HUBUNGAN KEBERADAAN DAN KERAPATAN JENIS LAMUN DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA AIR DI EKOSISTEM PADANG LAMUN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN

dokumen-dokumen yang mirip
Nurhapida, Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Andi zulfikar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU

Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA

ANALISIS TUTUPAN LAMUN BERDASARKAN JENIS DAN SUBSTRAT DI WILAYAH TRISMADES DESA MALANG RAPAT KECAMATAN KABUPATEN BINTAN ABSTRAK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kelompok dan Tutupan Lamun di Wilayah TRISMADES Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

3. METODOLOGI PENELITAN

ADI FEBRIADI. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

Jenis dan Biomassa Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau Belakang Padang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan Riau.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN

STUDI TUTUPAN DAN KERAPATAN LAMUN DI DESA SITARDAS KECAMATAN BADIRI KABUPATEN TAPANULI TENGAH SKRIPSI AMOS CHRISTOPER MELIALA

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS HUBUNGAN KEBERADAAN DAN KELIMPAHAN LAMUN DENGAN KUALITAS AIR DI PULAU KARIMUNJAWA, JEPARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Enhalus acoroides PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN

BAB III METODE PENELITIAN

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PULAU NIKOI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

Zarfen, Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PANTAI SAKERA KECAMATAN BINTAN UTARA KABUPATEN BINTAN

BAB III METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN PULAU PENGUJAN. Herry Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ASOSIASI GONGGONG (Strombus sp) DENGAN LAMUN DI WILAYAH KONSERVASI LAMUN DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODOLOGI PENELITIAN

SEBARAN SPASIAL KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR KAMPUNG PULAU PUCUNG DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN

Rekayasa Teknologi Transplantasi Lamun pada Jenis Enhalus acoroides dan Thallassia hemprichii di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang

III. METODE PENELITIAN

Program Studi Biologi, Jurusan Biologi FMIPA UNSRAT Manado, * korespondensi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG

Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara.

BAB 2 BAHAN DAN METODA

KAJIAN BIOMASSA LAMUN DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN. Mia Larasanti

III. METODE PENELITIAN

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

HUBUNGAN SEDIMEN PERMUKAAN DENGAN KERAPATAN LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN

TELAAH EKOLOGI KOMUNITAS LAMUN (SEAGRASS) PERAIRAN PULAU OSI TELUK KOTANIA KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI. Koordinat stasiun penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Studi Struktur Komunitas dan Pola Sebaran Padang Lamun di Perairan Senggarang Kecil

Identifikasi Jenis dan Kerapatan Padang Lamun di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep

KERAPATAN DAN DISTRIBUSI LAMUN (SEAGRASS) BERDASARKAN ZONA KEGIATAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PERAIRAN PULAU LOS KOTA TANJUNGPINANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

Hubungan Sedimen Permukaan Dengan Lamun di Kampung Masiran Gunung Kijang Kabupaten Bintan

PERBANDINGAN JENIS LAMUN DI PERAIRAN MALANG RAPAT DAN BERAKIT KABUPATEN BINTAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Gustini Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,


BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Kata kunci: Danau Buyan, Keramba Jaring Apung, Fitoplankton.

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

BAB 2 BAHAN DAN METODA

3. METODE PENELITIAN

DIPONEGORO JOURNAL OF MAQUARES Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 34-40

BAB 2 BAHAN DAN METODA

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA

Transkripsi:

HUBUNGAN KEBERADAAN DAN KERAPATAN JENIS LAMUN DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA AIR DI EKOSISTEM PADANG LAMUN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN Nurhapida, Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH Andi Zulfikar, S.Pi, M.P. Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH Diana Azizah, S.Pi. M.Si Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH ABSTRAK Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai maret 2016, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui komposisi jenis, kerapatan vegetasi, persentase tutupan distribusi lamun, dan hubungan tingkat kerapatan jenis lamun dengan parameter lingkungannya. Lokasi penelitian yaitu tepat di kawasan konservasi lamun atau Daerah KKLD Kabupaten Bintan yang terletak di Desa Berakit. Pembagian titik sampling pada kawasan ini yaitu sebanyak 35 titik yang tersebar secara acak (random) pertimbangan penentuan titik sampling pada kawasan Daerah Perlindungan Lamun ini yaitu berdasarkan sebaran lamun dan adanya tujuan tertentu atas pertimbangan bagi peneliti sendiri. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 4 jenis lamun di kawasan Daerah Perlindungan Lamun Lamun (DPL) perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan yaitu terdiri dari jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Halophilla ovalis. Kerapatan jenis lamun tertinggi pada penelitian di kawasan Daerah Perlindungan Lamun (DPL) Kabupaten Bintan yaitu jenis Thalassia hemprichii yang mencapai 1585 ind/m 2, sedangkan untuk penutupan lamun Thalassia hemprichii memiliki nilai persentase penutupan yang tinggi yaitu sebesar 26,72 %. Kata Kunci :Berakit, lamun, keberadaan dan kerapatan

Relation Density and Density Seagrass Type Parameter Physical Chemistry With Water In Seagrass Ecosystems Village Berakit Bintan Regency Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH Andi Zulfikar, S.Pi, M.P. Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH Diana Azizah, S.Pi. M.Si Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH ABSTRACT This study was conducted from February to March 2016, the purpose of this study is to determine the species composition, vegetation density, percent cover of seagrass distribution, and relationship density seagrass species with environmental parameters. The research location is right on the conservation area of seagrass or Regional KKLD Bintan district located in the village Berakit division of the sampling point in the region as many as 35 points scattered randomly (random ) consideration of the determination of the sampling point on the area of protected areas Seagrass This is based on distribution of seagrass and their specific purpose on consideration for the researchers themselves. Based on the results, the four types of seagrass in the region Beds Seagrass Protection Areas ( MPAs ) Rural water rafting Bintan District, which consists of a kind Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, and Halophilla ovalis. The highest density of seagrass species on research in the area of Seagrass Protection Areas ( MPAs ) are the type of Bintan regency Thalassia hemprichii that reached in 1585 ind/m 2, while for the closure of the seagrass Thalassia hemprichii have high closing percentage value that is equal to 26.72 %. As for the substrate in the region Seagrass Protection Areas ( MPAs ) Village Berakit Bintan regency which have the characteristics of pebbly sand substrate ( gravel and sand ) as the type of sandy substrate will allow seagrass to put down roots into the substrate. Based on the statistical test ( assumption) with a 95% confidence level ( α = 0.05 ), the results of multiple linear regression, it is known how much influence each - each independent variable on the seagrass density. Of all the independent variables can be seen from the values of temperature, salinity, current velocity, DO, nitrate, turbidity and depth have the negative value so as to provide a real impact on the dependent variable is the density value of seagrass Keyword Cs : Berakit, seagrass, presence, and density

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinas Kelautan Perikanan Bintan (2011) mengatakan Kabupaten Bintan merupakan wilayah yang memiliki rentang sangat penting bagi kehidupan masyarakat disana. Salah satu potensi laut yang banyak di jumpai di kawasan perairan bintan bagian timur yaitu ekosistem padang lamun yang memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi. Menurut Bappeda Kabupaten Bintan (2010) satu ekosistem terluas yang ada di KKLD Kabupaten Bintan adalah ekosistem lamun (sekitar 2,500 Ha). Padang lamun di KKLD Kabupaten Bintan telah memberikan kontribusi secara ekonomi dan jasa lingkungan yang besar pada lingkungan sekitar. Komposisi jenis lamun di KKLD Bintan diketahui mempunyai keragaman tertinggi di Indonesia, yaitu ada 11 spesies dari 13 spesies yang ditemukan di Indonesia. Salah satu wilayah perairan di Bintan yang memiliki hamparan vegetasi lamun yang luas adalah di perairan Desa Berakit. Survei awal lokasi yang di lakukan untuk melihat keberadaan lamun yang ada di perairan berakit cukup beragam jika dilihat secara langsung. Perairan berakit merupakan perairan dangkal yang jangkauan perairannya begitu luas untuk melihat keberadaan dan kerapatan jenis lamun. Selain itu latar belakang penelitian ini yaitu peneliti ingin melihat apakah ada hubungan yang erat antara kerapatan lamun dengan parameter lingkungan di perairan Desa Berakit itu sendiri, karena penelitian tentang hubungan kerapatan jenis lamun dengan parameter fisika kimia air di ekosistem padang lamun Desa Berakit Kabupaten Bintan belum pernah ada penelitian sebelumnya, dan masih minimnya data informasi tentang hubungan kerapatan lamun dengan parameter lingkungan di perairan Desa Berakit itu sendiri. METODE A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Kawasan lokasi penelitian ini merupakan salah satu Daerah Perlindungan Lamun (DPL) yang ada di Kabupaten Bintan. Sedangkan untuk waktu mulai dari awal persiapan penyusunan usulan sampai dengan ke tahap akhir penyusunan hasil dari penelitian yaitu mulai dari bulan September 2015 sampai dengan Mei 2016. dan perikanan yang memberikan dampak dan peranan yang B. Metode Pengumpulan Data Adapun metode pengumpulan data yaitu ada dua antara lain data primer data kualitas air dan data lamun yang di peroleh dari data analisis hasil pengukuran secara langsung di lapangan, dan data sekunder yaitu di peroleh dari instansi yang bersangkutan, referensi ilmiah dan dari jurnal-jurnal penelitian yang bisa dijadikan sumber acuan atau referensi untuk penelitian ini. C. Prosedur Penelitian a. Titik Sampel Lamun Menurut Ferianita (2007) penentuan titik sampel dalam penelitian ini menggunakan metode random atau secara acak. Penentuan lokasi ini yaitu berdasarkan kawasan sebaran lamun dan adanya tujuan tertentu atas pertimbangan bagi peneliti sendiri, sehingga kawasan ekosistem lamun yang dijadikan kawasan penelitian memiliki peluang yang sama besar untuk diambil sebagai sampel. Dari luasan ekosistem padang lamun di perairan Desa Berakit tersebut, pertimbangan penentuan titik sampling ditentukan berdasarkan sebaran lamun. Pengamatan ini bertujuan agar tidak terjadi bias pada sampling pengamatan data lamun dan data kualitas perairan sehingga didapatkan total titik koordinat pengamatan sebanyak 35 titik yang tersebar secara acak (Gambar 2). Gambar 2. titik koordinat sampling pengamatan penelitian b. Kerapatan jenis lamun Kerapatan jenis lamun dihitung menggunakan rumus Odum (1998) dalam Hardiyanti et al. (2011): Di = Ni / A Keterangan: Di = Kerapatan jenis (individu/m 2 ) Ni = Jumlah total tegakan spesies (tegakan) A = Luas daerah (m 2 )

c. Kerapatan jenis relatif (KR) Perbandingan antara jumlah individu jenis dan jumlah total individu seluruh jenis. Kerapatan relatif lamun di hitung dengan rumus : KR = ni/ n Keterangan : KR = Kerapatan Relatif ni = jumlah individu ke i n = jumlah individu seluruh jenis. d. Persentase total penutupan lamun Adapun penghitungan menurut KEPMENLH. No. 200 Tahun 2004 penutupan jenis lamun tertentu pada masing masing petak dilakukan dengan menggunakan rumus : C= (Mi x fi) fi Keterangan: C = persentase penutupan jenis lamun i Mi = persentase titik tengah kehadiran jenis lamun i Fi = banyaknya sub petak dimana kelas kehadiran jenis lamun i sama e. Indeks Keanekaragaman (H ) Keanekaragaman untuk mengukur kelimpahan komunitas dan keberagaman jenis pada suatu lokasi penelitian. Keanekaragaman ditentukan berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dengan rumus (Shanon, 1948 dalam Kasim 2013). Dimana: H = Indeks keanekaragaman Shannon = (Proporsi jenis ke-i) = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu seluruh jenis Kisaran Indeks keanekaragaman Shannon dikategorikan atas nilai-nilai sebagai berikut: H > 3 = Keanekaragaman jenis tinggi. 3 H 1 = Keanekaragaman jenis sedang. H < 1 = Keanekaragaman jenis rendah. f. Indeks Keseragaman Untuk menggambarkan penyebaran jumlah tegakan antar spesies yang berbeda. Yaitu dengan cara membandingkan indeks keanekaragaman dengan nilai maksimumnya, dengan rumus : Dimana: E = E = Indeks keseragaman H = Indeks keanekaragaman H maks = Indeks keanekaragaman maksimum = log 2 S 3,3219 log S (dimana S = jumlah jenis) Indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Kisaran Indeks keseragaman dikategorikan sebagai berikut: E > 0,6 = Ekosistem dalam kondisi stabil dan keseragaman tinggi. 0,6 E 0,4 = Ekosistem pada kondisi kurang stabil dan keseragaman sedang. E < 0,4 = Ekosistem dalam kondisi tertekan dan keseragaman rendah. g. Indeks Dominasi Untuk menggambarkan jenis Lamun yang paling banyak ditemukan, dapat diketahui dengan menghitung nilai dominasinya. Dominasi dapat dinyatakan dalam indeks dominasi simpson Brower (1989) dalam (Kasim 2013) : ( ) Keterangan: D = indeks dominasi ni = jumlah individu dari jenis ke-i N = jumlah total individu h. Hubungan keberadaan jenis lamun (berdasarkan indeks jaccard) Untuk melihat adanya keberadaan jenis lamun yang ada pada lokasi penelitian digunakan indeks kesamaan Jaccard (Krebs, 1989 dalam Umbora, 2013) yaitu untuk melihat lamun berdasarkan kehadiran atau keberadaan lamun pada setiap plot dengan rumus sebagai berikut: a SJ = (a+b-c) X 100 %

Keterangan : SJ = indesk similaritas a = jumlah jenis pada komunitas A b = jumlah jenis pada komunitas B c = jumlah jenis yang terdapat pada kedua habitat komunitas yang dibandingkan Pengukuran ini didasarkan skala nominal yaitu pada data ada dan tidak ada jenis dalam komunitas yang dibanding dengan mengukur tabel kontigensi 2x2 Tabel.4 Tabel kontigensi 2x2 Lokasi A Lokasi B Tidak Jumlah Ada ada Ada A B a + b Tidak ada C D c + d Jumlah a + c b + d N Nilai koofisien kesamaan berkisar di antara 0-1 atau bila dipersentasekan berkisar di antara 0-100%. Makin besar nilai yang diperoleh berarti makin besar kesamaan komunitas. Namun jika nilai 1 berarti komunitas yang dibandingkan benarbenar sama. D. Analisis Data Untuk menganalisi hubungan kerapatan lamun dengan kualitas air maka akan di hitung dengan rumus analisis regresi linier berganda yaitu untuk menghitung hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen (x 1, x 2,.xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif. Rumus persamaan regresi linear berganda yaitu sebagai berikut: y = a + β 1X 1 + β 2X 2 + β 3X 3+ β 4X 4 + β 5 X 5 + β 6 X 6 + β 7 X 7 + β 8 X 8 + β 9 X 9 Keterangan: Variabel Bebas y = kerapatan lamun a = intersep / titik potong Variabel Terikat = (parameter lingkungan) X 1 = variabel indenpenden / terikat (suhu) β 1 = koefisien suhu X 2 = variabel indenpenden / terikat (salinitas) β 2 = koefisien salinitas X 3 = variabel indenpenden / terikat (kec. Arus) β 3 = koefisien kec. arus X 4 = variabel indenpenden / terikat (DO) β 4 = koefisien DO X 5 = variabel indenpenden / terikat (ph) β 5 = koefisien ph X 6 = variabel indenpenden / terikat (Nitrat) β 6 = koefisien nitrat X 7 = variabel indenpenden / terikat (posfat) β 7 = koefisien posfat X 8 = variabel indenpenden / terikat (kekeruhan) β 8 = koefisien kekeruhan X 9 = variabel indenpenden / terikat (kedalaman) β 9 = koefisien kedalaman Dari data hubungan kerapatan jenis lamun dengan parameter lingkungan yaitu akan di analisis secara deskriftif dan uji statistik dengan software pengolah data yaitu menggunakan SPSS yang akan di sajikan dalam bentuk grafik dan gambar. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Wilayah Desa Berakit Desa Berakit merupakan desa yang secara admnistratif terletak di wilayah Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki luas wilayah ± 53,25 km 2 yang terdiri atas 2 Dusun, 4 RW dan 8 RT, dan juga terletak 13 meter diatas permukaan laut. Desa Berakit berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan di sebelah Utara dan Barat, di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Malang Rapat dan di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pengudang.(Kantor Desa Berakit, 2012). Secara umum Desa Berakit mengalami empat kali perubahan arah tiupan angin dalam setahun sama halnya dengan daerah lainnya di Pulau Bintan. Desember- Februari bertiup angin utara, Maret-Mei bertiup angin timur, bulan Juni-Agustus bertiup angin selatan dan bulan September- November bertiup angin barat. Angin dari arah utara dan selatan sangat berpengaruh terhadap terjadinya gelombang laut. B. Komposisi dan kerapatan jenis lamun Komposisi jenis lamun yang dijumpai di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan yaitu sebanyak 4 jenis, Yaitu terdiri dari Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Halophilla ovalis. Komposisi jenis dapat dihitung dengan membandingkan jumlah antara jumlah tegakan dari masing masing jenis dengan jumlah total tegakan dari semua jenis yang ditemukan.

Suhu ( 0 C) a. Kerapatan jenis lamun Berdasarkan hasil penelitian yang didapat yaitu dapat dilihat dari Gambar 4 untuk kerapatan jenis lamun. 5% 9% Enhalus acoroides Thalassia hemprichii 40% Cymodocea 46% rotundata Halophilla ovalis Gambar 4. Diagram Kerapatan Lamun Berdasarkan pengamatan kerapatan lamun yang dilakukan diperairan Desa Bearakit Kabupaten Bintan dapat diketahui kerapatan total jenis lamun dari 35 titik koordinat penelitian dalam satu kawasan yaitu jenis atau tegakan yang paling tinggi kerapatannya yaitu pada jenis Thalassia hemprichii yang mencapai 1585 ind/m 2, lalu jenis Cymodocea rotundata yang mencapai 1370 ind/m 2, kemudian jenis Enhalus acoroides yang mencapai 309 ind/m 2, dan yang paling rendah total kerapatan jenis lamun yaitu jenis lamun Halophilla ovalis yang hanya mencapai 174 ind/m 2. b. Persentase penututapan lamun Berdasarkan hasil penelitian yang didapat di DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Binta yaitu dapat dilihat dari Tabel 6 untuk kondisi tutupan lamun. Dari hasil pengamatan penutupan persentase lamun yaitu didapatkan jenis Thalassia hemprichii memilki nilai persentase penutupan yang tinggi yaitu sebesar 26,72 %, dan yang memilki nilai persentase penutupan yang paling rendah ialah Halophilla ovalis yang hanya sebesar 0,59 %. Sedangkan total nilai persentase penutupan lamun secara keseluruhan ialah sebesar 53,65%. c. Indeks Keseragaman, Keanekaragaman dan Dominasi Lamun Berdasarkan hasil penelitian yang didapat di kawasan DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan yaitu dapat dilihat dari Tabel 7 untuk kondisi indeks ekologi lamun. Berdasarkan pengamatan lamun di Desa Berakit Kabupaten Bintan keanekaragaman memiliki nilai 1,58. Dengan nilai tersebut dapat dikategorikan lamun di perairan DPL Desa Berakit memiliki keanekaragaman sedang. Keanekaragaman jenis spesies lamun juga dipengaruhi oleh faktor parameter lingkungan seperti kedalaman. Keseragaman memiliki nilai 0,79. Dengan nilai tersebut dapat dikategorikan lamun di perairan DPL Desa Berakit memiliki keseragaman tinggi dan stabil. Syari (2005) dalam Minerva et,al (2014) mengatakan bahwa jika indeks keseragaman lebih dari 0,6 maka ekosistem tersebut dalam kondisi stabil dan mempunyai keseragaman tinggi. Indeks keseragaman yaitu bisa menggambarkan penyebaran tegakan antar spesies yang berbeda. Dominasi memiliki nilai 0,44. Dengan nilai tersebut dapat dikategorikan lamun di perairan DPL Desa Berakit memiliki dominasi sedang. Jenis yang paling mendominasi jika dilihat dari nilai kerapatan dan tutupan lamun yaitu jenis Thalassia hemprichii. sedangkan untuk indeks dominasi dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar suatu spesies mendominasi suatu habitat. Parameter Fisika Kimia Perairan a. Suhu Hasil rata-rata pengukuran suhu di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar 5. 31 30 29 28 Suhu 1 4 7 101316192225283134 Titik sampling Gambar 6. Grafik Suhu di perairan Desa Berakit Dari hasil rata rata pengukuran suhu diatas yaitu berkisar antara 29 30. Kisaran suhu diatas tidak menunjukkan perbedaan yang sangat besar karena masih dalam kisaran optimun untuk lamun tumbuh dan berkembang. Adapun kisaran suhu optimun untuk lamun tumbuh dan berkembang yaitu pada suhu 28 0 C 30 0 C,

ecepatan Arus (m/s) ph Salinitas ( 0 / 00 ) DO (mg/l) b. Salinitas Hasil rata rata pengukuran salinitas di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar 32 30 Salinitas 9 8 7 6 DO 1 4 7 101316192225283134 Titik sampling 28 1 4 7 101316192225283134 Gambar 7. Grafik Salinitas Berdasarkan hasil pengukuran salinitas di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan hasil rata rata salinitas yaitu berkisar antara 29 31. Menurut Dahuri (2001) dalam Hasanuddin (2013) bahwa Lamun sebagian besar memiliki kisaran toleransi yang lebar terhadap salinitas yaitu antara 10 40. c. Kecepatan Arus Hasil rata rata pengukuran kecepatan arus di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar 0,20 0,10 0,00 Kec_Arus 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 Gambar 8. Grafik Kecepatan Arus Kecepatan arus di perairan Desa Berakit rata rata yaitu berkisar antara 0,08 0,11 m/s. Menurut Dahuri (2003) dalam Minerva et al (2014) menyatakan bahwa kecepatan arus perairan berpengaruh terhadap produktivitas padang lamun. d. Oksigen Terlarut (DO) Hasil rata rata pengukuran DO di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar Gambar 9. Grafik DO Nilai rata rata oksigen terlarut diperairan Desa berakit Kabupaten Bintan berdasarkan pengukuran yang dilakukan yaitu berkisar antara 7,2 8,2 mg, jika dilihat dari nilai hasil yang didapat DO memiliki rentan nilai yang tidak jauh berbeda disetiap titik. Menurut Efendi (2000) dalam putri (2004) kadar oksigen terlarut diperairan yaitu dipengaruhi oleh suhu, salinitas dan turbulensi air. e. ph (derajat keasaman) Hasil rata rata pengukuran ph di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar 8,30 8,20 8,10 8,00 7,90 ph 1 4 7 101316192225283134 Gambar 10. Grafik ph Dari hasil rata rata nilai ph yang diperoleh dari pengukuran di DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan berkisar antara 8,07 8,24. Menurut (Phillips dalam Zulkifli, et al. 2003) mengatakan nilai derajat keasaman ph optimum untuk pertumbuhan lamun berkisar 7,3-9,0. f. Nitrat (NO 3 ) Hasil rata rata pengukuran Nitrat di DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar

Kekeruhan (NTU) Pospat (mg/l) Kedalaman (m) Nitrat (mg/l) Gambar 11. Grafik Nitrat (NO 3 ) Dari hasil rata rata pengukuran nilai nitrat diperairan Desa Berakit Kabupaten Bintan yaitu berkisar antara 1,00 1,60 mg/l. g. Posfat (PO 4 ) Hasil rata rata pengukuran posfat di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar 4,00 2,00 0,00 2,00 1,00 0,00 Gambar 12. Grafik Posfat (PO 4 ) Dari rata rata hasil pengukuran posfat di DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan yaitu berkisar antara 0,01 2,25 mg/l. h. Kekeruhan Hasil rata rata pengukuran kekeruhan di DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar 10,00 5,00 0,00 Nitrat 1 5 9 131721252933 Pospat 1 5 9 13 17 21 25 29 33 Kekeruhan 1 4 7 101316192225283134 Gambar 13. Grafik Kekeruhan Dari rata rata pengukuran kekeruhan di DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan yaitu nilai nya berkisar antara 1.27 5,01 NTU, menurut Dahuri (2003) dalam Nurzahraeni (2014) mengatakan Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan proses fotosintesis, i. Kedalaman Hasil rata rata pengukuran kedalaman di DPL perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan dapat dilihat dari gambar 2,00 0,00 Gambar 14. Grafik Kedalaman Berdasarkan pengukuran rata rata kedalaman diperairan Desa Berakit Kabupaten Bintan yaitu berkisar antara 0.70 1.30 m. Menurut Putri (2004) dalam Minerva et al (2014) mengatakan jenis lamun akan ditemukan berbeda berdasarkan kedalaman perairan. j. Subtrat Subtrat merupakan salah satu media tempat dimana lamun tumbuh dan berkembang secara normal untuk memperoleh nutrien. Dari semua hasil pengukuran subtrat menggunakan GRADISTAT di dapatkan hasil secara keseluruhan yaitu memilki karakteristik subtrat pasir berkerikil, karena jenis subtrat berpasir akan memudahkan lamun untuk menancapkan akar ke dalam substrat. C. Analisis Regresi Linear Berganda a. Uji asumsi Kedalaman 1 5 9 13 17 21 25 29 33 Gambar 17. Grafik Uji Normalitas Data Nilai R 2 (koefisien determinasi / adjusted R-squared) = 61% yang artinya 61% variasi total kerapatan lamun dapat dijelaskan oleh variasi nilai variabel bebas. Uji F (F-statistic / Anova) menunjukkan bahwa nilai β (koefisien regresi) / nilai slope (kemiringan) secara signifikan menyimpang

dari 0 (pada α 0,05) dengan arah positif (dari nilai b pada persamaan regresi). Persamaan Regresi Linear Berganda : KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian tentang hubungan keberadaan dan kerapatan jenis lamun dengan parameter fisika kimia air di kawasan Daerah Perlindungan Lamun (DPL) Desa Berakit Kabupaten Bintan di dapatkan kesimpulan sebagai berikut adapun spesies lamun yang di jumpai diperairan tersebut antara lain jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Halophilla ovalis. Sedangkan untuk persentase penutupan totalnya yaitu sebesar 53,65% dalam status kurang sehat/kurang kaya. Untuk asosiasi jenis keberadaan lamun yaitu memilki hubungan yang berasosiasi positif dan tidak di jumpai spesies lamun yang tidak berasosiasi. Untuk spesies lamun jenis Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii merupakan jenis lamun yang paling banyak di jumpai bersama sama atau yang paling mendominasi di antara jenis lain yang di temukan pada lokasi penelitian. Hasil analisis regresi linier berganda dan korelasi berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi r sebesar 0.606 = 61%, yang artinya terdapat hubungan yang erat antara kerapatan lamun dengan kualitas air. Oleh karena itu dalam pengelolaan kawasan konservasi lamun perlu di adakan upaya pemantauan kondisi parameter lingkungan tersebut guna untuk pertumbuhan lamun itu sendiri agar lamun bisa tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan parameter lingkungannya. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan keberadaan dan kerapatan jenis lamun dengan parameter fisika kimia air di ekosistem padang lamun di tempat yang berbeda untuk bisa dibuat perbandingan agar bisa dilihat hubungan lamun dan parameter lingkungannya apakah memiliki keterkaitan yang erat untuk keberadaan dan pertumbuhan lamun, sehingga menghasilkan data atau informasi yang bisa digunakan untuk perbandingan atau acuan untuk penelitian selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Adriansyah, A. 2014. Analisis Komunitas Padang Lamun Di Perairan Berakit Malang Rapat Dan Teluk Bakau Kabupaten Bintan. Skripsi, UMRAH. Arizuna, M, Djoko, dan Max R. 2014. Kandungan Nitrat dan Fosfat Dalam Air Pori Sedimen Di Sungai Wedung Demak. Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 7-16. http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/maquare s Dedi, S. 2007. Ekologi Laut Tropis. Generated: 20 December, 2013, 15:52 : http://web.ipb.ac.id/~dedi_s Deli, W. 2014. Iventarisasi Jenis Jenis Lamun (Seagress) Di Perairan Pantai Desa Waai Dan Liang. Seminar Nasional Basic Science VI F-MIPA UNPATI. Ambon. DKP Bintan. 2011. Profil Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan. Ferianita, M. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Cetakan ke-1. Jakarta : BUMI AKSARA Hardiyanti, S, Muh. Ruslan U dan Dody P. 2011. Analisis Vegetasi Lamun Di Perairan Pantai Mara Bombang Kabupaten Pinrang. E Journal : FMIPA Universitas Hasanuddin, Makasar. Hasanuddin, R. 2013. Hubungan Antara Kerapatan Dan Morfometrik Lamun Enhalus Acoroides Dengan Subtrat dan Nutrien di Pulau Sarappo Lompo Kab. Pangkep. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 200. 2004. Kriteria Tentang Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51. 2004. Tentang Baku Mutu Air Laut.

Kasim. M. 2013. Struktur Komunitas Padang Lamun Pada Kedalaman yang Bebeda Di Perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan. Skripsi, UMRAH. Putri, A.E., 2004. Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Pantai Pulau Tidung Besar Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi, IPB. Bogor. Mckenzie,L.J. 2007. Seagrass-Watch: Guidelines for Philippine Participation Balinao Marine Laboraty, University of the Philippines, 9 th 10 th April 2007( DPI & F, Cairns). 36 pp. Ismail. S. 2011. Komposisi Jenis, Kerapatan, Persen Penutupan dan Luas Penutupan Lamun di Perairan Pulau Panjang Tahun 1990-2010. Skripsi, ITB. Bogor. Minerva, A, Frida dan Agung. 2014. Analisis Hubungan Keberadaan dan Kelimpahan Lamun Dengan Kualitas Air Di Pulau KarimunJawa, Jepara, Volume 3, Nomor 3, 2014 : 88-94. http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/maquare. Nainggolan, P., 2011. Distribusi Spasial dan Pengelolaan Lamun (Seagrass) Di Teluk Bakau, Kepulauan Riau. Skripsi, IPB. Bogor. Nurhidayah. 2014. Hubungan Kandungan Nitrat Terhadap Pertumbuhan Lamun Cymodocea Serrulata Di Perairan Pulau Dompak Tanjungpinang Kepulauan Riau. Skripsi, UMRAH Nurzahraeni. 2014. Keragaman Jenis Dan Kondisi Padang Lamun Di Perairan Pulau Panjang Kepulauan Derawan Kalimantan Timur. Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makassar. Pailin, J.,B., 2009, Asosiasi Inter-Spesies Lamun di Peraira Ketapang Kabupaten Seram Bagian Barat., Jurnal Triton, Volume 5, Nomor 2, Oktober 2009, hal. 19 25, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Ambon. Rahmawati, S. Indarto, H. S, Husni, A dan Kiswara, W. 2014. Panduan Monitoring Padang Lamun. Panduan Monitoriong Padang Lamun/Editor : Malikusworo Hutomo, Anugerah Nontji. Jakarta : COREMAP CTI LIPI 2014. Rapi, Z. 2014. Laju Penjalaran Rhizoma Lamun Yang Di Transplantasi Secara Multispesies Di Pulau Barrang Lompo. Skripsi, UNIVERSITAS HASANUDDIN Rostika, 2014. Struktur Komunitas Ikan Padang Lamun di Perairan Teluk Bakau Pulau Bintan Kepulauan Riau. E Journal : FIKP UMRAH. Sakarudin, M. 2011. Komposisi Jenis, Kerapatan, Persen Penutupan dan Luas Penutupan Lamun di Perairan Pulau Panjang Tahun 1990 2010. Skripsi, IPB. Bogor. Sarah, 2015. Analisis Biomassa Lamun Di Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. E Journal : FIKP UMRAH. Supriharyono, MS. 2007. Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati. Cetakan ke-1. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR Zulkifli, dan Efriyeldi. 2003. Kandungan Zat Hara dalam Air Poros dan Air Permukaan Padang Lamun Bintan Timur Riau. Jurnal Natur Indonesia 5(2): 139-144 (2003). Jurusan Ilmu Kelautan, Faperika, Universitas Riau.