BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data ketidaksesuaian atau defect atau punch list yang terjadi pada 8 proyek yang

dokumen-dokumen yang mirip

BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK

BAB VI KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK. tahapan tahapan tertentu dalam pengerjaannya. Berlangsungnya kemajuan

PENGAMATAN PEKERJAAN FINISHING DINDING, LANTAI DAN PLAFON PADA BANGUNAN OFFICE AT PASAR BARU.

BAB VI KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK

BAB VI KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK

1. PROJECT MANAGER (PM)

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB XIII PEKERJAAN PLAFOND DAN DINDING PARTISI

: MUHAMMAD IQBAL NPM : DOSEN PEMBIMBING : DIMYATI, ST., MT

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Pelaksanaan Pekerjaan Balok Dan Plat Lantai Pada Gedung 2 Lantai 5 Pusat Pemerintahan Kota Tangerang Selatan

MM-100 PEREKAT PASANGAN BATA RINGAN THIN BED

BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK

BAB VI KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK

PENGAMATAN PELAKSANAAN PEKERJAAN INTERIOR DINDING DAN PLAFOND OLEH : YUNA ARIFAH PRESENTASI LAPORAN KERJA PRAKTEK

STUDI PERBANDINGAN KOEFISIEN MATERIAL DAN EVALUASI INDEKS PRODUKTIFITAS PADA PEKERJAAN PASANGAN BATU BATA, PLESTERAN DAN ACIAN

BAB VII MANAJEMEN KONSTRUKSI

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek atau pekerjaan dan memberikannya kepada pihak lain yang mampu

BAB IV : TINJAUAN KHUSUS PROYEK

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BIDANG KONSTRUKSI SUB BIDANG TUKANG BANGUNAN GEDUNG PEMASANGAN PENUTUP LANTAI DAN DINDING F.45...

BAB VI PENGENDALIAN MUTU PROYEK

METODE PELAKSANAAN PEMASANGAN KERAMIK

Metode Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Bangunan

BAB VI PENGENDALIAN MUTU PROYEK

BAB VI PENGENDALIAN PROYEK. Pengawasan (controlling) adalah suatu penilaian kegiatan dengan

METODE KERJA PEKERJAAN ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG

BAB V METODE PELAKSANAAN KONSTRUKSI KOLOM DAN BALOK. perencanaan dalam bentuk gambar shop drawing. Gambar shop

BAB VI PENGENDALIAN PROYEK

BAB III: TINJAUAN INSTANSIONAL PROYEK

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN DRAINASE

BAB V METODE PELAKSANAAN KONSTRUKSI

BAB VI KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK. merupakan aspek yang harus dipersiapkan dan dilaksanakan dengan sebaikbaiknya.

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN KOMUNIKASI DI TEMPAT KERJA

BAB II KARAKTERISTIK & MANAJEMEN PROYEK

BAB VI PENGENDALIAN MUTU PROYEK

DATA PROYEK BAB II DATA PROYEK

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. digunakan dalam pelaksanaan pembangunan proyek, oleh karena itu dibutuhkan

PERENCANAAN DAN PEMANTAUAN PROYEK

PERBANDINGAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUMAH MPANEL DENGAN RUMAH PRACETAK PADA PEMBANGUNAN RUMAH SEDERHANA DI SAWOJAJAR MALANG

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN DRAINASE

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Pekerjaan pondasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu pondasi dangkal dan pondasi


BAB IV PERANCANGAN GAMBAR

BAB VI SPESIFIKASI TEKNIK


BAB VI PENGENDALIAN PROYEK

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK PT.NUSA RAYA CIPTA

Laporan Kerja Praktik Nusa Konstruksi Enjiniring - Proyek Apartemen Ciputra International Tower 4&5 BAB 3 TINJAUAN UMUM PROYEK

INSPEKSI PROSES PELAKSANAAN DAN CACAT PADA DINDING PANEL PRACETAK SUATU PROYEK APARTEMEN

BAB V ANALISIS SISTEM MANAJEMEN MUTU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I SYARAT SYARAT PENAWARAN

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. keterbatasan terhadap waktu, anggaran dan sumberdaya serta memiliki spesifikasi

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN

PERNYATAAN ANTI PLAGIAT..

BAB I PENDAHULUAN. Pada pelaksanaan proyek biasanya terjadi berbagai kendala, baik kendala

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB VI LAPORAN KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK. Dalam setiap proyek konstruksi, perencanaan, dan pengendalian merupakan

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Kolom merupakan suatu elemen struktur yang memikul beban Drop Panel dan

LAPORAN PRAKTIK PROFESI PENGAWASAN PEMBANGUNAN GEDUNG SMK STRADA PABUARAN - TANGERANG

BAB IV ALAT DAN BAHAN PELAKSANAAN. Pada proyek Lexington Residences hampir semua item pekerjaan menggunakan

5.1. Analisa Pengukuran Kinerja Supply Chain Pada Proyek Studi Kasus

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DISPERINDAGSAR BOYOLALI (DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PASAR) PT WIDHA DYAH AYU PURBO SIWI 2B314953

Cara membuat network planning manual

MEMPELAJARI PROSEDUR PELAKSANAAN PROYEK DAN PROSES PEROLEH SERTIFIKASI ISO 9001 PADA PT. TOTAL BANGUN PERSADA TBK

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

BAB IV : TINJAUAN KHUSUS PROYEK

BAB IV GAMBARAN UMUM PROYEK


Kontraktor. Konsultan Pengawas. Konsultan Perencana

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V : DETAIL PELAKSANAAN PRAKTIK PROFESI

BAB II DATA PROYEK PADINA SOHO & RESIDENCE. penghubung antara dua provinsi, yaitu Tangerang dan Jakarta. Selain itu, jalan ini

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. arus vertical dan horizontal dalam struktur organisasi untuk menghindari

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

LAPORAN KERJA PRAKTEK PROYEK APARTEMEN CITY LIGHT CIPUTAT TANGERANG SELATAN

10/6/ Pengantar

BAB II: TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 30 Tahun 2009 TANGGAL : 30 September

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

BAB IV: TINJAUAN KHUSUS PEKERJAAN FINISHING UNIT

BAB V LAPORAN PROSES PENGAMATAN PELAKSANAAN PROYEK PEMBANGUNAN RUKO SETIABUDHI - BANDUNG

PENENTUAN KOEFISIEN PRODUKTIFITAS PEKERJAAN BEKISTING DAN PEMBESIAN PADA PROYEK GRHA WIDYA MARANATHA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Departemen Teknik Sipil Universitas Indonesia 2016

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN TANAH

Gambar 1.2 View Design Hotel Travello Bandung Proses Pengadaan Proyek Jenis Lelang Proyek Proyek pembangunan Hotel Travello Bandung, o

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Studi Kasus. Metode Pengumpulan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

BAB 5 TEMUAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Pengambilan data ketidaksesuaian Data ketidaksesuaian atau defect atau punch list yang terjadi pada 8 proyek yang selesai tahun 2011 didapatkan dari salah satu departemen di kantor pusat sebuah kontraktor yang melakukan inspeksi internal sebelum diserah terimakan kepada pelanggan. Pada Lampiran A terdapat data defect yang dibagi dalam 8 bagian yaitu : 1. Proyek A pada lampiran A1 yang berisikan data sebanyak 3 lembar 2. Proyek B pada lampiran A2 yang terdapat data sebanyak 3 lembar 3. Proyek C pada lampiran A3 yang berisikan data sebanyak 5 lembar 4. Proyek D pada lampiran A4 yang terdapat data sebanyak 6 lembar 5. Proyek E pada lampiran A5 yang berisikan data sebanyak 7 lembar 6. Proyek F pada lampiran A6 yang terdapat data sebanyak 3 lembar 7. Proyek G pada lampiran A7 yang berisikan data sebanyak 4 lembar 8. Proyek H pada lampiran A8 yang juga terdapat data sebanyak 4 lembar Kita lihat data ketidaksesuaian Proyek A pada lampiran A1 terdapat 7 kolom dan banyak baris. Berikut ini penjelasan untuk kolom terlebih dahulu dimulai dari sebelah kiri yaitu : BAB IV - 1

a. Kolom pertama berisi nomor urut defect pada setiap ruangan atau unit. b. Lalu kolom kedua berisi jumlah defect yang terjadi untuk satu item defect. c. Kolom ketiga lokasi yaitu untuk menunjukan area dilakukannya pemeriksaan, misalnya untuk proyek apartemen maka lokasi adalah untuk menunjukkan type dari apartemen. d. Sedangkan kolom ke empat yaitu lantai untuk menunjukan pada lantai berapa lokasi tersebut berada. e. Kolom unit biasa digunakan jika dalam satu lantai gedung terdapat beberapa unit apartemen. f. Untuk kolom berikutnya yaitu room / ruangan adalah ruang dalam unit yang terdapat ketidaksesuaian / defect. g. Kolom description atau uraian adalah berisi penjelasan jenis defect / ketidaksesuaian yang terjadi. h. Sedangkan kolom yang terakhir yaitu posisi adalah untuk menunjukan titik terjadinya defect. Selanjutnya kita lihat baris yang ada dalam lampiran tersebut diatas, secara umum dibagi 2 yaitu defect pekerjaan Sipil / Arsitektur dan Mekanikal / Elektrikal dan didalam masing masing kelompok baris tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi dan jumlah defect atau ketidaksesuaian. Sebagai contoh atap apartemen A summary / jumlah defect yang terjadi adalah 23 buah defect. Karena jumlah lokasi yang sama hanya 1 buah maka jumlahnya tetap 23 buah. Lalu kita lihat bagian dibawahnya yaitu unit 9 type 3 bedroom BAB IV - 2

yang terdapat di lantai 27 terdiri dari beberapa ruangan seperti master bed room (MBR), living room, dan lainnya dengan summary atau jumlah defect sebesar 25 buah defect dalam 1 unit. Dimana summary dibawahnya adalah hasil kali dari jumlah defect per unit dengan jumlah unit yang ada. Demikian selanjutnya masing-masing summary dijumlahkan kedalam pekerjaan Sipil / Arsitektur dan Mekanikal / Elektrikal. Lalu pada bagian bawah sekali adalah jumlah defect atau ketidaksesuaian dari kedua pekerjaan tersebut. 4.2 Pengolahan data ketidaksesuaian Berdasarkan data ketidaksesuaian atau defect yang terjadi pada 8 proyek (lihat lampiran), maka jumlah defect yang terjadi adalah seperti tabel dibawah ini. Pada kolom paling kiri berisi nama proyek yang diwakili dengan huruf A sampai dengan G, kemudian kolom berikutnya berisi jumlah defect pada proyek tersebut, dan yang terakhir adalah perbandingan antara jumlah defect dengan nilai kontrak proyek. Jika kita lihat nilai defect per milyar yang cukup tinggi terjadi pada proyek A, B, E, dan G. Bangunan apartemen diwakili oleh proyek A, B dan G sedangkan proyek E adalah bangunan sekolah international. Kedua jenis bangunan tersebut memiliki ruangan yang sangat banyak sehingga potensi ketidaksesuaian atau defect yang terjadi cukup besar. BAB IV - 3

Setelah kita mengetahui potensi terjadi defect yang cukup besar pada bangunan yang memiliki banyak ruangan, maka kita teliti lebih dalam lagi item defect yang terjadi. Item defect pekerjaan Mekanikal dan Elektrikal tidak menjadi materi pembahasan karena diluar lingkup yang penulis pahami. Dari data yang tersebut pada lampiran A, penulis bagi kedalam beberapa kelompok berdasarkan item defect yang kerap terjadi pada 8 proyek tersebut diatas dengan tujuan untuk mengetahui item defect yang sering terjadi. BAB IV - 4

Dimana hasilnya adalah sebagai berikut : 1. Lantai keramik kopong / tidak padat : 8 proyek 2. Lantai keramik gompal / cacat / noda : 7 proyek 3. Dinding acian gelombang : 6 proyek 4. Dinding acian cat berbayang / belang : 4 proyek 5. Dinding acian retak : 4 proyek 6. Dinding keramik / marmer kopong : 6 proyek 7. Pintu / jendela aluminium sealant tidak rapi : 2 proyek 8. Plafon gypsum gelombang / kasar / tidak rata : 5 proyek 9. Plafon gypsum cat kotor / noda / berbayang : 4 proyek 4.3 Mencari penyebab ketidaksesuaian Jika kita lihat hasil diatas, maka defect pada lantai cukup dominan dan sering terjadi. Oleh karena itu harus dicari penyebabnya sehingga kita dapat menguranginya, tidak hanya pada masalah lantai keramik kopong tetapi dapat digunakan untuk masalah lainnya. Untuk mencari penyebab dominan lantai keramik kopong digunakan Diagram Ishikawa. Ada 5 faktor yang biasanya digali untuk mencari penyebab dari suatu masalah dalam Diagram Ishikawa yaitu : orang, material, lingkungan, metode / cara, alat. Pada masalah lantai keramik kopong yaitu sebagai berikut : BAB IV - 5

1. Orang, mengapa lantai keramik kopong karena tukang kurang trampil, lalu mengapa kurang trampil (apakah tidak dilakukan pelatihan) karena sering terjadi pergantian tukang. Mengapa tukang yang baru / kurang trampil diperbolehkan melaksanakan pekerjaan pemasangan lantai keramik karena pengawasan kurang. Artinya tidak semua area pemasangan dapat dilakukan pengawasan. 2. Material, faktor material bukan menjadi peyebab karena keramik yang digunakan sesuai dengan persyaratan dan adukan menggunakan mortar instan atau biasa dikenal dengan tile adhesive. 3. Lingkungan, sama dengan sebelumnya faktor lingkungan bukan menjadi penyebab karena proses pemasangan sebagian besar didalam ruangan sehingga tidak ada gangguan cuaca. 4. Alat, untuk pemasangan menggunakan mortar instan / tile adhesive memerlukan alat khusus agar pemasangan sesuai standar dari produk mortar instan. Pengadukan memerlukan alat pengaduk mesin yaitu mesin bor yang dimodifikasi ujungnya sehingga dapat mengaduk, dan pemasangan memerlukan ruskam khusus (bergerigi) dan palu karet. Mesin aduk sering rusak karena penggunaan tidak sesuai, alat untuk mengaduk kapasitasnya tertentu lalu digunakan untuk mengaduk volume dalam jumlah besar sehingga waktu pengadukan cukup lama dan tentunya alat tersebut menjadi cepat rusak. Jika terjadi kerusakan maka pengadukan dengan cara manual dan hasilnya kurang sesuai. Mengapa penggunaan alat tidak sesuai bisa terjadi karena kurang pengawasan. BAB IV - 6

Palu karet dan ruskam tidak sesuai karena tidak tersedia / rusak. Mengapa alat belum tersedia atau dalam kondisi rusak diperbolehkan melaksanakan pemasangan karena pengawasan yang kurang. 5. Metode / cara, ada 2 hal yaitu cara mengaduk dan cara memasang. Mengapa adukan tile adhesive kurang matang atau terlalu encer karena takaran tidak sesuai. Hal ini terjadi karena memang tidak disiapkan takaran khusus atau tidak digunakan. Kembali lagi pada akhirnya adalah pengawasan yang kurang. Cara pasang menggunakan mortar instan berbeda dengan cara konvensional, karena itu sering kali cara pemasangan kurang benar. Mengapa terjadi demikian karena belum mendapat pelatihan atau sudah dilakukan pelatihan tetapi karena sering terjadi pergantian tukang. Sama seperti pada cara mengaduk, pada akhirnya adalah karena pengawasan. Penjelasan tersebut diatas hasil dari Diagram Ishikawa yang digambarkan seperti dibawah ini, dimana dari ke lima penyebab utama hanya tiga yang dapat digali yaitu faktor manusia, alat dan metode untuk digali lebih dalam lagi sehingga dapat ditemukan penyebab yang sebenarnya. Jadi dari ketiga faktor yaitu : manusia, alat, metode menunjukan bahwa penyebab dominan yang mengakibatkan lantai keramik kopong adalah pengawasan yang kurang. BAB IV - 7

Seperti dikatakan diatas bahwa hasil dari pembahasan lantai keramik kopong dengan menggunakan Diagram Ishikawa yaitu akibat dari pengawasan kurang juga dapat terjadi pada pekerjaan yang lainnya. Maka diperlukan cara bagaimana melakukan pengawasan berbagai jenis pekerjaan pada ruangan yang cukup banyak agar ketidaksesuaian atau defect yang terjadi tersebut dapat dikurangi menjadi sekecil mungkin. BAB IV - 8

4.4 Mempelajari prosedur yang berlaku. Sebelumnya telah disebutkan bahwa penyebab dominan dari lantai keramik kopong atau pekerjaan lainnya adalah karena kurang pengawasan pada saat pelaksanaan pekerjaan. Oleh karena itu untuk mencari solusi atau meningkatkan pengendalian mutu, maka perlu dipelajari prosedur pelaksanaan proyek yang berlaku. Berdasarkan Diagram Proses dan Diagram Alir prosedur pelaksanaan Proyek yang berlaku yang ada pada lampiran B1 dan B2, terdiri dari 5 tahapan / proses yaitu : 1. Proses Pemahaman dan Perencanaan Terdiri dari beberapa sub proses yaitu transfer data, persiapan proyek, identifikasi masalah proyek, draft rencana pelaksanaan, presentasi internal dan external dan diakhiri finalisasi rencana pelaksanaan. Proses ini dimulai sejak proyek didapat dan ditranfer dari kantor pusat ke proyek. 2. Proses Pengadaan Ada 2 sub proses yaitu pengadaan jasa dan material, dan yang kedua adalah persetujuan material. Yang dimaksud dengan pengadaan jasa adalah pengadaan subkontraktor dan supplier. Sedangkan persetujuan material adalah proses yang harus dijalani agar material yang akan didatangkan telah mendapat persetujuan dari pelanggan. BAB IV - 9

3. Proses Sosialisasi dan Penjabaran Proses ini memiliki 7 sub proses yaitu Sosialisasi rencana pelaksanaan (mutu, waktu, K3L, produktifitas), Kick off subkon, Presentasi subkon, Persetujuan RPS, Shop drawing, Mock up, Pelatihan 4. Proses Pelaksanaan Terdiri dari 5 sub proses antara lain : Pelaksanaan pekerjaan, Quality control, Productivity control, Time control, HSE control. Ke empat sub proses dilakukan untuk memonitor sub proses pelaksanaan pekerjaan. Sehingga pelaksanaan pekerjaan yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan. 5. Proses Serah Terima Ada 4 sub proses yaitu : Inspeksi akhir yaitu proses pemeriksaan mutu produk akhir antara proyek dengan Dept. Product Quality dari kantor pusat dan dilakukan sebelum serah terima kepada pelanggan. Serah terima ke-1 (ST-1) proyek adalah suatu kegiatan serah terima antara proyek dengan pelanggan. Transfer data laporan akhir adalah proses pelaporan data-data hasil pelaksanaan proyek kepada departemen yang terkait di kantor pusat. BAB IV - 10

Serah terima ke-2 (ST-2) adalah suatu proses serah terima yang dilakukan proyek kepada pelanggan dan umumnya menandakan berakhirnya masa pemeliharaan sebagai kewajiban dari kontraktor seperti pada umumnya tercantum pada dokumen kontrak. Karena permasalahan terjadi pada proses pelaksanaan pekerjaan, maka kita akan tinjau lebih jauh proses tersebut. Sub proses pelaksanaan pekerjaan berdasarkan prosedur seperti pada lampiran B3, dilakukan sebagai berikut : 1. Menerima shop drawing yang telah disetujui oleh MK / Konsultan sebagai acuan untuk melaksanakan pekerjaan 2. Melakukan koordinasi shop drawing antara Engineering dan Lapangan jika ada gambar yang kurang jelas. 3. Menghitung kembali volume pekerjaan yang akan dilaksanakan sesuai dengan shop drawing. Sehingga volume sesuai dengan dilaksanakan. 4. Melakukan persiapan pekerja, material dan alat sehingga pelaksanaan dapat berjalan dengan baik. 5. Mengkoordinasikan volume yang di hitung oleh supervisor dengan QS jika diperlukan atau ada perbedaan. 6. Mengajukan ijin pelaksanaan pekerjaan kepada MK / wakil pelanggan, jika disetujui maka pelaksanaan dapat dimulai. 7. Melaksanakan pekerjaan berdasarkan gambar shop drawing dan metode kerja (Instruksi Kerja) yang berlaku. BAB IV - 11

8. Melakukan pemeriksaan pekerjaan sesuai dengan shop drawing dan Instruksi kerja. 9. Melakukan pemeriksaan bersama dengan MK / wakil pelanggan, jika ditolak maka dilakukan perbaikan. 4.5 Memberikan usulan peningkatan. Namun pada kenyataannya pada saat proses serah terima yaitu sub proses inspeksi akhir internal antara tim proyek dan kantor pusat masih ditemukan defect / ketidaksesuaian seperti lantai keramik kopong atau defect lainnya. Dan berdasarkan analisa penyebab dominan adalah karena kurang pengawasan. Maka perlu ditinjau kembali apakah pemeriksaan pekerjaan yang dilakukan setelah pekerjaan tersebut selesai dapat mencegah defect yang terjadi dan juga apakah pemeriksaan dilakukan secara konsisten. Usulan untuk peningkatan pengendalian mutu adalah dengan melakukan pemeriksaan pada proses dan disetiap area atau lokasi pelaksanaan pekerjaan. Jadi pemeriksaan dilakukan beberapa kali sesuai urutan proses pekerjaan disesuaikan dengan kebutuhannya. Agar pelaksanaan pemeriksaan dapat terencana dengan baik, maka kita bersama subkontraktor membuat rencana pemeriksaan atau biasa disebut Inspection and Test Plan (ITP). ITP adalah suatu rencana inspeksi dan testing yang akan dilakukan pada suatu pekerjaan, dan dibuat pada suatu form yang berisikan : Kegiatan / aktifitas inspeksi yang dilakukan BAB IV - 12

referensi atau input dokumen yang digunakan Bagaimana cara inspeksi dilakukan Kapan inspeksi dilakukan Siapa saja yang bertanggung jawab melakukan inspeksi Hasil dari inspeksi atau output dokumen Sebagai contoh ITP pekerjaan lantai keramik seperti pada lampiran B4, kegiatan yang dilakukan adalah : 1. Penerimaan material 2. Pemeriksaan mock up 3. Persiapan pemasangan keramik 4. Pemeriksaan hasil pemasangan 5. Pemeriksaan nat keramik 6. Final inspection / pemeriksaan akhir Setelah kita membuat ITP setiap pekerjaan lalu bagaimana kita menjalankan pemeriksaan / inspeksi yang cukup banyak dari setiap pekerjaan tersebut. Untuk memudahkan kita dalam mengatur jadwal pemeriksaan, maka dilakukan sebagai berikut : 1. Setiap pemeriksaan pekerjaan, subkon harus mengajukan permintaan untuk inspeksi 1 hari sebelumnya (sebelum jam 16.00). 2. Format form permintaan inspeksi disiapkan oleh Kontraktor. BAB IV - 13

3. Setiap area / ruang harus di periksa proses / hasil pekerjaan, sesuai dengan ITP. 4. Kontraktor harus membuat jadwal inspeksi harian dari supervisor, sesuai dengan permintaan inspeksi yang diajukan oleh subkon-subkon. 5. Kontraktor harus memonitor status hasil dari inspeksi yang dilakukan, sebagai bahan untuk pemeriksaan progres subkon. 6. Subkon mengajukan progres pekerjaan yang telah diterima berdasarkan hasil inspeksi. 7. Dokumen hasil inspeksi dikendalikan oleh subkon selama pemeriksaan pekerjaan pada area /ruangan dilakukan. Setelah selesai maka dokumen asli dikendalikan oleh Kontraktor. Dengan melakukan hal tersebut secara konsisten maka akan diperoleh keuntungan sebagai berikut : 1. Setiap area / ruang dapat dikendalikan mutu proses pemasangan. 2. Penyebab yang terjadi akibat orang, alat, metode dapat diminimalkan karena pengendalian mutu pada proses di setiap area. 3. Dengan cara ini subkon-subkon dapat melaksanakan pekerjaan lebih baik (perbaikan minim) sehingga biaya produksi menjadi lebih rendah dan keuntungan lebih besar. 4. Dengan pengendalian mutu pada proses, mutu akhir yang diinginkan / sesuai persyaratan dapat dicapai. 5. Proses serah terima menjadi lebih cepat karena perbaikan hanya sedikit. BAB IV - 14

6. Dengan pengendalian mutu pada proses, kegagalan yang terjadi pada saat bangunan digunakan oleh pelanggan dapat diminimalkan atau dihilangkan. Dan pelanggan percaya kepada kita sehingga pelanggan akan menjadi langganan. 4.6 Implementasi di lapangan Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa kurangnya pengawasan merupakan penyebab terjadinya defect atau ketidaksesuaian tidak hanya pada pekerjaan keramik saja tetapi dapat terjadi pada pekerjaan lainnya. Untuk pelaksanaan implementasi usulan peningkatan pengendalian mutu akan dilakukan pada pekerjaan pemasangan lantai keramik. Agar kita dapat membandingkan antara sebelum dan sesudah implementasi dengan benar maka kita harus mengetahui dahulu defect yang terjadi sebelum implementasi pada proyek apartemen yaitu sebesar 1 sampai dengan 2 buah defect per ruang, ruangan yang diambil adalah ruang keluarga atau living room karena sesuai dengan data defect yang ada. Proses pelaksanaan implementasi akan dilakukan pada proyek apartemen yang sedang dalam proses konstruksi dan dilakukan pada ruang keluarga atau living room pada dua lokasi yaitu lantai 3 dan lantai 11. Berikut ini adalah urutan BAB IV - 15

pemeriksaan proses dengan mengikuti contoh ITP pemasangan keramik dimulai dari aktifitas nomor 3 sebagai berikut : Persiapan pemasangan keramik Sebelum dilakukan pemasangan keramik supervisor memeriksa kondisi lokasi yang akan dilakukan pemasangan, hal-hal yang diperiksa seperti gambar yang digunakan dilapangan sudah sesuai. Lalu permukaan lantai yang akan dipasang keramik sudah bersih atau tidak ada bekas adukan dan sudah dibasahi air. Selanjutnya material keramik dan adukan siap pakai yang akan digunakan sudah sesuai spesifikasi. Alat untuk mengaduk yaitu mixer dapat digunakan dan takaran sudah tersedia, demikian pula dengan alat untuk pemasangan keramik yaitu ruskam bergerigi dan palu karet. Tukang untuk mengaduk maupun tukang pasang keramik sudah mendapat pelatihan dan melakukan pemasangan dengan benar. Jika semua hal tersebut diatas telah dipenuhi, maka pemasangan keramik dapat dimulai. Dan jika tidak maka harus ditunda dahulu hingga yang tidak sesuai sudah diperbaiki. Pemeriksaan hasil pemasangan Setelah pemasangan lantai keramik pada ruang keluarga lantai 3 dan lantai 11 selesai terpasang, lalu dilakukan pemeriksaan terhadap hasil pemasangan. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain adalah kerataan dari hasil pemasangan dengan menggunakan jidar atau waterpass ukuran 120 cm. Lalu keseragaman antara keramik yang terpasang baik warna maupun BAB IV - 16

celah atau nat. Setelah itu diperiksa apakah pemasangan sudah benarbenar padat atau tidak kopong dengan menggunakan alat ketok yang terbuat dari bahan stainless steel. Jika sudah sesuai semua maka dapat dilanjutkan dengan proses berikutnya yaitu pengisian nat atau celah antara keramik. Namun jika tidak sesuai, maka harus diperbaiki terlebih dahulu dan dicari penyebabnya sehingga dapat dicegah pada lokasi atau ruangan selanjutnya. Pemeriksaan nat keramik Setelah proses sebelumnya selesai, maka dilanjutkan dengan proses pengisian nat keramik. Lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan hasil pengisian nat keramik tersebut. Nat keramik yang telah terpasang harus rata, rapi dan lurus hasil pemasangannya. Kembali kepada hasil pemeriksaan pemasangan keramik sebelumnya terutama mengenai kepadatan atau ada dan tidaknya hasil pemasangan keramik yang kopong. Pada ruang keluarga lantai 3 tidak terdapat keramik yang kopong sedangkan pada lantai 11 masih terjadi kopong sebanyak 1 buah. Jika kita bandingkan antara hasil pemasangan sebelum implementasi dengan sesudah implementasi yaitu 1 2 buah defect dengan 0 1 buah defect. Meskipun masih terjadi defect sebesar 1 buah, namun pemasangan sesudah implementasi mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sehingga metode BAB IV - 17

atau cara ini layak untuk digunakan tidak hanya pada pekerjaan pemasangan keramik saja namun juga dapat digunakan pada pekerjaan lainnya. Pada prinsipnya adalah proses pemasangan dari setiap pekerjaan harus diperiksa dan pemeriksaan harus dilakukan dengan konsisten, sehingga jika terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan perbaikan dan memberikan efek yang baik di lapangan. Dengan demikian seluruh personil yang terlibat selalu berusaha untuk menghasilkan produk dengan baik. BAB IV - 18