BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

PEDOMAN WAWANCARA. Universitas Sumatera Utara

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN ISTRI PADA PASANGAN COMMUTER MARRIAGE. Liza Marini1 dan Julinda2 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II LANDASAN TEORI

SemangatPagiSemuanya^^

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari lahir, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa,

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang baik antara dirinya dan lingkungan (Kristiyani, 2001). Penyesuaian diri

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dengan proses pacaran dan proses ta aruf. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB V HASIL PENELITIAN. 1. Rekap Tema dan Matriks Antar Tema

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Bekerja merupakan salah satu usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MASA DEWASA AWAL DAN MADYA

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

MASA DEWASA Dewasa Awal ( tahun ) Dewasa Madya ( tahun ) Dewasa Akhir ( di atas 60 tahun )

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

PERBEDAAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA WANITA DITINJAU DARI TAHAP-TAHAP PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkawinan oleh Fowers & Olson (1989) dan Subjective Well-being oleh. sesuai dengan fenomena penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. dan kasih sayang. Melainkan anak juga sebagai pemenuh kebutuhan biologis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan

Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

SUSI RACHMAWATI F

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih besar, sebab seiring dengan bertambahnya usia seseorang maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI. dalam kode hukum sipil meiji ( ) ( Fukute, 1988:37 ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan perkawinan, meskipun seringkali dibedakan dengan kata nikah, memiliki inti makna yang sama dengan pernikahan, yaitu upacara bersatunya pria dan wanita membentuk keluarga (Wikipedia, 2012). Duvall (dalam Soraya, 2007) menyatakan bahwa pernikahan adalah persetujuan masyarakat atas penyatuan suami dan istri dengan harapan mereka akan menerima tanggung jawab dan melakukan peran sebagai pasangan suami istri dalam kehidupan pernikahan. Di Indonesia, seluk beluk pernikahan diatur dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, yang mendefenisikan pernikahan sebagai: Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah-tangga yang bahagia dan kekal) berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Domikus dalam Daeng, 2010). Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka pernikahan disimpulkan sebagai penyatuan dua individu dengan persetujuan masyarakat mengikuti aturan atau hukum agama tertentu untuk membentuk keluarga atas keinginan dan harapan sehingga menetapkan hubungan yang bahagia dan kekal sepanjang hidup berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2.1.1.1 Tahap-tahap Pernikahan

Dalam setiap pernikahan, setiap pasangan akan melewati urutan perubahan dalam komposisi, peran, dan hubungan dari saat pasangan menikah hingga mereka meninggal yang disebut sebagai Family Life Cycle. Cole (dalam Vidaya, 2007) membagi tahap pernikahan menjadi awal pernikahan, kelahiran dan mengasuh anak dan emptyness sampai usia tua. Tahap I : Pasangan Awal (Married Couple) Berdasarkan family life cycle dari Duvall, tahap ini berlangsung selama kurang lebih dua tahun dimulai dari ketika pasangan menikah dan berakhir ketika anak pertama lahir. Selama tahun pertama dan kedua pernikahan pasangan suami istri biasanya harus melalui beberapa penyesuaian utama (Hurlock, 1999), yaitu: a. Penyesuaian dengan pasangan Merupakan penyesuaian yang paling pokok dan pertama kali dihadapi oleh keluarga baru. Tidak mudah menyatukan dua orang yang berlainan jenis, kepribadian, sifat dan juga kebiasaan-kebiasaan. Dalam penyesuaian pernikahan yang jauh lebih penting adalah kesanggupan dan kemampuan suami istri untuk berhubungan dengan mesra, saling memberi dan menerima cinta. b. Penyesuaian Seksual Masalah ini merupakan salah satu penyesuaian yang mengakibatkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan perkawinan apabila kesepakatan tidak dapat dicapai dan memuaskan. Penyesuaian seksual bagi wanita cenderung lebih sulit untuk mengakhirinya secara memuaskan dikarenakan wanita sejak masa bayi disosialisasikan untuk menutupi dan menekan gejolak seksualnya dan tidak dapat

dengan segera berubah untuk tidak malu-malu menunjukkan rasa nikmat seperti perubahan sikap yang disarankan oleh budaya suami (Rubin, dalam Hurlock,1999). c. Penyesuaian Keuangan Uang dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penyesuaian diri orang dewasa dengan pernikahannya. Suami dan istri harus mampu menyesuaikan pemasukan dan pengeluaran dengan kebiasaan-kebiasaan karena sering kali permasalahan keuangan menjadi awal percekcokan antara suami dan istri. d. Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan. Melalui pernikahan, setiap orang dewasa akan secara otomatis memperoleh sekelompok keluarga yaitu anggota keluarga pasangan dengan usia yang berbeda, mulai dari bayi hingga nenek atau kakek, yang kerap kali mempunyai minat dan nilai yang berbeda, bahkan sering sekali sangat berbeda dari segi pendidikan, budaya, dan latar belakang sosialnya. Suami istri harus mempelajari dan menyesuaikan diri bila tidak menginginkan hubungan yang tegang dengan sanak saudara mereka. Tahap II: Membesarkan Anak (Childrearing) Tahap ini dimulai dari kelahiran anak pertama sampai anak berusia 20 tahun. Umumnya, tahap ini berlangsung selama kurang lebih 20 umur. Rata-rata masa awal menjadi orangtua merupakan transisi hidup penuh tekanan yang melibatkan perubahan positif dan negatif. Selain itu, kepuasan pernikahan juga menurun pada tahun-tahun pertama setelah bayi lahir dan biasanya penurunan ini lebih tajam pada wanita dibandingkan pria dikarenakan tanggung jawab yang lebih besar terhadap pengasuhan. Seiring bertambahnya usia anak, maka orangtua perlu mengadakan penyesuaianpenyesuaian sebagaimana dikatakan oleh Crnic & Booth (dalam Vidaya, 2007) bahwa stres

dan ketegangan merawat anak-anak lebih besar daripada merawat bayi dan lahirnya anak kedua akan menambah tingkat stres orangtua. Semakin dewasa usia anak maka timbul konflik-konflik baru antara anak dan orangtua walaupun sebagian besar orangtua menyatakan lebih puas pernikahan dan hubungan dengan anak-anak, namun anak-anak menyulitkan terhadap orangtua dengan memaksa orangtua untuk memberi waktu dan tenaga kepada mereka sehingga menambah stres orangtua. Dalam hubungan pernikahan, kehadiran anak-anak hanya memberikan dampak negatif. Tahap III: Kekosongan (Emptyness) Cepat atau lambat, anak-anak biasanya akan bebas secara emosional dan finansial dari orangtua mereka. Istilah emptyness sendiri berarti suatu keadaan atau kondisi keluarga setelah keluarnya anak terakhir dari rumah (Hoyer & Roodin, 2003). Tahap emptyness dimulai dengan launching anak terakhir dan berlangsung selama lebih kurang 15 tahun. Usia rata-rata ibu pada awal tahap ini sekitar 52 tahun dan 54 tahun untuk ayah, sedangkan menurut Hurlock (1999), tahap ini terjadi pada usia 40 sampai 49 tahun. Ketika remaja atau dewasa awal meninggalkan rumah, beberapa orangtua mengalami perasaan kehilangan mendalam yang disebut sebagai sindrom Emptyness. Hal ini didukung oleh penelitian Rubin (dalam Vidaya, 2007) bahwa pada masa emptyness, wanita mengalami kesedihan, namun tidak ditemukan adanya depresi. Kenyataannya banyak orangtua yang memandang ketidakhadiran anak dalam keluarga sebagai saat untuk membangun kebebasan hidup sebagai orang dewasa. Tekanan yang berat dikarenakan kondisi ekonomi dan

pekerjaan terjadi ketika anak-anak tidak benar-benar membuat masa emptyness terjadi sebagaimana diharapkan atau mereka kembali lagi ke rumah Pada umumnya, suami dan istri menyatakan bahwa pernikahan mereka berlangsung baik hampir setiap waktu. Kebahagiaan dan kepuasan tertinggi terjadi pada tahap pertama semakin rendah ketika anak tertua memasuki usia remaja. Pada tahap emptyness, kebahagiaan dan kepuasan kembali meningkat sampai pada tahun-tahun pensiun dan usia tua. 2.1.2 Kepuasan Pernikahan Ada beberapa definisi mengenai pengertian Kepuasan Pernikahan dari para ahli : Kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan pernikahan Lemme dalam Julinda (2008). Kepuasan pernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan pernikahan mereka, apakah memuaskan atau tidak (Hendrick dan Hendrick dalam Vidaya, 2007). Secara umum, Chappel dan Leigh (dalam Pujiastuti dan Retnowati, 2004) menjelaskan kepuasan pernikahan sebagai evaluasi subyektif terhadap kualitas pernikahan secara keseluruhan. Apabila seseorang merasa puas terhadap pernikahan yang telah dijalani, maka ia beranggapan bahwa harapan, keinginan dan tujuan yang ingin dicapai pada saat ia menikah telah terpenuhi, baik sebagian ataupun seluruhnya. Ia merasa hidupnya lebih berarti dan lebih lengkap dibandingkan dengan sebelum menikah. Berdasarkan beberapa pengertian kepuasan pernikahan diatas, maka kepuasan pernikahan merupakan suatu penyesuaian pencapaian harapan, kualitas dan evaluasi pernikahan dimana

masing-masing merasakan indahnya pernikahan dan merasa hidup lebih berarti dan lebih lengkap dibanding sebelum menikah. 2.1.2.1 Faktor Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan Menurut Hendrick & Hendrick dalam Daeng (2010), ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan, yaitu: a. Premarital Factors 1) Latar Belakang Ekonomi, dimana status ekonomi yang dirasakan tidak sesuai dengan harapan dapat menimbulkan bahaya dalam hubungan pernikahan. 2) Pendidikan, dimana pasangan yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dapat merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih banyak menghadapi stressor seperti pengangguran atau tingkat penghasilan rendah. 3) Hubungan dengan orangtua yang akan mempengaruhi sikap anak terhadap romantisme, pernikahan dan perceraian. b. Postmarital Factors 1). Kehadiran anak, sangat berpengaruh terhadap menurunnya kepuasan pernikahan terutama pada wanita. Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya anak bisa menambah stres pasangan, dan mengurangi waktu bersama. Kehadiran anak dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan suami istri berkaitan dengan harapan akan keberadaan anak tersebut. 2). Lama Pernikahan, dimana dikemukakan bahwa tingkat kepuasan pernikahan tinggi di awal pernikahan, kemudian menurun setelah kehadiran anak dan kemudian meningkat kembali setelah anak mandiri.

c. Other Factors 1) Jenis kelamin, bahwa pria lebih puas dengan pernikahannya daripada wanita karena pada umumnya wanita lebih sensitif daripada pria dalam menghadapi masalah dalam hubungan pernikahannya. 2) Agama, bahwa jika seseorang mengawali segalanya dengan motivasi iman dan ibadah pada Tuhan semata akan merasakan kepuasan dalam hidupnya. 3) Pekerjaan. Pekerjaan yang memakan waktu yang cukup lama menyebabkan berkurangnya waktu yang dimiliki suami dan isteri untuk anak-anak dan untuk mengurus pekerjaan rumah tangga, seperti membersihkan rumah, menyediakan makanan, dan lain-lain. 2.1.2.2 Aspek Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan dapat diukur dengan melihat aspek-aspek dalam pernikahan sebagaimana yang dikemukakan oleh Olson & Fowers dalam Vidaya (2007). Adapun aspekaspek tersebut, antara lain : a. Communication Aspek ini melihat bagaimana perasaan dan sikap individu dalam berkomunikasi dengan pasangannya. Aspek ini berfokus pada rasa senang yang dialami pasangan suami istri dalam berkomunikasi dimana mereka saling berbagi dan menerima informasi tentang perasaan dan pikirannya. Laswell dalam Vidaya (2007) membagi komunikasi pernikahan menjadi lima elemen dasar, yaitu : keterbukaan diantara pasangan (openness), kejujuran terhadap pasangan (honesty), kemampuan untuk mempercayai satu sama lain (ability to

trust), sikap empati terhadap pasangan (empathy), dan kemampuan menjadi pendengar yang baik (listening skill). b. Leisure Activity Aspek ini menilai pilihan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang yang merefleksikan aktivitas yang dilakukan secara personal atau bersama. Area ini juga melihat apakah suatu kegiatan dilakukan sebagai pilihan bersama serta harapan-harapan dalam mengisi waktu luang bersama pasangan. c. Religious Orientation Aspek ini menilai makna keyakinan beragama serta bagaimana pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang memiliki keyakinan beragama, dapat dilihat dari sikapnya yang peduli terhadap hal-hal keagamaan dan mau beribadah. Umumnya, setelah menikah individu akan lebih memperhatikan kehidupan beragama. Orangtua akan mengajarkan dasar-dasar dan nilai-nilai agama yang dianut kepada anaknya. Mereka juga akan menjadi teladan yang baik dengan membiasakan diri beribadah dan melaksanakan ajaran agama yang mereka anut. d. Conflict Resolution Aspek ini berfokus untuk menilai persepsi suami istri terhadap suatu masalah serta bagaimana pemecahannya. Diperlukan adanya keterbukaan pasangan untuk mengenal dan memecahkan masalah yang muncul serta strategi yang digunakan untuk mendapatkan solusi terbaik. Aspek ini juga menilai bagaimana anggota keluarga saling mendukung dalam mengatasi masalah bersama-sama serta membangun kepercayaan satu sama lain. e. Financial Management

Aspek ini menilai sikap dan cara pasangan mengatur keuangan, bentuk-bentuk pengeluaran, dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Konsep yang tidak realistis, yaitu harapan harapan yang melebihi kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam pernikahan (Hurlock, 1999). Konflik dapat muncul jika salah satu pihak menunjukkan otoritas terhadap pasangannya dan ketidakpercayaan terhadap kemampuan pasangan dalam mengelola keuangan. f. Sexual Orientation Aspek ini berfokus pada refleksi sikap yang berhubungan dengan masalah seksual, tingkah laku seksual, serta kesetiaan terhadap pasangan. Penyesuaian seksual dapat menjadi penyebab pertengkaran dan ketidakbahagiaan apabila tidak tercapai kesepakatan yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat terus meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini dapat terjadi karena kedua pasangan telah memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, mampu mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, dan dapat membaca tandatanda yang diberikan pasangan sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasangan suami istri. g. Family and Friends Aspek ini dapat melihat bagaimana perasaan dan perhatian pasangan terhadap hubungan kerabat, mertua serta teman-teman. Aspek ini merefleksikan harapan dan perasaan senang menghabiskan waktu bersama keluarga besar dan teman-teman. Pernikahan akan cenderung lebih sulit jika salah satu pasangan menggunakan sebagian

waktunya bersama keluarganya sendiri, jika ia juga mudah dipengaruhi oleh keluarganya dan jika ada keluarga yang datang dan tinggal dalam waktu lama (Hurlock, 1999). h. Children and Parenting Aspek ini menilai sikap dan perasaan tentang memiliki dan membesarkan anak. Fokusnya adalah bagaimana orangtua menerapkan keputusan mengenai disiplin anak, cita-cita terhadap anak serta bagaimana pengaruh kehadiran anak terhadap hubungan dengan pasangan. Kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak penting halnya dalam pernikahan. Orangtua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat terwujud. i. Personality Issues Aspek ini melihat penyesuaian diri dengan tingkah laku, kebiasaan-kebiasaan serta kepribadian pasangan. Biasanya sebelum menikah individu berusaha menjadi pribadi yang menarik untuk mencari perhatian pasangannya bahkan dengan berpura-pura menjadi orang lain. Setelah menikah, kepribadian yang sebenarnya akan muncul. Setelah menikah perbedaan ini dapat memunculkan masalah. Persoalan tingkah laku pasangan yang tidak sesuai harapan dapat menimbulkan kekecewaan, sebaliknya jika tingkah laku pasangan sesuai yang diinginkan maka akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia. j. Egalitarian Role Aspek ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam dalam kehidupan pernikahan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, tugas rumah tangga, peran sesuai jenis kelamin dan peran sebagai orangtua. Suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam

maupun di luar rumah. Suami tidak merasa malu jika penghasilan istri lebih besar juga memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kemampuan dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan kepuasan pribadi. 2.2 Dewasa Madya 2.2.1 Pengertian Dewasa Madya Masa dewasa dimana masa dimana individu telah meninggalkan masa remaja nya, berbeda dilihat secara kognitif, psikososial, dan fisik. Hurlock (1999) mendefinisikan dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama orang dewasa lainnya. Masa dewasa dalam rentang kehidupan manusia dibagi menjadi 3, yaitu masa dewasa awal (18/20-45 tahun), masa dewasa madya (40-60 tahun), dan masa dewasa akhir (60 tahun ke atas). Dalam skripsi ini peneliti ingin melihat masa dewasa madya dalam kepuasan pernikahannya. Dewasa madya merupakan waktu untuk mengevaluasi kembali tujuan dan aspirasi, sejauh mana mereka telah memenuhinya dan memutuskan bagaimana cara terbaik untuk menggunakan waktu yang tersisa dalam hidup

mereka (Lachman dalam Sari, 2010). Menurut Hurlock (1999), dewasa madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia dan dibagi kedalam sub bagian, yaitu: 1. Usia madya dini (40-50 Tahun) 2. Usia madya lanjut (50-60 Tahun) Levinson (dalam Sari, 2010) pada usia 40 tahun tercapailah puncak masa dewasa. Dalam 40-45 tahun seseorang menghadapi tiga macam tugas : 1. Penilaian kembali masa lalu, 2. Merubah struktur kehidupan, 3. Proses individuasi. Orang menilai masa lalu, membedakan ilusi dan kenyataan, dan dengan pandangan ke depan merubah struktur kehidupannya. Proses individuasi yang bermula pada kelahiran, dalam masa peralihan ini dibangunlah struktur kehidupan baru yang berlangsung sampai fase penghidupan yang berikutnya, yaitu permulaan dewasa madya (45-50 tahun). Fase berikutnya (50-55 tahun) seringkali merupakan fase krisis bila seseorang tidak sepenuhnya berhasil dalam pengstrukturan kembali hidupnya pada peralihan ke dewasa madya. Sesudah itu datanglah masa puncak (55-60 tahun) yang sekaligus menandai masuk ke dalam masa dewasa akhir. 2.2.2 Tugas Perkembangan Dewasa Madya Havighurst (dalam Hurlock, 1999) membagi tugas perkembangan dewasa madya menjadi empat kategori utama : 1. Tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik Menerima dan menyesuaikan dengan perubahan fisik yang biasa terjadi. 2. Tugas yang berkaitan dengan perubahan minat Berasumsi terhadap tanggung jawab warga negara dan sosial, minat pada waktu luang yaitu orientasi kedewasaan dan tempat kegiatan. 3. Tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kejuruan

Pemantapan dan pemeliharaan standar hidup relatif mapan. 4. Tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga Berkaitan dengan pasangan, penyesuaian dengan lansia, membantu remaja menjadi dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia. 2.2.3 Karakteristik Dewasa Madya Menurut Hurlock (1999), karakteristik dewasa madya adalah : 1. Periode yang sangat ditakuti Terdapatnya kepercayaan tradisional dimana pada masa ini terjadi kerusakan mental, fisik, dan reproduksi yang berhenti serta merasakan bahwa pentingnya masa muda. 2. Masa Transisi Perubahan pada ciri dan perilaku masa dewasa madya yaitu perubahan ciri jasmani dan perilaku baru. Pada pria terjadi perubahan keperkasaan dan pada wanita terjadi perubahan kesuburan atau menopause. 3. Masa Stres Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah terutama karena perubahan fisik dimana terjadi pengrusakan homoestatis fisik dan psikologis. Para wanita terjadi pada usia 40-an yaitu masuk menopause, dan anak-anak meninggalkan rumah dan pada pria terjadi pada usia 50-an saat masuk pensiun. 4. Usia yang berbahaya Terjadi kesulitan fisik dimana usia ini banyak bekerja, cemas yang berlebihan, kurang perhatian terhadap kehidupan dimana hal ini dapat mengganggu hubungan suami-istri dan bisa terjadi perceraian, gangguan jiwa, alkoholisme, pecandu obat, hingga bunuh diri.

5. Usia Canggung Serba canggung karena bukan muda lagi dan bukan juga tua. Kelompok usia madya seolah berdiri dianatara generasi pemberontak yang lebih muda dan generasi senior. 6. Masa berprestasi Sejalan dengan masa produktif dimana terjadi puncak karir. Menurut Erikson, usia madya merupakan masa krisis yaitu generativity (cenderung untuk menghasilkan), stagnasi (cenderung untuk tetap berhenti) dan dominan terjadi hingga menjadi sukses atau sebaliknya. Peran kepemimpinan dalam pekerjaan merupakan imbalan atau prestasi yang dicapai yaitu generasi memimpin. 7. Masa evaluasi Terutama terjadi evaluasi diri, jika berada pada puncak evaluasi maka terjadi evaluasi prestasi. 8. Dievaluasi dengan standar ganda a. Aspek yang berkaitan dengan perubahan jasmani, yaitu rambut menjadi putih, wajah keriput, otot pinggang mengendur. b. Cara dan sikap terhadap usia tua yaitu merasa muda dan aktif tetapi menjadi tua dengan anggun, lambat, hati-hati hidup dengan nyaman. 9. Masa Sepi Masa sepi atau emptyness terjadi jika anak-anak tidak lagi tinggal dengan orangtua. Lebih terasa traumatik bagi wanita khususnya wanita yang selama ini mengurus rumah tangga dan kurang mengembangkan minat saat itu. Pada pria mengundurkan diri dari pekerjaan.

10. Masa Jenuh Pada pria jenuh dengan kegiatan rutin dan kehidupan keluarga dengan sedikit hiburan. Pada wanita jenuh dengan urusan rumah tangga dan membesarkan anak-anak. 2.3 Dinamika Teori Penyatuan dua individu dengan persetujuan masyarakat mengikuti aturan atau hukum agama tertentu untuk membentuk keluarga atas keinginan dan harapan sehingga menetapkan hubungan yang bahagia dan kekal sepanjang hidup berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa disebut dengan pernikahan. Dimana setiap pernikahan mengalami adanya Family Life Cycle adalah tahap kehidupan keluarga yang memiliki ciri khusus dalam tugas dan tujuannya, dimana salah satu tahap pernikahan pasangan mulai membuat keputusan penting mengenai rencana memiliki anak dan jumlah anak yang diinginkan, juga pertimbangan perubahan aktivitas yang mungkin terjadi pada pasangan dikarenakan kehadiran anak, dampak potensial penurunan pendapatan yang disebabkan biaya yang harus dikeluarkan untuk merawat anak (Lefrancois, dalam Daeng, 2010). Dalam tahap pernikahan tersebut disebutkan adanya kehadiran anak dimana masyarakat memandang bahwa pernikahan merupakan jalan terbaik untuk mengembangkan keturunan dan dengan adanya kehadiran anak hubungan suami istri akan semakin dekat (Papalia, 2008). Kepuasan pernikahan sebagai evaluasi subyektif terhadap kualitas pernikahan secara keseluruhan, apabila seseorang merasa puas terhadap pernikahan yang telah dijalani, maka ia beranggapan bahwa harapan, keinginan dan tujuan yang ingin dicapai pada saat ia menikah telah

terpenuhi, baik sebagian ataupun seluruhnya (Chappel dan Leigh dalam Pujiastuti dan Retnowati, 2004) Hurlock (1999) perubahan pada ciri dan perilaku masa dewasa madya yaitu perubahan ciri jasmani dan perilaku baru, pada pria terjadi perubahan keperkasaan dan pada wanita terjadi perubahan kesuburan atau menopause, membuat pasangan dewasa madya sulit untuk mendapatkan memiliki anak.

2.4 Kerangka Pemikiran Pernikahan Family Life Cycle Kehadiran Anak Ketidakhadiran Anak Kepuasan Pernikahan Dewasa Madya