III KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN Latar Belakang

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

PERFORMAN PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. PRIMATAMA KARYA PERSADA DENGAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING DI KOTA BENGKULU

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kemitraan Agribisnis. Julian Adam Ridjal. PS Agribisnis Universitas Jember

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan

PENDAHULUAN Latar Belakang

NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 940/Kpts/OT.210/10/97 TENTANG PEDOMAN KEMITRAAN USAHA PERTANIAN

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah)

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan

VI POLA KEMITRAAN. Perusahaan Inti DUF. Perusahaan Pemasok Sapronak

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN KEMITRAAN DAN PERLINDUNGAN USAHA PETERNAKAN DI PROVINSI BALI

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Konsep formal

Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi, keseimbangan bidang pertanian dengan industri Pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan; Pembangunan ekono

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sektor agribisnis, selain terletak di daerah tropis juga mempunyai

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dianggap cukup representatif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Dalam

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUDIDAYA PEPAYA BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN TEKNOLOGI KOMPOS AKTIF. (Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jambi) 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PROGRAM PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB. X. JARINGAN USAHA KOPERASI. OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kemitraan di Indonesia

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 348/Kpts/TP.240/6/2003 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA HORTIKULTURA MENTERI PERTANIAN,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

POLA KEMITRAAN PT SAYURAN SIAP SAJI DENGAN MITRA BELI BAWANG BOMBAY DI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Transkripsi:

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah atau besar (perusahaan mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan dan memperkuat (LIPTAN, 2000). Menurut Kartasasmita (1996) dalam Saptana, et al (2009) kemitraan usaha terutama dalam dunia usaha adalah hubungan antar pelaku usaha yang di dasarkan pada ikatan usaha saling menguntungkan dalam hubungan antar pelaku usaha yang di dasarkan pada ikatan usaha yang saling menguntungkan dalam hubungan kerja yang sinergis, yang hasilnya bukanlah suatu zero-sum-game, tetapi positive-sum game atau win-win situation. Dengan perkataan lain kemitraan usaha merupakan hubungan kerjasama antar usaha yang sejajar, dilandasi prinsip saling menunjang dan saling menghidupi berdasarkan asas kekeluargaan dan kebersamaan. Kemitraan usaha agribisnis atau pertanian kontrak adalah hubungan bisnis usaha pertanian yang melibatkan satu atau sekelompok orang atau badan hukum dengan satu atau kelompok orang atau badan hukum lainnya, dimana masing-masing pihak memperoleh penghasilan dari usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan dengan tujuan terciptanya keseimbangan, keselarasan dan saling melaksanakan etika bisnis menurut Suwandi (1995) dalam Iqbal (2008). Kemitraan usaha agribisnis merupakan suatu perjanjian antara perusahaan dan petani yang didalamnya terdapat beberapa kesepakatan antara kedua belah pihak. Kesepakatan umum yang biasa dilakukan oleh perusahaan yaitu menyediakan sejumlah dukungan proses produksi, antara lain pasokan input dan penyediaan konsultasi teknis. Sebaliknya, pihak petani dipersyaratkan untuk menyediakan komoditas spesifik berdasarkan standar mutu dan jumlah yang ditentukan oleh pihak perusahaan. 24

Selanjutnya pihak perusahaan juga di haruskan memberikan komitmen di dalam mendukung proses produksi dan produksi yang dihasilkan oleh petani (ACIAR, 2009). Menurut Erappa, S (2006) dalam ACIAR (2009) perjanjian kemitraan usaha agribisnis mencakup tiga wilayah, antara lain : 1) Pasar, perusahaan dan petani menyepakati penjualan dan pembelian yang akan dilaksanakan di masa depan. 2) Sumberdaya, perusahaan menyepakati untuk menyediakan input dan dukungan teknis 3) Spesifikasi proses produksi, petani menyepakati untuk mengikuti persyaratan oleh pihak perusahaan dalam melaksanakan kegiatan proses produksi Sementara itu menurut Patrick et al (2004) dalam ACIAR (2009) kemitraan usaha agribisnis merupakan sebuah sistem intermediasi produksi dan pemasaran, yang membagi risiko produksi dan pemasaran di antara pihak agribisnis dengan petani. Hal ini dapat dilihat sebagai cara untuk mengurangi biaya transaksi yang tinggi yang diakibatkan oleh kegagalan pasar atau pemerintah di dalam menyediakan input-input yang dibutuhkan (misalnya, kredit, asuransi, informasi, prasarana dan faktor-faktor produksi) serta institusi pasar. 3.1.2 Jenis-Jenis Kemitraan Usaha Menurut Daryanto, A (2007) Dalam pengembangan usaha kecil disektor peternakan di Indonesia, terdapat beberapa pola atau bentuk kemitraan antara usaha kecil atau petani dengan pengusaha besar, yang dapat digolongkan sebagai berikut : 1) Pola kemitraan inti plasma yaitu hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana kelompok mitra bertindak sebagai plasma inti. Perusahaan mitra membina kelompok mitra dalam hal penyediaan dan penyiapan lahan (kandang), pemberian saprodi (sapronak), pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi, pembiayaan, dan bantuan lain seperti efisiensi dan produktifitas usaha. 25

2) Pola kemitraan sub kontrak yaitu hubungan kemitraan antar kelompok mitra dengan perusahaan mitra dimana kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. 3) Pola kemitraan dagang umum yaitu hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Dalam pola ini pihak yang terlibat adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas tertentu. Penerapan pola banyak dijumpai pada kegiatan agribisnis hortikultura, dimana kelompok tani hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi kemudian bermitra dengan swalayan atau kelompok supermarket. Pihak kelompok tani berkewajiban memasok barang-barang dengan persyaratan dan kualitas produk yang telah disepakati bersama. 4) Pola kemitraan kerjasama operasional, yaitu hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dengan perusahaan mitra. Umumnya kelompok mitra adalah kelompok yang menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja. Sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaaan sarana produksi lainnya. Terkadang perusahaan mitra juga berperan sebagai penjamin pasar dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. Pola ini sering diterapkan pada usaha perkebunan tebu, tembakau, sayuran dan pertambakan. Dalam pola ini telah diatur tentang kesepakan pembagian hasil dan risiko. 3.1.3 Manfaat dan Masalah Kemitraan Usaha Dua pelaku utama dalam kemitraan usaha agribisnis adalah petani dan perusahaan inti. Manfaat utama dari kesepakatan kontrak yang diterima petani adalah adanya jaminan dari perusahaan inti untuk membeli hasil produksi berdasarkan spesifikasi parameter kuantitas dan kualitas tertentu. Berikutnya, kemitraan usaha agribisnis juga dapat membantu agribisnis dalam mempermudah akses terhadap teknis dan jasa penyuluhan yang sebelumnya relatif kurang atau tidak dapat diperoleh petani. Disamping itu, melalui kemitraan usaha agribisnis, agribisnis diharapkan dapat mengatur dan mengurus kredit ke lembaga perbankan komersial untuk pembelian sarana produksi. Singkatnya, manfaat potensial yang dirasakan petani dalam kemitraan antara lain dalam hal penyediaan sarana dan jasa produksi, akses terhadap fasilitas kredit, 26

introduksi teknologi tepat guna, transfer keterampilan, jaminan struktur harga, akses terhadap pasar (Iqbal, 2008), kemudahan dalam memperoleh informasi dan meningkatkan kesempatan kerja khususnya bagi keluarga (Simmons, 2002). Adanya kerjasama kemitraan dalam bidang peternakan dapat menguntungkan kedua belah pihak yaitu perusahaan dan peternak. Kontrak kemitraan memungkinkan adanya dukungan yang lebih luas serta dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan minimnya informasi. Kontrak kemitraan bagi perusahaan (inti) memberikan manfaat antara lain meningkatkan keuntungan dari penjualan produk, dan keuntungan dari pembelian sarana produksi peternakan serta omset penjualan dan permintaan pasar tetap dapat dipenuhi. Sebagian besar petani merasakan manfaat dari terjalinya kemitraan itu sendiri, terutama adanya jaminan pemasaran dari perusahaan inti, selain itu terciptanya lapangan kerja baru, harga penjualan stabil karena dijamin perusahaan, tidak diperlukan modal sendiri, risiko kerugian kecil dan tambahan pengetahuan bagi peternak menurut Mulyantono (2003) dalam Priyono, B.S, et al (2004). Lengkapnya, manfaat yang diterima peternak dan perusahaan inti dalam kemitraan usaha peternakan dapat disimpulkan pada Tabel 12. Perlu digarisbawahi bahwa kemitraan dapat diperoleh beberapa manfaat sebagaimana dikemukakan di atas, dalam prakteknya kemitraan ditemui beberapa permasalahan. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dikategorikan sebagai dampak negatif dari implementasi kemitraan itu sendiri (Iqbal, 2008) Ranti Lucky (2010) dalam Agrina (2010) menyatakan bahwa melakukan kemitraan kemungkinan besar bagi peternak plasma dapat mengalami kerugian apabila kualitas dan kuantitas sapronak yang diberikan oleh perusahaan inti kurang bagus, pembayaran sisa hasil usaha yang lambat, penentuan panen yang dominan, dan fluktuasi harga yang sebagian besar ditentukan oleh perusahaan inti. Hal tersebut dapat dicegah dengan mempertimbangkan beberapa hal sebelum melakukan kemitraan dengan perusahaan inti, yaitu peternak terlebih dahulu mengetahui penggunaan sapronak dan peternak harus membandingkan dengan perusahaan inti lain dengan cara membandingkan brosur (penawaran) harga kontrak dari perusahaan inti 27

Tabel 12. Manfaat Kemitraan Usaha Peternakan dari Perspektif Peternak dan Perusahaan Inti No Peternak Perusahaan Mitra 1 2 3 4 5 Sarana produksi dan jasa pelayanan disediakan oleh perusahaan inti Kemitraan usaha dilaksanakan melalui pola kredit yang di fasilitasi perusahaan inti Kemitraan usaha biasanya dilengkapi dengan introduksi teknologi baru, sehingga peternak dapat pengetahuan dan pengalaman baru memperoleh Peternak memperoleh kepastian harga lebih awal, sehingga peternak dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru Membuka peluang pasar yang sebelumnya tidak bisa di akses peternak Kemitraan usaha dengan peternak lebih bisa diterima secara politis (politically acceptable) dibandingkan kerjasama kemitraan usaha dengan perusahaan lain Kerjasama dengan peternak dapat menghindari keterbatasabn perusahaan inti dalam pengusahaan lahan Produksi lebih terjamin dibandingkan membeli di pasar dan perusahaan inti dapat mengurangi risiko karena tanggung jawab usaha produksi berada di tangan peternak Kualitas produksi dapat diperoleh secara konsisten dibandingkan membeli produk di pasar Dalam pelaksanaan kemitraan usaha ini juga mempunyai kelemahankelemahan, misalnya bagi perusahaan inti bisa terjadi over supply apabila panen terjadi bersamaan. Sementara bagi peternak tidak bisa antara lain penetapan harga jual oleh perusahaan menyebabkan peternak tidak mendapatkan keuntungan maksimal, peternak tidak bisa memasarkan hasil produknya ke pihak lain karena terikat perjanjian dengan pihak inti (Priyono, B.S, et al 2004) Dibalik harapan dan keberhasilan atas kemitraan, beberapa masalah timbul dalam implementasi (penerapannya) 1. Beberapa masalah yang menggangu kelancaran pelaksanaan kemitraan antara lain : 1 Ahmad Zazali. Pola Inti Plasma, Kemitraan Harus Ditinjau Ulang. Hlm 1. 28

1) Terjadinya pelanggaran perjanjian baik dilakukan oleh perusahaan inti maupun petani 2) Masalah alih teknologi yang berjalan setengah-setengah menyebabkan tingkat produktivitas rendah 3) Latar belakang petani yang beragam, sehingga sering terjadi beberapa masalah seperti petani tidak menguasai teknologi dan teknis budidaya Selain itu menurut Priyono, B.S, et al (2004) menyatakan terdapat beberapa faktor penghambat keberhasilam kemitraan, antara lain : 1) Ada beberapa aturan yang tidak termuat dalam surat perjanjian. 2) Harga sapronak baru diketahui pada saat pelunasan. 3) Peternak tidak mengetahui cara perhitungan bonus. 4) Penyuluhan yang dilakukan pihak inti tidak menyeluruh. 5) Jadwal pengisian bibit tidak tepat waktu. 6) Jadwal pemanenan kadang tidak tepat waktu. 3.1.4 Syarat Keberhasilan Kemitraan Usaha Menurut Priyono, B.S, et al (2004), peternak menilai bahwa pelaksanaan kemitraan sejauh ini bisa berjalan baik karena ada beberapa faktor pendukungnya, antara lain : 1) Adanya perjanjian tertulis yang mengikat ke dua belah pihak. 2) Kredit diberikan dalam bentuk sapronak bukan uang tunai. 3) Sapronak diantar langsung ke lokasi kandang. 4) Pembimbingan oleh tenaga ahli dari perusahaan inti. Secara garis besar, kemitraan usaha antara mitra dengan perusahaan inti dijalin dalam suatu mekanisme perjanjian dengan memperhatikan aspek-aspek yang berhubungan dengan kondisi prasarana dan sarana, komponen kegiatan, dan dukungan 29

kebijakan pemerintah. Pada akhirnya, harmonisasi mekanisme kontrak dapat memberikan umpan balik bagi kedua belah pihak yang menjalin kontrak (Iqbal, 2008). Menurut Eaton (2001) dalam Iqbal (2008) paling sedikit ada tiga aspek kemitraan usaha yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu koordinasi produksi, pengelolaan budidaya, dan pola hubungan dengan mitra. Jika ketiga aspek ini tidak dijalankan secara sinergis, maka implementasi kemitraan usaha sulit berjalan mulus. Koordinasi produksi terkait dengan lokasi usaha agribisnis, seleksi mitra, formasi kelompok kerja, pengaturan sarana dan prasarana produksi dan kredit berikut pendistribusiannya, dan pengaturan pembelian produksi. Pengelolaan budidaya meliputi jasa penyuluhan, transfer teknologi, jadwal produksi, dan pelatihan. Sementara pola hubungan dengan peternak mencakup partisipasi dan eksistensi forum organisasi mitra. Hal tersebut dapat digambarkan pada Gambar 1. Menurut Simmons (2002) bahwa keberhasilan kemitraan usaha adanya dukungan dari faktor lingkungan dan adanya manajemen kemitraan. Unsur-unsur yang terdapat pada faktor lingkungan dipengaruhi oleh adanya kekuatan pasar, kebijakan pemerintah khususnya pada ekonomi makro, teknologi modern yang dapat mempengaruhi produksi, dan kepemilikan lahan. Sedangkan manajemen kemitraan biasanya dipengaruhi oleh seleksi petani kontrak dan resolusi konflik. 30

Mitra Perusahaan Inti Kondisi Sarana dan Prasarana : - Pasar (fisik dan sosial) - Dana dan Keuangan - Prasarana dan Sarana - Bahan - Komunikasi Komponen Kegiatan : - Proses Produksi - Kebijakan Harga - Penyuluhan - Seleksi Mitra - Sarana Produksi - Pembayaran - Penelitian - Pelatihan Kontrak Administrasi dan Ketatalaksanaan Kontrak Implementasi Kontrak Keragaan Produksi Pengawasan (Monitoring) Kebijakan Pemerintah : - Stabilisasi Politik - Jasa Pelayanan Publik - Pengawasan - Regulasi Industri Umpan Balik : Modifikasi Penyesuaian Kontrak Adaptasi dan Inovasi Alokasi dan Distribusi Gambar 1. Mekanisme Kemitraan Usaha (Eaton 2001 dalam Iqbal 2008) 31

3.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan Usaha Keterlibatan petani melakukan kemitraan adalah untuk memperkecil risiko ketidakpastian pemasaran hasil produk pertanian mereka. Bagi petani kecil, model kemitraan merupakan salah satu jalan keluar untuk mananggulangi masalah-masalah klasik yang selalu dihadapinya selama ini 2, yaitu : 1) Persaingan yang tidak seimbang antara petani kecil dan petani bermodal besar yang lebih mampu membeli dan menyewa teknologi maju dalam proses produksi mereka. 2) Mahalnya teknologi, fasilitas dan ketersediaan sarana produksi masih sangat terbatas, apalagi di Negara-negara yang masih terbelakang seperti Indonesia. 3) Akses petani untuk mendapatkan kredit sulit. 4) Tidak mampunya pasar lokal menampung hasil pertanian yang tidak tahan lama dan harga tidak pernah menetap bahkan kadang-kadang turun secara mendadak pada saat panen raya. 5) Sulitnya menembus pasar internasional, kecuali sebelumnya petani telah mempunyai jaringan yang luas. Menurut Masakure dan Henson (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan untuk bermitra, diantaranya : mengurangi ketidakpastian pasar, (pasokan input, permintaan pasar, dan harga), memperoleh keterampilan dan penambahan pendapatan petani. Menurut Purnaningsih (2007), bahwa alasan utama petani melakukan kemitraan karena adanya jaminan pemasaran, kemudian karena tersedia benih atau bibit, saprodi, produktivitas yang tinggi, adanya petugas pendamping dan karena adanya keikutsertaan petani lain dalam melakukan kemitraan. Apabila komponen tersebut sesuai dengan kebutuhan usaha, maka itulah alasan petani melakukan kemitraan. Alasan tersebut tidak semata-mata merupakan keuntungan secara ekonomi. Di satu sisi bahwa kemudahan dalam prosedur atau aturan kerjasama, sistem penetapan harga, dan 2 Ibid, Hlm 5-6 32

kemungkinan petani mencapai standar mutu yang ditetapkan oleh mitranya, merupakan hal-hal positif yang dapat meningkatkan peluang petani melakukan kemitraan. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Kemitraan adalah suatu proses maka keberhasilannya secara optimal tidak selalu dapat dicapai dalam waktu yang singkat, melainkan dalam jangka waktu yang panjang. Kesinambungan usaha dari kemitraan tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan suatu kemitraan tersebut dijalankan, tetapi juga lebih mengarah kepada hubungan antar manusia yang menjalankan usaha kemitraan tersebut. Karena kemitraan tidak akan terjadi tanpa adanya mitra atau partner yang dapat diajak untuk bekerjasama. Hal penting dalam mencapai kesinambungan kerjasama kemitraan adalah adanya kerjasama yang baik antara kedua belah pihak, karena kelanggengan tidak akan tercapai jika salah satu pihak memutuskan hubungan kerjasama. Dalam hal ini ada beberapa karakteristik yang berpengaruh dalam mendorong atau menggerakkan peternak yang akan mengarahkan pada pembuatan keputusan peternak untuk menjadi mitra kerja atau memutuskan untuk tidak bermitra. Karakteristik yang mempengaruhi peternak ayam broiler melakukan kemitraan di Kota Depok dapat dilihat karakteristik peternak ayam broiler melakukan kemitraan di Kota Depok meliputi umur, lama pendidikan, lama usahaternak ayam broiler, jumlah tanggungan keluarga, prioritas usahaternak ayam broiler, dan luas kandang. Karakteristik usahaternak ayam broiler peternak adalah alasan usahaternak ayam broiler, pengalaman bermitra, sumber informasi mengenai perusahaan inti, alasan peternak plasma ayam broiler melakukan kemitraan dan manfaat bergabung dengan perusahaan inti. Penggalian akan hal tersebut dianggap salah satu karakteristik yang dapat dijadikan sebagai sebuah strategi untuk pengembangan manajemen usaha ternak ayam broiler. Keterkaitan antara karakteristik di atas disajikan dalam bagan alur kerangka pada Gambar 2 33

Sektor peternakan memiliki nilai potensial untuk dikembangkan : - Pertumbuhan PDB di Indonesia pada subsektor peternakan - Tingkat konsumsi di Indonesia - Populasi di Indonesia khususnya pada subsektor peternakan Peningkatan populasi ayam broiler berdasarkan tingkat propinsi khususnya pada Jawa Barat Permasalahan peternak ayam broiler (aspek pasar, permodalan, teknologi) Pemberdayaan masyarakat melalui pola kemitraan di Jawa Barat Perkembangan produksi dan populasi ayam broiler di Kota Depok Partisipasi masyarakat Kota Depok melalui kemitraan Perusahaan Inti Peternak mitra Peternak non mitra Hubungan kemitraan - Karakteristik peternak plasma ayam broiler - Karakteristik usahaternak ayam broiler Rekomendasi kerjasama kemitraan ayam broiler : Pembanding Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Penelitian tentang Analisis Karakteristik Peternakan Ayam Broiler Sebagai Plasma Kemitraan Pola Inti Plasma di Kota Depok 34