar menjadi 109.058 hektar pada tahun 2003. Hal ini diduga karena pada tahun 1994 telah terjadi pemekaran wilayah, yaitu dengan terbentuknya Kotamadya Tangerang. Tabel 1. Luas dan Persentase Penggunaan Tanah Berdasarkan Jenis Penggunaan di Kabupaten Tangerang Tahun 1994 dan 2003 Jenis Penggunaan 1994 2003 Luas Luas (Ha) % (Ha) % Bangunan Tegal Ladang Pengembalaan Rawa Tanah sementara Tanaman Kayu Hutan Perkebunan Tambak Kolam Sawah Lainnya 29.810 16.625 8.352 42 874 233 805 27 27 419 2.095 46.765 4.848 26,87 14,99 7,53 0,04 0,79 0,21 0,73 0,02 0,02 0,38 1,89 42,16 4,37 32.080 18.362 4.131 171 867 2.044 0 27 81 2.395 479 41.408 7.013 29,42 16,84 3,79 0,16 0,79 1,87 0,00 0,02 0,07 2,20 0,44 37,97 6,43 Total 110.922 100 109.058 100 Sumber : Laporan Tahunan Kabupaten Tangerang, Tahun1994-2003 Penurunan luas lahan pertanian yang terjadi di Kabupaten Tangerang, sebagian besar merupakan peralihan penggunaan lahan pertanian khususnya lahan sawah ke penggunaan non pertanian. Pada tahun 2003, dari luasan lahan

keseluruhan sebesar 109.058 hektar, luas lahan sawah yaitu sebesar 41.408 hektar atau sekitar 37,97 persen, sedangkan sisanya sekitar 62,03 persen merupakan lahan kering dan bangunan. Jika dibandingkan dengan besaran luas lahan sawah pada tahun 1994, menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan luas lahan sawah yaitu sebesar 5.357 hektar, dimana pada tahun 1994 luasan lahan sawah yaitu sebesar 46.765 hektar atau sekitar 42,16 persen. Penurunan luas lahan sawah pada umumnya merupakan dampak dari perluasan untuk bangunan, diantaranya yaitu berupa bangunan perumahan dan industri. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya penggunaan lahan untuk bangunan, dimana pada tahun 1994 luas lahan untuk bangunan sebesar 29.810 hektar atau 26,87 persen dan menigkat menjadi 32.080 hektar atau 29,42 persen pada tahun 2003 (Tabel 1). Besarnya konversi lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Tangerang sebagai dampak dari semakin majunya perekonomian dan besarnya laju pertumbuhan penduduk, akan menyebabkan kerugian dan ketimpangan pembangunan wilayah di daerah tersebut, seperti masalah ketahanan pangan dan kesejahteraan petani pada khususnya. 1.2 Perumusan Masalah Menurut Maulana (2004), Lahan sebagai faktor produksi dan komoditas strategis, mempunyai karakteristik yang khas yaitu : (1) penyediaannya bersifat permanen/tetap dan terbatas, (2) lokasi yang pasti/tidak dapat dipindahkan, (3) bersifat unik yaitu tidak satu bidang tanah yang mempunyai nilai yang sama dan tidak terpengaruh oleh waktu. Karena persediaan lahan bersifat tetap sedangkan

permintaannya terus bertambah, maka secara alamiah sesuai karakteristiknya akan terjadi persaingan dalam penggunaan lahan untuk berbagai aktivitas. Pada dasarnya Konversi lahan tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan pembangunan, namun perlu dikendalikan. Peningkatan kebutuhan lahan akibat dari semakin tingginya aktivitas perekonomian secara langsung maupun tidak langsung telah menyebabkan terjadinya pengurangan luas lahan pertanian. Kabupaten Tangerang memiliki perkembangan pembangunan cukup pesat dan merupakan daerah penyangga kegiatan ekonomi kota-kota besar seperti DKI Jakarta, Bogor dan Bekasi. Dinilai dari segi aksesibilitasnya yang strategis dengan daerah sekitar, Kabupaten Tangerang memiliki peluang yang cukup besar untuk pengembangan wilayah pertanian. Seperti diungkapkan pada latar belakang bahwa lebih dari separuh luas lahan di daerah ini merupakan lahan untuk pertanian dan sebagian besar merupakan lahan sawah. Konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian yang terjadi di Kabupaten Tangerang memiliki tingkat opportunity cost yang besar. Ditingkat petani, dampak konversi lahan sawah dapat dilihat dari hilangnya kesempatan memperoleh produksi dan nilai produksi usahatani padi sawah, peluang memperoleh pendapatan usahatani yang hilang, dan berkurangnya kesempatan kerja disektor pertanian. Dampak dari konversi lahan sawah ternyata tidak hanya dirasakan pada tingkat petani saja, namun secara tidak langsung juga akan berdampak terhadap struktur perekonomian wilayah. Kasus alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dalam pelaksanaan pembangunan, menunjukkan masih lemahnya pelaksanaan peraturan

perundang-undangan tentang pertanahan, (dan) masih belum adanya sinkronisasi dalam pembuatan kebijaksanaan yang berkaitan dengan tanah antara instansi terkait (Harsono,1992). Secara umum, masalah alih fungsi dalam penggunaan lahan terjadi karena (Utomo,1992) : 1. Pola pemanfaatan lahan masih sektoral. 2. Delineasi antar kawasan belum jelas. 3. Kriteria kawasan belum jelas 4. Koordinasi pemanfaatan ruang masih lemah 5. Pelaksanaan UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) masih lemah 6. Penegakkan hukum masih lemah. yaitu: Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang akan diungkapkan 1. Bagaimana perkembangan dan pola konversi lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Tangerang? 2. Bagaimana dampak konversi lahan sawah seiring dengan terjadinya pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Tangerang? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Tangerang?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Mengidentifikasi perkembangan dan pola konversi lahan sawah selama sepuluh tahun terakhir di wilayah Kabupaten Tangerang. 2. Mengidentifikasi dampak konversi lahan sawah seiring dengan terjadinya pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Tangerang. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Tangerang. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Tangerang, dalam hal ini Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tangerang, Badan Perencanaan dan pembangunan daerah Kabupaten Tangerang dan instansi-instansi terkait lainnya di Kabupaten Tangerang. Penelitian ini bagi penulis sendiri berguna untuk melatih kemampuan analisis penulis terhadap suatu masalah di suatu daerah yang berhubungan dengan proses pergeseran struktur ekonomi yang berdampak terhadap terjadinya konversi lahan pertanian dan lahan sawah khususnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti lain yang akan melakukan studi selanjutnya. 1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah sebagai implikasi dari pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tangerang. Pembahasan lebih di fokuskan pada perubahan-perubahan yang terjadi dalam penggunaan lahan sawah ke penggunaan non pertanian dan dampaknya,

serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini juga akan mengidentifikasi perubahan kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap struktur perekonomian wilayah. Dalam penelitian ini, akan digunakan model alat analisis regresi linier berganda untuk menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian pada tingkat wilayah, sedangkan model alat analisis Location Quotient (LQ), surplus pendapatan/tenaga kerja, elstisitas pendapatan/tenaga kerja digunakan untuk melihat perubahan peran masing-masing sektor ekonomi terhadap struktur perekonomian wilayah. Penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian terbatas hanya pada konversi penggunaan lahan sawah ke penggunaan non pertanian saja seperti industri, perumahan, jasa maupun perdagangan. Pada penelitian ini faktor-faktor yang diduga mempengaruhi konversi lahan sawah yaitu ; laju pertumbuhan penduduk, kontribusi sektor non pertanian terhadap PDRB, produktivitas lahan sawah, persentase luas lahan sawah irigasi, pertambahan panjang jalan aspal dan kebijakan pemerintah sebelum dan sesudah otonomi daerah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perekonomian Menurut Djojohadikusumo (1994) mengenai perkembangan perekonomian di suatu wilayah, bahwa perkembangan perekonomian akan menyebabkan terjadinya transformasi strukutur ekonomi. Transformasi struktur ekonomi ditandai dengan terjadinya peralihan dan pergeseran dari kegiatan sektor primer (pertanian, pertambangan) ke sektor produksi sekunder (industri manufaktur, konstruksi) dan sektor tersier (jasa). Terdapat perbedaan tingkat produksi dan pada laju pertumbuhan diantara sektor-sektor yang bersangkutan. Dalam hubungan ini terjadi pergeseran diantara peranan masing-masing sektor dalam komposisi produk nasional. Transformasi struktur ekonomi juga dapat dilihat dari sudut pergeseran dalam kesempatan kerja. Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian cenderung menurun sebagai persentase secara menyeluruh dan sebaliknya, jumlah tenaga kerja di sektor sekunder dan tersier meningkat baik secara absolut maupun sebagai persentase dari jumlah total angkatan kerja. Menurut Dawam (2000) akibat terjadinya transformasi struktur ekonomi telah memberikan beberapa dampak yaitu; Pertama, sumbangan sektor pertanian terhadap PDB telah menurun dari 52 persen pada tahun 1961 menjadi 17 persen pada tahun 1996 dan 19 persen pada tahun 1998. Kedua, Penyerapan tenaga kerja pada periode yang sama juga mengalami penurunan dari 80 persen menjadi 44 persen dan 45 persen setelah krisis. Menurut Putri (1995) dalam skripsinya mengenai transformasi struktur ekonomi dan pembangunan pertanian, mengemukakan bahwa terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi dan mempercepat terjadinya proses transformasi struktur ekonomi dalam pembangunan ekonomi yaitu ; Lokasi, sarana dan prasarana, produktivitas sektor pertanian, investasi dan kebijakan pemerintah daerah. 2.2 Konversi Lahan Sawah Sebagai sumberdaya alam, lahan merupakan wadah dan faktor produksi strategis bagi kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Perubahan pola penggunaan lahan pada dasarnya bersifat dinamis mengikuti perkembanguan penduduk dan pola pembangunan wilayah (Utomo, 1992). Perkembangan sektor pertanian pada umumnya terjadi pada wilayahwilayah yang berlahan subur. Pada wilayah-wilayah inilah berkembang pusatpusat pemukiman penduduk sehingga menuntut pemerintah daerah setempat untuk membangun fasilitas-fasilitas umum dan prasarana-prasarana di wilayah tersebut. Adanya pusat pemukiman penduduk, ketersediaan prasarana dan berdasarkan pertimbangan faktor-faktor lokasi, yaitu dekatnya lokasi dengan pemukiman sebagai sumber tenaga kerja, maka penggunaan lahan untuk penggunaan non pertanian seperti industri cenderung untuk berkembang di wilayah ini (Nuryati,1995). Konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian periode 1990 1995 di Jawa secara keseluruhan paling besar terjadi di Jawa Timur dan Jawa Barat, masing-masing mengalami konversi lahan sekitar 23.448 dan 21.477 hektar. Konversi lahan sawah yang terjadi di Jawa Barat sekitar 66 persen lahan sawah

dialihkan fungsinya untuk kebutuhan penggunaan perumahan dan industri. Konsekuensi logis yang terjadi di Jawa Barat di karenakan daerah tersebut merupakan daerah tujuan untuk bermigrasi dan pusat-pusat pertumbuhan industri. Akibatnya alokasi lahan untuk kepentingan tersebut semakin meningkat dari tahun ke tahun (Sumaryanto, 1994). Nuryati (1995) dalam skripsinya yang berjudul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah kepenggunaan non sawah mengemukakan bahwa laju perkembangan luas lahan sawah di Jawa Barat selama sepuluh tahun (1984 1994) mengalami penurunan sebesar 0,9 persen per tahun. Jumlah luas lahan sawah yang di konversi selama periode tersebut adalah seluas 52.557,421 hektar. Alokasi konversi lahan sawah digunakan untuk pemukiman sebesar 37,17 persen per tahun, pertanian non padi 22,53 persen, jalan dan fasilitas umum 9,95 persen dan lainnya 4,75 persen. 2.3 Faktor faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Hayat (2002), faktor-faktor yang diduga mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) dengan menggunakan pendekatan dua variabel, variabel tak bebas yaitu, penurunan jumlah luas lahan dan variabel bebas yaitu, kepadatan penduduk, produktivitas padi sawah, persentase luas lahan sawah, kontribusi sektor non pertanian, pertambahan jalan aspal dan proporsi jumlah tenaga kerja sektor non pertanian. Namun dalam hasil penelitiannya, faktor tenaga kerja sektor non pertanian dihilangkan karena terdapat kontribusi positif yang kuat dengan faktor kontribusi

sektor non pertanian. Dari hasil perhitungan, faktor produktivitas lahan sawah, persentase luas lahan sawah beririgasi teknis, kontribusi sektor non pertanian dan pertambahan jalan aspal berpengaruh nyata, sedangkan kepadatan penduduk merupakan faktor yang tidak mempengaruhi secara nyata dalam model ini pada taraf uji 0,1. Sutarti (1999) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di Kabupaten Serang dengan menggunakan analisis regresi diduga faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah yaitu pertumbuhan penduduk, kontribusi PDRB non tanaman pangan, produktivitas lahan sawah, jarak lokasi ke pusat pertumbuhan ekonomi dan kawasan industri. Melalui uji-t diperoleh bahwa pertumbuhan penduduk, kontribusi PDRB non tanaman pangan, jarak lokasi dari pusat pertumbuhan ekonomi dan kawasan industri berpengaruh nyata terhadapa model, sedangkan produktivitas lahan sawah tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen. Pangaribuan (1995) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sawah di Kabupaten DATI II Bekasi dengan menggunakan metode analisis regresi, peubah yang digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah yaitu kesempatan kerja di sektor non pertanian, kepadatan penduduk, proporsi rumah tangga pemilik lahan sawah, harga rata-rata lahan sawah, panjang jalan aspal dan Dummy. Dari hasil analisis, bahwa peubah yang berpengaruh positif terhadap luas penggunaan lahan sawah adalah kesempatan kerja di sektor non pertanian, proporsi rumah tangga pemilik lahan sawah dan produktivitas lahan sawah. Sementara yang berpengaruh negatif

antara lain kepadatan penduduk, harga rata-rata lahan sawah, panjang jalan aspal dan variabel dummy. Nuryati (1995) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah di Jawa Barat dengan menggunakan alat analisis regresi linear berganda, menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah di tingkat wilayah adalah kepadatan penduduk, kontribusi sektor non tanaman pangan dalam PDRB, dan lokasi Kabupaten dari pusat pertumbuhan ekonomi. Masing-masing faktor tersebut berkolerasi positif dengan luas konversi lahan. 2.4 Dampak Konversi Lahan Sawah Menurut Nuryati (1995), masalah yang timbul akibat konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah adalah terancamnya swasembada beras yang telah dicapai dengan susah payah. Di samping itu konversi lahan sawah ini mempunyai opportunity cost yang sangat besar, diantaranya adalah penurunan produksi pangan lokal atau nasional yang secara tidak langsung akan mengurangi kontribusi sektor pertanian dalam PDRB, penurunan laju daya serap tenaga kerja sektor pertanian, mubazirnya investasi irigasi dan dampak konversi terhadap lingkungan dan sosial budaya masyarakat. Menurut Hayat (2002), akibat terjadinya konversi lahan sawah di Kabupaten Bogor telah menyebabkan hilangnya produksi dan nilai produksi, pendapatan usahatani padi sawah serta nilai investasi irigasi dan kelembagaan.

Hal ini secara langsung berdamapak terhadap semakin menurunnya tingkat kesejahteraan petani. Menurut Sibolak (1995), pengalihan fungsi lahan ke penggunaan lain, secara otomatis mengubah besaran maupun jenis manfaat yang dapat di terima dari penggunaan lahan tersebut. Kerugaian akibat konversi lahan sawah terutama adalah hilangnya peluang memproduksi hasil pertanian di lahan sawah yang besarnya berbanding lurus dengan luas lahan yang terkonversi. Kerugiannya antaralain penurunan produksi pertanian dan nilainya, pendapatan usahatani, kesempatan kerja pada kegiatan usahatani, kehilangan manfaat investasi dari lahan terkonversi. 2.5 Penelitian Terdahulu Sektor-sektor dalam perekonomian mempunyai laju perkembangan yang berbeda-beda. Karena itu proses pembangunan ekonomi membawa serta perubahan struktur ekonomi. Menurut Hayat (2002) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di Kabupaten Bogor dengan menggunakan metode LQ menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor pada periode 1991 2000 terdapat empat sektor basis yaitu sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik gas dan air bersih dan sektor bangunan, sedangkan sektor pertanian bukan merupakan sektor basis karena memiliki nilai LQ lebih kecil dari satu sehingga prioritas pembangunan lebih condong di arahkan ke pembangunan sektor industri dibandingkan dengan sektor pertanian. Hal ini

menyebabkan terjadinya konversi lahan sawah sebagai prioritas pengalokasian lahan bagi kawasan industri. Wiyanti (2004) dalam penelitiannya mengenai analisis sektor basis perekonomian Kabupaten Tangerang serta implikasinya terhadap perencanaan tata ruang wilayah dalam otonomi daerah dengan menggunakan pendekatan LQ, mengindikasikan bahwa terjadi perbedaan penentuan kebijakan antara kebijakan yang disusun oleh BAPEDA dalam RTRW dengan kebijakan hasil perhitungan LQ. Sebaiknya dalam pengembangan wilayah kebijakan diprioritaskan pada sektor pertanian, pertambangan dan galian, industri pengolahan, listrik dan air minum dan keuangan. Menurut Azkiyah (1995) dalam penelitiannya mengenai pergeseran peranan subsektor pada sektor pertanian dalam perekonomian Propinsi Jawa Barat dengan menggunakan alat analisis input output untuk setiap sektor perekonomian, menyatakan bahwa telah terjadi penurunan kontribusi pertanian dan peningkatan kontribusi sektor industri. Akan tetapi dilihat dari kontribusinya secara keseluruhan dalam segi ekspor wilayah ternyata kedudukan sektor pertanian masih memiliki peranan penting dan tidak bisa diabaikan dalam perekonomian di Propinsi Jawa Barat. Tyadi (1995), dalam penelitiannya mengenai pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur ekonomi Propinsi Jawa Barat, menyatakan bahawa proses transformasi struktur ekonomi juga ditandai dengan terjadinya pengalihan fungsi sawah ke penggunaan non pertanian. Pengalihan lahan sawah ke penggunaan lainnya seperti perumahan, jalan, industri dan sebagainya dipandang sebagai suatu masalah, karena pengurangan lahan sawah akan berpengaruh negatif terhadap

produk padi yang pada gilirannya akan mengganggu swasembada beras. Meningkatnya laju urbanisasi yang dicirikan oleh tumbuhnya berbagai aktivitas akibat terjadinya perubahan struktur ekonomi mendesak terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian ke jenis penggunaan lainnya yang memberikan nilai yang lebih tinggi. Situmeang (1998), dalam penelitiannya mengenai pola hubungan antara perubahan penggunaan lahan dengan transformasi struktur ekonomi dengan menggunakan alat analisis regresi berganda, menyatakan bahwa pergeseran struktur ekonomi, pertumbuhan penduduk berpengaruh nyata dalam mendorong konsumsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian seperti lahan perumahan, lahan industri dan lahan lain. Menurunnya produktivitas lahan, khususnya produktivitas lahan tanaman pangan non padi, sangat nyata dalam mempercepat konversi lahan pertanian ke non pertanian. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, pertumbuhan ekonomi dalam perkembangannya di tandai dengan terjadinya pergeseran tenaga kerja dan terjadinya pergeseran penggunaan lahan dari sektor pertanian ke sektor non pertanain. Hal ini berdampak pada kontribusi masing-masing sektor yang bersangkutan terhadap output nasional dan dalam hal kemampuan menyerap angkatan kerja, dimana peran sektor pertanian akan semakin menurun dan pangsa sektor non pertanian akan semakin meningkat. Terjadinya pergeseran penggunaan lahan dari sektor pertanian ke penggunaan sektor non pertanian, memberikan dampak kerugian tidak hanya bagi para petani, namun juga memberi dampak pada perekonomian wilayah. Ditingkat wilayah, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya konversi lahan

sawah yaitu laju pertumbuhan penduduk, produktivitas padi sawah, persentase luas lahan sawah irigasi, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB, pertambahan jalan aspal dan kebijakan pemerintah. Peran sektor pertanian sebagai sektor primer, masih menjadi salah satu sektor yang dapat diunggulkan bagi perkembangan perekonomian wilayah. Hal ini mengingat ketersediaan sumber daya alam dan sumberdaya manusia yang cukup berlimpah.

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang teori-teori yang melandasi dan mendukung penelitian. Teori yang digunakan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan pergeseran struktur ekonomi dan konversi lahan sawah. 3.1.1 Pertumbuhan dan Pergeseran Struktur Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang modern secara logis akan diikuti oleh perubahan struktur output dan ketenagakerjaan. Sektor primer akan semakin kecil peranannya sejalan dengan perkembangan yang pesat di sektor-sektor lainnya, seperti sektor jasa dan sektor industri. Sektor pertanian hanya akan menjadi penyangga awal ketika proses transisi berlangsung, sedangkan sektor non pertanian akan berkembang lebih besar lagi. Proses pembangunan membawa konsekuensi berupa terjadinya suatu pergeseran struktural, dimana ada pergeseran peran sektor perekonomian utama dari sektor tradisionil (pertanian) menjadi di dominasi oleh peran sektor yang lebih modern (industri). Kondisi ini dapat terlihat melalui kontribusi sektor pertanian terhadap struktur produksi (Output) agregat yang semakin menurun, sedangkan disisi lain kontribusi sektor non pertanian, terutama sektor industri semakin meningkat ( Tyadi 1995). Proses pergeseran struktur ekonomi di tandai dengan perubahan yang tidak sedikit pada struktur ekonomi suatu negara maupun daerah. Proses transformasi struktur ekonomi di tandai dengan semakin menurunnya Indeks Produktivitas Relatif (IPR) 2 sektor pertanian di Indonesia (Putri, 1995)

Menurut Sukirno (1985), perubahan persentasi sumbangan berbagai sektor dalam pembangunan ekonomi akibat perubahan struktur ekonomi : 1. Produksi sektor pertanian mengalami perkembangan yang lebih lambat dari perkembangan produksi nasional 2. Tingkat pertambahan produksi sektor industri adalah lebih cepat daripada tingkat pertambahan produksi nasional 3. Tidak adanya perubahan dalam peranan sektor jasa-jasa adalah sama dengan tingkat perkembangan produksi nasional. Dalam menggunakan pertumbuhan ekonomi sebagai tolak ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan biasanya dilihat dari keadaan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selanjutnya indikator struktur ekonomi dan peranan sektor-sektor ekonomi digunakan untuk melihat pergeseran-pergeseran antar sektor dalam struktur PDRB. Dengan mengetahui pergeseran-pergeseran tersebut dapat di indikasikan sektor-sektor dominan yang mungkin dapat dijadikan sektor kunci (key sektor) dan diharapkan mampu meberikan pengaruh pada sektor lain dan kegiatan ekonomi lebih lanjut (Nasoetion, 1998). Distribusi tenaga kerja di negara-negara maju saat ini terlihat bahwa proporsi terbesar berada pada sektor sekunder dan tersier, namun hanya sebagian kecil saja di sektor primer (pertanian). Proses perkembangan ekonomi negara maju diikuti oleh perubahan stuktur kesempatan kerja, jumlah angkatan kerja sektor primer cenderung menurun dibandingkan dengan sektor skunder yang selanjutnya sektor sekunder akan menurun dibandingkan dengan sektor tersier (United nation, 1980 seperti dikutip oleh Tyadi 1995).

3.1.2 Konversi Lahan Perubahan penggunaan lahan banyak terjadi pada daerah-daerah peralihan (urban fringe) antara kawasan perkotaan dan pedesaan. Perubahan penggunaan lahan tersebut sangat berkaitan erat dengan perubahan-perubahan dalam perekonomian dan kependudukan. Menurut Pakpahan seperti dikutip oleh Nuryati (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah yaitu faktor yang tidak langsung mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan konversi dan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat petani yaitu faktor yang langsung mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan konversi. Di tingkat wilayah, menurut Pakpahan konversi lahan sawah secara tidak langsung dipengaruhi oleh : 1. Perubahan struktur ekonomi 2. Pertumbuhan penduduk 3. Arus urbanisasi 4. Konsistensi implementasi rencana tata ruang Secara langsung konversi lahan sawah dipengaruhi oleh : 1. Pertumbuhan pembangunan sarana transportasi 2. Pertumbuhan lahan untuk industri 3. Pertumbuhan sarana pemukiman 4. Sebaran lahan sawah.

Pengaruh langsung dipengaruhi oleh pengaruh tidak langsung, seperti pertumbuhan penduduk akan menyebabkan pertumbuhan pemukiman, perubahan struktur ekonomi ke arah industri dan jasa akan meningkatkan kebutuhan pembangunan sarana transportasi dan lahan untuk industri, serta peningkatan arus urbanisasi akan meningkatkan tekanan penduduk atas lahan dipinggiran kota. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat petani adalah kondisi sosial ekonomi petani seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan kemampuan ekonomi secara keseluruhan serta pajak tanah, harga tanah dan lokasi tanah. Secara umum, konversi lahan sawah ke penggunaan lain dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Konversi lahan sawah secara langsung umumnya terjadi sebagai akibat dari keputusan pemilik lahan sawah untuk mengalihkan lahan tersebut ke jenis pemanfaatan lain, diantaranya di pengaruhi oleh perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, arus urbanisasi dan konsistensi implementasi rencana tataruang, sedangkan konversi lahan secara tidak langsung terjadi sebagai akibat makin menurunnya kualitas lahan sawah ataupun makin rendahnya income opportunity dari lahan tersebut secara relatif, diantaranya dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan sarana transportasi, pertumbuhan kebutuhan lahan untuk industri, pertumbuhan sarana pemukiman dan sebaran lahan pertanian. Menurut Situmeang (1998), perubahan struktur ekonomi dimana telah terjadi peningkatan peranan sektor non pertanian terhadap perekonomian dapat mempercepat perubahan pola penggunaan lahan ke arah pengkotaan. Selanjutnya, perubahan struktur perekonomian sendiri dapat dijelaskan dengan terjadinya

pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi dapat mempercepat terjadinya struktur ekonomi kearah sektor manufaktur, jasa dan sektor non pertanian lainnya. Persaingan kebutuhan untuk berbagai jenis penggunaan ditentukan oleh besarnya nilai sewa ekonomi lahan (land rent). Sewa lahan yang dihasilkan oleh tanah pada suatu wilayah akan berbeda-beda tergantung pada penggunaan lahan tersebut. Menurut Barlowe (1978), sewa ekonomi lahan mengandung pengertian nilai ekonomi yang diperoleh suatu bidang lahan bila lahan tersebut digunakan untuk kegiatan proses produksi. Urutan besaran ekonomi lahan menurut penggunaannya dari berbagai kegiatan produksi ditunjukkan sebagai berikut : (1) industri manufaktur, (2) perdagangan, (3) pemukiman, (4) pertanian intensif, dan (5) pertanian ekstensif. Biaya Produksi MC C Land rent D Biaya produksi E F AC A Keterangan : MC = Marginal Cost AC = Average Cost B Jumlah Output Gambar 1. Ilustrasi land rent sebagai sisa surplus ekonomi setelah biaya produksi di keluarkan (Barlowe, 1978)

Gambar 1 menjelaskan bahwa nilai total produk yang dihasilkan adalah ABCE dengan biaya produksi sebesar ADFB, dengan demikian land rent adalah ABCE ADFB = CDFE. Dalam pelaksanaannya, ada dua gejala yang muncul jika mekanisme pasar diterapkan (Barlowe,1978) : 1. Semakin besar land rent maka daya saing penggunaan tanah untuk menduduki prime location semakin besar. 2. Penggunaan tanah yang mempunyai land rent yang lebih besar akan menggeser penggunaan tanah dengan land rent yang lebih kecil. Sewa ekonomi Industri dan Perdagangan Pemukiman Pertanian Hutan Lahan Tandus Kapasistas Penggunaan Lahah Gambar 2. Ilustrasi hubungan antara land rent dengan kapasitas penggunaan lahan (Barlowe,1978) Berdasarkan kedua teori diatas maka penggunaan lahan yang memiliki keuntungan komparatif tertinggi seperti perdagangan dan industri mempunyai kapasitas penggunaan lahan yang terbesar, sedangkan sektor pertanian

mempunyai keuntungan komparatif yang lebih rendah sehingga alokasi penggunaan lahan untuk pertanian akan semakin kecil. 3.1.3 Teori Ekonomi Basis Setiap wilayah memiliki faktor lokasi yang berbeda, terutama dalam hal penyebaran sumberdaya yang menunjang kegiatan perekonomiannya, perbedaan tersebut menyebabkan setiap wilayah memiliki potensi yang berbeda untuk dapat mengembangkan sektor ekonomi tertentu sebagai sektor basis. Kondisi masing-masing wilayah menunjukkan variasi yang berbeda-beda karena adanya perbedaan struktur perekonomian daerah yang bersangkutan. Terdapat berbagai teori yang menjelaskan sektor-sektor dalam perekonomian regional atau perubahan-perubahan kondisi perekonomian di suatu daerah. Salah satu teori yang dapat digunakan untuk menganalisa pertumbuhan regional adalah teori basis ekonomi. Selain itu teori ini juga dapat digunakan untuk melihat peranan suatu sektor dalam perekonomian daerah baik dalam tenaga kerja maupun pendapatan, yaitu dengan cara menentukan apakah sektor tersebut merupakan sektor basis atau bukan basis. Hanafiah (1988) membagi kegiatan perekonomian dalam suatu wilayah menjadi kegiatan basis dan kegiatan bukan basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya dapat berupa barang dan jasa yang ditujukan untuk diekspor keluar dari lingkungan masyarakat tersebut, jadi dapat di golongkan kepada kegiatan masyarakat yang berorientasi ke luar, regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan kegiatan basis suatu