BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 1 Nomor 1, Juni 2015 p-issn: e-issn: Halaman 111

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains,

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Afifudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat,

BAB I PENDAHULUAN. rasa ingin tahu (curiosity) siswa, proses uji coba (trial and error), analisa konsep

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada tingkat sekolah dasar adalah merupakan pondasi bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 1 Nomor 1, Juni 2015 p-issn: e-issn: Halaman 111

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Guru merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepribadian manusia sangat bergantung pada pendidikan yang diperolehnya, baik dari lingkungan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan sikap manusia. Proses pendidikan dilakukan oleh siapapun, dimanapun,

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mei Indah Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN Permasalahan dalam proses pembelajaran saat ini adalah kurangnya usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

1. PENDAHULUAN. Fisika merupakan ilmu yang mengaplikasikan konsep dalam kehidupan nyata.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut. pengembangan kemampuan siswa dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fatmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

Afandi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Tanjungpura. Abstrak

I. PENDAHULUAN. konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogi Musthapa Kamil, 2014

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang perlu segera direalisasikan. Hal tersebut dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu kimia yang diperoleh siswa

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI PENEMUAN TERHAD AP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMP KELAS VIII PAD A POKOK BAHASAN HUKUM NEWTON

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang memiliki banyak manfaat. Ilmu matematika

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DENGAN MODEL INKUIRI TERBIMBING PADA SISWA KELAS X PMIA 3 DI SMAN 3 BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. banyak dituntut untuk mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Metode konvensional (ceramah) kurang mengena untuk diterapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dara Pricelly Rais,2013

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah kelompok Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 PENERAPAN FIVE STAGE CONCEPTUAL TEACHING MODEL UNTUK MENINGKATKAN KONSISTENSI ILMIAH DAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMA

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

Kusuma Wardhani 1, Widha Sunarno 2, Suparmi 3 1) SMA Negeri 3 Surakarta, 57128, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu. kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS X IPA 1 SMA NEGERI 1 MARABAHAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perlu ditingkatkan, baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam bidang pendidikan matematika beserta tuntutannya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Fisika bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta,

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan mata pelajaran yang penting dalam kurikulum sekolah karena kontribusinya dalam melandasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penerapannya yang luas pada berbagai bidang keilmuan dan teknologi menuntut pembelajaran di sekolah agar mampu membekali siswa dengan kemampuan memahami fisika yang kuat sehingga mampu memberikan fondasi yang cukup untuk pengetahuan yang dibutuhkan siswa di masa mendatang. National Research Council (1996) menyatakan bahwa belajar sains hendaknya beranjak dan berfokus pada pemahaman karena dari pemahaman yang kokoh maka kemampuan kognitif lainnya akan berkembang dengan benar. Dengan demikian, pembelajaran fisika hendaknya menanamkan kemampuan memahami yang kuat terhadap fakta, konsep, prinsip, maupun kaidah ilmiah lainnya pada siswa. Pemahaman yang baik ditujukan agar siswa mampu memecahkan suatu masalah kompleks berdasarkan kemampuan memahami suatu informasi. Pemahaman yang utuh dapat menjadi bekal yang baik bagi siswa dalam memecahkan masalah. Silaban (2014) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara penguasaan konsep dengan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Semakin baik kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep, maka berkorelasi dengan semakin baik pula kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Akan tetapi masalah yang dimaksud dalam hal ini bukan merupakan soal matematis dimana pemecahannya dapat diselesaikan melalui serangkaian langkah yang telah dilatihkan sebelumnya, melainkan masalah kompleks mendekati permasalahan nyata yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari dimana pemecahannya menuntut keterampilan berfikir lebih tinggi.

2 Dunia kerja memerlukan orang-orang yang dapat memecahkan masalah. Karena keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja tersebut, maka orientasi pendidikan pun bergeser dari membekali siswa dengan keterampilan rutin menjadi membekali siswa untuk siap menghadapi dan mengatasi tantangan kognitif yang kompleks dan tak biasa. Untuk menghadapi tantangan dunia kerja, siswa tidak cukup hanya dibekali dengan pemahaman, namun perlu dilatihkan juga keterampilan berfikir menggunakan pengetahuannya itu untuk memecahkan masalah riil yang lebih sering tidak bisa diprediksi. Hal inilah yang menyebabkan kemampuan pemecahan masalah termasuk salah satu keterampilan yang harus dikuasai di abad 21 (OECD, 2012). Dalam Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan juga tertera bahwa kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah yang kompleks merupakan sebagai salah satu tuntutan standar kompetensi lulusan untuk siswa SMA dan sederajat (Depdiknas, 2006). Mengingat hal tersebut, maka sudah seharusnya pembelajaran fisika di kelas melatihkan kemampuan pemecahan masalah pada siswa. Sains tidak bisa dipelajari secara pasif melalui ceramah di kelas, tapi siswa harus mengalami langsung fenomena fisis agar mendapatkan pengalaman dan kemampuan memahami konsep sains yang utuh. Seperti dikemukakan Haury & Rillero (1994) jika kita ingin mengajar bagaimana cara memasak, maka bawalah siswa ke dapur. Kita tidak bisa belajar memasak melalui ceramah di kelas. Untuk mempelajari sains dengan sebenarnya, maka kita harus "melakukan" sains. Ates & Eryilmaz (2011) menyatakan bahwa sulit membayangkan pembelajaran sains tanpa mengalami pengalaman sains. Piaget dalam Costa (1985) menyatakan bahwa penyebab utama kegagalan dalam pendidikan formal adalah pembelajaran dimulai dari bahasa (ceramah), bukan dari fenomena dan manipulasi material nyata. Hal ini menyebabkan kemampuan siswa dalam memahami konsep kurang tercapai. Menurut Dale (1969) semakin banyak interaksi sensorik siswa dengan fenomena nyata, semakin besar kesempatan siswa untuk mencapai kemampuan memahami yang utuh mengenai fenomena tersebut. Dengan demikian semakin besar interaksi siswa langsung dengan fenomena, maka semakin besar pula siswa

3 mencapai pemahamannya. Hal ini menyebabkan metode yang paling kurang efektif mencakup pembelajaran dari informasi yang disampaikan melalui simbol verbal seperti ceramah, karena sedikitnya interaksi sensorik yang dialami siswa. Adapun metode yang paling efektif mencakup pengalaman belajar berinteraksi secara langsung dan bermakna. Dengan demikian, pembelajaran fisika seharusnya memberikan pengalaman nyata pada siswa dalam berinteraksi langsung terhadap fenomena fisis yang ingin dipelajari. Pada kenyataannya proses pembelajaran konsep fluida statis di sekolah masih didominasi oleh metode pembelajaran yang cenderung bersifat informatif dan lebih ditekankan pada perumusan persamaan matematis sehingga kurang memberikan pengalaman nyata pada siswa dalam berinteraksi langsung dengan fenomena fluida statis yang dipelajari. Hal ini ditunjukkan oleh temuan-temuan hasil studi pendahuluan yang dilakukan berupa wawancara guru dan siswa, observasi langsung, dan analisis hasil tes pada salah satu SMA Negeri di Kabupaten Tangerang, penulis menemukan bahwa: 1) Hasil wawancara dengan guru fisika mengemukakan bahwa input kemampuan siswa yang masuk ke SMA tersebut termasuk ke dalam klasifikasi kemampuan menengah ke bawah; 2) Hasil observasi pembelajaran menemukan bahwa model pembelajaran yang digunakan cenderung bersifat informatif dan kurang memberikan pengalaman nyata kepada siswa. Siswa menguasai soal latihan rutin (yang biasa dilatih di kelas), tapi gagal memecahkan soal yang tidak serupa dengan soal yang telah mereka kuasai sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa menguasai langkah-langkah sederhana yang dibutuhkan untuk memecahkan soal saja tidak cukup. Siswa harus dilatih menggunakan pengetahuan yang dipelajarinya tersebut untuk memecahkan masalah nyata yang lebih kompleks; 3) Dari analisis data soal ulangan umum untuk mengukur hasil belajar pada level C2 (memahami) ditemukan bahwa persentase siswa yang menjawab soal dengan benar pada aspek menginterpretasi sebanyak 13%; pada aspek menginferensi sebanyak 16%; pada aspek membandingkan sebanyak 18%; pada aspek mencontohkan sebanyak 83%; pada aspek mengklasifikasi sebanyak 67%; pada aspek menjelaskan sebanyak 16%;

4 dan pada aspek menggeneralisasi sebanyak 56%. Dengan demikian dari tujuh aspek kemampuan memahami siswa, terdapat empat aspek kemampuan memahami yang masih perlu ditingkatkan, yakni menginterpretasi, menginferensi, membandingkan, dan menjelaskan; dan 4) Hasil wawancara dengan siswa ditemukan bahwa siswa kurang mampu menerapkan kemampuan memahami fisikanya untuk memecahkan masalah nyata terkait konsep fluida statis yang dipelajari, dan kesulitan dalam mengidentifikasi prinsip fluida yang disajikan oleh informasi faktual. Hal ini dikarenakan kemampuan kognitif siswa masih bersifat abstrak dan hanya sampai pada taraf hafalan, sehingga kurang memahami konsep dengan baik. Siswa juga cenderung menguasai soal hitungan tapi tidak mampu mengkoneksikan persamaan fluida yang mereka kuasai tersebut untuk memecahkan masalah terkait fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan temuan pada studi pendahuluan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya masalah dalam pembelajaran fisika adalah proses pembelajaran yang dilakukan kurang melatihkan siswa dalam memecahkan masalah nyata, dan kurang memberikan pengalaman nyata pada siswa dalam berinteraksi dengan fenomena terkait sehingga siswa kurang mampu mengkoneksikan kemampuan memahaminya untuk memecahkan masalah nyata. Penggunaan model pembelajaran yang memberikan ruang bagi siswa untuk berinteraksi langsung dengan fenomena nyata serta memaksa siswa memecahkan masalah nyata terkait konsep yang dipelajari akan memberikan pengalaman nyata pada siswa sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan memahami dan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa. Fluida statis merupakan konsep yang dapat diaplikasikan dan sering ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Karakter konsep seperti ini sudah seharusnya dibelajarkan dengan memberikan pengalaman nyata kepada siswa. Pemberian pengalaman nyata dalam memecahkan masalah terkait fluida statis dalam kehidupan sehari-hari diharapkan mampu menanamkan pada siswa kemampuan memahami secara utuh dan lebih mendalam, serta membekali siswa kemampuan untuk mengaplikasikan konsep yang dimilikinya dalam memecahkan masalah.

5 Metode pembelajaran yang selama ini digunakan dalam pembelajaran di kelas kurang memfasilitasi hal tersebut sehingga berdampak pada rendahnya kemampuan memahami dan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa, sehingga diperlukan suatu model pembelajaran yang memberikan siswa pengalaman nyata dalam berinteraksi dengan fenomena, sekaligus menuntut siswa untuk memecahkan masalah nyata terkait konsep tersebut. Challenge based learning (CBL) adalah salah satu model pembelajaran yang menekankan pada learning by doing, menitikberatkan pada pemberian pengalaman belajar pada siswa dalam membentuk pengetahuannya berdasarkan pemecahan masalah yang terjadi di dunia nyata (Johnson, 2009). Dengan CBL, siswa diberikan tantangan dan kesempatan dapat berinteraksi langsung dengan fenomena yang dipelajari, serta mengkonstruk pemahamannya sendiri berdasarkan pengalaman yang dimilikinya tersebut. CBL juga memberikan pengalaman kepada siswa untuk memecahkan masalah riil terkait konsep yang sedang dipelajari. Tujuan CBL menurut Apple, Inc. (2010) adalah memberikan pengalaman belajar serelevan mungkin dengan permasalahan yang akan dihadapi siswa di dunia nyata. Dengan demikian kemampuan memahami yang dicapai akan lebih terasah dan dapat diaplikasikan untuk memecahkan masalah terkait dalam kehidupan sehari-hari. Tajuddin & Jailani (2013) menerapkan pembelajaran menggunakan model CBL untuk meningkatkan prestasi belajar dan life skill siswa SMK. Hasil penelitian menunjukkan CBL dapat meningkatkan prestasi belajar dan life skill siswa SMK, namun pencapaian prestasi belajar siswa lebih rendah daripada pencapaian life skill siswa. Berdasarkan penelitian Tajuddin & Jailani (2013), peningkatan prestasi belajar sebagai dampak penerapan CBL dalam pembelajaran berada pada kategori rendah. Namun menurut Dale (1969) semakin banyak interaksi sensorik siswa dengan fenomena nyata, semakin besar kesempatan siswa untuk mencapai pemahaman yang utuh mengenai fenomena tersebut. CBL yang menghadapkan siswa pada fenomena nyata sekaligus mendorong siswa untuk memecahkan masalah terkait fenomena tersebut seharusnya dapat memberikan

6 pengalaman belajar yang utuh sehingga siswa dapat memiliki kemampuan memahami yang lebih baik. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran mengenai peningkatan kemampuan memahami fisika siswa, peningkatan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa, serta seberapa besar kemampuan memahami berkontribusi pada kemampuan siswa dalam memecahkan masalah setelah mengalami pembelajaran menggunakan model CBL. Dengan pengalaman belajar nyata yang diberikan oleh CBL diharapkan memberikan kemampuan memahami yang lebih baik dan mendalam, sehingga kemampuan tersebut mampu membantu siswa dalam memecahkan masalah yang kompleks terkait materi fluida statis. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut. 1. Pembelajaran fisika materi fluida statis yang berlangsung di sekolah masih didominasi oleh metode pembelajaran yang bersifat informatif dan abstrak, cenderung lebih menekankan pada perumusan persamaan matematis, serta kurang melibatkan siswa dalam berinteraksi langsung dengan fenomena nyata fluida statis. 2. Masalah yang muncul pada siswa terkait materi fluida statis, antara lain kemampuan siswa hanya sampai taraf hafalan dan belum bisa memahami, siswa kurang mampu menerapkan konsep yang dipahaminya untuk memecahkan permasalahan nyata, dan siswa cenderung menguasai soal hitungan tapi kurang mampu memecahkan soal analisis terkait fenomena riil. 3. Siswa menguasai soal latihan rutin (yang biasa dilatih di kelas), tapi gagal memecahkan soal yang tidak serupa dengan soal yang telah mereka kuasai sebelumnya. C. Rumusan Masalah

7 Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka teridentifikasi rumusan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana peningkatan kemampuan memahami fluida statis siswa sebagai dampak dari pembelajaran dengan model CBL? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah fluida statis siswa sebagai dampak dari pembelajaran dengan model CBL? 3. Bagaimana kontribusi kemampuan memahami terhadap kemampuan pemecahan masalah fluida statis pada siswa sebagai dampak dari pembelajaran dengan model CBL? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dari hasil analisis tentang dampak penerapan model CBL terhadap kemampuan memahami dan kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi fluida statis. Secara lebih rinci, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memperoleh gambaran dari hasil analisis tentang peningkatan kemampuan memahami siswa sebagai dampak penerapan model CBL dalam pembelajaran materi fluida statis 2. Memperoleh gambaran dari hasil analisis tentang peningkatan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa sebagai dampak penerapan model CBL dalam pembelajaran materi fluida statis 3. Mengetahui seberapa besar kontribusi kemampuan memahami terhadap kemampuan pemecahan masalah fisika pada siswa sebagai dampak dari penerapan model CBL dalam pembelajaran materi fluida statis E. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini diantaranya: 1. Memberikan bukti empiris mengenai peningkatan kemampuan memahami siswa sebagai dampak dari penerapan CBL. 2. Memberikan bukti empiris mengenai peningkatan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa sebagai dampak dari penerapan CBL.

8 3. Memberikan bukti empiris mengenai besar kontribusi kemampuan memahami siswa terhadap kemampuan siswa dalam memecahkan masalah fisika sebagai dampak dari penerapan CBL. 4. Menjadi referensi yang dapat digunakan oleh pihak yang berkepentingan seperti guru, mahasiswa PTK, para praktisi pendidikan dan lembagalembaga penyelenggara pendidikan.