ANALISIS SIDIK JARI DAUN BENALU TEH MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS KINERJA TINGGI MARTA YUSFITA SARI

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

3. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

BAB 3 PERCOBAAN. Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci albino New Zealand yang diperoleh dari peternakan kelinci di Lembang.

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Perubahan konsentrasi fase gerak metanol pada metode gradien KCKT ekstrak etanol 70% S. arvensis Solo.

BAB III METODE PENELITIAN

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

PROFIL FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI BIJI MANGGA ARUM MANIS (Mangifera indica. Linn)

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

Potensi Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara Linn) Sebagai Sumber Bahan Farmasi Potensial ABSTRAK

OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini

Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Mentimun (Cucumis sativus L.) dan Ekstrak Etanol Nanas (Ananas comosus (L) Merr.)

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

UNIVERSITAS PANCASILA DESEMBER 2009

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

PENGOPTIMUMAN FASE GERAK KLT MENGGUNAKAN DESAIN CAMPURAN UNTUK PEMISAHAN KOMPONEN EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri) MEGA DEWINA ANGGRAENI PUSPITA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

Lampiran 1. Hasil identifikasi sponge

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Alkaloid Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom Uji Triterpenoid dan Steroid HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Daun Salam Uji Fitokimia

Transkripsi:

ANALISIS SIDIK JARI DAUN BENALU TEH MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS KINERJA TINGGI MARTA YUSFITA SARI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

ABSTRAK MARTA YUSFITA SARI. Analisis Sidik Jari Daun Benalu Teh Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi. Dibimbing oleh ELLY SURADIKUSUMAH dan WULAN TRI WAHYUNI. Benalu teh merupakan tanaman obat yang banyak diperjualbelikan dalam bentuk kering sehingga memungkinkan adanya pencampuran dengan bahan lain. Analisis sidik jari dengan teknik kromatografi lapis tipis kinerja tinggi dapat dimanfaatkan untuk menguji keaslian herbal benalu teh komersial. Pemilihan fase gerak yang tepat merupakan salah satu tahap penting dalam pemisahan komponen. Pelarut yang terpilih sebagai eluen adalah campuran 1,2-dikloroetana dengan etil asetat pada nisbah 65:35 yang menghasilkan 9 pita pada benalu teh asli dengan kisaran R f (0.02 0.97). Hasil analisis menunjukkan bahwa salah satu sampel benalu teh komersial memiliki pola kromatogram yang sama dengan benalu teh asli, sedangkan 2 sampel lainnya menghasilkan 11 pita dan diduga karena pencampuran dengan daun teh. ABSTRACT MARTA YUSFITA SARI. Fingerprint Analysis of Tea Parasitic Plant Leaves Using High Performance Thin Layer Chromatography. Supervised by ELLY SURADIKUSUMAH and WULAN TRI WAHYUNI. Tea parasitic plant is a medicinal plant widely traded in dried form, allowing mixing with other ingredients. Fingerprint analysis with high performance thin layer chromatography technique can be utilized for testing the authenticity of commercial tea parasite herbal. Selection of the appropriate mobile phase is an important stage in the separation of components. The solvent selected as the eluent was a mixture of 1,2-dichloroethane and ethyl acetate with 65:35 ratio that gave nine bands in the original tea parasitic plant with R f ranging from 0.02 to 0.97. The analysis showed that one of the commercial tea parasite samples had the same chromatogram pattern with the original tea parasite, while the other two produced 11 bands and appeared to be mixed with the tea leaves.

ANALISIS SIDIK JARI DAUN BENALU TEH MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS KINERJA TINGGI MARTA YUSFITA SARI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Judul Nama NIM : Analisis Sidik Jari Daun Benalu Teh Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi : Marta Yusfita Sari : G44086033 Disetujui Pembimbing I, Pembimbing II, Ir Elly Suradikusumah, MS NIP 19450214 197010 2 001 Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi Diketahui Ketua Departemen, Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS NIP 19501227 197603 2 002 Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya, semoga kita semua menjadi pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan dari bulan Desember hingga Juni 2011 di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB, Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir Elly Suradikusumah, MS dan Ibu Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah memberi banyak arahan, inspirasi, dorongan, kritik, dan saran selama penulis melaksanakan penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Almarhumah Ibunda serta Kakak tercinta yang telah memberi banyak kasih sayang, semangat, dan doa selama penulis menempuh studi, penelitian, dan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Salina, SSi, Ibu Nunuk, Ibu Susi, Mba Wiwi, Endi, Antonio, dan Bapak Agung Zaim, S.Si, MSi atas segala bantuannya selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis berikan kepada Arini, Zulia, Nanda, Ayu, Fajar Sumi, Rika, Desi, dan teman-teman Ekstensi Kimia angkatan 2008 yang turut membantu memberikan semangat dan dukungannya dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Desember 2011 Marta Yusfita Sari iv

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Jepara pada tanggal 26 Maret 1984 sebagai anak ketiga dari pasangan D Siswanto dan Rikhana. Penulis lulus dari SMU Negeri 1 kota Jepara pada tahun 2002, dan pada tahun 2003 diterima sebagai mahasiswa Akademi Kimia Analisis Bogor (AKA). Penulis lulus pada tahun 2006 kemudian pada tahun 2008 melanjutkan ke S1 Penyelenggaraan Khusus Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Penulis pernah melakukan praktik kerja lapangan di Balai Besar Air Tawar Sukabumi pada tahun 2006. Penulis pernah bekerja di PT Raberindo Pratama dan PT Pharos Indonesia pada tahun 2008. Tahun 2011 sampai saat ini, penulis bekerja di PT Boehringer Ingelheim Indonesia. v

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Benalu Teh... 1 Maserasi... 2 Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT)... 2 BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan... 3 Persiapan Sampel... 3 Penentuan Kadar Air... 3 Ekstraksi dengan Maserasi... 3 Uji Fitokimia... 3 Kondisi KLT... 4 Penentuan Eluen Terbaik... 4 Deteksi Komponen... 4 Sidik Jari Ekstrak Daun Benalu Teh... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Preparasi Sampel... 4 Kadar Air... 4 Uji Fitokimia... 5 Rendemen Ekstrak... 5 Eluen Terbaik... 5 Sidik Jari Benalu Teh... 7 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 8 Saran... 8 DAFTAR PUSTAKA... 8 LAMPIRAN... 9 vi

DAFTAR TABEL Halaman 1 Kadar air benalu teh asal Gunung Mas dan beberapa sampel benalu teh komersial... 5 2 Nilai R f pola KLT dengan menggunakan eluen tunggal.... 6 3 Nilai R f komponen ekstrak benalu teh dan beberapa benalu teh komersial... 7 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Scurrulla atropurpurea.... 1 2 Bejana kromatografi berisi KLT dan eluen serta hasil elusi.... 2 3 Rendemen ekstrak kasar benalu teh asal Gunung Mas (Gm) dan beberapa sampel benalu teh komersial... 5 4 Pola KLT menggunakan eluen tunggal... 6 5 Pola KLT menggunakan campuran eluen dikloroetana dan etil asetat.... 7 6 Pola KLT ekstrak daun benalu teh dan berbagai sampel benalu teh komersial pada visualisasi UV 366 nm (a), 254 nm (b)... 7 7 Pola KLT ekstrak sampel benalu teh (a), daun teh (b), dan campuran benalu teh dengan daun teh (c)... 8 vii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian... 11 2 Determinasi tanaman benalu teh... 12 3 Penentuan kadar air... 13 4 Uji fitokimia... 14 5 Rendemen ekstrak kasar sampel benalu teh asli dan komersial... 15 6 Penggolongan pelarut oleh Snyder (Snyder 1979)... 16 7 Hasil elusi dengan 10 pelarut tunggal visulisasi UV 254 nm... 17 8 Pola KLT komposisi nisbah 1,2-dikloroetana dan etil asetat visualisasi UV 254 nm... 17 viii

1 PENDAHULUAN Perkembangan penggunaan tanaman herbal di Indonesia sebagai pengobatan alternatif semakin luas. Hal ini ditunjang oleh adanya bukti-bukti empiris dan juga dukungan ilmiah terhadap khasiat produk herbal dalam bentuk minuman atau jamu yang semakin banyak, sehingga meyakinkan masyarakat untuk menggunakannya sebagai obat untuk pencegahan dan pengobatan berbagai macam penyakit. Benalu teh (Scurrula atropurpurea) merupakan salah satu tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat herbal antitumor atau antikanker. Menurut Winarno et al. (2000), benalu teh menghambat pertumbuhan tumor secara tidak langsung, yaitu melalui sistem kekebalan dengan cara meningkatkan konsentrasi imunoglobulin G (IgG). Benalu teh banyak diperjualbelikan dalam bentuk yang telah dikeringkan sehingga memungkinkan adanya pencampuran dengan bahan lain yang bukan merupakan simplisia benalu teh asli. Kesalahan identifikasi herbal benalu teh mungkin terjadi, karena kesamaan fisik (morfologi) sampel dalam bentuk simplisia sehingga sulit dibedakan oleh masyarakat awam. Menurut Delaroza dan Scarminio (2008), metode analisis sidik jari dapat mengatasi permasalahan tersebut. Senyawa kimia yang dikandung oleh tanaman obat dapat ditampilkan dalam kromatogram sidik jari sehingga karakteristik tanaman obat tersebut dapat digambarkan secara menyeluruh (Liang et al. 2009). Analisis sidik jari dimanfaatkan untuk evaluasi dan kontrol kualitas multikomponen dari bahan baku obat herbal karena profil kromatografi yang dihasilkan mencirikan komposisi sampel dan stabilitas dari suatu tanaman obat (Zhao et al. 2008). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (KLTKT). Kromatografi lapis tipis memiliki kelebihan berupa mudah dalam preparasi sampel, sederhana, biaya operasional relatif murah karena semua komponen sampel dan standar diujikan dalam waktu yang sama, volume pelarut yang digunakan sedikit, selektif dan sensitif, serta kromatogramnya dapat diamati secara visual (Kimura et al.2008). Salah satu hal yang diperlukan untuk menunjang analisis sidik jari adalah pemilihan fase gerak yang tepat untuk mendapatkan pemisahan komponen yang baik. Tujuan penelitian ini adalah menentukan sidik jari benalu teh yang dapat dimanfaatkan untuk pengujian herbal benalu teh komersial. TINJAUAN PUSTAKA Benalu Teh Benalu adalah tumbuhan liar yang melekat dan parasit pada tumbuhan lain sebagai inangnya. Pada umumnya benalu diberi nama berdasarkan tumbuhan yang ditumpanginya. Benalu teh adalah tumbuhan yang hidupnya menumpang pada tumbuhan teh dan mengisap makanan dari tumbuhan inang untuk kelangsungan hidupnya (Winarno et al. 2000). Salah satu tanaman benalu teh yang ditemukan di Indonesia adalah S. atropurpurea yang termasuk suku Loranthaceae, dapat tumbuh pada ketinggian 1 600 m di atas permukaan laut (Florentina et al. 1998). Ciri morfologi S. atropurpurea ialah batang menggantung berbentuk silindris berbintik-bintik cokelat, memiliki daun tunggal berhadapan, lonjong, ujung agak meruncing, pangkal membulat, tepi rata, permukaan atas hijau dan permukaan bawah cokelat (Gambar 1). Gambar 1 Scurrulla atropurpurea. Secara tradisional benalu teh dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit cacar air, diare, cacing tambang, amandel, kanker, dan tumor. Tanaman benalu teh diduga memiliki beberapa senyawa aktif yang berfungsi sebagai antioksidan. Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Santa (1998) yang menunjukkan bahwa benalu teh S. atropurpurea yang dipakai untuk obat antikanker memiliki kemampuan antioksidan tersebut. Menurut Nugroho et al. (2000), benalu teh mengandung senyawa alkaloid, flavanoid, terpenoid, glikosida, triterpena, saponin, dan tanin. Benalu teh juga mengandung katekin (Bustanulssalam et al. 2003) yang merupakan antioksidan inhibitor antikanker. Menurut Ohashi et al. (2003), benalu teh efektif untuk menyerang sel kanker yang diisolasi dari tikus. Senyawa kimia yang berperan aktif merupakan golongan flavonoid.

2 Berdasarkan hasil isolasi, tanaman benalu teh mangandung komponen senyawa flavan (katekin, epikatekin, epikatekin-3-o-galat, dan epigalokatekin-3-o-galat), flavonol glikosida, dan inhibitor kanker asam oktadeka-8,10,12-triunoat. Maserasi Maserasi ialah metode ekstraksi dengan cara merendam sampel menggunakan pelarut yang sesuai dalam jangka waktu tertentu sehingga interaksi antara senyawa yang diekstraksi dan pelarut dapat berlangsung maksimum (Houghton & Raman 1998). Keuntungan menggunakan teknik ini adalah peralatan yang digunakan sederhana dan aman untuk senyawa yang tidak tahan panas, sedangkan kerugiannya adalah waktu yang diperlukan lama serta jumlah pelarut yang dipakai tidak efisien (Meloan 1999). Pengambilan komponen target pada proses maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam jangka waktu tertentu sehingga isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel. Larutan dengan konsentrasi tinggi akan terdesak keluar kemudian digantikan oleh pelarut dengan konsentrasi lebih rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang-ulang sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel. Selama proses maserasi, sesekali dilakukan pengadukan dan juga penggantian pelarut. Kemudian residu yang diperoleh dipisahkan dan filtrat yang dihasilkan diuapkan (Sudjadi 1986). Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT) Analisis sidik jari adalah suatu prosedur untuk menunjukkan informasi kimia dalam bentuk spektrogram, kromatogram, dan grafik lainnya yang didapatkan dari teknik analitis. Informasi ini dapat dimanfaatkan untuk evaluasi dan kontrol kualitas multikomponen, antara lain dari tanaman obat (Delaroza & Scarminio 2008), yang penting untuk klasifikasi dan validasi spesies botani serta kendali mutu tanaman obat. Informasi mengenai komponen kimia pada tanaman obat dapat dilihat dari sidik jari tanaman tersebut melalui pola kromatogram tanpa memperhatikan jenis komponennya. Beberapa teknik kromatografi seperti kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), kromatografi gas (KG), kromatografi lapis tipis (KLT), dan elektroforesis kapiler dapat ditetapkan untuk analisis sidik jari (Delaroza & Scarminio 2008) Teknik kromatografi yang paling luas digunakan dalam fitokimia adalah KLT karena dapat diterapkan pada hampir setiap golongan senyawa, kecuali komponen yang sangat atsiri (Harbone 1987). Kromatografi adalah suatu teknik yang digunakan untuk memisahkan senyawa berdasarkan distribusinya pada fase gerak dan fase diam. Komponen yang memiliki interaksi lebih besar pada fase diam akan bertahan lama, sedangkan komponen yang memiliki interaksi lebih besar dengan fase gerak akan bergerak lebih cepat (Gambar 2) Gambar 2 Bejana kromatografi berisi KLT dan eluen serta hasil elusi. KLT merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk analisis sidik jari karena mempunyai beberapa kelebihan yaitu mudah dalam preparasi sampel, sederhana dalam prosedur kerja, volume pelarut yang digunakan sedikit, selektif dan sensitif, serta kromatogramnya dapat diamati secara visual (Cie sla & Hajnos 2009). Secara luas KLT banyak digunakan untuk berbagai keperluan analisis tumbuhan obat. Saat ini telah dikembangkan KLT semiautomatis CAMAG Linomat V. Alat ini dikendalikan oleh suatu mikroprosesor yang menyebabkan larutan ekstrak dapat diaplikasikan pada pelat dalam bentuk pita dengan mengalirkan tekanan udara atau gas nitrogen sehingga tidak memerlukan kontak langsung dengan pelat dan dapat mengurangi kerusakan pelat (Wall 2005). Kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (KLTKT) atau high performance thin layer chromatography merupakan aplikasi modern dari KLT yang dimaksudkan untuk menghasilkan pemisahan hasil analisis yang lebih baik dibandingkan dengan KLT biasa. Kelebihan KLTKT dibandingkan dengan KLT terletak pada fase diamnya, fase diam pada KLTKT berukuran lebih halus dengan poripori seragam serta ketebalan lapisan 0.1 mm. Pada KLTKT, pelat fase diamnya memiliki rerata ukuran partikel sebesar 5 m. Pelat tersebut memiliki keterpisahan yang lebih

3 baik apabila dibandingkan dengan KLT biasa yang memiliki ukuran partikel pelat 12 m. Pencirinya berupa kromatogram, yaitu pola yang menggambarkan senyawa dalam setiap tumbuhan obat sehingga bermanfaat dalam kontrol kualitas tumbuhan obat baik untuk pencirian bahan baku maupun produk akhir. KLTKT lazim digunakan untuk identifikasi dan sangat ideal untuk uji penapisan pendahuluan ekstrak tanaman (Marston 2007). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah peranti KLTKT Camag Linomat 5, Camag Reprostar 3 didukung peranti lunak wincats 1.2.3 untuk dokumentasi kromatogram KLT, bejana kaca kromatografi, peralatan kaca, neraca analitik, dan oven Memmert. Bahan-bahan yang digunakan adalah daun benalu teh asli yang diambil dari perkebunan teh Gunung Mas, sampel benalu teh komersial produksi dari Cianjur (K1), Cisarua (K2), dan Sukabumi (K3), pelat KLTKT silika gel 60 F 254 20 20 cm (Merck, Jerman), etanol 96%. Pelarut p.a untuk fase gerak diperoleh dari Merck dan Sigma Aldrich (St Louis, Amerika Serikat) seperti dietil eter, n-butanol, etanol absolut, etanol 30%, asetonitril, kloroform, etil asetat, metanol, 1,2-dikloroetana, dan diklorometana. Persiapan Sampel Tanaman benalu teh diambil dari Gunung Mas. Identifikasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Sampel benalu teh komersial diperoleh di pasaran yang merupakan produksi dari Cianjur (K1), Cisarua (K2), dan Sukabumi (K3). Selanjutnya sampel-sampel tersebut dikeringkan, dan dibuat serbuk. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Penentuan Kadar Air (BPOM 2004) Sebanyak 3 g serbuk kering ditimbang, digunakan wadah yang telah dikeringkan pada suhu 105 C hingga diperoleh bobot konstan. Wadah beserta isinya dipindahkan ke dalam eksikator selama 15 menit sebelum bobotnya ditimbang. Kadar air diperoleh sebagai nisbah selisih bobot sampel awal dengan bobot sampel setelah dikeringkan terhadap bobot sampel sebelum dikeringkan. Perlakuan diulangi sebanyak 3 kali. Ekstraksi dengan Maserasi Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi menggunakan etanol 96%. Sebanyak 50 g serbuk kering daun benalu teh direndam dengan 250 ml pelarut selama 24 jam. Maserat dipisahkan dari residu dengan penyaringan. Ke dalam residu ditambahkan kembali pelarut dan tahapan ekstraksi diulangi hingga 3 kali. Maserat dari setiap ulangan ekstraksi digabung dan dikeringkan dengan penguap putar. Uji Fitokimia (Harbone 1987) Alkaloid Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh dilarutkan dengan 10 ml kloroform dan 4 tetes NH 4 OH. Larutan kemudian disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 10 tetes H 2 SO 4 2 M dan lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf yang akan menimbulkan endapan dengan warna berturutturut putih, cokelat, dan merah jingga jika terdapat alkaloid. Saponin Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh ditambahkan 10 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit. Setelah itu, disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup kemudian dikocok selama 10 detik dan didiamkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuk buih yang stabil. Flavonoid Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh ditambahkan 10 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit. Setelah itu, disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 0.5 g serbuk magnesium, 1 ml HCl pekat, dan 1 ml amil alkohol, dan dikocok kuat. Uji positif flavonoid menghasilkan warna kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.

4 Tanin Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit, dan disaring. Sebagian filtrat yang diperoleh ditambahkan larutan FeCl 3 1%. Hasil positif ditunjukkan oleh warna hijau kehitaman. Triterpenoid dan Steroid Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh dilarutkan dengan 25 ml etanol panas (50 C). Larutan disaring dalam pinggan porselen dan diuapkan sampai kering. Residu ditambahkan eter dan ekstrak eter dipindahkan ke dalam lempeng tetes. Kemudian ditambahkan 3 tetes anhidrida asetat dan 1 tetes H 2 SO 4 pekat (Uji Lieberman-Burchard). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid. Uji Fenol Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan FeCl 3. Warna ungu, biru, atau hijau menunjukkan adanya senyawa golongan fenol. Kondisi KLT Penotolan ekstrak sampel daun benalu teh pada pelat menggunakan aplikator KLT semiautomatis, yaitu Camag Linomat V dengan menggunakan pelat silika gel 60 F 254. Pelat dimasukkan ke dalam oven sebelum digunakan. Kondisi aplikasi antara lain gas pembawa adalah nitrogen, kecepatan pengiriman sampel dengan syiringe sebesar 40 nl/det, aplikasi volume sampel sebesar 5.0 L dan 4.0 L untuk standar, lebar pita 8 mm, dan jarak dari tepi bawah pelat sebesar 10 mm. Ekstrak yang diaplikasikan dipersiapkan. Ekstrak pekat dari ekstraksi maserasi dilarutkan dengan etanol 96% sehingga diperoleh konsentrasi 10 g/l. Penentuan Eluen Terbaik Sebanyak 5 ml pelarut dietil eter, n- butanol, etanol absolut, etanol 30%, asetonitril, kloroform, etil asetat, metanol, 1,2- dikloroetana, diklorometana masing-masing dimasukkan ke dalam bejana kromatografi dan dijenuhkan. Sampel dengan konsentrasi 10 g/l ditotolkan pada pelat KLT, setelah kering langsung dielusi dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen. Pengembangan dilakukan hingga fase gerak mencapai 0.5 cm dari tepi atas pelat. Pelat diangkat segera setelah elusi mencapai garis finis dan dikeringkan. Deteksi komponen dilakukan untuk melihat bercak yang muncul pada pelat. Eluen yang dipilih ialah yang memberikan penampakan bercak terbanyak dan mewakili pemisahan yang baik. Eluen terpilih kemudian dikombinasikan untuk mendapatkan eluen campuran. Deteksi Komponen Deteksi komponen dilakukan dengan cara pelat dikeringudarakan selama 5 10 menit kemudian pelat disinari dengan sinar ultraviolet (UV) 254 nm dan 366 nm, bercak akan terlihat (Fernand 2003). Sidik Jari Ekstrak Daun Benalu Teh Ekstrak daun benalu teh asli dan benalu teh komersial diaplikasikan pada pelat yang sama dan dielusi menggunakan pelarut pengembang terbaik untuk dilihat perbandingan pola kromatografinya. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Preparasi Sampel Tanaman benalu teh yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Gunung Mas, Bogor, Jawa Barat. Tanaman benalu teh kemudian dideterminasi oleh Herbarium Bogoriense. Berdasarkan determinasi yang dilakukan, tanaman tersebut benar S. atropurpurea (BI) Danser (Lampiran 2). Sebelum sampel digunakan, terlebih dahulu dikeringkan dan dibuat serbuk. Pengeringan bertujuan agar sampel tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Dengan mengurangi kadar air, kerusakan sampel oleh mikrob dapat dihindari. Penggilingan sampel menjadi ukuran yang lebih kecil bertujuan memperbesar luas permukaan bahan sehingga dapat membantu penetrasi pelarut ke dalam sel tumbuhan, mempercepat pelarutan komponen bioaktif, dan meningkatkan rendemen. Kadar Air Sampel benalu teh yang siap diekstraksi ditetapkan kadar airnya dengan menggunakan metode gravimetri. Perolehan kandungan air

Rendemen (%) 5 pada sampel kering daun benalu teh asal Gunung Mas dan beberapa benalu teh komersial berkisar 6.35 8.88% (Tabel 1). Tabel 1 Kadar air benalu teh asal Gunung Mas dan beberapa sampel benalu teh komersial Sampel benalu teh Kadar air (%) Benalu teh asli 7.50 Komersial asal Cianjur (K1) 6.35 Komersial asal Cisarua (K2) 8.88 Komersial asal Sukabumi (K3) 7.86 Kadar air yang diperoleh kemudian digunakan sebagai faktor koreksi dalam penentuan rendemen ekstrak. Perhitungan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 3. Penetapan kadar air berguna untuk mengetahui kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya serta untuk memperkirakan untuk daya tahan bahan dan cara penyimpanan terbaik agar tidak terjadi kerusakan sampel akibat aktivitas mikrob (jamur dan bakteri) (Harjadi 1993). Berdasarkan BPOM (2004), kadar air simplisia tidak boleh lebih dari 10%. Simplisia yang mengandung kadar air di bawah 10 % akan memiliki masa simpan yang relatif lama karena proses pembusukan oleh bakteri dan jamur dapat terhambat sehingga lebih stabil. Nilai kadar air yang diperoleh lebih kecil dari 10%. Kadar tersebut telah memenuhi persyaratan simplisia menurut BPOM (1995), sehingga diharapkan pertumbuhan mikrob dapat dihambat dan risiko kerusakan sampel benalu teh akibat serangan jamur dan bakteri dapat dikurangi. Uji Fitokimia Uji fitokimia pada simplisia dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam sampel. Uji yang dilakukan meliputi alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, triterpenoid, dan fenol. Golongan senyawa dalam sampel dapat ditentukan dengan melihat perubahan warna setelah ditambahkan pereaksi yang spesifik untuk setiap uji kualitatif. Berdasarkan hasil uji fitokimia, diketahui bahwa dalam sampel serbuk kering benalu teh asli dan komersial mengandung metabolit sekunder dari golongan flavonoid, tanin, saponin, fenol, alkaloid, dan steroid (Lampiran 4). Uji alkaloid memberikan hasil yang positif karena terbentuk endapan. Uji tanin memberikan warna hijau kehitaman setelah ditambahkan FeCl 3 1%. Pada uji saponin terbentuk busa yang stabil selama beberapa menit setelah dikocok secara vertikal. Uji flavonoid memberikan hasil positif yang ditunjukkan dengan timbulnya warna merah pada lapisan amil alkohol. Uji steroid menunjukkan hasil positif sedangkan triterpenoid negatif karena warna yang terbentuk adalah warna hijau kehitaman dan bukan merah atau ungu yang menandakan positif untuk triterpenoid. 30 20 10 0 Rendemen Ekstrak Pelarut merupakan salah satu faktor penting dalam menghasilkan ekstrak yang baik. Pelarut yang dipilih adalah yang memiliki daya larut tinggi, tidak berbahaya, dan tidak beracun. Pelarut etanol dipilih karena lebih selektif dan aman. Rendemen ekstrak kasar benalu teh dari Gunung Mas dan benalu teh komersial berkisar 7.83 19.82% dari masing masing 2 g sampel yang di ekstraksi (Gambar 3). Proses ekstraksi dilakukan menggunakan metode maserasi pada suhu kamar dengan pertimbangan maserasi dapat digunakan untuk mengekstraksi sampel yang tahan maupun tidak tahan terhadap panas. Dengan demikian, kerusakan komponen kimia benalu teh dapat dihindari. Perhitungan ditunjukkan rendemen pada Lampiran 5. Gm K1 K2 K3 Sampel Benalu teh Gambar 3 Rendemen ekstrak kasar benalu teh asal Gunung Mas (Gm) dan beberapa sampel benalu teh komersial (K1 K3) Eluen Terbaik Eluen yang akan digunakan sebagai larutan pengembang adalah yang menghasilkan jumlah pita terbanyak dengan pemisahan yang baik. Pemilihan fase gerak diawali dengan pemisahan menggunakan pelarut tunggal, yaitu kelompok pelarut polar (metanol, asetonitril, dan etanol 30%),

6 semipolar (n-butanol, kloroform, etil asetat, dan etanol absolut) dan nonpolar (dietil eter, 1,2-dikloroetana, dan diklorometana). Dalam mencari eluen terbaik dilihat dari jumlah pita yang dihasilkan, selain itu juga berdasarkan pemisahan antar pitanya. Diantara 10 pelarut yang digunakan, 1,2- dikloroetana menghasilkan 4 noda yang terpisah dengan baik tetapi R f kurang dari 0.5 (Gambar 4C), sedangkan etil asetat yang juga menghasilkan 4 noda memiliki R f yang lebih tinggi (Gambar 4G). Perbedaan antara kedua pelarut tersebut terjadi karena kekuatan pelarut etil asetat lebih tinggi dari 1,2- dikloroetana (Lampiran 6). Kombinasi keduanya diharapkan mampu menghasilkan pola KLT yang memiliki jumlah pita yang banyak dan terpisah dengan baik. sehingga bisa digunakan dalam bentuk camputan. Eluen 1,2-dikloroetana dan etil asetat menghasilkan 4 noda pada UV 366 nm. Selain eluen pengembang, jumlah pita yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh jenis deteksi yang digunakan. Sinar UV 366 nm akan memunculkan komponen yang berpendar sehingga pita akan terlihat lebih jelas sedangkan, sinar UV 254 nm digunakan untuk memunculkan senyawa yang mengabsorpsi sebagai bercak gelap. Kedua deteksi tersebut akan memunculkan senyawa yang berbeda. Pola KLT menggunakan eluen tunggal deteksi UV 254 dapat dilihat pada lampiran 7. Dilihat dari jumlah pita terbanyak dan intensitas warna yang dihasilkan, deteksi UV 366 nm selanjutnya digunakan untuk pendeteksian. Nilai R f dari kromatogram pada Gambar 4 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai R f pola KLT dengan menggunakan eluen tunggal. A B C D E F G H I J Gambar 4 Pola KLT menggunakan eluen tunggal. Keterangan: dietil eter (A), diklorometana (B), 1,2- dikloroetana (C), n-butanol (D), kloroform (E), etanol absolut (F), etil asetat (G), metanol (H), asetonitril (I), etanol 30% (J). Berdasarkan penggolongan pelarut menurut Snyder (Lampiran 6), 1,2- dikloroetana memiliki kekuatan pelarut 3.5, sedangkan etil asetat 4.4. Kedua pelarut tersebut dapat bercampur dengan baik Eluen Jumlah R f noda Dietileter 2 (0.06); (0.37) Diklorometana 4 (0.03); (0.06); (0.11); (0,21) 1,2- dikloroetana 4 (0.03); (0.06); (0.11); (0,24) n-butanol 3 (0.15); (0.83); (0.92) Kloroform 2 (0.03); (0.81) Etanol absolut 2 (0.73); (0.82) Etil asetat 4 (0.15); (0.34); (0.42); (0.91) Metanol 4 (0.50); (0.58); (0.75); (0.85) Asetonitril 2 (0.42); (0.95) Etanol 30% 2 (0.02); (0.37) Setelah 2 pelarut tunggal terpilih, langkah selanjutnya ialah penentuan nisbah komposisi dari pelarut 1,2-dikloroetana dan etil asetat. Mengacu pada Houghton dan Raman (1998), maka digunakan variasi nisbah (50:50); (55:45); (60:40); (65:35); (70:30); (75:25); (80:20); (85:15); ((90:10); (95:5). Komposisi yang paling banyak menghasilkan pita adalah nisbah 65:35 yang dideteksi di bawah UV 366 nm (Gambar 5). Pada komposisi nisbah tersebut dihasilkan 8 pita dengan keterpisahan yang baik. Pola KLT komposisi nisbah 1,2- dikloroetana dan etil asetat visualisasi UV 254 dapat dilihat pada Lampiran 8.

7 7 R f 0.13 (a) (b) (c) (d) (e) (b) Gambar 6 Pola KLT ekstrak daun benalu teh dan berbagai sampel benalu teh komersial pada visualisasi UV 366 nm (a), 254 nm (b). Keterangan: ekstrak benalu teh asli (GM), benalu teh komersial (K1), (K2), dan (K3). (f) (g) (h) (i) (j) Gambar 5 Pola KLT menggunakan campuran eluen dikloroetana dan etil asetat dengan nisbah (50:50) (a), (55:45) (b), (60:40) (c), (65:35) (d), (70:30) (e), (75:25) (f), (80:20) (g), (85:15) (h), (90:10) (i), dan (95:5) (j). 11 10 8 7 6 5 4 3 1 Sidik Jari Benalu Teh Eluen campuran 1,2-dikloroetana dan etil asetat pada nisbah 65:35 dipilih sebagai eluen terbaik yang akan diaplikasikan pada ekstrak benalu teh asli dan komersial untuk membandingkan pola kromatogramnya. Pola KLT pada Gambar 6a memberikan informasi bahwa ekstrak benalu teh asli (GM) mempunyai 9 pita dengan R f 0.02 0.97 (Tabel 3). 9 7 7 2 (a) Dua sampel benalu teh komersial yaitu K1 dan K3 menunjukkan 11 pita, sedangkan satu sampel lainnya yaitu K2 menunjukkan 9 pita dengan pola yang sama dengan benalu teh asli (GM). Berdasarkan Gambar 6b diketahui bahwa katekin dengan R f 0.13 terdapat pada semua sampel benalu teh. Tabel 3 Nilai R f komponen ekstrak benalu teh dan beberapa benalu teh komersial Pita ke - R f GM K1 K2 K3 1 0.02 0.02 0.02 0.02 2 0.04 0.04 0.04 0.04 3 0.06 0.06 0.07 0.06 4 0.13 0.13 0.14 0.13 5 0.19 0.19 0.19 0.19 6 0.29 0.27 0.28 0.28 7-0.77-0.70 8 0.88 0.87 0.88 0.86 9-0.91-0.91 10 0.93 0.93 0.93 0.93 11 0.97 0.98 0.97 0.98 Benalu teh hanya tumbuh di pohon teh yang cukup tinggi sehingga sulit untuk didapatkan. Hal ini memungkinkan penjual benalu teh komersial melakukan pencampuran benalu teh dengan bahan lain seperti daun teh. Karena itu, dilakukan pengujian dengan mencampurkan ekstrak benalu teh dengan ekstrak daun teh yang juga berasal dari Gunung Mas.

8 a b c1 c2 c3 c4 c5 DAFTAR PUSTAKA [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Volume 1. Jakarta : BPOM RI. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Depkes RI. Bustanussalam, Simanjuntak P, Muwarni R. 2003. Chatechin analysis from several water extract of tea plant parasitic. J Kim Mulawarman. 6:37-42. Gambar 7 Pola KLT ekstrak sampel benalu teh (a), daun teh (b), dan campuran benalu teh dengan daun teh (c), dengan nisbah c1 (1:3), c2 (1:2), c3 (1:1), c4 (2:1), dan c5 (3:1). Benalu teh asli tidak menunjukkan intensitas warna yang jelas pada pita ke- 9 pada R f 0.97, sementara pada daun teh warnanya jelas dan tajam. Pola yang sama ditunjukkan oleh sampel komersial K1 dan K3 campuran benalu teh dengan daun teh pada nisbah (3:1), (2:1), (1:1), (2:1), dan (3:1) yang dapat dilihat pada Gambar 7 c1 c5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pelarut terpilih yang baik sebagai eluen untuk penentapan sidik jari benalu teh metode Kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (KLTKT) adalah campuran dikloroetana dengan etil asetat nisbah 65:35 yang menghasilkan 9 pita pada benalu teh asli yaitu pada kisaran R f 0.02 0.97. Satu sampel benalu teh komersial menunjukkan pola kromatogram yang sama dengan benalu teh asli, sedangkan dua sampel lainnya terdapat 11 pita dan diduga ada campuran dengan daun teh. Saran Perlu dilakukan pengujian benalu teh asli dari daerah lain untuk melihat pola sidik jarinya. Cie sla L, Hajnos MW. 2009. Twodimensional thin layer chromatography in the analysis of secondary plant metabolites. J Chromatogr 12:1035 1052. Delaroza F, Scarminio IS. 2008. Mixture design optimization of extraction and mobile phase media for fingerprint analysis of Bauhinia variegate L. J Separation Sci 31:1034-1041. Florentina I, Windadri, Raharjoe JS. 1998. Keanekaragaman jenis benalu di Pulau Jawa. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 4:25-28. Fernand VE. 2003. Initial characterization of crude extracts from Phyllanthus amarus Schum. and Thonn. and Quassia amara L. using normal phase thin layer chromatography tesis. Lousiana: Program Pascasarjana, University of Suriname. Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor; Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari: Phytochemical Methods. Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: Mc.Graw-Hill. Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for Fractionation of Natural Extracts. London: Chapman & Hall. Liang YZ, Xie P, Chen K. 2004. Quality control of herbal medicines. J Chromatogr 812:53-70.

9 Kimura M, Fujimura M, Yoshida M, Takeshi T, Naoko TA. 2008. An easy method to identify 8-keto-15-hydroxytrichothecenes by thin layer chromatographic. Mycotoxins 58 : 115-117. Marston A. 2007. Role of advances in chromatographic techniques in phytochemistry. Phytochemistry 68:22-24 Meloan CE. 1999. Chemical Separation. New York: J Wiley. Nugroho YA, Nuratmi B, Suhardi. 2000. Daya hambat benalu teh (Scurrulla atropurpurea) terhadap poliferasi sel tumor kelenjar susu mencit (Mus Musculus L) C3H. Cermin Dunia Kedokteran 27:15-17. Ohashi K et al. 2003. Indonesian medicinal plants. XXV. Cancer cell invasion inhibitory effects of chemical constituens in the parasitic plant Scurrula atropurpurea (Loranthaceae). Chem Pharm 51:343-345. Santa IGP. 1998. Studi kemotaksonomi farmakognosi benalu anti kanker Scurrulla atropurpurea (BI) Dans dan Dendreoephthoe petendra (L) Miq. Warta Tumbuhan Obat Indones 4:12-13. Snyder LR. Introduction to modern liquid chromatography. New York : J Wiley. Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM Pr. Wall PE. 2005. Thin Layer Chromatography: A Modern Practical Approach. Dorset: VWR Int. Winarno MW, Sundari D, Nuratmi B. 2000. Penelitian aktivitas biologik infus benalu teh (Scurulla atropurpurea BI. Danser) terhadap aktivitas sistem imun mencit. Cermin Dunia Kedokteran 127:11-14. Zhao L, Chaoyu H, Zhen S, Bingren X, Linghua M. 2008. Fingerprint analysis of Psoralea corylifolia L. by HPLC and LC- MS. J Chromatogr 821:67-74.

LAMPIRAN 10

11 Lampiran 1 Diagram alir penelitian Pengambilan sampel benalu teh (asli dan sampel komersial) Determinasi sampel tanaman asli Preparasi sampel Pemeriksaan kadar air dan fitokimia Ekstraksi (Maserasi, etanol 96%) Pemekatan ekstrak Penentuan eluen terbaik menggunakan KLT Penentuan sidik jari menggunakan KLTKT

Lampiran 2 Determinasi tanaman benalu teh 12

13 Lampiran 3 Penentuan kadar air Bobot sampel (g) Sampel Benalu teh Kadar Air Ulangan Rerata (%) Bobot basah GM K1 K2 K3 Bobot kering (%) 1 3.0014 2.7701 7.71 2 3.0028 2.7733 7.64 3 3.0063 2.7909 7.16 1 3.0044 2.8147 6.31 2 3.0027 2.7977 6.83 3 3.0055 2.8279 5.91 1 3.0056 2.7551 8.33 2 3.0001 2.7155 9.49 3 3.0013 2.7366 8.82 1 3.0023 2.7546 8.25 2 3.0007 2.7842 7.21 3 3.0043 2.7607 8.11 Keterangan : GM = Gunung Mas ; K1 = Sampel komersial 1; K2 = Sampel komersial 2; K3= Sampel komersial 3 Contoh perhitungan kadar air sampel Benalu teh Gunung Mas ulangan 1: Kadar air = = = 7.71% 7.50 6.35 8.88 7.86

14 Lampiran 4 Uji fitokimia Hasil uji No Kandungan fitokimia Gunung Mas K1 K2 K3 1 Alkaloid + + + + 2 Flavonoid + + + + 3 Saponin + + + + 4 Tanin + + + + 5 Fenol + + + + 6 Steroid + + + + 7 Triterpenoid - - - - Keterangan: (-) = Tidak terdeteksi ; (+) = Terdeteksi ; K1 = Sampel komersial 1; K2 = Sampel komersial 2; K3= Sampel komersial 3.

15 Lampiran 5 Rendemen ekstrak kasar sampel benalu teh asli dan komersial Kkkk Sampel Kadar air 1 2.0383 Bobot ekstrak kasar (g) 0.3589 2 2.0003 0.3905 20.88 3 2.0011 0.3721 19.53 1 2.0036 0.2376 12.61 2 2.0044 0.2223 11.66 3 2.0026 0.2201 10.54 1 2.0022 0.1424 7.60 2 2.0012 0.1652 8.66 3 2.0036 0.1602 8.71 1 2.0002 0.1558 8.13 2 2.0058 0.1439 7.57 3 2.0084 0.1506 7.80 Bobot Ulangan sampel (g) Gunung Mas 7.5% K1 6.35% K2 8.88% K3 7,86% Rendemen (%) 19.04 Keterangan : GM = Gunung Mas ; K1 = Sampel komersial 1; K2 = Sampel komersial 2; K3= Sampel komersial Contoh perhitungan kadar air sampel Benalu teh Gunung Mas ulangan 1: Rendemen = = = 19.10% Rerata (%) 19.82 11.60 8.33 7.83

16 Lampiran 6 Penggolongan pelarut oleh Snyder (Snyder 1979) Golongan Pelarut Kekuatan Pelarut I n-heksana 0 n-butil eter 2.1 Diisopropil eter 2.4 Metil t-butil eter 2.7 Dietil eter* 2.8 II Isopentanol 3.7 n-butanol 3.9 Isopropanol 3.9 n-propanol 4.0 Etanol* 4.3 Metanol* 5.1 III Tetrahidrofuran 4.0 Piridina 5.3 2-Metoksietanol 5.5 Metil formamida 6.0 Dimetilformamida 6.4 IV Dimetil sulfoksida 7.2 Asam asetat* 6.0 Formamida 9.6 V Diklorometana* 3.1 1,2-Dikloroetana 3.5 Benzil alkohol 5.7 VI Etil asetat* 4.4 Metil etil keton 4.7 Dioksana 4.8 Aseton* 5.1 Asetonitril* 5.8 VII Toluena 2.4 Benzena 2.7 Nitrobenzena 4.4 Nitrometana 6.0 VIII Kloroform* 4.1 Dodekafluoroheptanol 8.8 Air 10.2 Keterangan : * menunjukkan pelarut yang digunakan

17 Lampiran 7 Hasil elusi dengan 10 pelarut tunggal visulisasi UV 254 nm 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Keterangan : 1.Dietil eter, 2. Diklorometana, 3. 1,2-Dikloroetana, 4. n-butanol, 5. Kloroform, 6. Etanol, 7. Etil asetat, 8. Metanol, 9. Asetonitril, dan 10. Etanol 30% Lampiran 8 Pola KLT komposisi nisbah 1,2-dikloroetana dan etil asetat visualisasi UV 254 nm a b c d e f g h i j Keterangan: A = 1,1-dikloroetana, B = etil asetat a. (50A:50B), b. (55A:45B), c. (60A:40B), d. (65A: 3B), e. (70A:30B), f. (75A:25B), g. (80A:20B), h. (85A:15B), i. (90A:10B), dan j. (95A:5B)