BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Subsatuan Punggungan Homoklin

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III Perolehan dan Analisis Data

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

Ciri Litologi

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

// - Nikol X - Nikol 1mm

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Batupasir. Batugamping. Batupasir. Batugamping. Batupasir

Batupasir. Batulanau. Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

Batulempung (Gambar 3.20), abu abu kehijauan, lapuk, karbonan, setempat terdapat sisipan karbon yang berwarna hitam, tebal ± 5 30 cm.

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

BAB IV FASIES BATUGAMPING

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.3 Stratigrafi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Raden Ario Wicaksono/

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

Transkripsi:

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana bentang alam itu terbentuk secara konstruksional (yang diakibatkan oleh gaya endogen: aktifitas tektonik/struktur geologi), dan bagaimana bentang alam tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar berupa gaya eksogen seperti iklim, sungai dan lainnya yang bersifat destruksional, dan menghasilkan bentuk-bentuk alam tertentu. Pengamatan geomorfologi dibutuhkan salah satunya sebagai observasi awal dalam melakukan proses penelitian geologi pada suatu tempat. Pengamatan ini diharapkan dapat membantu mengetahui proses-proses geologi yang berlangung di daerah penelitian. 3.1.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu observasi langung di lapangan dan menggunakan data sekunder berupa data SRTM, shaded relief, dan citra satelit. Daerah penelitian memiliki morfologi dataran, pantai, bukit, gawir, dan punggungan. Ketinggian daerah penelitian berkisar antara 0-300 meter di atas permukaan laut. Tinggian berada di barat laut dan punggungan di sisi barat daya daerah penelitian sedangkan dataran berada di sisi tengah sampai ke timur-tenggara daerah penelitian yang dibatasi oleh pantai di timur daerah penelitian. Daerah pantai ditumbuhi hutan bakau dan terumbu karang. Berdasarkan interpretasi peta topografi, SRTM, dan data sekunder lainnya disimpulkan bahwa kemiringan lereng pada umumnya berarah selatan-tenggara. Daerah dengan kontur rapat dan relief tinggi membentuk punggungan, bukit, dan gawir yang diduga disusun oleh litologi yang keras. Daerah tersebut dibatasi oleh lembah dan sungai yang curam serta dataran dengan litologi yang lebih lunak. Berdasarkan pengamatan citra satelit daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua daerah utama, daerah dengan tumbuhan tingkat tinggi dan lebat (berwarna hijau 12

tua) dan daerah dengan tumbuhan tingkat rendah (berwarna hijau muda). Tumbuhan tingkat tinggi menempati daerah yang lebih tinggi (punggungan, bukit, dan gawir) sedangkan penyebaran tumbuhan tingkat rendah berada di daerah lebih landai. Di daerah pantai dapat dibedakan dengan jelas antara tumbuhan bakau dengan tumbuhan tingkat rendah. U Gambar 3. 1. Citra SRTM daerah penilitian dan sekitar. Poligon hitam merupakan wilayah penelitian. Garis merah merupakan batas interpretatif satuan batuan lunak dan keras. Vertical exxageration 2,5. 3.1.2. Pola Aliran Sungai Sungai utama yang mengalir di daerah penelitian adalah sungai yang bermuara di Landas (Sungai Landas). Pola aliran di sungai Landas adalah paralel dan rektangular (Gambar 3.2). Pola aliran paralel ada di bagian timur daerah penelitian, memiliki arah barat-timur dan bermuara di Selat Makasar. Sungai-sungai di bagian timur mengerosi daerah dengan dominasi litologi yang relatif lunak yaitu batupasir, batulempung, dan napal. Sungai dengan pola aliran rektangular berada di barat daerah penelitian, sungai utama memiliki arah timur laut-barat daya, sedangkan anak sungai memiliki arah relatif barat laut-tenggara. 13

Rektangular U 1 km Paralel Gambar 3. 2. Sungai-sungai di daerah penelitian. Sungai di barat memiliki pola aliran sungai rektangular dan di sebelah timur paralel. 3.1.3. Pola Kelurusan Pola kelurusan daerah penelitian diamati dengan menggunakan metode pengamatan secara tidak langsung dari data SRTM. Kelurusan-kelurusan yang diperoleh kemudian diplot pada diagram bunga atau roset (rose diagram) sehingga menghasilkan dominasi umum arah kelurusan. Kelurusan yang ditarik berupa kelurusan punggungan, bukit, lereng, sungai, dan tekuk lereng. Dua arah umum dari kelurusan menunjukkan arah baratlaut-tenggara (NW-SE) dan timur laut-baratdaya (NE-SW) (Gambar 2.3). Arah umum baratlaut-tenggara dan utara-selatan diinterpretasikan dipengaruhi oleh rekahan yang berkembang di daerah penelitian. Sedangkan arah umum kelurusan timurlaut-barat daya diinterpretasikan dipengaruhi oleh jurus (strike) lapisan yang juga dikontrol oleh lipatan dan sesar naik. 14

Gambar 3. 3. Peta kelurusan yang ditarik dari citra SRTM di daerah penelitian 15

3.1.4. Satuan Geomorfologi Satuan geomorfologi merujuk kepada klasifikasi Lobeck (1939). Klasifikasi ini berdasarkan pada tipe genetik atau proses dan faktor penyebab bentukan morfologi. Daerah penelitian dibagi menjadi empat satuan geomorfologi yaitu: satuan punggungan antiklin, satuan perbukitan karst, satuan lembah antiklin, dan satuan aluvial dan endapan pantai, dengan penyebaran masing-masing satuan seperti yang terlihat pada peta geomorfologi (Lampiran D-2). 3.1.4.1. Satuan Punggungan Antiklin Lobek (1939) menyatakan punggungan lipatan dapat dihasilkan oleh perlipatan lapisan-lapisan aslinya, atau dapat dikarenakan erosi dari material lemah di sekitarnya. Keduanya memiliki sumbu antiklin yang mengikuti sumbu dari punggungan (Gambar 3.1 dan Gambar 3.4). Bukti di lapangan menunjukkan bahwa punggungan ini memiliki litologi batugamping terumbu, kompak, masif, dan keras. Litologi di sekitarnya merupakan perselingan batugamping grainstone dan napal yang jauh lebih lunak. Sayap di utara satuan ini memiliki kemiringan sekitar 20-30 ke arah utara sedangkan sayang di selatan satuan memiliki kemiringan 12-15 ke arah selatan. Satuan ini memiliki kontur rapat di bagian utara dan lebih renggang dibagian selatan. Diperkirakan lipatan ini berjenis lipatan tidak simetris. Satuan punggungan antiklin meliputi 39,53% dari luas daerah penelitan yang ditandai dengan warna hijau muda pada peta geomorfologi (Lampiran D-2). Satuan ini berupa perbukitan di daerah selatan penelitian yang melampar sepanjang barat daya ke timur laut daerah penelitian. Ketinggian topografinya berada diantara 25-275 mdpl. Proses erosi tidak signifikan pada daerah ini. Karstifikasi pada batugamping tidak banyak dijumpai di daerah ini. Daerah ini merupakan hutan hujan tropis lebat yang di dalamnya masih banyak dijumpai hewan-hewan liar. Aktifitas penebangan kayu tidak begitu banyak dijumpai, namun pohon-pohon yang dikenal dengan kualitas kayunya yang baik telah habis ditebang. Di utara satuan ini terdapat kantor PT. Sima Agung, perusahaan logging yang beroperasi di daerah ini. 16

Gambar 3. 4. Punggungan Antiklin. Foto diambil dari km 10 (sebelah lapangan bola) menghadap ke barat daya. 3.1.4.2. Satuan Perbukitan Karst Satuan ini meliputi 27,03% dari luas daerah penelitian. Pada peta geomorfologi, satuan ini diberi warna biru muda. Satuan ini berada di bagian utara daerah penelitian, terdiri dari dua bukit yang memanjang dari barat ke timur yang dipisahkan oleh lekukan lereng curam berarah utara-selatan di bagan tengahnya. Lereng pada satuan ini umumnya seragam ke selatan. Satuan ini berada pada elevasi 25-300 mdpl. Satuan ini memiliki ekspresi morfologi berupa perbukitan terjal hingga sangat terjal. Dari hasil pengamatan lapangan, terdapat undulasi di satuan ini yang tidak teramati dari citra SRTM (Gambar 3.5). Batuan penyusun satuan ini adalah batu gamping yang terkekarkan intensif. Proses karstifikasi sangat sulit teramati mengingat daerah ini ditutupi vegetasi yang sangat lebat. Namun, dari beberapa singkapan dijumpai bukti bahwa daerah ini mengalami proses karstifikasi, beberapa diantaranya adalah adanya sinkhole dan lapies (Gambar 3.6). Dalam skala singkapan, dapat diamati batuan gamping pada satuan ini mengalami pelarutan. Diduga karstifikasi di daerah ini masih tergolong muda karena bukti-bukti karstifikasi lanjut seperti hadirnya gua atau sungai bawah tanah di daerah ini tidak ditemukan di lapangan. Sungai-sungai yang mengalir pada daerah karst muda mengikuti dari zona sesar dan lipatan (Lobeck, 1939). Di bagian barat satuan ini, terdapat aktifitas pembudidayaan pohon jati oleh PT. Sima Agung, sedangkan di barat masih merupakan hutan hujan yang lebat. 17

Gambar 3.5. Satuan Perbukitan Karst. Foto diambil dari km 9 (depan kantor PT. Sima Agung) menghadap ke utara. Terdapat undulasi dari bukit yang tidak nampak jelas dari citra SRTM. Gambar 3.6. Sinkhole dan Lapies. (Kiri) Sinkhole (terisi air) dan pelarutan intensif pada rudstone di singkapan AR-Q-149. (Kanan) Lapies atau gawir pada batugamping banyak dijumpai di satuan perbukitan karst, Lapies pada gambar adalah singkapan AR-E-41. 3.1.4.3. Satuan Lembah Antiklin Satuan ini meliputi 24,24% dari luas daerah penelitian. Satuan ini berada di bagian timur daerah penelitian berupa dataran dengan kemiringan yang landai dengan arah umum ke timur-tenggara. Ketinggian satuan ini adalah 12.5-150 mdpl. 18

Batuan penyusun satuan morfologi ini adalah batupasir, batulempung dengan sisipian batubara, dan batugamping berlapis yang memiliki lapisan searah menunjukkan bahwa satuan ini memiliki tingkat resistensi yang kurang terhadap erosi. Hal ini bisa ditunjukkan dengan kontur yang landai pada satuan ini. Proses utama yang menyebabkan satuan ini lipatan dan erosi. Kemiringan lapisan relatif ke arah selatan-tenggara dengan kisaran 8-30, bagian tengah satuan ini miring ke arah barat daya akibat pengaruh antiklin menunjam. Sungai yang melintas satuan ini berperan dalam pembentukan dataran dan pada umumnya memilki arah yang hampir sejajar jurus kedudukan batuan. Satuan ini tidak ditumbuhi vegetasi tingkat tinggi, pada citra satelit nampak di satuan ini memiliki warna hijau lebih muda daripada warna hijau pada dua satuan sebelumnya. Pemukiman penduduk berada di satuan ini dan masyarakat sekitar memanfaatkan lahan di sini untuk berkebun. Gambar 3.7. Satuan Lembah Antiklin. Foto diambil dari menara pantau PT Sima Agung di km 4 menghadap ke timur laut. Satuan Dataran Homoklin berbatasan dengan Satuan Perbukitan Karst di sebelah utara. Tinggian sebelah kiri gambar merupakan tinggian dari satuan perbukitan karst. 3.1.4.4. Satuan Aluvial dan Endapan Pantai Satuan ini meliputi 9,19% dari total luas daerah penelitian. Satuan in berupa dataran rendah yang dengan pola kontur yang renggang. Elevasi satuan ini berkisar 19

antara 0-25 mdpl. Satuan ini terletak sepanjang batas timur daerah penelitian yang berbatasan langsung dengan Selat Makasar. Batuan penyusun satuan ini adalah endapan-endapan hasil erosi dan transportasi dari hulu sungai berupa pasir, lempung, dan bongkah-bongkah batugamping. Di sepanjang pantai ditumbuhi hutan bakau dan terdapat terumbu yang masih hidup. Gambar 3.8. Satuan aluvial dan endapan pantai. (Atas) Foto endapan aluvial di Sungai Landas, terlihat adanya bank yang terbentuk oleh material lepas hasil erosi batugamping (tanda panah). (Bawah) Foto endapan pantai di Pantai Landas. 20

Gambar 3. 9. Kolom stratigrafi daerah penelitian 21

3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian Berdasarkan ciri litologi dominan yang diamati di lapangan serta hasil analisis laboratorium, stratigrafi daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi empat satuan yang berdasarkan urutan dari tua ke muda adalah sebagai berikut: Satuan Batulempung-Batupasir, Satuan Batugamping, Satuan Batugamping-Napal, dan Satuan Endapan Aluviual dan Pantai (Gambar 3.9) 3.2.1. Satuan Batulempung-Batupasir 3.2.1.1. Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini menempati bagian tengah-timur daerah penelitian. Satuan Batulempung-Batupasir ini meliputi ± 19% dari luas daerah penelitian. Pada peta geologi satuan ini diberi warna hijau muda (Lampiran D-3) Satuan tertua di daerah penelitian ini memiliki kedudukan secara umum timur laut-barat daya dengan kemiringan lapisan 8-10, dan tersingkap dengan baik di daerah Landas dan Labuhan Pinang. Kontak dengan litologi di bawahnya tidak ditemukan sehingga ketebalan satuan sulit untuk diketahui secara pasti. Berdasarkan rekonstruksi penampang, ketebalan satuan ini dapat mencapai lebih dari 850 m. 3.2.1.2. Ciri Litologi Satuan ini disusun oleh litologi batulempung, batulanau, dan batupasir dengan sisipan dan perlapisan batubara. Bagian bawah satuan ini didominasi oleh batulempung, dengan ciri warna abu-abu gelap-muda, merah, warna pelapukan abuabu kehijauan dan cokelat muda, non karbonatan, terdapat kehadiran oksida besi sebagai mineral sedikit. Di beberapa singkapan dijumpai fragmen fosil cangkang moluska (bivalvia) yang hadir sebagai fragmen dalam batulempung. Satuan ini memiliki kilap mika dan struktur boudinage yang dapat dijumpai di beberapa singkapan (Gambar 3.10). Di bagian tengah satuan ini juga ditemukan fraksi kasar berupa konglomerat, pasir konglomeratan, pasir kasar, dan juga terdapat sisipan batulempung dan lanau. Pasir konglomeratan ini memiliki ciri litologi berwarna coklat, ukuran butir pasir kasar, yang terdiri dari kuarsa, k-feldspar, dan piroksen, berbentuk menyudutmenyudut tanggung, pemilahan buruk, kemas terbuka, porositas sedang, memiliki fragmen berukuran 5-8 cm berupa batupasir, berwarna cokelat, menyudut- 22

membundar tanggung. Matriks berukuran pasirhalus-lempung. Batuan dijumpai dalam keadaan lapuk. Konglomerat memiliki warna hitam dengan fragmen ukuran 5-10 cm, menyudut-menyudut tanggung. Fragmen terdiri dari batupasir dan batulempung berwarna hijau, merah, dan cokelat. Pemilahan buruk, kemas terbuka, porositas buruk, dan tidak kompak. Matriks berupa pasir halus-lempung. Pada bagian atas ditemukan batupasir berseling dengan batulempung. Batupasir sebagai komponen utama memiliki ciri-ciri berwarna cokelat, abu-abu, pilah baik, kemas tertutup, non-karbonatan, kontak butiran berupa point, long, dan concavo convex, porositas baik, kurang kompak bentuk butiran menyudut tanggungmembundar tanggung. Butiran penyusun utamanya terdiri dari kuarsa, k-feldspar, plagioklas, litik, dan mineral opak. Matriks berwarna cokelat, abu-abu, berukuran lempung. Semen silika dan oksida besi. Non karbonatan. Porositas sedang sampai baik. Sayatan tipis memberikan nama batuan Quartz Arenite (Lampiran A). Batulempung hadir sebagai sisipan dengan ketebalan 2-15 cm, memiliki warna abuabu, non karbonatan, pemilahan baik, dan terlihat kilap mika. Batubara hadir sebagai sisipan dengan ketebalan 0,5-12 cm, berwarna hitam. Struktur sedimen yang dijumpai di satuan ini adalah silang silur (herringbone cross stratification, ripple dan wavy), mud drape, dan laminasi sejajar. Gambar 3.10. Struktur boudinage (ditunjukkan oleh tanda panah) pada batulemping. Batulempung pada singkapan AR-N-120 ini juga menunjukkan kilap mika. 23

Gambar 3. 11. (Atas) Singkapan batupasir AR-P-144 menunjukkan struktur sedimen wavy lamination dan channel fill. Struktur sedimen pada singkapan AR-D-26 menunjukkan struktur sedimen herringbone cross stratification. 24

3.2.1.3. Umur, Lingkungan, dan Mekanisme Pengendapan Menurut Djamal dkk. (1995), satuan batulempung-batupasir di daerah penelitian berumur Eosen, sedangkan menurut analisis palinologi yang dilakukan oleh Wilson dan Evans (2002) satuan ini adalah Eosen Tengah hingga Eosen Akhir. Namun karena penulis menemukan bahwa bagian atas satuan ini menjari dengan bagian bawah dari Satuan Batugamping (Lihat Lampiran D-1, singkapan P-130 P- 143), maka penulis mengusulkan batas akhir pengendapan satuan ini adalah Oligosen Awal berdasrkan analisis foraminifera besar pada batugamping yang menjari dengan satuan ini. Struktur sedimen herringbone cross stratification menunjukkan adanya arus traksi yang berkembang berlawanan arah secara periodik. Wavy lamination batupasir-batulempung, batupasir-batubara, menunjukkan adanya perubahan mekanisme pengendapan traksi-suspensi secara teratur. Batubara di satuan ini dapat menunjukkan bahwa lingkungan daerah ini ditumbuhi vegetasi. Berdasarkan buktibukti di atas, diinterpreasika lingkungan pengendapan untuk satuan ini adalah tidal, hal ini juga diperkuat dari bukti dengan hubungan bagian atas satuan batugamping ini dengan batugamping yang menjari. Pada lingkungan tidal, batugamping dapat tumbuh di bagian depan (seaward) dari intertidal (Walker dan James, 1992). Pasir konglomeratan dan konglomerat dapat terbentuk pada bagian meander dari tidal creek atau berada di kipas di ujung tidal creek. 3.2.1.4. Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi di atas, maka satuan ini disebandingkan dengan Formasi Kuaro (Djamal dkk, 1995). Adapun hubungan dengan litologi di bawahnya tidak diketahui karena tidak tersingkap di daerah penelitian. 3.2.2. Satuan Batugamping 3.2.2.1. Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini menempati bagian tengah daerah penelitian. Satuan Batugamping mencakup ±25% dari luas daerah penelitian. Pada peta geologi diberikan warna biru tua (Lampiran D-3). Satuan ini memiliki jurus lapisan batuan berarah umum timur laut-barat daya dengan kemiringan sekitar 4-30. Batuan ini tersingkap dengan baik di bukit km 6, 25

sepanjang jalan dari Landas menuju Sandaran, dan di Labuhan Pinang. Ketebalan satuan ini mencapai ±680 m berdasarkan rekonstruksi penampang. 3.2.2.2. Ciri Litologi Satuan ini disusun oleh litologi berupa batugamping rudstone, grainstone, packstone, dengan sisipan batulempung. Batugamping dijumpai masif dan juga berlapis dengan ketebalan antara 10 cm hingga 5 m. Bagian bawah satuan ini disusun oleh batugamping floatstone dan packstone-grainstone dengan fragmen moluska dan alga hijau dominan. Floatstone dan packstone-grainstone berwarna abu-abu, dengan detritus kuarsa yang dominan hingga 10-20% berbentuk menyudut-menyudut tanggung, berukuran 0,05-0m1 mm. Butiran skeletal lain yang hadir berupa alga hijau (Halimeda sp.), alga merah, foraminifera besar, foraminifera kecil (foram bentonik dominan), berukuran 0,2-3 mm dengan kondisi utuh-pecah teramati pada sayatan tipis pada litologi ini. Matriks berupa mikrit yang sebagian terubah menjadi mikrospar. Semen berupa sparry kalsit. Kemas terbuka, mudsupported, kontak antar butiran point-long contact, porositas baik-sedang, porositas sekunder berkembang dengan baik mulai dari pelarutan, fracture, vuggy, dan pelarutan. Rudstone Polimik Litoklastik, Rudstone Monomik Wackestone dan Rudstone Terumbu berada di tengah dari satuan ini. Litologi-litologi tersebut berisi fragmen atau pecahan-pecahan dari terumbu, wackestone, grainstone, packstone, dan batulempung dengan presentase 40-90%, fragmen berukuran 5-15 cm. Sortasi buruk, clastsupported, porositas buruk. Rudstone Monomik Wackestone dan Rudstone Terumbu bertekstur chalky (Gambar 3.12). Pada singkapan Rudstone Polimik Litoklastik terkadang dijumpai sisipan napal dengan ketebalan 30-70 cm. Pack-grainstone Bioklastik hadir dominan pada bagian atas satuan ini. Memiliki biota yang beragam seperti alga merah, foraminifera besar, dan foraminifera kecil. Biota lain seperti alga hijau dan moluska sedikit atau bahkan tidak dijumpai. Matriks berupa lumpur karbonatan yang sebagian terubah menjadi mikrospar. Semen berupa sparry calcite. Porositas sedang-buruk. Dijumpai berlapis dengan rudstone dengan tebal lapisan rata-rata 70-150 cm. Penjelasan mengenai ciri fisik dari setiap fasies dari satuan ini dijelaskan pada bab berikutnya. 26

Gambar 3. 12. Singkapan Rudstone Terumbu yang memiliki sifat chalky. 3.2.2.3. Umur, Lingkungan, dan Mekanisme Pengendapan Umur satuan ini ditentukan dengan analisis foraminifera besar dan foraminifera kecil. Pada bagian bawah satuan ini ditemukan fosil foraminifera besar Nummulites spp., Lepidocyclina spp., Borelis sp., Operculina sp., Heterostegina sp., dan Amphistegina sp. yang menunjukkan umur Td atau Oligosen Awal. Bagian tengah sampai atas mulai didapatkan fosil foraminifera besar Spiroclypeus sp yang hadir bersama Lepidocyclina spp. tanpa kehadiran Numulites spp. yang menandakan umur Te4 (Oligosen Akhir). Hal ini juga didukung analisis dari foraminifera kecil pada sisipian napal pada singkapan AR-K-91 dan AR-K-87 yang berumur N1-N3 (Oligosen Akhir) (Lampiran A). 27

Lingkungan pengendapan pada satuan ini berupa transisi sampai inner shelf. Penjelasan mengenai lingkungan pengendapan fasies yang berada pada fasies ini berada pada Bab IV Fasies Batugamping.. 3.2.2.4. Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi yang telah dijelaskan di atas, satuan batugamping ini dapat disebandingkan dengan salah satu dari dua formasi yang diusulkan oleh Djamal dkk., (1995) yaitu Formasi Tabalar dan Tendehantu. Formasi Tabalar diendapkan di umur Oligosen, sedangkan Formasi Tendehantu pada umur Miosen Tengah. Penulis menyebandingkan satuan ini dengan stratigrafi yang diusulkan Camp dkk., (2004) berdasarkan penelitian yang lebih baru yaitu Formasi Tabalar- Tendehantu tidak dibagi (undivided). Hubungan dengan satuan ini dengan satuan di bawahnya, Satuan Batulempung-Batupasir, adalah menjari sedangkan hubungan dengan satuan yang lebih muda adalah selaras. 3.2.3. Satuan Batugamping-Napal 3.2.3.1. Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini berada di utara dan selatan daerah penelitian, terpisah karena adanya antiklin menunjam dan sesar naik. Tebal satuan ini di daerah penelitian diduga lebih dari 600 m. Satuan ini menempati 46,81% dari luas daerah penelitian dan satuan ini memiliki kemiringan lapisan 2-18. Pada peta geologi disimbolkan dengan warna biru muda (Lampiran D-3). Kontak dengan batuan yang lebih muda di atasnya tidak ditemukan di daerah penelitian 3.2.3.2. Ciri Litologi Satuan ini di susun oleh rudstone, perselingan rudstone-grainstone, packstone-grainstone, dan wackstone. Bagian paling bawah satuan ini tersusun oleh fasies rudstone yang diendapkan dengan mekanisme turbiditik (Gambar 3.13). Perlapisan bersusun (gradded bedding) sangat mudah diamati di lapangan. Singkapan breksi karbonatan ini tersingkap di air terjun km 6, dengan fragmen terdiri dari grainstone, wackstone, dan batulempung, berukuran 5-25 cm, membundar tanggung-sangat menyudut, clastsupported, sortasi buruk, point-long contact, masif (kompak dan keras), matriks terdiri dari pasir-lumpur karbonatan. Endapan turbiditik 28

ini diakhiri dengan fase pengendapan arus traksi dan suspensi dari fasies packgrainstone dan napal. Struktur sedimen yang dapat diamati dari fasies ini adalah wavy, perlapisan grainstone dan napal (Gambar 3.14). Selain itu di napal terlihat adanya stuktur channel yang menggerus endapan yang lebih halus dan mengendapankan endapan yang lebih kasar berisi pasir karbonatan dan cangkang moluska. Bagian atas satuan ini di dominasi oleh napal. Hasil kalsimetri menunjukkan kadar kalsium karbonat pada satuan ini beragam dan memberikan nama batuan dari Napal Gampingan hingga Napal Lempung (Pettijohn, 1957; dalam, Koesoemadinata, 1985) (Lampiran C). Napal pada satuan ini mengandung banyak foraminifera planktonik dan berwarna abu-abu kehijauan. Gambar 3. 13 Singkapan Litoclast Rudstone pada lokasi AR-L-95 29

Gambar 3. 14. Perlapisan antara napal dan grainstone pada lokasi AR-L-94 3.2.3.3. Umur, Lingkungan, dan Mekanisme Pengendapan Penentuan umur bagian bawah satuan dilakukan dengan analisis fosil foraminifera besar, sedangkan bagian tengah hingga atas menggunakan foraminifera kecil. Foraminifera besar yang dijumpai adalah Lepidocyclina spp., Cyclocypeus sp., Spiroclypeus sp., Amphistegina sp., Myogypsina sp., dan Myogypsinoides sp. Berdasarkan fosil-fosil foraminifera besar tersebut, diketahui bagian bawah satuan ini berumur Te5 atau Miosen Awal. Analisis dengan foraminifera kecil mendapatkan umur satuan dari Miosen Tengah hingga Pliosen (Lampiran A). Dengan demikian umur satuam ini adalah Miosen Awal hingga Pliosen. Mekanisme pengendapan untuk satuan ini merupakan turbidit yang berangsur berubah menjadi suspensi pada bagian atas satuan. Lingkungan pengendapan pada satuan ini diduga berada di slope hingga paparan dalam yang berada ke arah seaward dari slope tersebut. Pembahasan mengenai lingkungan pengendapan pada tiap fasies di satuan ini dijelaskan lebih detil pada Bab IV Fasies Batugamping. 3.2.3.4. Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi di atas, maka satuan ini disebandingkan dengan Formasi Golok (Djamal dkk, 1995). Hubungan dengan litologi di bawahnya adalah selaras, sedangkan dengan satuan yang lebih muda, Satuan Endapan Aluvial dan Pantai adalah tidak selaras. 30

3.3. Struktur Geologi Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah kemiringan lapisan, lipatan, dan sesar naik. Arah umum jurus dari lapisan timur laut-barat daya. Terdapat empat lipatan di daerah penelitian, Antiklin Menunjam Km 6, Sinklin Km 6, Antiklin Bukit Batulobang, dan Sinklin Bukit Batulobang. Keempat lipatan tersebut memiliki pola sumbu lipatan berarah timur laut-barat daya. Sesar Naik Landas berada di tengah daerah penelitian, dibuktikan dengan adanya kelurusan, kontur terjal, dan zona hancuran di sesar naik tersebut. Sesar naik ini mengangkat batuan berumur Eosen (Satuan Batulempung-Batupasir ke permukaan). Sesar naik ini juga memiliki arah timur laut-barat daya. Kekar gerus banyak dijumpai didekat struktur-stuktur geologi yang berada di daerah penelitian (Gambar. Kekar-kekar gerus ini digunakan untuk analisis kinematika untuk mengetahui arah gerak sesar. 3.3.1. Sesar Naik Landas Manifestasi di lapangan dari ssesar naik Landas adalah tebing di km 8-9 (Gambar 3.4), di utara Landas (Gambar 3.7), dan zona hancuran (Gambar 3.15) di hampir sepanjang Sungai Landas. Bukti lain berupa ketidaksesuaian umur dengan litologi di sebelah utaranya yang tidak bisa dijelaskan dengan adanya lipatan (antiklin km 6) saja. Di bagian selatan sesar naik ini ditemukan litologi berumur Oligosen Awal-Akhir dari Satuan Batugamping, sedangkan dibagian utara Miosen Tengah-Pliosen dari Satuan Batugamping-Napal. Citra SRTM juga menunjukkan kelurusan di sepanjang sesar ini. Gambar 3. 15. Zona hancuran yang terletak di Sungai Landas, di antara singkapan AR-A-02 dan AR-A-03. Analisis kinematika yang dilakukan (Lampiran E) untuk Sesar Naik Landas ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu, barat, tengah, dan timur. Di bagian barat 31

didapatkan bidang sesar naik adalah N 55 E/38, di bagian tengah sesar naik ini memiliki kedudukan N 10 E/33, sedangkan di bagian timur memiliki kedudukan N 60 E/34. Arah gerak untuk sesar naik Landas ini konsisten dari tiga analisis yang dilakukan pada tiga bagian berbeda yaitu naik mengiri. Arah tegasan utama berarah barat laut-tenggara. 3.3.2. Antiklin Km 6 Lipatan ini terletak di bukit km 6-9, memanjang dari barat daya ke timur laut menuju selatan desa Landas. Lipatan ini memiliki sumbu berarah barat daya-timur laut. Dari pengolahan data di sekitar antiklin km 6 di daerah penelitian didapatkan kedudukan bidang sumbu antiklin yaitu N 232 E/76. Lipatan ini menunjam ke arah barat daya. Lipatan ini merupakan lipatan yang terbentuk oleh adanya sesar naik. 3.3.3. Sinklin Km 6 Sinklin km 6 terletak di utara sesar naik Landas. Kemenerusannya tidak diketahui karena terbatasnya data singkapan di daerah tersebut. Pembentukan lipatan in karena sesar naik sehingga membentuk seretan di sekitar sesar naik (drag fold). Sayap sebelah utara miring ke selatan dengan kemiringan sebesar 18, sedangkan sayap selatan miring ke utara dengan kemiringan 15. 3.3.4. Antiklin Batulobang Antiklin Batulobang terletak di bukit Batulobang. Sumbu antiklin ini relatif timur laut-barat daya. Antiklin ini diketahui dari perbedaan kemiringan lapisan di sayap sebelah utara dan selatannya. Di sebelah selatan, kemiringan lapisan landai 2 ke arah selatan, sedangkan sayap di sebelah utara miring ke arah utara dengan kemiringan sebesar 10-20. 3.3.5. Sinklin Batulobang Sinklin batulobang merupakan pasangan dari Antiklin Batulobang. Terletak di bukit Batulobang. Sumbu sinklin berarah relatif timur laut-barat daya. Di sayap utara, kemiringan lapisan ke arah selatan dengan kemiringan sebesar 10, sedangkan sayap selatan miring ke arah utara dengan kemiringan sebesar 10-20. Kemenerusan antiklin ini tidak diketahui karena keterbatasan data. 32

3.3.6. Mekanisme Pembentukan Struktur Geologi Ditinjau dari bukti-bukti di atas, gaya yang menyebabkan deformasi pada daerah penelitian adalah tegak lurus dari sumbu lipatan dan arah sesar naik, yaitu tenggara-barat laut. Deformasi ini terjadi pada saat Plio-Plesitosen dipengaruhi oleh dua sesar geser besar berarah relatif barat-timur, yang mengapit Tanjung Mangkalihat di bagian utara (Sesar Mangkalihat) dan selatan (Sesar Sangkulirang) yang bergerak secara sinistral sehingga akan memberikan kompresi berarah relatif tenggara-barat daya. Hal ini sesuai dengan model simple shear pada Gambar 3.15) Gambar 3. 16. Model Simple Shear (Hardings 1973, dalam, Sapiie dan Harsolumakso, 2006) 33