TEMA-TEMA EKSISTENSIALISME Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini. Oleh: Emanuel Prasetyono

dokumen-dokumen yang mirip
Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang

TEORI-TEORI POLITIK. P. Anthonius Sitepu. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

MENJADI MANUSIA OTENTIK

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 1. Gregorius Martia Suhartoyo 1

RESPONS - DESEMBER 2009

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim

BAB 1 PENDAHULUAN. Eksistensialisme religius..., Hafizh Zaskuri, FIB UI, Universitas Indonesia

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto)

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman

Filsafat eksistensialisme

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran

RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN. Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor

Filsafat Kematian Heidegger

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

Candi Gebang Permai Blok R/6 Yogyakarta Telp. : ; Fax. :

BAB 1: MASALAH YANG TERUTAMA: PARADOKS BERNAMA KESADARAN. Cogito, Ergo Sum (Aku berpikir, maka aku ada)

Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. :

Etika Oleh: Magdalena Pranata Santoso Ilustrator: Yessi Mutiara

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan.

FILSAFAT MANUSIA. Person dan Individu Manusia dan Review Materi Kuliah I s/d VI. Firman Alamsyah AB, MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI

Editor: Emanuel Prasetyono. clan UANG

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai persona pertama-tama karena ke-diri-annya (self). Artinya, self

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang misterius dan kompleks. Keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti memiliki tujuan hidup. Tujuan tersebut menjadi salah

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

Editor: Emanuel Prasetyono. clan UANG

2014 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA JEAN-PAUL SARTRE

Perkebunan produktif di lereng pegunungan

Gereja di dalam Dunia Dewasa Ini

METODOLOGI PENELITIAN GEOGRAFI; Ragam Perspektif dan Prosedur Penelitian, oleh Momon Sudarma Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A

Terampil Menulis: Cara Mudah dan Praktis dalam Menulis

...dan Saudara Memerlukan Suatu Metode

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara sastra berarti berbicara manusia. Terlebih lagi sastra membicarakan

SOENARJO-ALI MASCHAN MUSA (SALAM): Sebuah Desa yang Teratur

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A.

Sejarah Perkembangan Ilmu

HAKEKAT DAN MAKNA TEKNOLOGI BAGI KEBERADAAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HEIDEGGER

FILSAFAT MANUSIA. Historisitas Manusia. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. kegelapan muncul temuan lampu sebagai penerang. Di saat manusia kepanasan

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA. Novia Kencana, S.IP, MPA


JALAN MANUSIA DALAM MENCARI KEBENARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

Bagaimana Membentuk Pola Pikir yang Baru

Ilmu sejarah dan ilmu filsafat merupakan dua ilmu yang berbeda, akan tetapi keduanya saling membutuhkan satu sama lain, ilmu

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB I PENDAHULUAN. bawah bumi dan di atasnya. Manusia ditempatkan ke dalam pusat dunia. 1 Pada masa itu budi

Filsafat Manusia. Sosialitas Manusia. Cathrin, M.Phil. Modul ke: 03Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

RELIGIUS SEBAGAI MISTIK DAN NABI DI TENGAH MASYARAKAT Rohani, Juni 2012, hal Paul Suparno, S.J.

~~ P1J8l. KESADARAN AKAN IMMORTALITAS JIWA SEBAGAI DASAR ETIKA. Pengantar Filsafat Dalam Islam

MERANCANG STRATEGI KOMUNIKASI UNTUK MEMPEROLEH DUKUNGAN PEMILIH DAN KELOMPOK

ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALIS. Oleh: Izhar Salim (Pendidikan Sosiologi, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak)

EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN MENURUT BERAGAM FILSAFAT DUNIA: IDEALISME, REALISME, PRAGMATISME, EKSISTENSIALISME

BAB I PENDAHULUAN. diri. Sebagai person manusia memiliki keunikan yang membedakan dengan yang

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

RELASI GURU-MURID-BIDANG STUDI BAGI GURU SEJATI

Alifia atau Alisa (2)

Makna: Menyambut Kematian

PERTEMUAN SEPINTAS ARIFIN C NOER


Merancang Strategi Komunikasi Memenangkan Pemilih Dan Kelompok

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

BAB V PENUTUP. 1. Manusia adalah makhluk yang unik, banal, serta ambigu, ia senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,

MANUSIA MENCARI MAKNA DALAM PERGULATAN KAUM EKSISTENSIALIS

APA KATA TUHAN? RENUNGAN SINGKAT! FIRMANKU = SALING MENGASIHI MINGGU PASKAH VI 01 MEI Yoh 14: Divisi Kombas - Kepemudaan BPN PKKI

BAB I PENDAHULUAN UKDW

Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. :

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

ISU-ISU GLOBALISASI KONTEMPORER, oleh Ahmad Safril Mubah, M.Hub., Int. Hak Cipta 2015 pada penulis

PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT EKSISTENSIALISME Oleh: Rukiyati Jurusan FSP- FIP UNY. Kata kunci: eksistensialisme, otonomi manusia, pendidikan

TUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA

Dr.Ir. Edi Purwanto, MT

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

TEMA-TEMA EKSISTENSIALISME Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Oleh: Emanuel Prasetyono FAKULTAS FILSAFAT Unika Widya Mandala Surabaya 2014

TEMA-TEMA EKSISTENSIALISME Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Penulis: Emanuel Prasetyono @ 2014 Diterbitkan oleh: FAKULTAS FILSAFAT Unika Widya Mandala Surabaya Cetakan Pertama, Juli 2014 Ukuran Buku: 15 x 23 cm, 118 hal. Keterangan foto dari kiri ke kanan: Søren Kierkegaard, Martin Heidegger, Jean-Paul Sartre. Gambar Rumah Adat diambil dari laman: http://blogsenirupa.blogspot.com/2013/02/macam-macam-rumahadat-indonesia.html ISBN: 978-602-17055-3-7 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta: Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini ke dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk fotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Bab XII Ketentuan Pidana, Pasal 27, AYAT (1), (2), DAN (6). 2

KATA PENGANTAR To think is to confine yourself to a single thought that one day stands still like a star in the world s sky (Martin Heidegger, 1889-1976) Coba Anda bayangkan bahwa Anda sedang berjalanjalan di mall atau pusat perbelanjaan besar di kota Anda. Kebetulan hari itu mendekati hari raya sehingga pengunjung mall berjubel. Orang-orang lalu-lalang tanpa mengenal satu sama lain. Dalam situasi tersebut, tiba-tiba ada seorang ibu yang sudah cukup tua yang jatuh terpeleset akibat lantai yang licin dan sandalnya yang hampir terlepas dari kakinya. Ibu itu persis jatuh menimpa Anda. Secara refleks, Anda menangkapnya dan sedikit menahannya agar tidak terbentur lantai. Orang-orang di sekitar Anda secara refleks juga mengarahkan perhatian kepada Anda yang sedang menahan si ibu tersebut. Suasana perbelanjaan di sekitar Anda sedikit riuh dan orang mulai bertanya-tanya: Ada apa? Dengan sedikit kikuk Anda menjelaskan kepada orang-orang di sekitar Anda tentang apa yang baru saja terjadi. Kisah imajiner di atas memberi gambaran dari secuil kehidupan keseharian kita. Dalam kisah imajiner di atas, kesibukan orang di mall yang lalu-lalang adalah gambaran 3

larutnya diri kita dengan kehidupan keseharian yang nampaknya tidak banyak berbeda dari hari ke hari. Orangorang melakukan aneka aktivitas rutin keseharian begitu saja. Rutinitas menjadi makanan keseharian, yang diasosiasikan dengan rangkaian aktivitas keseharian yang berulang yang dilakukan secara otomatis dan nyaris tanpa melewati kesulitan untuk melakukannya (karena sudah terbiasa setiap hari, sudah menjadi habit). Dalam aktivitas keseharian, rutinitas kadang-kadang membuat kita tidak peka terhadap peristiwa-peristiwa di sekitar kita. Kita seakan-akan hanyut dalam keseharian sampai tiba-tiba terjadi sebuah peristiwa yang menarik perhatian sedemikian kuatnya, seperti kasus imajiner ibu tua yang terpeleset di samping Anda dan memaksa Anda untuk menahan dan sedikit membopongnya. Dalam kasus imajiner tersebut di atas, terjadi transformasi atau pergeseran makna kehadiran antara Anda bersama dengan para pengunjung mall lainnya dalam kaitan dengan ibu tua malang yang terpeleset tersebut. Semula ibu tua tersebut adalah sesama pengunjung mall seperti halnya diri Anda dan orang-orang lain di sekitar Anda. Hubungan Anda dengannya hanyalah hubungan fungsional sesama pengunjung mall yang tidak saling mengenal atau menarik perhatian satu sama lain. Tetapi, Ketika ibu tua yang malang itu terpeleset dan jatuh 4

di samping Anda, dia kini tampak hadir di hadapan Anda. Serta-merta Anda menolongnya. Relasi Anda dengannya mengalami transformasi menjadi relasi antara pribadi yang hadir satu sama lain. Eksistensinya yang semula bersifat fungsional mengalami transformasi dalam rupa kehadiran. Kehadiran Anda bagi ibu tua yang terpeleset itu direalisasikan dalam bentuk sikap respek dan peduli ketika secara refleks Anda menolongnya agar tidak terjatuh dan terbentur lantai pusat perbelanjaan yang memang licin mengkilat. Uraian tentang kasus imajiner yang kami ciptakan tersebut di atas diangkat dari aneka peristiwa keseharian yang mungkin saja terjadi. Aneka peristiwa keseharian yang mungkin luput dari perhatian kita, yang mungkin kita anggap peristiwa yang tidak penting. Tetapi, dari aneka peristiwa yang nampaknya tidak penting itulah eksistensialisme menaruh sikap cermat dan reflektif yang luar biasa, sebab sejatinya peristiwa yang nampak begitu penting dan luar biasa pun ternyata berakar dari peristiwa keseharian yang kadang-kadang luput dari perhatian dan refleksi hidup kita. Relasi, komunikasi, dan kehadiran dengan ragam konteks dan level -nya, adalah bagian dari tema-tema yang menyibukkan para filsuf eksistensialis. 5

Eksistensi pertama-tama mengatakan tentang cara berada manusia (way being; il modo di essere). 1 Jadi eksistensi secara mutlak berkenaan dengan manusia. Eksistensi tidak dipikirkan oleh makhluk non-rasional dan non reflektif. Kalau pun kita berbicara tentang eksistensi tumbuhtumbuhan atau jenis-jenis hewan tertentu, selalu kita mengatakannya dalam kerangka cara manusia memikirkan dan mengatakannya. Eksistensi adalah cara berada manusia (the way of being; il modo di essere). 2 Tetapi eksistensialisme tidak memaksudkan suatu cara berada begitu saja secara abstrak atau konseptual yang absurd dan tidak bisa dipahami. Eksistensialisme memaksudkan suatu cara berada manusia di dunia yang sudah tersituasikan secara duniawi (worldly). Eksistensi selalu berkaitan dengan cara berada manusia di dunia. Eksistensi bersifat mendunia dan tak pernah lepas dari segala hal yang terjadi dan berkaitan dengan dunia. Oleh karena itu, seperti dikatakan oleh Heidegger (1889-1976), eksistensi adalah ada-di-dalam-dunia (Dasein). 3 Persoalan eksistensial 1 Bdk. Nicola Abbagnano, Dizionario di Filosofia di Nicola Abbagnano. Terza edizione aggiornata ed ampliata da Giovanno Fornero (Torino: UTET Libreria, 1998), p. 389. 2 Bdk. Ibidem. 3 Bdk. Martin Heidegger, Being and Time, 12. Translated by John Macquarrie & Edward Robinson (Malden Massachussets: Blackwell Publishing, 1962). 6

tentang cara berada manusia di dunia biasanya memang muncul begitu saja dalam situasi-situasi krisis yang mengundang pertanyaan-pertanyaan eksistensial. Berikut ini contoh pertanyaan-pertanyaan khas yang muncul dari krisis eksistensial: Mengapa semua ini terjadi? Apa yang sesungguhnya terjadi dengan diriku? Mengapa aku? Ke mana arah hidupku? Mengapa aku ada? Dalam situasi begini, bukankah lebih baik aku tidak ada? Daftar pertanyaan-pertanyaan itu bisa terus mengalir tanpa ujung, yang kesemuanya terarah kepada persoalan eksistensial, mulai dari persoalan tentang tujuan dan arah hidup, tentang makna hidup, hingga persoalan tentang ada dan tiada (mengapa ada dan mengapa tiada ). Bukan tidak mungkin krisis eksistensial terdalam membawa orang pada pengalaman ketiadaan dalam bentuk perasaan terasing dan terlempar ke dalam dunia tanpa dikehendaki dan direncanakannya. Dalam perasaan terasing dan terlempar ke dalam eksistensi sebagai ada-di-dalam-dunia, pertanyaan-pertanyaan yang menggugat eksistensi diri tersebut bukan tidak mungkin justru mempertegas gugatan terhadap ketiadaanku. Itulah gambaran situasi yang absurd. Dalam absurditas hidup, dirasakan adanya keanehan dan kegelapan yang misterius. Manusia mengalami ketidakmampuan untuk merasa at home di mana pun dia 7

berada. Ada rasa homelessness, ketidaknyamanan atau kegalauan eksistensial. Ada perasaan terasing dan teralienasi. Tetapi dalam situasi-situasi krisis eksistensial itu, juga bukan tidak mungkin bahwa seseorang menemukan oase spiritual yang menghantarnya kepada penghayatan atas makna, asal, dan tujuan hidup yang lebih tinggi. Pada sisi ini, situasi krisis eksistensial justru membawa manusia pada kesadaran bahwa suatu bentuk kepenuhan atau kesempurnaan yang memberinya damai dan kepuasan di muka bumi tidak akan dicapai, karena dia diciptakan untuk Kebaikan yang Tak Terbatas dan Abadi dalam kehidupan di masa depan. Kehidupannya saat ini adalah persiapan yang penuh harapan dan cinta bagi eksistensi yang abadi di mana di sana ditemukan kegembiraan dan kebahagiaan yang tak bisa digambarkan. Keterasingan dalam kacamata eksistensialisme spiritual sesungguhnya adalah kegelisahan akan keabadian, akan Yang Tak Terbatas dan Yang Abadi. Kata Agustinus: (354-430) Jiwa kami tak akan pernah beristirahat (gelisah) sampai saat kami beristirahat dalam Engkau, ya Tuhan. Eksistensialisme termasuk mata kuliah yang luas cakupannya dengan tingkat kemajemukan pendapat dan pandangan filosofis yang rumit. Akan tetapi hal itu tidak menyurutkan kami untuk menyampaikan materi perkuliahan 8

ini dan mengemasnya dalam bentuk buku teks seperti ini. Buku Tema-tema Eksistensialisme: Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa ini adalah bagian dari buku teks matakuliah Eksistensialisme yang pernah kami ampu selama beberapa semester di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya. Pembaca bisa menggunakan buku ini sebagai materi perkuliahan pengantar Filsafat Eksistensialisme, atau pun untuk sekedar menambah wawasan keilmuan tentang bagian dari sejarah pemikiran dunia. Sebagian besar materi dari buku ini diambil dan disarikan dari Francis J. Lescoe, Existentialism. With or without God, Alba House, New York, 1974. Buku tersebut menjadi buku utama pegangan untuk mata kuliah Eksistensialisme yang kami ampu selama ini. Secara khusus, bab 1 tentang panorama pengertian tentang eksistensialisme merupakan pengembangan lebih lanjut dari buku sumber utama tersebut. Sebagai sebuah tulisan yang mau mengangkat tematema eksistensialisme yang berkembang dewasa ini, buku ini masih belum selesai dan jauh dari sempurna. Eksistensialisme dalam dirinya sendiri bukan sebuah tema yang sistematis dan tak pernah mungkin dikurung dalam sebuah periodisasi sejarah pemikiran tertentu. 9

Eksistensialisme sendiri adalah tema yang tak pernah selesai. Oleh karena itu, selalu terbuka ruang bagi kami untuk perbaikan, koreksi, atau pun menambah pendalaman dengan tema-tema baru dari Eksistensialisme Dewasa Ini. Kami sangat terbuka untuk menerima pelbagai masukan dari para pembaca untuk perbaikan pada terbitan berikutnya. Betapa pun, setiap orang yang mau menekuni jalanjalan hidupnya dengan serius juga mesti tekun dan setia di jalan yang rumit ini untuk menemukan jati dirinya yang otentik di tengah jaman yang tak lagi mementingkan otentisitas. Emanuel Prasetyono Penulis 10

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 3 DAFTAR ISI... 11 BAB 1: Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini... 12 BAB 2 Aneka Definisi Eksistensialisme: Sebuah Panorama... 22 BAB 3: Eksistensi Sebagai Ada-Di-Dalam-Dunia... 41 BAB 4: Eksistensi dalam Individualitas dan Singularitas... 50 BAB 5: Otentisitas, Kebebasan, Pilihan, Dan Tanggung Jawab 62 BAB 6: Eksistensi dalam Komunitas dan Dimensi Relasional... 82 BAB 7: Estrangement... 91 DAFTAR PUSTAKA... 111 BIODATA PENULIS... 117 11

TEMA-TEMA EKSISTENSIALISME Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini BAB 1 MENUJU EKSISTENSIALISME DEWASA INI Man is nothing else but what he makes of himself (Jean-Paul Sartre, 1905-1980) Eksistensialisme adalah salah satu dari sekian teoriteori konseptual-filosofis yang paling sulit untuk didefinisikan dalam satu dua kalimat. Kalaupun ada definisi tertentu, definisi itu pun masih membutuhkan beberapa penjelasan lebih lanjut untuk menjelaskan maksudnya. Terminologi eksistensialisme itu sendiri tercampur-aduk oleh beragam definisi, ambiguitas, serta ketiadaan penjelasan yang sungguh-sungguh memadai. Penyebabnya adalah karena eksistensialisme itu sendiri tidak bisa dikategorikan sebagai sebuah sistem filsafat yang secara khusus mengetengahkan garis pemikiran yang holistik. Para filsuf yang digolongkan ke dalam kelompok para eksistensialis pun sangat beragam latar belakang pemikirannya maupun kehidupannya. Bahkan ada pemikiran beberapa filsuf yang oleh sejarawan pemikiran filsafat digolongkan ke dalam 12

Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini kelompok pemikiran eksistensialis, sementara sang filsuf sendiri menolak dirinya untuk disebut seorang eksistensialis. 4 Pembahasan tentang eksistensialisme itu sendiri merentang mulai dari Sǿren Kierkegaard (1813-1855) yang filsafatnya secara mendalam sangat terkait dengan imannya sebagai orang Kristen (dan karenanya pandangan filsafatnya disebut dengan eksistensialisme teistik) sampai dengan Jean- Paul Sartre yang dikategorikan sebagai filsuf eksistensial yang secara nyata telah menolak campur tangan eksistensi Allah dan seluruh realitas spiritual dalam hidup manusia (dan karenanya pandangan filsafatnya disebut dengan eksistensialisme ateistik). Selain Kierkegaard, beberapa pemikir besar biasanya juga dikaitkan dengan gerakan pemikiran eksistensialisme ini. Mereka disebut dengan para eksistensialis (meskipun mereka sendiri seringkali tidak mau digolongkan dalam aliran apa pun, termasuk eksistensialisme). Sebaliknya, ada pula para pemikir yang sangat mempengaruhi perkembangan eksistensialisme 4 Søren Kierkegaard (1813-1855) yang dianggap sebagai bapak perintis eksistensialisme kontemporer pun pernah mengatakan: Saya hanyalah seorang penyair. Dia tidak mengakui dirinya sebagai seorang eksistensialis. Heidegger (1889-1976) pun demikian. Dia menyebut filsafatnya adalah filsafat tentang Ada (ontologi) dan bukan filsafat tentang eksistensi. Bdk. J. Lescoe, Existentialism with or without God, (New York: Alba House, 1974), p. 3. Bdk. juga Frederick Copleston, A History of Philosophy. Logical Positivism and Existentialism (London, New York: Continuum, 2003), p. 125. 13

TEMA-TEMA EKSISTENSIALISME Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini sebagai sebuah gerakan pemikiran kontemporer, tetapi mereka sendiri memang tidak bisa dikategorikan sebagai para filsuf eksistensialis. Jadi yang biasanya secara umum diterima oleh para ahli sejarah filsafat sebagai para filsuf eksistensialis dan mempengaruhi perkembangan gerakan pemikiran eksistensialisme adalah: Sǿren Kierkegaard, Friedrich Nietzsche, Martin Heidegger, Gabriel Marcel, Martin Buber, Jean Paul Sartre dan Simone de Beauvoir, Karl Jaspers, dan Albert Camus. Mereka disebut sebagai pemikir besar abad ke 19 karena mengubah wajah pemikiran dunia dan isi kepala banyak orang pada masa itu. Di abad ke 20, terutama setelah Perang Dunia ke-2, eksistensialisme semakin menguat sebagai sebuah gerakan pemikiran dan gaya hidup. 5 Daftar nama para filsuf ini tentu saja sama sekali tidak akan bisa memuaskan para peminat dunia pemikiran filsafat bila mereka dikategorikan sebagai para filsuf eksistensialis, karena (sebagaimana sudah disinggung di depan) kategorisasi para filsuf eksistensialis dalam sejarah filsafat tidaklah terang-benderang. Sesungguhnya, dalam periode sejarah filsafat kontemporer, tak satu pun pemikiran 5 Bdk. Ibidem. Bdk. juga Frederick Copleston, Op. Cit., p. 125. 14

Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini filosofis yang sungguh-sungguh secara ekstrem bisa dikategorikan berada di satu aliran tertentu. 6 Pemikiran dalam eksistensialisme itu sendiri mencakup baik yang bersifat teistik maupun ateistik. Dan ini tentu menambah rentang atau luasnya cakupan pemikiran yang disebut eksistensialisme itu sendiri. Akibat dari luasnya rentang dan lingkup pembahasan eksistensialisme ini adalah 6 Sesungguhnya, dalam dunia filsafat dan sejarah perkembangan pemikiran dunia, pengklasifikasian secara kaku terhadap suatu pemikiran filosofis justru seringkali amat berbahaya bagi nasib pemikiran itu sendiri. Sebab akan ada kecenderungan untuk mengkategorikan pemikiran-pemikiran tertentu secara artifisial, artinya kita mengkategorikan suatu pemikiran seturut cara berpikir dan asosiasi-asosiasi yang kita buat sendiri. Dan ini jelas mengandung risiko kesalahpahaman yang mendasar terhadap pemikiran-pemikiran tersebut. Seseorang, misalnya, menyebut nama seorang filsuf dan pemikirannya untuk menegaskan pendapat dan pemikirannya sendiri. Padahal pemahamannya tentang pemikiran filsuf tersebut masih mengandung banyak kelemahan dan kekurangan. Yang terjadi biasanya kesalahan penafsiran atau pemahaman terhadap seorang filsuf. Pemikiran seorang filsuf dijelaskan panjang lebar berdasarkan pemahamannya yang terbatas atas pemikiran tersebut. Akibatnya, tidak jarang pemikiran seorang filsuf mendapatkan label-label tertentu (misalnya sebagai idealis, empiristis, metafisis, dan lain sebagainya) yang tidak jelas dasar pemahaman dan alasan rasionalnya. Hal ini biasanya dialami oleh para pemula dalam dunia filsafat tetapi sudah sangat bersemangat menulis dunia pemikiran filsafat. Bdk. The Oxford Companion to Philosophy, edited by Ted Honderich (Oxford: Oxford University Press, 1995), p. 666. Bdk. juga Nicola Abbagnano, Dizionario di Filosofia di Nicola Abbagnano. Terza edizione aggiornata ed ampliata da Giovanno Fornero (Torino: UTET Libreria, 1998), p. 476. 15

TEMA-TEMA EKSISTENSIALISME Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini bahwa term-term yang sama bisa digunakan baik oleh para filsuf teistik (yang mempercayai dan memberi ruang bagi pembicaraan tentang eksistensi Allah) maupun yang nonteistik atau ateistik (yang secara eksplisit menolak dan tidak memberi ruang bagi eksistensi Allah). Kata-kata yang sama dalam eksistensialisme bisa digunakan oleh kedua kelompok tersebut dengan makna dan pemahaman yang sangat berbeda dan bahkan bertentangan satu sama lain. Para ahli sejarah pemikiran filsafat mengakui, itulah salah satu kesulitan terbesar dari usaha mendefinisikan dan memahami eksistensialisme. 7 Selain kesulitan merangkum pandangan filsafat dari para pemikir yang seringkali dikategorikan ke dalam pemikiran eksistensialis, kebanyakan pemikir kontemporer tersebut juga telah menolak terminologi eksistensialisme itu sendiri dalam mendeskripsikan atau menggambarkan pandanganpandangan filsafat mereka. Penolakan dan pertentangan pemikiran di antara para filsuf itulah yang kami sajikan di sini sebagai pengantar eksistensialisme itu sendiri. Pada tempat pertama, Sǿren Kierkegaard yang sering disebut sebagai bapak eksistensialisme modern malah tidak pernah menyebut dirinya sebagai seorang eksistensialis. 7 Bdk. Francis J. Lescoe, Existentialism with or without God (New York: Alba House, 1974), p. 6-7. 16

Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Dia bahkan menyebut dirinya sebagai seorang penyair. 8 Di tempat lain, Martin Heidegger (1889-1976) juga disebut sebagai seorang pemikir eksistensialis ateistik oleh rekannya, Jean-Paul Sartre (1905-1980). 9 Tetapi di kemudian hari, Heidegger sendiri menolak untuk dikategorikan sebagai sebagai seorang ateis dan sekaligus juga menolak untuk diberi label sebagai seorang eksistensialis. Dengan singkat dan jelas, Heidegger menyatakan bahwa filsafatnya adalah suatu ontologi dan bahwa yang menyibukkan dirinya adalah tentang ada dan bukan tentang eksistensi (being, not existence). Karya utamanya berjudul Being and Time tidak berbicara tentang eksistensi manusia tetapi tentang adadalam-totalitas (being-in-totality; being as a whole) dan adayang-demikian (being as such). Di tempat lain, Gabriel Marcel (1889-1973) yang selama beberapa saat mengijinkan dirinya untuk disebut sebagai seorang Kristen eksistensialis, toh pada akhirnya juga memilih untuk mendeskripsikan karya-karya filosofisnya sebagai neo-sokratian (penerus pemikiran filosofis Sokrates) atau Kristen-Sokratian (penerus pemikiran filosofis Sokrates yang dikawinkan dengan 8 Bdk. Ibidem, p. 3. 9 Bdk. Ibidem, p. 181. 17

TEMA-TEMA EKSISTENSIALISME Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini teologi kristiani atau pemikiran filosofis Sokrates dalam terang ajaran teologi kristiani). 10 Menurut Gabriel Marcel, filsafat tak pernah merupakan sebuah sistem yang tertutup. Baginya, filsafat secara konsisten merupakan usaha rasional yang senantiasa mau menguji kenyataan yang selama ini hanya diasumsikan saja lewat pertanyaan-pertanyaan. Menguji, mempertanyakan, menginvestigasi, dan bahkan pada akhirnya merevisi sebuah pandangan atau pendasaran rasional pertama-tama adalah tugas filsafat. Dan metode itu sejak jaman Yunani Kuno telah diupayakan dengan sangat konsisten oleh Sokrates. 11 Dengan alasan itulah, Gabriel Marcel tidak merelakan pemikirannya digolongkan ke dalam salah satu kategori. Di tempat lain lagi, Albert Camus (1913-1960) secara terang-terangan menolak pemikiran Sartre seputar eksistensialisme. Camus menyatakan secara publik bahwa kesimpulan-kesimpulan yang telah diambil oleh pemikiranpemikiran Sartre tentang eksistensialisme adalah salah dan tidak dapat diterima (false and unacceptable). Hal ini dikatakan oleh Camus dalam kesempatan perdebatannya dengan Jean- 10 Bdk. Ibidem, p. 90-91. 11 Bdk. Frederick Copleston, S.J., A History of Philosophy. Volume 1: Greece and Rome. From The Pre-Socratics to Plotinus (New York: Double Day, 1993), p. 104-107. 18

Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Paul Sartre. Secara terang-terangan, Albert Camus menolak kesimpulan yang diambil oleh pemikiran-pemikiran eksistensialisme ateistik Sartre dan mengatakannya sebagai kesimpulan yang sesat. 12 Di tempat lain lagi, Karl Jaspers (1883-1969) semula selama kurang lebih dua puluh tahun menyatakan pemikirannya sebagai bagian dari filsafat tentang eksistensi. Tetapi kemudian dia seakan-akan meralat pemikiran filsafatnya sebagai eksistensialisme dan lebih mengakuinya sebagai filsafat rasio (philosophy of reason) daripada filsafat 12 Pertentangan ini sebetulnya berlatar belakang kepentingan politik dan perbedaan pendekatan terhadap situasi sosial di Perancis pada saat itu. Pertentangan antara Albert Camus dan Jean-Paul Sartre terutama berkaitan dengan ketidaksepakatan antara mereka soal pendekatan yang ditempuh oleh kelompok kiri (terutama dari partai komunis) dalam meraih kebebasan bagi Perancis. Menurut Sartre, untuk bisa membantu para buruh di Perancis untuk mengubah jalan hidupnya, satu-satunya jalan adalah dengan cara membuat kesepakatan atau sikap-sikap kompromistis dengan Partai Komunis Perancis. Sebaliknya, Albert Camus secara terang-terangan menolak gerakan kaum kiri yang dinilainya hanya mau mengambil alih kontrol kekuasaan tanpa memperhatikan kehidupan manusia secara keseluruhan. Camus bersikukuh bahwa setiap sikap kompromistis terhadap komunisme berarti merupakan kematian bagi cita-cita kebebasan Perancis. Kedua pemikir intelektual Perancis ini akhirnya mengalami relasi yang memburuk karenanya. Perbedaan sikap politis ini sedikit banyak dipengaruhi oleh perbedaan mendasar dalam pemikiran-pemikiran filosofis di antara mereka. Oleh karena itu, Camus dengan terang-terangan mengatakan bahwa kesimpulan yang diambil dari pemikiran eksistensialisme ateistik Sartre sesat. Bdk. J. Lescoe, Existentialism with or without God (New York: Alba House, 1974), p. 348-349. 19

TEMA-TEMA EKSISTENSIALISME Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini tentang eksistensi (philosophy of existence). Alasannya adalah bahwa semakin lama dia melihat kecenderungan bahwa eksistensialisme secara umum telah mengabaikan peran dan kepentingan rasio dalam berfilsafat. Untuk alasan ini pulalah, Karl Jaspers menuliskan bahwa nampaknya menjadi sesuatu yang urgen (mendesak) untuk menekankan rasio sebagai karakter yang original dari filsafat. Sekali saja rasio hilang, segala sesuatu yang berkaitan dengan karakter-karakter filsafat juga akan lenyap. Ungkapan Karl Jaspers ini untuk menggambarkan betapa pentingnya fungsi rasio dalam memahami realitas (hal yang menurut Jaspers telah diabaikan oleh kebanyakan pemikir eksistensialis). 13 Demikianlah di atas telah kami sampaikan rangkaian dinamika pemikiran para filsuf yang pada umumnya dikategorikan sebagai para filsuf eksistensialis oleh para ahli sejarah filsafat. Pertanyaan kita sekarang adalah: apakah dinamika penolakan atau perdebatan di antara para filsuf eksistensialis tentang pemahaman eksistensialisme itu lantas menyurutkan kita untuk menghentikan pembahasan tema ini? Jika tidak, lantas apa kegunaan dan manfaat pembahasan tentang eksistensialisme? Pada hemat kami, meskipun ada perdebatan seru di antara para filsuf eksistensialis, kami 13 Bdk. J. Lescoe, Existentialism with or without God (New York: Alba House, 1974), p. 4. 20

Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini melihat bahwa pemikiran yang berakar pada pemikiranpemikiran eksistensialisme tetap memiliki karakter-karakter umum yang kurang lebih sama yang membuat kita tetap menggolongkan pemikiran-pemikiran tersebut ke dalam paham eksistensialisme. Oleh karena itu, sebagai penutup dari bab pertama ini, kami akan mengajukan pertanyaan yang akan dikembangkan dalam bab-bab berikutnya: Apakah hal-hal yang kurang lebih sama dan memberi karakter umum kepada pemikiran-pemikiran yang bisa dikategorikan sebagai eksistensialisme? Dengan kata lain kita mencari pemahaman umum tentang Eksistensialisme itu sendiri dengan mengajukan pertanyaan: Apakah Eksistensialisme itu? Di sini, kami akan memulai pembahasan kita dengan panorama pemikiran yang mencoba mendefinisikan arti eksistensialisme. 21