Mukson, E. Prasetyo, B. M. Setiawan dan H. Setiyawan Laboratorium Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Wilayah Pengembangan Sapi Potong dalam Mendukung Swasembada Daging di Jawa Tengah

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

Received August 27, 2008; Accepted November 12, 2008 ABSTRACT. + 0,025x ,018x 5 ABSTRAK

Pengaruh Harga Jual dan Volume Penjualan Terhadap Pendapatan Pedagang Pengumpul Ayam Potong

E. Prasetyo, Mukson, T. Ekowati dan A. Setiadi Laboratorium Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

POTENSI SUMBERDAYA PAKAN DI WILAYAH PROPINSI JAWA TENGAH

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi untuk mencapai pertumbuhan angkatan kerja, yang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

PROFIL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS AYAM BURAS PEDAGING DI KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH (STUDI KASUS DI KECAMATAN GEMUH)

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TENAGA KERJA DI JAWA TENGAH TAHUN 2014

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

DAFTAR LAMPIRAN. Data Variabel Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku. Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

POTENSI KOMODITAS PETERNAKAN DALAM PEMENUHAN KETERSEDIAAN PANGAN ASAL TERNAK DI KOTA TARAKAN

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan merangsang proses produksi barang. maupun jasa dalam kegiatan masyarakat (Arta, 2013).

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hasil dari uji heterokedastisitas tersebut menggunakan uji Park. Kriteria

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

S. Andy Cahyono dan Purwanto

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini dilakukan analisis model Fixed Effect dan pengujian

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH

ANALISIS PROFITABILITAS PENGEMBANGAN USAHA TERNAK ITIK DI KECAMATAN PAGERBARANG KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING AYAM (Studi Kasus: Pasar Sei Kambing, Medan)

ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN TELUR AYAM RAS DI SUMATERA UTARA

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER DI KOTA MEDAN Helmi Mawaddah *), Satia Negara Lubis **) dan Emalisa ***) *)

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI KECAMATAN JELBUK KABUPATEN JEMBER

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

PENGARUH KUALITAS PRODUK, HARGA, DAN MEREK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN HANDPONE SAMSUNG (STUDY KASUS MAHASISWA UNIVERSITAS GUNADARMA)

Pengembangan pertanian organik (kasus penerapan pupuk organik pada padi sawah di kecamatan arga makmur; Kabupaten Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

BAB IV ANALISIS DATA A. PENGUJIAN HIPOTESIS

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN DAGING AYAM BROILER DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Perkembangan Populasi Ternak Besar Dan Unggas Pada Kawasan Agribisnis Peternakan Di Sumatera Barat

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zat-zat dalam Susu Nilai Kandungan

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

ANALISIS PROFITABILITAS USAHATANI PADI SAWAH BERDASARKAN LUAS PENGUASAAN LAHAN DI KECAMATAN BANYUURIP KABUPATEN PURWOREJO JURNAL PENELITIAN

GUBERNUR JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI PINANG KECAMATAN SAWANG KABUPATEN ACEH UTARA. Mawardati*

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

STRUKTUR EKONOMI, KESEMPATAN KERJA DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN JAGUNG DI SUMATERA UTARA

(ANALYSIS OF NEEDED INVESTMENT FOR BROILER CHICKEN FARM IN PURBALINGGA)

Transkripsi:

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN PETERNAKAN DI JAWA TENGAH (The Analysis of Factors to Influence Agriculture Development in Central Java) Mukson, E. Prasetyo, B. M. Setiawan dan H. Setiyawan Laboratorium Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan peternakan di Jawa Tengah, baik pengembangan peternakan ruminansia maupun unggas. Penelitian dilakukan dengan menganalisis data-data sekunder yang dipublikasi dari Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah. Lokasi kabupaten yang diambil sebanyak 17 Kabupaten. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model statistik regresi linier berganda dengan varibel dependen (Y) = populasi ternak ruminansia/unggas, dan variabel independen untuk pengembangan ruminansia adalah X1 = PDRB, X2 = luas lahan sawah, X3 = luas lahan kering, X4 = jumlah penduduk, X5 = jumlah kelompok tani ternak, dan X6 = ketersediaan pakan, sedangkan pada ternak unggas hanya sampai pada variabel X5. Uji F digunakan untuk menguji model yang digunakan dengan taraf signifikasi sebesar 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan peternakan ruminansia secara bersama-sama sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh variabel-variabel independen yaitu PDRB, luas lahan sawah, luas lahan kering, jumlah penduduk, jumlah kelompok tani ternak dan ketersediaan pakan. Sedangkan secara parsial dipengaruhi oleh luas lahan kering (P<0,05) dan ketersediaan pakan (P<0,01). Nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,848, yang berarti sebanyak 84,8% variabel dependen dipengaruhi oleh variabel independen sedangkan sisanya sebanyak 15,2% dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. Pada pengembangan ternak unggas secara bersama-sama sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh variabel-variabel independen tersebut diatas, sedangkan secara parsial dipengaruhi oleh PDRB (P<0,01) dan jumlah penduduk (P<0,05). Nilai R 2 sebesar 0,746, yang berarti sebanyak 74,6% variabel dependen dipengaruhi oleh variabel PDRB, luas lahan sawah, luas lahan kering, jumlah penduduk, jumlah kelompok tani ternak. Sedangkan sisanya sebanyak 25,4% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Kata kunci : faktor pengembangan, peternakan ABSTRACT This research had been done as a mean to know the factors to influence agriculture development in Central Java, as well as ruminant agriculture development and also poultry development. Research had been done with analysing secondary data which publishing from the Agriculture Department of Central Java. Region location taken by as much 17 region. Analysing data done by using statistical model of doubled linear regression which dependent variable was (Y) = the population of ruminant livestock/poultry, and independent variable for the ruminant development was X1= PDRB, X2 = wide of field farm, X3 = wide of dry field, X4 = sum up the resident, X5= sum up the group of livestock farmer, and X6 = diet availability, while at poultry livestock only come up with the variable of X5. F Test used to test the model was used with the level significant of 5%. Result of research showed that the development of ruminant agriculture together very real (P<0,01) influenced by independent variable that was PDRB, wide of field farm, wide of dry field, sum up the resident, sum up the group of livestock farmer and diet availability. While according to parsial was influenced by wide of dry field (P<0,05) and diet availability (P<0,01).

Value of the determination coefficient (R 2 ) was 0,848, it mean that was 84,8% dependent variable influenced by independent variable while the rest was 15,2% influenced by other variable outside the model. At development of poultry livestock together very real (P<0,01) influenced independent variables above, while according to parsial was influenced by PDRB (P<0,01) and sum up the resident (P<0,05). Value of R 2 was 0,746, it mean that was 74,6% dependent variable influenced by variable of PDRB, wide of field farm, wide of dry field, sum up the resident, sum up the group of livestock farmer. While the rest was 25,4% influenced by other variable outside the model. Keywords : development factor, agriculture. PENDAHULUAN Sektor pertanian masih merupakan sektor andalan perekonomian nasional. Ketangguhan sektor pertanian termasuk sub sektor peternakan ditunjukkan oleh masih besarnya potensi sumber daya lokal, baik ternak, teknologi, kelembagaan maupun potensi lainnya, sehingga apabila potensi ini dapat dikembangkan dengan optimal diharapkan akan mampu berperan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Menghadapi era persaingan global, pembangunan peternakan harus mampu mewujudkan peternakan yang maju, efisien dan tangguh. Peternakan tangguh merupakan kondisi dimana sumberdaya yang ada (modal, alam, tenaga kerja dan teknologi) dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga produk yang dihasilkan dapat memenuhi permintaan pasar baik secara regional, nasional maupun global (Soehadji, 1990). Sub sektor peternakan yang merupakan bagian dari sektor pertanian masih merupakan sektor strategis dalam menopang perekonomian regional maupun nasional. Di Jawa Tengah pada tahun 2002 kontribusi sub sektor peternakan terhadap total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga konstan sebesar 3,95%, sedangkan berdasarkan harga berlaku sebesar 3,34%. Khusus pada lingkup sektor pertanian, sumbangan sub sektor peternakan berdasarkan harga konstan sebesar 19,97%, sedangkan berdasarkan harga berlaku sebesar 14,26%, atau menempati urutan ke dua setelah sub sektor tanaman bahan makanan (Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah, 2004). Kondisi ini menunjukkan bahwa sub sektor peternakan mempunyai peranan yang strtegis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga ke depan perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan agar peran yang ada semakin nyata dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Upaya dan langkah strategis untuk peningkatan peran sub sektor peternakan antara lain dapat dilakukan melalui pengembangan dan peningkatan populasi, produksi dan produktivitas ternak. Untuk mendukung upaya tersebut perlu diperhatikan berbagai faktor lingkungan strategis usaha baik yang bersifat mikro maupun makro. Beberapa faktor kaitannya dengan pengembangan peternakan melalui peningkatan populasi ternak di Jawa Tengah diduga banyak faktor yang mempengaruhi antara lain ketersediaan pakan, ketersediaan lahan, PDRB, sarana dan prasarana pendukung/kelembagaan, dan lain-lain. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas maka kajian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi terhadap pengembangan peternakan di Jawa Tengah, khususnya keberadaan dan peningkatan populasi ternak baik ternak ruminansia maupun unggas. Hasil penelitian ini diharapkan diperoleh data dan informasi yang dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pembangunan peternakan khususnya bagi pemegang policy maupun stake holder dan pihak lainnya.

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah sentra produksi dan pengembangan peternakan. Di samping itu juga merupakan daerah penyangga dan pensuplai kebutuhan ternak atau pangan hasil ternak untuk wilayah di luar Jawa Tengah. Kondisi ini perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan agar keberadaan peternakan tetap mampu berkembang baik. Dukungan yang harus diperhatikan adalah dengan memperhatikan berbagai faktor lingkungan usaha yang mempengaruhi pengembangan peternakan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survai instansional. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive sampling, dengan mengambil sebanyak 17 lokasi kabupaten berdasarkan pengembangan kawasan sesuai potensi komoditas ternak unggulan yang ada (ruminansia besar, kecil dan unggas). Penelitian ini menggunakan sumber data yang diperoleh dari Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah dan Biro Pusat Statistik Jawa Tengah tahun 2003. Data antara lain meliputi beberapa variabel, yaitu : jumlah/populasi ternak ruminansia dan unggas (sebagai variabel dependen), luas lahan sawah dan lahan kering, PDRB, kelembagaan peternak, jumlah penduduk dan PDRB (sebagai variabel independen). Metode Analisis Data Data dianalisis secara deskriptif dan statistik. Dasar potensi pengembangan peternakan dinalisis dengan model Location Quotient (LQ) sesuai petunjuk Hendarto (2000) sebagai berikut : LQ = (PSPK : PSPJ) / (PTPK : PTPJ) PSPK = PDRB sub sektor peternakan Kabupaten (Rp) PSPJ = PDRB sub sektor peternakan Jawa Tengah (Rp) PTPK = PDRB total Kabupaten (Rp) PTPJ = PDRB total Jawa Tengah (Rp) > 1 Sektor basis peternakan = 1 Seimbang < 1 Sektor non basis peternakan Sedangkan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pengembangan peternakan dianalisis dengan menggunakan model regresi linier berganda sesuai petunjuk Sugiono (2002) sebagai berikut : Y = a + b1x1 + b2x2 + + b6x6 + e Y = populasi ternak (ruminansia dan unggas) (AU) x1 = PDRB (Rp) x2 = Luas lahan sawah (ha) x3 = Luas lahan kering (ha) x4 = Jumlah penduduk (jiwa) x5 = Jumlah kelompok tani (buah) x6 = Ketersediaan pakan (AU) a = konstanta e = simpangan stokastik. Uji F digunakan untuk menguji model regresi berganda dengan taraf signifikasi sebesar 5%. Sedangkan uji t digunakan untuk mengetahui secara parsial pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Sub Sektor Peternakan di Jawa Tengah Sub sektor peternakan mempunyai peranan penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan khususnya protein hewani, baik dari jumlah, mutu maupun keragamannya. Selain itu sub sektor peternakan diharapkan dapat menopang pertumbuhan industri dan ekspor non migas. Dari sub sektor peternakan juga diharapkan dapat meningkatkan kesempatan kerja, pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Perkembangan

populasi ternak di Jawa Tengah pada tahun 2000 2002 seperti disajikan pada Tabel 1. Populasi dan penyebaran ternak sapi potong pada 2002 secara berurutan adalah Kabupaten Blora 197.392 ekor (14,68%), Wonogiri 137.768 ekor (10,25%), Grobogan 119.401 ekor (8,88%) dan daerah-daerah lain masih di bawah 7,00%. Populasi sapi perah terbesar adalah Kabupaten Boyolali 63.848 ekor (53,64%), Semarang 27.692 ekor (23,27%), Klaten 7.899 ekor (6,64%) dan yang daerah lainnya masih di bawah 4,00%. Populasi kerbau terbesar adalah Kabupaten Brebes 16.980 ekor (11,42%), Magelang 12.361 ekor (8,31%), Pekalongan 11.966 ekor (8,05%), Pemalang 10.218 ekor (6,87%), Tegal 7.528 ekor (5,06%) dan daerah-daerah lain masih di bawah 6,00%. Kambing populasi terbesar masih berada di daerah Kabupaten Wonogiri, Brebes, Purworejo dan Banyumas. Ternak domba di daerah Kabupaten Temanggung, Brebes dan Wonosobo. Ternak babi di daerah Kabupaten Karanganyar, Semarang dan Sukoharjo. Sebaran populasi ternak unggas yang terbesar secara berurutan, adalah ternak ayam buras di daerah Kabupaten Brebes, Kebumen, Temanggung dan Pemalang, untuk ternak ayam broiler di Kabupaten Kendal, Semarang dan Klaten, ternak ayam layer di Kabupaten Kendal, Karanganyar dan Semarang, ternak itik di Kabupaten Brebes, Pemalang dan Semarang. Burung puyuh di Kabupaten Boyolali, Klaten dan Pati. Untuk sebaran populasi ternak kelinci yang terbesar di Kabupaten Semarang, Banjarnegara dan Wonosobo. Perkembangan populasi ternak di Jawa Tengah selama tahun 2000 2002 dapat dilihat pada Tabel 1. Analisis Sektor Basis Peternakan pada Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada wilayah dengan orientasi kawasan pengembangan peternakan. Untuk melihat masing-masing lokasi apakah termasuk sektor basis atau non basis peternakan telah dilakukan analisis dengan model Location Quotient (LQ). Menurut Hendarto (2000), analisis LQ menyajikan perbandingan relatif kemampuan suatu sektor atau sub sektor di daerah tertentu dengan kemampuan sektor atau sub sektor yang sama di daerah yang lebih luas. Tabel 1. Populasi Ternak Besar, Kecil dan Ternak Unggas (2000-2002). No. Jenis Ternak 2000 2001 2002 1. Ternak Besar a. Sapi potong b. Sapi perah c. Kerbau d. Kuda 2. Ternak Kecil a. Kambing b. Domba c. Babi 3. Ternak Unggas a. Ayam buras b. Ayam broiler c. Ayam layer d. Itik e. Burung puyuh 1.317.341 114.834 182.210 16.087 2.968.072 1.982.988 108.302 31.970.524 71.554.382 6.730.818 3.661.805 1.852.528 1.331.103 114.916 170.012 15.125 2.974.917 1.874.659 99.302 32.880.202 53.879.257 7.112.163 3.772.070 1.946.712 1.344.495 119.026 148.665 14.661 2.984.434 1.972.322 107.037 34.174.515 64.990.178 7.368.333 4.023.358 2.708.817 4. Aneka Ternak Kelinci 118.650 125.649 150.899 Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah, 2003.

Apabila LQ > 1, maka sub sektor peternakan di kabupaten lebih spesialis dibandingkan daerah Jawa Tengah atau dengan kata lain sub sektor peternakan merupakan sektor basis untuk pertumbuhan ekonomi. Apabila LQ < 1 maka sub sektor peternakan di kabupaten bukan merupakan sub sektor spesialis (non basis sektor) dibandingkan dengan Jawa Tengah, atau dengan kata lain kabupaten tersebut kurang potensial secara ekonomis untuk pengembangan sub sektor peternakan. Apabila LQ = 1 maka kekuatan sub sektor peternakan di kabupaten mempunyai kekuatan seimbang dengan daerah/kabupaten yang bersangkutan dibanding dengan Jawa Tengah. Berdasarkan hasil analisis diperoleh rata-rata nilai LQ dari 17 kabupaten sebesar 1,33. Kondisi ini mencerminkan bahwa Jawa Tengah merupakan daerah potensial untuk pengembangan peternakan. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dari 17 kabupaten di Jawa Tengah, 12 kabupaten (70,59%) menunjukkan sub sektor peternakan merupakan sektor basis pertumbuhan ekonomi wilayah (LQ > 1), dan hanya 4 kabupaten (23,53%) yang tidak menunjukkan sebagai sektor basis (LQ < 1), serta 1 kabupaten (5,89%) menunjukkan seimbang (LQ = 1). Kabupaten-kabupaten yang mempunyai LQ > 1 berarti pada daerah-daerah tersebut sub sektor peternakan secara relatif mempunyai potensi yang lebih besar untuk berperan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah (PDRB) dibandingkan dengan Jawa Tengah. Secara keseluruhan dari 17 kabupaten nilai rata-rata LQ adalah sebesar 1,33. Kondisi ini berarti Propinsi Jawa Tengah merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan sub sektor peternakan, atau sub sektor peternakan di Jawa Tengah mempunyai peranan positif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (PDRB) Propinsi Jawa Tengah. Tabel 2. Perhitungan LQ (Location Quotient) di Lokasi Penelitian Tahun 2002. No. Kabupaten LQ Keterangan 1. Semarang 1,02 Sektor Basis 2. Boyolai 4,44 Sektor Basis 3. Banyumas 1,03 Sektor Basis 4. Blora 1,15 Sektor Basis 5. Grobogan 0,66 Non Basis 6. Kebumen 1,43 Sektor Basis 7. Wonogiri 0,52 Non Basis 8. Purworejo 1,00 Seimbang 9. Purbalingga 1,59 Sektor Basis 10. Tegal 0,51 Non Basis 11. Magelang 1,04 Sektor Basis 12. Banjarnegara 0,47 Non Basis 13. Brebes*) 1,04 Sektor Basis 14. Kendal 2,00 Sektor Basis 15. Pemalang*) 1,23 Sektor Basis 16. Temanggung 1,55 Sektor Basis 17. Karanganyar 2,02 Sektor Basis TOTAL RATA-RATA 22,68 1,33 Sumber : Data sekunder terolah, 2003. > 1 Sektor basis peternakan = 1 Seimbang < 1 Sektor non basis peternakan

No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tabel 3. Uji Signifikansi Pengaruh Faktor-faktor Makro Secara Parsial Terhadap Pengembangan Ternak Besar dan Ternak Kecil Unstandardized coeficients Variabel t Sig. (Constant) PDRB Luas lahan sawah Luas lahan kering Jumlah penduduk Jumlah kelompok tani ternak Ketersediaan pakan R 2 B 45218,196-9,831E-03 0,117 0,572-3,184E-02 79,346 0,130 Std. Error 31228,989 0,009 0,884 0,245 0,036 112,069 0,032 1,448-1,091 0,133 2,328* -0,873 0,650 4,106** 0,178 0,301 0,897 0,042 0,403 0,530 0,002 0,848 * = Level of error 5% (P<0,05) ** = Level of error 1% (P<0,01) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Peternakan di Jawa Tengah Kebijakan dalam pengembangan peternakan di Jawa Tengah perlu memperhatikan faktor-faktor esensial baik yang bersifat makro maupun mikro. Faktor makro merupakan faktor-faktor yang terkait dengan lingkungan usaha, seperti kondisi perekonomian, ketersediaan lahan, ketersediaan pakan, jumlah penduduk, jumlah permintan produk ternak dan lain-lain. Sedangkan faktor mikro merupakan faktorfaktor yang terkait dengan aspek zooteknis usaha peternakan, yang meliputi feeding, breeding dan management. Penelitian ini dilakukan dengan mencoba menganalisis faktor makro baik pengembangan terhadap ternak ruminansia besar dan kecil maupun ternak unggas Hasil penelitian menunjukkan pengembangan ternak ruminansia besar dan kecil diperoleh persamaan : Y = 45218,20-0,0098X 1 + 0,117X 2 + 0,572X 3 + 0,032X 4 + 79,346X 5 + 130X 6 + e Berdasarkan uji F persamaan tersebut signifikan pada level of error 5% dan 1%, dimana besarnya nilai F hitung 9,318 dan nilai probabilitas 0,001 (P<0,01<0,05). Hal ini berarti secara serempak faktor-faktor makro (X 1 s/d X 6 ) mempunyai pengaruh yang nyata signifikan terhadap pengembangan ternak besar dan ternak kecil. Dari hasil analisis diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 84,80%, yang berarti bahwa variasi yang terdapat pada faktor-faktor makro dapat menerangkan variasi yang terjadi pada pengembangan ternak besar dan ternak kecil sebesar 84,80%. Sedangkan sisanya sebesar 15,20% diterangkan oleh faktorfaktor lain yang tidak dimasukkan dalam model persamaan regresi. Pada uji t variabel yang berpengaruh adalah luas lahan kering (X 3 ) dan ketersediaan pakan (X 6 ). Uji signifikansi pengaruh faktor-faktor makro secara parsial terhadap pengembangan ternak besar dan ternak kecil disajikan pada Tabel 3. Penelitian pengembangan terhadap ternak unggas diperoleh persamaan : Y = 4535,965-0,006X 1 + 0,035X 2 + 0,020X 3-0,008X 4 + 44,55X 5 + e Berdasarkan uji F persamaan tersebut signifikan pada level of error 5% dan 1%, dimana besarnya nilai F hitung 6,449 dan nilai probabilitas 0,001 (P<0,01<0,05). Hal ini berarti secara serempak faktor-faktor makro (X 1 s/d X 5 ) mempunyai pengaruh yang nyata signifikan terhadap pengembangan ternak unggas.

No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tabel 4. Uji Signifikansi Pengaruh Faktor-faktor Makro Secara Parsial Terhadap Pengembangan Ternak Unggas Unstandardized coeficients Variabel t Sig. B Std. Error (Constant) PDRB Luas lahan sawah Luas lahan kering Jumlah penduduk Jumlah kelompok tani ternak R 2-4535,965 5,994E-03 3,513E-02 1,996E-02-7,978E-03 44,555 4107,978 0,001 0,085 0,029 0,004 26,868-1,104 5,480** 0,412 0,682-2,114* 1,658 0,293 0,000 0,689 0,509 0,050 0,125 0,746 * = Level of error 5% (P<0,05) ** = Level of error 1% (P<0,01) Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 74,60%, yang berarti bahwa variasi yang terdapat pada faktor-faktor makro dapat menerangkan variasi yang terjadi pada pengembangan ternak unggas sebesar 74,60%. Sedangkan sisanya sebesar 25,40% diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model persamaan regresi. Pada uji t variabel yang berpengaruh adalah PDRB (X 1 ) dan jumlah penduduk (X 5 ). Uji signifikansi pengaruh faktor-faktor makro secara parsial terhadap pengembangan ternak unggas disajikan pada Tabel 4. KESIMPULAN 1. Berdasarkan perhitungan LQ diperoleh hasil bahwa 12 Kabupaten (70,59%) merupakan daerah basis sektor peternakan, 1 Kabupaten (5,89%) merupakan daerah seimbang dan 4 Kabupaten (23,53%) merupakan daerah non basis peternakan. 2. Pengembangan ternak ruminansia besar dan kecil di Jawa Tengah secara bersama-sama dipengaruhi oleh PDRB, luas lahan sawah, luas lahan kering, jumlah penduduk, jumlah kelompok tani ternak dan ketersediaan pakan (P<0,01), sedangkan secara parsial hanya dipengaruhi oleh luas lahan kering dan ketersediaan pakan. Sedangkan untuk pengembangan ternak unggas secara bersama-sama dipengaruhi oleh PDRB, luas lahan sawah, luas lahan kering, jumlah penduduk, jumlah kelompok tani ternak (P<0,01) sedangkan secara parsial dipengaruhi oleh PDRB dan jumlah penduduk. DAFTAR PUSTAKA Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah. 2003. Statistik Peternakan Propinsi Jawa Tengah 2003, Ungaran. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah dengan Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. 2003. Laporan Penelitian. Profil Kawasan Pengembangan Agribisnis Peternakan Jawa Tengah, Semarang. Hendarto, R.M. 2000. Analisis Potensi Daerah dalam Pembangunan Ekonomi. Makalah Diklat. Fakultas Ekonomi Unversitas Diponegoro, Semarang. Soehardji. 1990. Pokok-Pokok Penjelasan Deregulasi Bidang Peternakan, Jakarta. Sugiono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. CV Alfabeta, Bandung.