PAPER. Prevalensi dan Intensitas Trichodina sp. Pada Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Desa Tambakrejo, Kecamtan Pacitan, Kabupaten Pacitan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prevalensi dan Intensitas Trichodina sp. Pada Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan

Mahmudin Arbie 1), Dr. Ir. Syamsuddin MP 2), Mulis S.Pi, M.Sc 3).

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda

BAB I PENDAHULUAN. benih dan untuk membina usaha budidaya ikan rakyat dalam rangka

I. PENDAHULUAN. pada tahun Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh

BAB I PENDAHULUAN. Ikan bawal air tawar (Colossoma macopomum) merupakan ikan yang

IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI BALAI BENIH IKAN KABUPATEN SAMOSIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.2, (2014) ( X Print) E-58

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga

Gambar 2.1. Ikan nila (Oreochromis niloticus)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

Unnes Journal of Life Science

Kata kunci: ikan mas, Trichodina sp. Avicennnia marina,leukosit.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Unnes Journal of Life Science

JIMVET. 01(3): (2017) ISSN :

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

Patogenisitas Ektoparasit Pada Benih Ikan Hias Komet (Carassius auratus) Yang Dijual Di Pasar Ikan Beji Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Banyumas

I. Rustikawati, R. Rostika, D. Iriana & E. Herlina. Jurusan Pehkanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat ABSTRACT

Noor Shiva Sari, Rokhmani, Edy Riwidiharso. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680, Indonesia 2) Balai Karantina Ikan, Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta, Indonesia

DAFTAR PUSTAKA. Afrianto, E. & E. Liviawati Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

EFEKTIFITAS PERASAN LARUTAN DAUN API-API

KELIMPAHAN DAN VARIASI MORFOMETRIK TRICHODINA


PENGENDALIAN INFESTASI EKTOPARASIT Dactylogyrus sp. PADA BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) DENGAN PENAMBAHAN GARAM DAPUR

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. relatif mudah, dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan sebagai makanannya,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis penting yang banyak dibudidayakan oleh petani. Beternak lele

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Stasiun Karantina Ikan Kelas I Djalaluddin Gorontalo. Pemeriksaan parasit yang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Fakhrizal Nur, Eka Rahmaniah,dan Tsaqif Inayah Jurusan Budidaya Perairan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru

BAB I PENDAHULUAN. di Jawa Tengah (Purwanti et al., 2014). Lele dumbo merupakan jenis persilangan lele

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

Unnes Journal of Life Science

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali pada tanggal 17 Februari 28 Februari 2014.

HAMA DAN PENYAKIT IKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia. merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga

MK Teknologi Pengendalian Dan Penanggulangan Penyakit Dalam Akuakultur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari Afrika dengan lele lokal yang berasal dari Taiwan (Clarias. beradaptasi terhadap lingkungan (Pamunjtak, 2010).

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. ikan dilakukan di keramba jaring apung Danau Limboto, Kecamatan Batudaa,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

Inventarisasi Ektoparasit pada Ikan Mas Koki (Carrasius auratus) Di Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 2, Juni 2014

PARASIT PADA IKAN HIAS AIR TAWAR (IKAN CUPANG, GAPI DAN RAINBOW) Parasites in Fresh Water Ornamental Fish (Cupang, Guppy and Rainbow Fish)

BAB I PENDAHULUAN. Untuk meningkatkan pemeliharaan ikan lele dumbo (C. gariepinus) secara

[ GROUPER FAPERIK] [Pick the date]

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. global saat ini. Sektor ini bahkan berpeluang mengurangi dampak krisis karena masih

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

I. PENDAHULUAN. tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock)

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

Di dalam pelaksanaannya, petugas karantina ikan hams mengetahui jenisjenis

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

PREVALENSI PARASIT DAN PENYAKIT IKAN AIR TAWAR YANG DIBUDIDAYA DI KOTA/KABUPATEN KUPANG. Yudiana Jasmanindar

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

Inventarisasi Ektoparasit pada Beberapa Jenis Ikan di Unit Perikanan Rakyat (UPR) Kelurahan Bungus Timur, Kota Padang

JURNAL. THE EFFECT OF GIVEN SKIN SEED IN GREEN BEANS ON GROWTH RATE OF CATFISH (Clarias sp)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. patin termasuk komoditi yang memiliki prospek cerah untuk dibudidayakan. Hal

Pembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK DAN DASAR KOLAM BUATAN

Pengaruh Garam (NaCl) terhadap Pengendalian Infeksi Argulus sp. pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Potensi budidaya ikan air tawar di Indonesia sangat baik, mengingat

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas.

Budidaya Perairan Mei 2016 Vol. 4 No. 2: 26-30

PREVALENSI DAN INTENSITAS EKTOPARASIT PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) DI KABUPATEN SIGI

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya lele dumbo tergolong mudah dan pertumbuhannya relatif cepat.

Pengendalian Monogenea pada benih ikan Nila gift 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

IDENTIFIKASI PARASIT PADA IKAN KERAPU (Epinephelus sp.) PASCA TERJADINYA HARMFULL ALGAL BLOOMS (HABs) DI PANTAI RINGGUNG KABUPATEN PESAWARAN ABSTRAK

Transkripsi:

PAPER Prevalensi dan Intensitas Trichodina sp. Pada Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Desa Tambakrejo, Kecamtan Pacitan, Kabupaten Pacitan Putri Ratna Noer Zheila (1508 100 065) Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapakah prevalensi dan intensitas Trichodina sp. pada benih ikan nila (O. niloticus) di dua lokasi budidaya lokasi nila di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, serta intensitas Trichodina sp. pada permukaan tubuh dan insang benih ikan nila (O.niloticus). Pengambilan sampel benih ikan nila dilakukan secara acak di dua lokasi budidaya yang berbeda. Sampel diambil sebanyak 25 ekor setiap tingkatan umur (1 bulan dan 3 bulan) dengan dua kali pengambilan. Sampel benih ikan nila diambil mucus di setiap organ dengan cara scrapping dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100X. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi budidaya berpengaruh terhadap prevalensi Trichodina sp. pada benih nila. Prevalensi Trichodina sp. di lokasi B lebih tinggi (80%) dibanding di lokasi A (48%). Umur benih berpengaruh terhadap intensitas Trichodina sp. pada benih nila. Intensitas Trichodina sp. umur 1 bulan lebih tinggi (33,02 parasit/ekor) dibanding dengan umur 3 bulan (19,96 parasit/ekor). Selain itu organ ikan juga berpengaruh terhadap intensitas Trichodina sp. Intensitas tertinggi ditemukan pada permukaan tubuh (12,74 parasit/ekor) dibanding dengan di insang (8,23 parasit/ekor) dan sirip (7,95 parasit/ekor). Kata kunci : Trichodina sp., Oreochromis niloticus, prevalensi, intensitas. Abstract This research was conducted to find out what is the prevalency and intencity of Trichodina sp. on Nile Tilapia (O. niloticus) juvenile in two locations Tambakrejo village and intencity of Trichodina sp. on the body surface and gills of Nile Tilapia (O. niloticus) juvenile. Sampling of Nile Tilapia juvenile is carried out at random in two different cultivation locations. Samples taken as many as 25 tails every age levels (1 month and 3 months) with twice the uptake. Samples of Nile Tilapia juvenile are taken in each organ of mucus by means of scrapping and observed under a microscope with a magnification of 100 x. The results showed that the location of the cultivation effect on prevalency of Trichodina sp. on Nila Tilapia juvenile. The prevalency of Trichodina sp. in location B is higher (80%) than at the site of A (48%). Juvenile age effect on the intensity of Trichodina sp. on Nila Tilapia juvenile. The intencity of Trichodina sp. age 1 month is higher (33,02 parasites/tail) compared to 3 months (19,96 parasites/tail). Besides fish organs also have an effect on the intencity of Trichodina sp. of highest Intensity found on the surface of the body (12,74 parasites/tail) than on the fins (8, 23 parasites/tail) and gill (7.95 parasites/tail). Key words: Trichodina sp., Oreochromis niloticus, prevalence, intencity. PENDAHULUAN tinggi, memiliki kandungan protein tinggi dan Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah keunggulan berkembang dengan cepat. ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan merupakan ikan budidaya yang Kandungan gizi ikan nila yaitu protein 16-24%, kandungan lemak berkisar antara 0,2-2,2% dan menjadi salah satu komoditas ekspor. mempunyai kandungan karbohidrat, mineral Departemen Perikanan dan Akuakultur FAO serta vitamin. Ikan nila mempunyai pertahanan (Food and Agriculture Organization) yang tinggi terhadap gangguan dan serangan menempatkan ikan nila di urutan ketiga setelah penyakit. Namun demikian, tidak berarti tidak udang dan salmon sebagai contoh sukses ada hama dan penyakit yang akan perikanan budidaya dunia. Ikan nila termasuk ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan ikan nila, terlebih pada fase benih (Mulia, 2006).

Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta km 2, sehingga memiliki potensi perikanan baik laut maupun tawar. Produksi ikan nila di Indonesia mengalami peningkatan dua kali lipat dari tahun 2010 sebanyak 36 %. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur bahwa produksi ikan nila di Jawa Timur mengalami peningkatan pada tahun 2009 mencapai 8.521 ton (Anonim, 2010). Kabupaten Pacitan terletak di memiliki luas wilayah mencapai 7.636 mil persegi, sehingga memiliki potensi perikanan baik ikan laut maupun ikan tawar. Dalam memenuhi kebutuhan protein hewani, Kabupaten Pacitan mulai mengembangkan budidaya ikan air tawar terutama ikan nila. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Keluatan Kabupaten Pacitan, produktifitas ikan nila mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2010 sebesar 45.852 ton menjadi 52.900 ton pada tahun 2011 (Anonim, 2011). Salah satu desa yang mengembangkan budidaya ikan nila yaitu desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan (Anonim, 2012). Salah satu kendala dalam budidaya ikan adalah ketersediaan akan benih yang mencukupi. Faktor penting yang perlu di perhatikan dalam menunjang keberhasilan usaha budidaya ikan adalah penyediaan lingkungan yang sesuai dengan benih, sehingga di peroleh kelangsungan hidup yang tinggi. Menurut Sutisna dan Sutarmanto (1995) dalam Purbomartono (2007), benih merupakan komponen penting dalam proses kegiatan budidaya ikan. Untuk mengembangkan budidaya ikan, maka benih nila harus mendapatkan perhatian dan penanganan khusus. Kegiatan budidaya ikan terutama pada tingkat pembenihan merupakan periode yang rawan terhadap serangan penyakit. Menurut Afrianto (1992), ikan dapat terserang penyakit yang di sebabkan oleh organisme lain, pakan maupun kondisi lingkungan yang kurang menunjang kehidupan ikan. Interaksi yang tidak serasi akan mnyebabkan ikan mengalami stress sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah terserang penyakit. Menurut Handayani et al., (2004) dalam Pramono dan Syakuri (2008), salah satu jenis penyakit ikan adalah parasit. Parasit adalah organisme yang hidup pada tubuh organisme lain dan umumnya menimbulkan efek negatif pada organisme yang ditempatinya. Salah satu penyakit ikan adalah ektoparasit. Kerugian akibat dari infeksi ektoparasit memang tidak sebesar kerugian yang diakibatkan oleh infeksi organisme lain seperti virus dan bakteri. Namun, infeksi ektoparasit dapat menjadi salah satu faktor predisposisi bagi infeksi organisme pathogen yang lebih berbahaya. Kerugian non letal yaitu dapat berupa kerusakan organ luar. Menurut Sommerville (1998) dalam Pramono dan Syakuri (2008), tingkat ektoparasit yang tinggi dapat mengakibatkan mortalitas tinggi yang bersifat akut akibat infeksi ektoparasit yaitu kematian yang terjadi tanpa menunjukkan gejala terlebih dahulu. Jenis ektoparasit yang sering menyerang ikan nila (O. niloticus) adalah Trichodina sp.; Dactylogyrus sp.; Gyrodactylus sp.; Ichtyopthirius mulrifilis sp.; Lernaea sp.; dan Myxobolus sp. (Mulyana et al., 1990). Dari beberapa penyakit ikan tersebut, Trichodina sp. merupakan ektoparasit yang sering menyerang ikan budidaya terutama pada benih ikan air tawar. Trichodina sp. adalah ektoparasit patogen dari golongan ciliata yang biasa menyerang ikan air tawar. Parasit ini merupakan masalah utama dalam budidaya air tawar di Indonesia terutama pada fase benih karena parasit ini dapat menyebabkan kerugian ekonomis, pertumbuhan terhambat, periode pemeliharaan lebih lama. Trichodina sp. mempunyai peranan yang sangat besar terhadap budidaya ikan karena parasit ini menurunkan daya tahan tubuh ikan dan menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Trichodina sp. dalam jumlah sedikit tidak menyebabkan dampak serius, akan tetapi infeksi berat parasit ini akan menimbulkan bekas luka terbuka pada tubuh luar ikan (Untergasser, 1989). Bekas luka ini akan menjadi vektor pembawa patogen lainnya yang lebih berbahaya (Lom, 1995). Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992) dalam Mulia (2006), predileksi Trichodina sp. adalah permukaan tubuh, sirip dan insang. Trichodina sp. menyebabkan penyakit gatal pada ikan yang disebut dengan Trichodiniasis. Ikan yang terserang Trichodina sp. ditandai dengan adanya bintik-bintik putih keabu-abuan dan terjadi peningkatan produksi lendir (Gusrina, 2008). Tingginya intensitas Trichodina sp. disebabkan karena parasit ini berkembangbiak dengan cepat dan kondisi perairan kolam yang menunjang bagi kehidupan ektoparasit tersebut (Sachlan,1972 dalam Rustikawati et al., 2004). Tingginya intensitas Trichodina sp. menyebabkan ikan stres dan terjadinya kematian pada inang. Jika intensitas Trichodina sp. dalam jumlah tinggi, akan mengakibatkan ikan tampak

pucat, nafsu makan turun, dan sensitif terhadap infeksi bakteri yang selanjutnya akan mengalami mortalitas yang tinggi. Menurut McArdle (1984) dalam Pramono dan Syakuri (2008), serangan Trichodina sp. dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan hyperplasia dan kerusakan struktur insang, sehingga mempermudah penyakit sekunder menyerang kulit dan insang yang pada akhirnya ikan akan susah bernafas dan menyebabkan kematian. Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dihadapi dari penelitian ini adalah : 1. Berapa prevalensi Trichodina sp. pada benih ikan nila (O.niloticus) di dua lokasi budidaya ikan nila di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. 2. Berapa intensitas Trichodina sp. pada benih ikan nila (O.niloticus) di dua lokasi budidaya ikan nila di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. 3. Berapa intensitas Trichodina sp. yang menyerang permukaan tubuh, sirip dan insang benih ikan nila (O.niloticus). Batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Sampel benih ikan nila (O.niloticus) di ambil di dua lokasi budidaya ikan nila di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. 2. Sampel benih ikan nila (O.niloticus) yang di ambil berumur 1 bulan dan 3 bulan. 3. Parasit Trichodina sp. yang menyerang sirip, permukaan tubuh dan insang. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui prevalensi Trichodina sp. pada benih ikan nila (O.niloticus) di dua lokasi budidaya ikan nila di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. 2. Untuk mengetahui intensitas Trichodina sp. pada benih ikan nila (O. niloticus) di dua lokasi budidaya ikan nila di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. 3. Untuk mengetahui intensitas Trichodina sp. yang menyerang permukaan tubuh, sirip dan insang benih ikan nila (O. niloticus). Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar instansi terkait dan sebagai data informasi tentang parasit pada benih nila untuk para petani budidaya ikan di desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, sehingga dapat mengantisipasi atau mengurangi terjadinya penurunan produksi dan kualitas produksi nila di Pacitan, mengingat masih rendahnya konsusmsi ikan tawar di Pacitan. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini di laksanakan pada bulan September - Oktober 2012 di petani budidaya ikan nila di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Perhitungan prevalensi dan intensitas ektoparasit Trichodina sp. dilakukan di Laboratorium Dinas Kelautan dan Perikanan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat bedah (disetting set), mikroskop, obyek glass, cover glass, hand counter, pipet, jaring, bak plastik, papan bedah, kertas ph, thermometer, dan DO meter. Bahan yang digunakan dalan penelitian ini adalah benih nila umur 1 bulan dan 3 bulan, aquades. Cara Kerja A. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel benih nila (O. niloticus) adalah menggunakan metode survey yaitu melalui pengambilan sampel di lokasi budidaya di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan secara langsung. Pengambilan sampel benih ikan dilakukan secara acak (random) (Mulia, 2006). Sampel benih yang diambil berumur 1 bulan dan 3 bulan untuk masing-masing kolam budidaya di dua lokasi budidaya di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan.. Menurut Mulia (2006) dan Prayitno (1998) dalam Purbomartono et al., (2007), pengambilan sampel benih nila sebanyak 5% dari jumlah padat tebar ikan di kolam. Hal ini berdasarkan penelitian Prayitno et al., (2004) dan Rokhmani et al., (2004) menyatakan bahwa pengambilan sampel sebanyak 5% dianggap sudah mewakili dari seluruh populasi ikan di kolam pembenihan. Padat tebar benih nila berumur 1 bulan dan 3 bulan di dua lokasi budidaya adalah 1000 ekor/kolam. Pengambilan sampel benih ikan nila sebanyak 5% dari jumlah padat tebar benih ikan, sehingga untuk penggambilan sampel umur 1 bulan 25 ekor dan umur 3 bulan 25 ekor sebanyak 2x, sehingga jumlah total sampel benih ikan nila yang diteliti 200 ekor. Sampel

kemudian dibawa ke Laboratorium Dinas Perikanan dan Kelautan Pacitan untuk segera diamati dan dihitung jumlah Trichodina sp. yang menyerang benih ikan nila (O. niloticus). B. Pemeriksaan Trichodina sp. Pemeriksaan Trichodina sp. dilakukan bedasarkan metode natif (pemeriksaan secara langsung) (Dana et al., 2008). Benih nila yang umur 1 bulan memiliki panjang tubuh 5-9 cm, sedangkan benih nila yang berumur 3 bulan memiliki panjang tubuh 9-13 cm. Pemeriksaan dilakukan pada sirip, permukaan tubuh dan insang dengan cara pengerokan (scrapping) menggunakan scalpel. Lendir yang didapat, kemudian diletakkan diatas obyek glass serta ditetesi 1-2 tetes air dan ditutup dengan cover glass. Preparat diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100X. Selanjutnya, dilakukan perhitungan jumlah Trichodina sp. dengan hand counter. Hasil dari perhitungan Trichodina sp. dimasukkan ke dalam tabel pengamatan data. C. Perhitungan Prevalensi dan Intensitas Trichodina sp. Dari data yang diperoleh yaitu banyaknya Trichodina sp. yang telah ditemukan pada benih nila, maka dapat dihitung prevalensi dan intensitas. Prevalensi dan intensitas parasit dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : Prevalensi = Jumlah ikan yang terserang parasit Jumlah sampel ikan yang diamati x 100 % Jumla h total Tric hodina sp. yang menyerang Intensitas = Jumla h ikan yang terserang parasit (Hadiroseyani et al., 2006). Hasil dari perhitungan prevalensi dan intensitas ektoparasit, selanjutnya dimasukkan ke dalam tabel prevalensi dan intensitas. D. Pemeriksaan Kualitas Air Pengamatan kualitas air berfungsi untuk mengetahui karakteristik dari suatu perairan pada saat pengumpulan data di kedua lokasi. Pengamatan kualitas air dilakukan pada setiap pengambilan sampel. Kualitas air yang diukur meliputi : a. Suhu Air Suhu air diukur menggunakan thermometer. Thermometer dicelupkan ke dalam air tambak kurang lebih selama 3-5 menit. Skala yang ditunjukkan thermometer merupakan keadaan suhu air tambak. Suhu air dinyatakan dalam C. b. ph Air ph air diukur menggunakan kertas ph. Air diteteskan pada kertas ph dan dicocokkan warna dengan skala indicator yang terdapat pada indikator ph. c. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut dalam air tambak diukur menggunakan DO meter. Pengukuran ini dilakukan pada masing-masing lokasi selama pengambilan sampel. Oksigen terlarut dinyatakan dengan ppm.. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survey melalui pengambilan sampel benih nila pada ke dua lokasi secara langsung. Pengambilan sampel dilakukan secara acak (ramdom sampling) pada ikan yang diambil dari dua lokasi budidaya yang berbeda. Selanjutnya dilakukan penelitian untuk menghitung jumlah parasit Trichodina sp. pada benih nila (O. niloticus). Dari hasil pemeriksaan jumlah serangan parasit Trichodina sp., selanjutnya dilakukan perhitungan prevalensi dan intensitas Trichodina sp. pada benih nila (O. niloticus) berumur 1 bulan dan 3 bulan. Analisa Data Data yang diperoleh berupa nilai prevalensi dan intensitas Trichodina sp. selanjutnya di analisa dengan menggunakan Anova. Jika terdapat perbedaan infeksi Trichodina sp. antar lokasi budidaya, umur dan organ maka dilanjutkan dengan uji LSD dengan taraf α = 5%. Ho = Lokasi budidaya nila tidak berpengaruh terhadap prevalensi Trichodina sp. H1 = Lokasi budidaya nila berpengaruh terhadap prevalensi Trichodina sp. Ho = Umur benih nila tidak berpengaruh terhadap intensitas Trichodina sp. H1 = Umur benih nila berpengaruh terhadap intensitas Trichodina sp. Ho = Jenis organ benih nila tidak berpengaruh terhadap intensitas Trichodina sp. H1 = Jenis organ benih nila berpengaruh terhadap intensitas Trichodina sp. PEMBAHASAN 1. Prevalensi Trichodina sp. Pada Benih Ikan Nila (O. niloticus) Umur 1 Bulan dan 3 Bulan di Dua Lokasi Budidaya Nila di Desa Tambakrejo, Kabupaten Pacitan. Berdasarkan pengamatan pada benih nila di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan adalah benih nila positif terserang parasit Trichodina sp. Data dari hasil

pengamatan bahwa pada lokasi B memiliki nilai prevalensi Trichodina sp. lebih tinggi dari pada lokasi A. Nilai prevalensi lokasi B adalah 80% sedangkan lokasi A memiliki nilai prevalensi 48% (Tabel 2). Lokasi B termasuk dalam kategori tinggi karena memiliki nilai prevalensi > 65%. Hal ini menandakan bahwa infeksi serangan parasit Trichodina sp. tinggi sehingga dapat menyebabkan ikan stres hingga terjadinya kematian pada inang (Schmidt, 2008). Tabel 2. Hasil penghitungan prevalensi Trichodina sp. pada benih nila (O. niloticus). Prevalensi Trichodina sp. (%) Lokasi Budidaya A Lokasi Budidaya B 56 84 40 76 48 b 80 a Keterangan : Huruf yang berbeda di belakang angka menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada uji LSD 5%. Berdasarkan hasil uji statistik Anova menunjukkan bahwa lokasi budidaya nila berpengaruh terhadap prevalensi Trichodina sp pada benih ikan nila (p<0,05). Karena terdapat perbedaan prevalensi Trichodina sp. antar lokasi budidaya nila, maka dilanjutkan dengan uji LSD dengan taraf signifikasi 5%. Hasil uji LSD menunjukkan bahwa nilai prevalensi di lokasi budidaya B berbeda signifikan dengan lokasi budidaya A (Gambar 9). prevalensi 350 300 250 200 150 100 50 0 A Chart of prevalensi kolam Gambar 9. Prevalensi Trichodina sp. pada benih ikan nila di dua lokasi budidaya. Protozoa adalah organisme eukaryot (uniseluler) berukuran mikroskopis dan memiliki struktur kompleks yang digunakan untuk pergearakan, pelekatan dan perlindungan. Protozoa mampu untuk berkembangbiak pada atau dalam inangnya. Hal ini membuat protozoa sangat berbahaya pada ikan. Trichodina sp. termasuk dalam pylum protozoa yang merupakan parasit bagi ikan (Anshary, 2008). Protozoa dibedakan berdasarkan alat gerak antara lain yaitu Ciliophora berupa Cilia, Mastigophora berupa Flagella. Trichodina sp. B termasuk dalam Ciliophora yang bergerak dengan cilia. (Kabata, 1985). Pada masing-masing lokasi budidaya telah di ukur parameter lingkungan berupa ph, DO dan suhu, hasilnya masih masuk dalam kisaran kualitas normal (Tabel 3). Perbedaan prevalensi pada kedua kolam budidaya disebabkan karena penularan penyakit secara vertikal dan secara horizontal. Penularan secara vertikal adalah penularan penyakit dari induk ke anak. Benih ikan nila pada lokasi budidaya A berasal dari Bogor, sedangkan benih ikan nila di lokasi budidaya B berasal dari Ponorogo. Perbedaan asal benih ikan nila mempengaruhi kondisi atau morfologi ikan yang tidak normal dan pertumbuhan yang lambat. Hal ini disebabkan karena penyakit turunan dari induknya atau genetis (Yuliartati, 2011). Tabel 3. Parameter kualitas air ikan nila (O. niloticus) Lokasi Umur Parameter kualitas air Suhu ( C) ph DO (mg/l) A 1 27 7 5,1 3 27 7 5,1 B 1 27 7 4,9 3 27 7 5 Standart kualitas air yang 25-32 6-9 > 5 bagus untuk kolam budidaya (Riko et al., 2012). Penularan penyakit secara horizontal adalah penularan penyakit dari manajemen kualitas air dan teknik pemeliharaan kolam. Manajemen kualitas air masih baik untuk budidaya ikan nila,sedangkan untuk teknik pemeliharaan kolam di dua lokasi budidaya berbeda. Pada lokasi budidaya B memiliki prevalensi yang tinggi karena kondisi air yang tergenang dan padat tebar yang tinggi yaitu 200 ekor/m 2. Padat tebar yang tinggi akan menyebabkan ikan saling bersinggungan satu sama lain sehingga parasit akan mudah menular pada ikan yang lain. Menurut Mulia (2006), untuk padat tebar benih ikan pada kolam sebanyak 20 ekor/m 2 atau 30 ekor/m 2. Kolam yang tenang, tergenang dan tidak berarus memungkinkan infeksi Trichodina sp. lebih tinggi dibandingkan dengan kolam yang berarus deras (Nugraha, 2008). Hal ini

dapat menyebabkan terjadinya proses penumpukan berupa sisa pakan yang berlebih dan kotoran ikan yang dapat menyebabkan tingginya kandungan bahan organik. Menurut Bahrudin (1994) dalam Rustikawati et. al., (2004) bahwa semakin buruk kualitas air budidaya yang ditandakan dengan tingginya kandungan bahan organik, maka serangan parasit cenderung akan semakin tinggi. (a) (b) Gambar 10. Hasil pengamatan Trichodina sp. (a) di insang dan (b) di permukaan tubuh pada benih ikan nila (O.niloticus) perbesaran 100X. Pada lokasi budidaya A memiliki prevalensi rendah karena pada kolam ini memiliki teknik pemeliharaan kolam air yang berarus deras sehingga menghambat perkembangan dan pertumbuhan ektoparasit Trichodina sp., dan tidak ada penumpukan bahan organik dari sisa pakan dan kotoran ikan. Selain itu untuk teknik pemeliharaan dalam pemberian pakan di dua lokasi tersebut juga berbeda. Pada lokasi budidaya A di beri pakan alami berupa daundaunan dan pakan buatan berupa pellet sebanyak dua kali sehari. Benih ikan nila diberi pakan daun-daunan karena nila merupakan hewan omnivora yakni hewan pemakan segala (Brojo, 1992 dalam Mardin 2011). Selain itu lokasi budidaya A di tutup dengan jaring yang dapat meminimalisir masuknya hama, predator dan kompetitor bagi ikan nila. Sedangakan teknik pemeliharaan di lokasi budidaya B memiliki sistem pemeliharaan hanya di beri pakan pellet dan tidak di tutup dengan jaring, sehingga memungkinkan hama, predator dan kompetiror masuk dengan mudah serta dapat mengganggu kelangsungan hidup benih ikan nila. Menurut Usman (2007) bahwa hama, predator dan kompetitor dapat merugikan ikan di dalam suatu ekosistem. 2. Intensitas Trichodina sp. Pada Benih Ikan Nila (O.niloticus) Umur 1 Bulan dan 3 Bulan di Dua Lokasi Budidaya di Desa Tambakrejo, Kabupaten Pacitan. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan, menunjukkan bahwa intensitas Trichodina sp. tertinggi adalah pada umur 1 bulan. Intensitas benih ikan nila umur 1 bulan (33,02 parasit/ekor) dan umur 3 bulan (19,96 parasit/ekor) (Tabel 4). Selanjutnya dilakukan uji statistik dengan Anova. Berdasarkan hasil uji statistik Anova menunjukkan bahwa umur ikan berpengaruh terhadap intensitas Trichodina sp. pada benih ikan nila (p<0,05). Karena terdapat perbedaan intensitas Trichodina sp. pada umur benih ikan nila, maka dilanjutkan dengan uji LSD dengan taraf signifikasi 5%. Hasil uji LSD menunjukkan bahwa umur 1 bulan berbeda signifikan dengan umur 3 bulan (Gambar 11). Tabel 4. Hasil penghitungan intensitas Trichodina sp. pada benih nila (O. niloticus). Umur Benih Ikan Nila (bulan) Intensitas (parasit/ekor) lokasi budidaya A lokasi budidaya B Rata-rata 1 32,18 33,38 33,020 a 3 12,8 26,24 19,960 b Keterangan : Huruf yang berbeda di belakang angka menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada uji LSD 5%. Benih nila umur 1 bulan lebih banyak terserang Trichodina sp. dibandingkan umur 3 bulan karena Trichodina sp. lebih cenderung menyerang ikan pada fase benih atau umur yang lebih muda dan perbedaan perkembangan sistem imun. Penyakit di pengaruhi oleh 3 kondisi yaitu inang (host), penyakit (patogen) dan lingkungan. Penyakit di sebabkan karena terjadi tidak keseimbangan antara host, patogen dan lingkungan. Inang (host) memiliki ketahanan tubuh (sistem imunitas) terhadap patogen dan lingkungan. Pada fase benih lebih rentan terserang penyakit terutama parasit. Hewan muda memiliki respon antibodi yang lebih lambat daripada hewan yang memiliki umur dewasa. Hal ini disebabkan karena sistem imun pada hewan yang dewasa sudah terbentuk dengan sempurna, sehingga lebih tahan terhadap infeksi ektoparasit (Nugraha, 2008). Dalam tubuh terdapat sel yang berperan sebagai sistem imunitas atau sistem antibodi yaitu sel darah putih (leukosit). Sel darah putih (leukosit) adalah zat antibodi yang berfungsi melindungi tubuh terhadap kuman-kuman penyakit yang menyerang tubuh inang. Serangan Trichodina sp. akan menyebabkan luka atau iritasi pada bagian tubuh ikan, maka sel darah putih akan melawan kuman penyakit di bagian yang terkena luka supaya kuman penyakit tidak masuk melalui luka tersebut. Tetapi jumlah sel darah putih (leukosit) dapat menurun karena adanya infeksi penyakit. Trichodina sp. dalam

jumlah sedikit tidak menyebabkan dampak serius, akan tetapi infeksi berat parasit ini akan menimbulkan bekas luka terbuka pada tubuh luar ikan (Untergasser, 1989). Bekas luka ini akan menjadi vektor pembawa patogen lainnya yang lebih berbahaya (Lom, 1995). Berdasarkan ada dan tidaknya granula di dalam sitoplasma, leukosit dibagi menjadi 2 bagian yaitu agranulosit (tidak memiliki sitoplasma) dan granulosit (memiliki sitoplasma). Granulosit dan monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan badan terhadap kuman-kuman penyakit. Dengan kemampuannya sebagai fagosit yaitu memakan bakteri-bakteri hidup yang masuk ke peredaran darah. Granulosit juga mempunyai enzim yang dapat memecah protein yang memungkinkan merusak jaringan hidup, menghancurkan, dan membuangnya. Dengan cara ini jaringan yang rusak atau terluka dapat dibuang dan memungkinkan untuk penyembuhan. Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, yaitu peradangan dapat dihentikan sama sekali. Bila kegiatan sel darah putih tersebut tidak berhasil dengan baik, maka ikan akan mengeluarkan banyak lendir (mucus). Dalam menghadapi serangan penyakit, ikan memiliki tiga bentuk pertahanan yaitu : a. Pengurangan jumlah hifa Pengurangan jumlah koloni hifa pada tubuh ikan dengan mukus. Mukus merupakan bagian yang sangat penting dalam menghambat kolonisasi dan pertumbuhan spora Saprolegnia yang menempel pada kulit ikan yang sehat dan juga yang sedang terluka, hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak mukus diproduksi pengurangan kolonisasi hifa pun semakin meningkat. b. Pertahanan secara hormon Pertahan hormonal, peningkatan pengeluaran morfogen lendir dari mukus yang berperan untuk mengurangi pertumbuhan jamur, hal ini sama seperti pada tumbuhan tingkat tinggi yang memproduksi sejumlah senyawa kimia untuk pertahanan seperti antibodi, lisozim dan inilah yang terjadi pada kulit mukus ikan. Beberapa sangat labil seperti aktivitas kitinase yang telah diindentifikasi pada jaringan hematopoietic ikan, yang juga berpotensi menghambat pertumbuhan jamur pathogen. c. Pertahanan respon secara seluler Respon seluler yaitu meningkatnya jumlah makrofag dan juga meningkatkan imunitas tubuh yang terdeteksi pada lendir eksternal. (Murray, et al., 2000).. Serangan parasit akan menurun sejalan dengan bertambahnya umur dan ukuran ikan. Semakin besar ikan maka sistem ketahanan tubuh ikan akan semakin baik. Ikan yang teinfeksi parasit akan mengalami iritasi pada kulit dan luka sehingga bisa sebagai faktor predisposisi bagi penyakit sekunder. Ikan nila yang terserang Trichodina sp. telah memproduksi lendir yang berlebihan, insang berwarna pucat, insang dan operculum akan megap-megap sehingga ikan nila akan sering ke permukaan air, nafsu makan berkurang, gerakan ikan lemah dan sirip rusak (Karno, 2000). Mean of intensitas 35 30 25 20 15 10 5 0 1 Chart of intensitas umur Gambar 11. Intensitas Trichodina sp. pada benih ikan nila (O. niloticus). Resistensi umur dapat pula disebabkan oleh ketahanan hewan dalam menghadai perubahanperubahan lingkungan. Interaksi lingkungan yang tidak serasi menyebabkan stres pada ikan, sehingga pertahanan diri menjadi lemah dan semakin mudah penyakit lain menyerang serta menimbulkan penyakit (Riko et al., 2012). Dalam hal ini hewan yang berumur muda biasanya lebih mudah terkena stress dibandingkan dengan hewan yang berumur tua. Stres akibat lingkungan pada ikan dapat mengakibatkan menurunya respon imun terhadap organisme penyebab penyakit (Nugraha, 2008). Parasit Trichodina sp. dapat menyebabkan stres dan dapat menyebabkan kerusakan pada morfologi ikan. Parasit ini cukup patogen dan dapat menyebabkan kematian pada inang. Jika tingkat infeksi Trichodina sp. tinggi serta di dukung dengan kondisi perairan yang mendukung, maka akan mempercepat proses perkembangbiakan Trichodina sp. Trichodina sp. memerlukan yang inang spesifik yaitu inang yang dapat menyediakan kebutuhan parasit tersebut dan parasit tersebut mempunyai kesempatan menginfeksi inang tanpa adanya hambatan-hambatan. Parasit Trichodina sp. termasuk dalam parasit obligat. 3

Parasit ini dapat hidup tanpa inang selama 2 hari (48 jam). Jika lebih dari 2 hari (48 jam) maka parasit akan mati atau jika inang mati, parasit tersebut juga akan ikut mati. Pada pengamatan morfologi benih ikan nila terdapat kerusakan yaitu pada sirip ekor dan sirip punggung rusak, sisik mencuat, ikan berwarna pucat dan produksi lendir yang berlebih. Selain terjadi abnormalitas morfologi, parasit ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan ikan. Biasanya ikan yang terinfeksi Trichodina sp. menjadi pendiam, berenang dekat permukaan dan nafsu makan berkurang (Nurfatimah, 2001). (a) (b) (c) Gambar 12. Morfologi benih ikan nila yang terserang Trichodina sp. berupa (a) sisik ikan mencuat, (b) sirip punggung rusak, (c) sirip ekor dan sirip punggung rusak. 3. Intensitas Trichodina sp. Pada Sirip, Permukaan Tubuh dan Insang Benih Ikan Nila (O.niloticus). Data dari hasil pengamatan pada benih nila menunjukkan bahwa intensitas Trichodina sp. tertinggi pada permukaan tubuh dibanding dengan sirip dan insang (Gambar 13). Intensitas pada permukaan tubuh 12,78 parasit/ekor, pada insang 8,23 parasit/ekor dan pada sirip 7,95 parasit/ekor (Tabel 5). Tabel 5. Hasil penghitungan intensitas Trichodina sp. pada organ benih nila (O. niloticus). Intensitas organ (parasit/ekor) insang permukaan tubuh sirip 11,67 16,46 7,27 2,13 8,55 4,08 10,39 16,83 10,6 7,54 12,78 9,28 8,23 b 12,74 a 7,95 b Keterangan : Huruf yang berbeda di belakang angka menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada uji LSD 5%. Hasil dari uji statistik Anova menunjukkan bahwa adanya pengaruh terhadap intensitas serangan Trichodina sp. pada organ permukaan tubuh, sirip dan insang (p<0,05). Selanjutnya dilanjutkan dengan uji LSD dengan taraf signifikasi 5%. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai intensitas Trichodina sp. permukaan tubuh berbeda signifikan dengan sirip dan insang. Sedangkan intensitas Trichodina sp. sirip tidak berbeda signifikan dengan insang (Tabel 5). Predileksi Trichodina sp. adalah permukaan tubuh, sirip dan insang. Serangan parasit ini dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan kulit, insang dan sirip (Karno, 2007). Pada penelitian ini intensitas tertinggi pada permukaan tubuh dari pada organ lainya karena banyak mengandung mucus, jaringan epitel dan peredaran darah yang merupakan makan baik bagi parasit dan menjadi tempat hidup yang baik ektoparasit. Mucus ikan mengandung lisosim, komplemen, antybody dan protease yang berperan untuk mendegradasi dan mengeleminer patogen. Selain itu permukaan tubuh berhubungan langsung dengan lingkungan yang memudahkan serangan Trichodina sp. Setelah Trichodina sp. menempel, parasit ini akan berputar-putar 360 o sehingga akan merusak selsel disekitar dan memakan sel epitel yang hancur hingga mengakibatkan iritasi pada permukaan tubuh (Ohoilum, 2002). Tingginya kandungan bahan organik dalam kolam dapat menyebabkan kerusakan pada kulit karena sekresi mucus yang berlebih sehingga lebih mudah terinfeksi oleh parasit terutama ektoparasit. Serangan Trichodina sp. dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan hyperplasia pada permukaan tubuh dan insang (Pramono dan Syakuri, 2008).

intensitas 100 80 60 40 20 0 sirip Chart of intensitas permukaan tubuh organ insang Gambar 13. Intensitas Trichodina sp. pada organ benih nila (O.niloticus). Intensitas Trichodina sp. pada insag lebih tinggi di banding dengan sirip. Posisi insang yang terlindungi oleh operculum sehingga menyulitkan Trichodina sp. untuk mencapainya. Pada saat ikan bernafas operculum terbuka, sehingga memungkinkan peluang Trichodina sp. masuk dan menginfeksi insang. Infeksi Trichodina sp. pada insang ikan jarang terjadi, namun kadang juga ditemukan dalam frekuensi yang rendah (Heckmann, 2003). Tetapi pada penelitian ini nilai intensitas tinggi karena di insang terdapat sel epitel, peredaran darah dan mucus yang merupakan makanan baik bagi Trichodina sp. Serangan parasit ini menimbulkan luka sampai hyperplasia yang dapat menyebabkan gangguan osmotik, pernapasan bahkan menyebabkan kematian. Kondisi ini megakibatkan terhalangnya aliran air menuju filament insang sehingga dapat menyebabkan ikan stres dan sulit untuk bernafas. Ikan yang terserang parasit ini akan berenang lambat, berenang dekat permukaan air dan nafsu makan berkurang (Anshary, 2008). Intensitas sirip lebih sedikit karena pada organ ini sedikit makan bagi Trichodina sp. karena sirip bersifat keras berupa tulang, sehingga Trichodina sp. sulit untuk menempel pada sirip dan pada sirip tidak terdapat makanan bagi parasit. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dapat di simpulkan sebagai berikut : 1. Lokasi budidaya berpengaruh terhadap prevalensi Trichodina sp. Prevalensi Trichodina sp. tertinggi pada lokasi budiaya B (80%) di banding lokasi budidaya A (48%). 2. Umur benih ikan berpengaruh terhadap intensitas Trichodina sp. Intensitas Trichodina sp. tertinggi pada umur 1 bulan (33,02 parasit/ekor) di banding umur 3 bulan (19,96 parasit/ekor). 3. Jenis organ benih nila berpengaruh terhadap intensitas Trichodina sp. Intensitas tertinggi pada organ permukaan tubuh (12,74 parasit/organ), insang (8,23 parasit/ekor) dan sirip (7,95 parasit/organ). SARAN Perlu dilakukan penelitian secara lanjutan mengenai prevalensi dan intensitas Trichodina sp. pada ikan nila (O. niloticus) pada umur 4 bulan dan 6 bulan. DAFTAR PUSTAKA Adji, A. 2008. Studi Keragaman Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan Gurami (Osprhonemus gouramy) dan Ikan Tongkol (Euthynnus spp.). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Afrianto, E. 1992. Pengendalian Hama & Penyakit Ikan. Kanisius, Yogyakarta. Akbar, J. 2011. Identifikasi Parasit Pada Ikan Betok (Anabas testudieus). Bioscientiae. Vol 8 hal 36-45. Anonim. 2010. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jatim. Surabaya. Anonim. 2011. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Produksi Ikan Nila tahun 2011. Pacitan. Anonim. 2012. Ruang Informasi Edhi Baskoro Yudhoyono.. www.griyaspirasibas.com. [10 Juli 2012]. Anshary, H. 2008. Tingkat Infeksi Parasit Pada Ikan Mas Koi (Cyprinus carpio) Pada Beberapa Lokasi Budidaya Ikan Hias di Makassar dan Gowa. Jaringan Sains dan Teknologi. Vol 8 No.2 hal 139-147. Basson, L., Van As, J. G. and Paperna, I. 1983. Trichodinid ectoparasites of cichlid and cyprinid fishes in South Africa and Israel. Systematic Parasitology 5(4): 245-257. Basson, L., Van As, J. G. 1989. Trichodinid ectoparasites (Ciliophora:Peritrichida) of wild and cultured freshwater fishes in Taiwan, with notes on their origin. Systematic Parasitology 28: 197-222. Dana, D., Effendi, I., Sumawidjaja, K. dan Hadiroseyani, Y. 2008. Parasit Trichodina Pada Benih Ikan Betutu

(Oxyeleotris marmorata). Akuakultur Indonesia. Vol 1 No. 1 hal 5-8. Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3. Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan. Jakarta. Hadiroseyani, Y., Hariyadi, P., dan Nuryati, S. 2006. Inventarisasi Parasit Lele Dumbo (Clarias sp.) di Daerah Bogor. Akuakultur Indonesia. Departemen Budidaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Heckmann, R. 2003. Other Ectoparasites Infesting Fish, Copepods, Branchiurans, Isopods, Mites and Bivalves. Aquakultur Magazine, USA. Kabata, Z. 1985. Parasites and Disease of Fish Culture in the Tropics. Taylor and Prancis Inc, Philadephia. Kordi, K. Ghufran, H. M. Budidaya Ikan Nila di Kolam Terpal. Andi Offset, Yogyakarta. Laird, M. 1952. The Protozoa of New Zealand Intertidal Zone Fishes. Department of Zoology, Victoria University Collage, Wellington. Lim,C. Webster, CD. 2006. Tilapia: Biology, Culture and Naturtition. NY: Haworth Press, Inc. Hlm: 17-18. Lom, J. 1995. Trichodinid ciliates (Peritrichida: Urceolariidae) from some marine fishes. Folia Parasitolology 17: 113-125. Mardin. 2011. Toksisitas Nikel (Ni) Terhadap Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) Pada Media Berkesadahan Lunak (Soft Hardnes). Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mahasri, G. 2009. Patologi Ikan. Diktat Kuliah. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya. Mulia, D.S. 2006. Tingkat Infeksi Ektoparasit Proozoa Pada Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Balai Benih Ikan (BBI) Pandak dan Sidabowa, Kabupaten Banyumas. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto. Mulyana, R. I. Riadi, S. L. Angka, dan A. Rukyani. 1990. Pemakaian Sistem Saringan Untuk Mencegah Infeksi Parasit Pada Benih Ikan.Dalam Prosiding Seminar II Penyakit Ikan dan Udang. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor, Bogor. Murray, R. K. 2000. Harper s Biochemistry 25 th ed. Appleton dan Lange. America. Muthmainnah, N. 2004. Trichodinid dan Beberapa Aspek Ekologinya dari Ikan di Perairan Pelabuhan Ratu. Tesis. Program Studi Ilmu Perairan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nugraha, M. 2008. Derajat Infeksi Argulus sp. pada Ikan Mas Koi (Cyprinus carrpio) di desa Bangoan, Tulungagung. Tugas Akhir. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Surabaya. Nurfatimah, A. 2001. Inventarisasi Parasit pada Ikan Hias Koral Platy (Xyphophorus maculatus), Ikan Gupi Kobra (Poecilia reticulata), Ikan Red Nose Tetra (Hemigrammus rhodostomus) dan Ikan Serpe Minor (Hyphessobrycon serpae) yang Dilalulintaskan Melalui Balai Karantina Ikan Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Paramitha, S. 2011. Efektifitas Perasan Daun Pegangan (Centella asiatica) Untuk Mengendalikan Trichodiniasis Pada Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga, Surabaya. Pramono, T. dan Syakuri, H. 2008. Infeksi Parasit Pada Permukaan Tubuh Ikan Nilem (Osteochilus hasellti) yang Diperdagangkan di PPI Purbalingga. Ilmiah Perikanan. Vol. 3 No.2. Prayitno, S. B. 2004. Prinsip-prinsip Diagnosa Penyakit Ikan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang. Purbomartono, C., Isnaetin, M., dan Suwarsito. 2007. Ektoparasit Benih Ikan Gurami (Osprhonemus gouramy, Lac) di Unit Pembenihan Rakyat (UPR) Beji dan Sidabowa, Kabupaten Banyumas. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto. Ohoiulun, I. 2002. Inventarisai Parasit Pada Ikan Cupang (Betta splendens), ikan gapi (Poecilis reticulate) dan Ikan Rainbow

(Melanotaenia macculochi) di Daerah Jakarta Barat, DKI Jakarta. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Riko, Y. A., Rosidah, Herawati, T. 2012. Intensitas dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) Dalam Karamba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 3 No. 4 hal 231-241. Rokhmani. 2004. Beberapa Penyakit Parasiter Pada Budidaya Gurami (Osphronemus gouramy) di Kabupaten Banyumas. Sains Akuatik 5 (1) hal 21-26. Rustikawati, I., Rostika, R. Iriana, D., dan Herlina, E. 2004. Intensitas dan Prevalensi Ektoparasit Pada Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) yang Berasal dari Kolam Tradisional dan Longyam di Desa Sukamulya Kecamatan Singaparman Kabupaten Tasikmalaya. Akuakultur Indonesia. Vol. 3 No. 3 hal 33-39. Setiadi, R. 2008. Efektifitas Perendaman 24 jam Benih Lele Dumbo Clarias sp. dalam Larutan Paci-Paci Terhadap Perkembangan Populasi Trichodina sp. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Untergasser, D. 1989. Handbook of Fish Disease. TFH Publication. Hongkong. http://www.fishparasite.fs.a.utokyo.ac.jp/trichodina/trichodinaeng.html. [9 September 2012]. http://www.koifishponds.com/epistylis.htm. [9 September 2012]. http://www.biology-resources.com. [5 Mei 2013]