BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Istilah e-procurement diperkenalkan pertama kali di Pemerintah Kabupaten Toraja Utara sekitar pada bulan Maret 2011 dalam suatu pertemuan yang dilaksanakan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) di Jakarta. Pemerintah Kabupaten Toraja Utara menyadari bahwa pengadaan barang/jasa adalah masalah yang sangat rumit, sehingga untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, khususnya dalam pengadaan barang/jasa pemerintah melalui e-procurement mendapat respon yang positif. Toraja utara yang memulai debutnya dalam hal pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik pada tahun 2013, diawali dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati (Perbup) Toraja Utara Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara Elektronik Kabupaten Toraja Utara, dan Perbup Toraja Utara Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Sistem Pengadaan Secara Elektronik di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Toraja Utara. Kemudian untuk menjalankan secara teknis aplikasi e- Procurement maka melalui Surat Keputusan Bupati Nomor 40/I/2013, dibentuklah Tim Pengelola Unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Toraja Utara. Menurut hasil wawancara dengan Drs. Slamet Darmanto, selaku Kepala Bagian Pembangunan yang juga Ketua Tim Teknis Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), mengemukakan bahwa: Momentum yang digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Toraja Utara dalam pelaksanaan e-procurement adalah momentum pemberantasan korupsi dalam birokrasi, dan merupakan dukungan awal bagi pemerintah daerah mengadopsi e-procurement dalam praktek pengadaan barang/jasa pemerintah untuk meminimalisir 57
terjadinya praktek KKN, sehingga akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan menciptakan pemerintahan yang baik (Wawancara tanggal 10 Juli 2015). Dalam rangka menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, menciptakan kepercayaan publik menjadi suatu hal yang utama. Pemerintah Toraja Utara mengadobsi e-procurement demi terselenggaranya pemerintahan yang transparan, akuntabel, serta efektif dan efisien melalui sektor pengadaan barang/jasa pemerintah. Namun keberhasilan adopsi e-procurement di Toraja Utara, tergantung pada berbagai faktor, seperti: komitmen pimpinan, integritas dan komitmen tim pelaksana teknis, kesiapan infrastruktur dan teknologi, dukungan regulasi serta kesiapan sumber daya manusianya. Kesepahaman para pihak baik para aparat maupun penyedia barang/jasa (rekanan) serta publik yang akan terlibat, yang masing-masing aktor memiliki kapasitas dan pemahaman teknologi informasi serta pola pikir (mindset) yang berbeda-beda, sangat menentukan keberhasilan adopsi e-procurement. Berdasarkan hal tersebut, berikut adalah analisis sejauh mana efektivitas dari penerapan E-Procurement di Kabupaten Toraja Utara sejak 2013 hingga sekarang melalui dimensi pencapaian tujuan, integrasi dan adaptasi. V.I PENCAPAIAN TUJUAN Pencapaian tujuan adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan yang harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa factor, yaitu: kurun waktu dan sasaran yang merupakan target kongkrit. 1 1 R.M. Steers, Efektivitas Organisasi, (Jakarta: Erlangga, 1985), hal 53 58
V.I.I Transparansi dan Akuntabilitas Salah satu aspek penting dalam melihat proses pengadaan barang/jasa adalah transparansi dan akuntabilitas. Transparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materill dan relevan mengenai perusahaan, dan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana efektif 2. Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihakpihak yang berkepentingan dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau, kemudian akuntabilitas lebih kepada pertanggungjawaban pemerintah dalam hal ini pengelolah pengadaan barang/jasa pemerintah terhadap tugas dan wewenang yang diembankan kepada mereka. V.I.2 Peningkatan Akses Pasar Dan Persaingan Pasar Yang Sehat Tujuan lain yang diharapkan dari kebijakan e-procurement dan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, yakni meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat. Penerapan e-procurement di sektor publik sebenarnya diadopsi dari penerapan e-procurement di bidang bisnis (swasta). Penerapan e-procurement di bidang bisnis dianggap berhasil meningkatkan daya saing antar swasta sehingga tercipta efisiensi dan transparansi. Keberhasilan ini mendorong berbagai pihak untuk mengaplikasikan e-procurement dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. 3 2 Republik Indonesia, Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. 3 Erwan Agus, E-Procurement Di Indonesia: Pengembangan Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Secara Elektronik, (Jakarta, 2008) hal 14 59
V.I.3 Efisiensi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, telah menegaskan bahwa salah satu prinsip utama pengadaan barang/jasa, adalah menciptakan pengadaan yang efektif dan efisien. Menurut pengertiannya, Efisien berarti menjalankan tugas dengan baik dan tepat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya 4. Dalam hal ini berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum. V.I.4 Proses Monitoring Dan Audit Monitoring adalah pemantauan yang dapat dijelaskan sebagai kesadaran tentang apa yang ingin diketahui dan audit adalah evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk 5. LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah) sebagai pengembang Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) mulai tahun 2009 bekerjasama dengan BPKP yang adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk melakukan e-audit (Modul dalam LPSE), suatu alat bantu auditor untuk melakukan audit terhadap paket pengadaan yang dilelangkan melalui LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik), juga berkerja sama dengan Lembaga Sandi Negara untuk fungsi enkripsi, yaitu mengamankan data dari semua transaksi elektronik didalam SPSE. 4 Kamus Besar Bahasa Indonesia 5 (https://id.wikipedia.org/wiki/monitoring), diakses tanggal 3 Agustus, pukul 02.30 Wita 60
V.I.5 Memenuhi Kebutuhan Informasi Yang Real Time Dalam menyelenggarakan pelayanan publik, badan publik juga terikat dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) untuk dapat menyampaikan informasi secara terbuka. Hal ini berarti bahwa siapa saja yang menjalankan tugas dan fungsi dengan dana yang bersumber dari APBN/APBD dan sumbangan dana publik, harus menyampaikan informasi secara terbuka kepada masyarakat kecuali informasi yang dikecualikan seperti misalnya informasi strategi dan rahasia bisnis yang menjadi hak perusahaan, informasi rahasia negara, informasi intelijen dan informasi yang bersifat pribadi. Keterbukaan informasi publik menjadi sarana untuk mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya serta segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. V.2 INTEGRASI Dalam hal integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses sosialisasi 6. Menurut Daniel Rerung, SH, MM, selaku Anggota Unit Pelatihan Dan Sosialisasi: V.3 ADAPTASI Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk itu digunakan tolak ukur proses pengadaan dan pengisian tenaga kerja 7. Dalam hal ini adalah adaptasi terhadap penerapan sistem baru yaitu 6 R.M. Steers, Efektivitas Organisasi, (Jakarta: Erlangga, 1985), hal 53 7 R.M. Steers, Efektivitas Organisasi, (Jakarta: Erlangga, 1985), hal 53 61
pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement). Untuk mengukur adaptasi yang dilakukan Pemerintah Toraja Utara dalam Mengadopsi sistem e- procurement ini, penulis menganalisis dari persiapan infrastruktur dan teknologi, juga persiapan sumber daya manusianya. V.3.II Sumber Daya Manusia. E-Procurement merupakan hal yang baru dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah karena selama ini proses pengadaan dilakukan secara konvensional. Teknologi tidak akan mungkin berjalan sendirinya tanpa adanya pihak yang mengelola. Implementasi e-procurement membutuhkan jumlah SDM yang memadai. Tidak hanya dari sisi jumlah yang harus diperhatikan, namun juga dari sisi kompetensi yang mereka memiliki. Implementasi e-procurement membutuhkan SDM yang memiliki keahlian dalam bidang infrastruktur TI dan juga SDM yang memahami ketentuan pengadaan. Rendahnya literasi TI memberikan tantangan tersendiri dalam penyediaan SDM. Berkenaan dengan penyiapan SDM, 62