PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN

dokumen-dokumen yang mirip
NEEDS ASSESSMENT PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. semangat reformasi pendidikan, diawali dengan munculnya kebijakan

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) BERBASIS PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) UNTUK MELATIH KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

I. PENDAHULUAN. mudah dihadirkan di ruang kelas. Dalam konteks pendidikan di sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. ahlinya. 1 Secara umum para lulusan dari sekolah/madrasah dan

BAB I PENDAHULUAN. ilmuwan untuk melakukan proses penyelidikan ilmiah, atau doing science (Hodson,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang ikut menentukan kemajuan suatu negara. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. informasi dari satu tempat ke seluruh penjuru dunia terjadi dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dan informasi yang ditandai oleh perubahan sosial, budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan terhadap menyelenggaraan pendidikan. Menurut Gaspersz (2011:

BAB III METODE PENELITIAN. atau penelitian R&D (Research & Development) dengan model ADDIE

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas ini diupayakan melalui sektor pendidikan baik pendidikan sekolah

Olahairullah. Kata Kunci:Media Penugasan Proyek, Keterampilan Proses Mengkomunikasikan Hasil, Hasil Belajar

PEMETAAN KUALITAS PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XI SEMESTER 1 SMA NEGERI DI KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. (Hamid, 2009: 1). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk

Profil Analisis Kebutuhan Pembelajaran Fisika Berbasis Lifeskill Bagi Siswa SMA Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komprehensif sebelum mengambil keputusan menentukan pilihan.

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di era globalisasi sekarang ini menyebabkan

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENINGKATAN KREATIFITAS MAHASISWA DALAM MERANCANG MEDIA PEMBELAJARAN MULTIMEDIA IPA BERBASIS ANIMASI MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Muhammad Iqbal Radhibillah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tingkat menengah yang bertujuan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia

IMPLEMENTASI PROSES PEMBELAJARAN DALAM MENCAPAI KOMPETENSI GURU BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN PERKANTORAN

Joyful Learning Journal

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TENTANG MIKROORGANISME PADA MATA PELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) PADA SISWA SMK

IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DALAM PEMBELAJARAN KIMIA PADA SMA, SMK, MA, DAN MAK DI WILAYAH KOTA KEBUMEN

Review Artikel : JVTE Volume 15, Number 1, Fall Judul :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Afifudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini karena mata pelajaran IPA khususnya, akan memiliki peranan

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU BERBASIS STARTER EXPERIMENT APPROACH (SEA) UNTUK SISWA SMP/MTs KELAS VIII

Oleh: Amin Kiswoyowati

SEMINAR NASIONAL SMK BERBASIS POTENSI UNGGULAN DAERAH DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA MENGELIMINASI CITRA SEKOLAH SECOND CHOICE

PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU MELALUI SUPERVISI AKADEMIK TEKNIK INDIVIDUAL CONFERENCE

ANALISIS PEMETAAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA TERPADU DI SMP NEGERI SE-KOTA JAMBI. Tiara Aprilini Universitas Negeri Jambi

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perbaikan mutu pendidikan agar mencapai tujuan tersebut.

E043 PERBEDAAN PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN GUIDED INQUIRY DAN MODIFIED INGUIRY TERHADAP PRESTASI BELAJAR BIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

PENGEMBANGAN ALAT PENILAIAN BERBASIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS PADA PRAKTIKUM STRUKTUR HEWAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dari pengalaman negara-negara maju di dunia ini, tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. ini, banyak usaha atau bahkan industri yang menolak para pelamar kerja karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi sangat diperlukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR FISIKA BERBASIS SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT POKOK BAHASAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK UNTUK KELAS X SMAN 10 MALANG

Kata Kunci : Layanan Informasi Karir, Pemilihan Karir

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERORIENTASI KKNI UNTUK PENGUATAN SCIENTIFIC APPROACH PADA MATA KULIAH EVALUASI DAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Elok Mufidah dan Amaria Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya Tlp: , Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi seperti saat ini memungkinkan terjadinya arus

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN LABORATORIUM TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA PESERTA DIDIK SMPN 3 PALAKKA KABUPATEN BONE

PENGARUH KOMPETENSI PROFESIONAL GURU KIMIA TERHADAP KETERAMPILAN PEMBELAJARAN LABORATORIUM SISWA KELAS XII SMA N 11 SEMARANG

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

UNESA Journal of Chemistry Education ISSN: Vol. 6, No. 1, pp January 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek kehidupan masyarakat termasuk di bidang pendidikan.

Unesa Journal of Chemistry Education Vol. 2, No. 2, pp May 2013 ISSN:

Sri Amnah (1), Tengku Idris (2) (1) Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UIR

I. PENDAHULUAN. diperoleh melalui kegiatan ilmiah yang disebut metode ilmiah (Depdiknas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENYUSUNAN MODUL PEMBELAJARAN JARINGAN TUMBUHAN BERBASIS HAKIKAT SAINS. Evi Mardiani, Siti Romlah Noerhodijah

PERAN BAHAN AJAR MULTIMEDIA INTERAKIF TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS (KPS) SISWA KELAS X SMA

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. antisipasi kepentingan masa depan (Trianto, 2009:1).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS

Oleh: Sulistyowati SD Negeri 02 Karangrejo Tulungagung

PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN KOLABORASI KONSTRUKTIF DAN INKUIRI BERORIENTASI CHEMO-ENTREPRENEURSHIP

METODE DEMONSTRASI INTERAKTIF BERBASIS INKUIRI DALAM PEMBELAJARAN KONSEP METABOLISME PADA SISWA KELAS XII SMA ANGKASA BANDUNG.

PERSEPSI GURU PEMBIMBING TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN MAHASISWA PRAKTIK KKN-PPL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA DI SMK PIRI 1 YOGYAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. Agar terhindar dari kesalahpahaman dari judul yang dikemukakan, maka

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Teras, 2009), hlm Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi dan Aplikasi, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini mempercepat modernisasi segala bidang, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. bebas ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Tantangan tersebut

ASSESSMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS AKTIVITAS BELAJAR MENGGUNAKAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

IMPLEMENTASI PROSES PEMBELAJARAN DALAM MENCAPAI KOMPETENSI GURU BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN PERKANTORAN

PROFIL PEMENUHAN 8 SNP, PROSES PEMBELAJARAN DAN RELEVANSI BUKU AJAR YANG DIGUNAKAN DI SALAH SATU SMP DI NGAWI

Orientasi pada kinerja Individu dalam dunia kerja, 2) justifikasi khusus pada

UNESA Journal of Chemical Education Vol.6, No.3 pp , September 2017

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa pendidikan di SMK adalah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi sekarang ini sudah seperti kebutuhan pokok manusia,

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Konsep Cahaya Melalui Pembelajaran Science-Edutainment Berbantuan Media Animasi

S K R I P S I Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi. Oleh : MEGA ANDRIATI A

I. PENDAHULUAN. Sains khususnya biologi sangat penting perannya dalam mendorong kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Statistik Republik Indonesia (2013), menyatakan tingkat pengangguran

Profesionalisme Guru/ Dosen Sains KEMAMPUAN GURU IPA DALAM PENYUSUNAN PENILAIAN AUTENTIK DI SMP NEGERI 1 PECANGAAN JEPARA TAHUN AJARAN 2014/2015

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA BERORIENTASI SETS PADA MATERI POKOK ZAT ADITIF MAKANAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

Transkripsi:

ANALISIS KEBUTUHAN PEMBELAJARAN BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) MELALUI PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) UNTUK PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS Ervan Johan Wicaksana (IKIP PGRI Madiun) ervanjohanwicaksana@gmail.com) Dr. Herlina Fitrihidajati, M.Si (Universitas Negeri Surabaya, Jawa Timur, Indonesia) Dr. Sunu Kuntjoro, S.Si, M.Si. (Universitas Negeri Surabaya, Jawa Timur, Indonesia) ABSTRAK Pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoritis dan tidak terkait dengan lingkungan anak berada. Akibatnya anak didik tidak mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah guna memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Masalah tersebut dapat diatasi dengan pemberian pendidikan yang terintegerasi pada kecakapan hidup (life skill) yang dapat memberikan bekal pada siswa untuk dapat mandiri dalam mengarungi dunia kerja manakala yang bersangkutan terpaksa tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Desain penelitian yang akan digunakan adalah jenis penelitian needs assessment. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian needs assessment ini adalah pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik kuesioner. Teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif, dengan teknik persentase. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa secara rerata pemahaman guruguru sains SMA tentang konsep dan kedudukan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pengembangan LKS untuk pembelajaran IPA cukup memahami namun sebarannya tidak merata. Hal ini selain dipengaruhi oleh bidang keahlian yang menjadi tugasnya juga penyikapan terhadap kecakapan hidup (life skill) dalam konteks pembelajaran. Sedangkan pada needs assessment, terdapat kecenderungan bahwa penerapan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pengembangan LKS untuk pembelajaran IPA di SMA cukup diperlukan namun tidak signifikan. Hal ini terkait dengan kompetensi menggunakan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pengembangan LKS untuk pembelajaran IPA, relevansi dengan bidang studi dan motivasi dalam menggunakan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pengembangan LKS untuk pembelajaran IPA di SMA dalam peningkatan kualitas dan kebermaknaan (meaningfull) pembelajaran. Kata Kunci: life skills, lembar kegiatan siswa, IPA. PENDAHULUAN Dewasa ini lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi banyak yang menjadi pengangguran, baik di pedesaan maupun di perkotaan, hal ini disebabkan sulitnya mendapatkan pekerjaan karena keterampilan mereka yang kurang karena pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoritis dan tidak terkait dengan lingkungan anak berada. Akibatnya anak didik tidak mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah guna memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan seakan mencabut peserta didik dari lingkungan, sehingga menjadi asing di lingkungan masyarakatnya sendiri. Masalah tersebut dapat diatasi dengan pemberian pendidikan yang terintegerasi pada kecakapan hidup (life skill) yang dapat memberikan bekal pada siswa untuk dapat mandiri dalam mengarungi dunia SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN UNS & ISPI JAWA TENGAH 2015 29

kerja manakala yang bersangkutan terpaksa tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya (Depdiknas, 2003). Pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) ini dapat diterapkan pada semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta konsep atau prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan. Ari Widodo (dalam Rustaman, 2003) mengatakan bahwa sebagian besar guru dan mahasiswa calon guru menyatakan bahwa sains adalah ilmu tentang alam dan sains merupakan kumpulan fakta, pengetahuan, dan informasi. Jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dirasa tepat untuk mengimplementasikan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) ini. Hal ini dikarenakan siswa SMA lebih banyak menerima pembelajaran teori dari pada praktek sehingga lulusan SMA lebih cenderung kurang memiliki bekal kecakapan hidup dibandingkan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang lebih banyak menerima pembelajaran praktek yang nantinya sangat berguna di kehidupan masyarakat secara nyata. Selai hal itu, jenjang pendidikan SMA merupakan saat yang tepat pemberian bekal kecakapan hidup (life skill) karena merupakan jenjang pendidikan akhir bagi siswa yang tidak mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi baik karena kondisi ekonomi orangtua siswa maupun karena kemauan dari siswa sendiri. Kecakapan hidup (life skill) dalam pembelajaran meliputi kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan kecakapan vocational. Dengan demikian implikasi penerapan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) pada pendidikan sains di SMA, yaitu bertujuan untuk pengembangan kegiatan belajar-mengajar yang menjadikan peserta didik mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sesuai standar kompetensi yang diterapkan dengan mengintegrasikan kecakapan hidup. Berdasarkan permasalahan pembelajaran di atas, maka diperlukan adanya suatu perangkat yang dirancang untuk membekali peserta didik dengan kecakapan hidup yang secara integratif memadukan kecakapan generik (kecakapan yang dimiliki oleh siswa untuk belajar lebih lanjut dan memungkinkan digunakan untuk mempelajari keterampilan berikutnya) dan keterampilan spesifik (kecakapan yang dimiliki oleh seseorang dalam bidang yang lebih khusus) dalam rangka untuk mengatasi problem kehidupan. Kegiatan belajar mengajar yang ditunjang dengan LKS dapat mendukung proses belajar mengajar menjadi semakin terarah dan mempermudah pemahaman terhadap materi pelajaran yang didapat (Azhar, 1993), sehingga tercapai kompetensi yang diharapkan. Perangkat pembelajaran yang sesuai untuk menunjang kegiatan praktek sains (praktikum) adalah perangkat pembelajaran yang dilengkapi dengan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). LKS merupakan lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas (Majid, 2007). METODE Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah penelitian needs assessment. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian needs assessment ini adalah pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik kuesioner, dimana alat pengumpulan datanya (instrumen) menggunakan angket yang disusun secara terstruktur. Pengumpulan data ditekankan pada dua kelompok informasi, yakni tentang: (a) pemahaman guru-guru sains tentang konsep dan kedudukan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pembelajaran IPA di SMA, (b) needs, urgensi dan fisibilitas aplikasi pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pembelajaran IPA di SMA. Teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif, dengan teknik persentase. Sedangkan untuk melihat kecenderungan hasil pengukuran variabel, digunakan rerata ideal SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN UNS & ISPI JAWA TENGAH 2015 30

sebagai norma pembanding yang dibedakan menjadi lima kategori sebagai berikut: Tabel 1. Kriteria Kecenderungan Kriteria Kecenderungan X M + 1,5 SD M + 0,5 SD X < M + 1,5 SD M - 0,5 SD X < M + 0,5 SD M - 1,5 SD X < M - 0,5 SD X < M 1,5 SD Kategori Sangat / Sangat / Cukup / Cukup Kurang / Kurang Tidak / Tidak Penentuan jarak 1,5 SD untuk kategori ini didasarkan pada kurva distribusi normal yang secara teori berjarak 6 simpangan baku (6SD) (Sutrisno, 1986). Untuk menghitung besarnya rerata ideal (M) dan simpangan baku ideal (SD) digunakan rumus: M = 1/2 (nilai ideal tertinggi + nilai ideal terendah) SD = 1/6 (nilai ideal tertinggi - nilai ideal terendah). HASIL PENELITIAN Temuan penelitian yang dihasilkan dalam analisis kebutuhan (needs assessment) dijadikan sebagai dasar dalam desain perencanaan, implementasi dan evaluasi program pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pengembangan lembar kegiatan siswa untuk pembelajaran IPA di SMA. Khususnya sebagai bentuk dukungan terhadap peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas peserta didik. Selain itu secara komprehensif bahwa penelitian ini juga merupakan bagian dari langkah strategis dalam pencapaian kualitas dan mutu pendidikan dengan mengoptimalkan pemanfaatan LKS dalam konteks pembelajaran di kelas maupun di luar sekolah. Angket yang disebarkan dalam penelitian ini sesuai dengan data yang diperoleh sebanyak 22 responden dari sampel guru sains di SMAN 6 Surabaya Jawa Timur. Berikut ini disajikan data penelitian yang berkenaan dengan pemahaman konsep dan kedudukan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pengembangan lembar kegiatan siswa untuk pembelajaran IPA di SMA. 1. Pemahaman Konsep dan Kedudukan Pembelajaran Berorientasi Kecakapan Hidup (life skill) Melalui Pengembangan LKS untuk Pembelajaran IPA di SMA Berdasarkan data yang dikumpulkan, diperoleh data tentang pemahaman konsep dan kedudukan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pembelajaran IPA di SMA sebagai berikut: skor terendah 5 dan tertinggi 13 dengan rerata sebesar 9.45, dan simpangan baku sebesar 1,33. Untuk mengetahui kecenderungan digunakan perhitungan persentase kecenderungan dan kriteria pembandingnya dengan menggunakan skor rerata ideal dan simpangan baku ideal. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pemahaman responden tentang konsep dan kedudukan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pembelajaran IPA di SMA, yakni pada kategori sangat paham 20,45%, kategori paham 27,27%, kategori cukup paham 31,82%, kategori kurang paham 18,18%, dan kategori tidak paham 2,28%. Bila dilihat dari mean atau rerata, bahwa pemahaman responden tentang konsep dan kedudukan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pembelajaran IPA di SMA berada pada kategori cukup paham. Lebih jelasnya gambaran persentase kecenderungan pemahaman bisa dilihat pada tabel dan grafik batang berikut ini. Tabel 2. Kecenderungan Variabel Pemahaman Konsep dan Kedudukan Pembelajaran skill) melalui Pengembangan LKS untuk Pembelajaran IPA di SMA Skor Kategori F % 10,99 ke atas Sangat 4 20,45 9,67 10,98 6 27,27 8,34 9,66 Cukup 7 31,82 7,01 8,33 Kurang 4 18,18 SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN UNS & ISPI JAWA TENGAH 2015 31

Persentase Persentase PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 8,32 ke bawah Tidak 1 2,28 Jumlah 22 100 35,00% 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 20,45% Sangat 27,27% 31,82% Cukup Kategori 18,18% Kurang 2,28% Tidak Gambar 1. Grafik Persentase Kecenderungan Variabel 2. Kebutuhan Penerapan Pembelajaran skill) Melalui Pengembangan LKS untuk Pembe-lajaran IPA di SMA Berdasarkan data yang dikumpulkan, diperoleh data tentang kebutuhan Penerapan Pembelajaran Berorientasi Kecakapan Hidup (life skill) Melalui Pengembangan LKS untuk Pembelajaran IPA di SMA sebagai berikut: skor terendah 6 dan tertinggi 19 dengan rerata sebesar 11,29, dan simpangan baku sebesar 1,83. Untuk mengetahui kecenderungan digunakan perhitungan persentase kecenderungan dan kriteria pembandingnya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dengan menggunakan skor rerata ideal dan simpangan baku ideal. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kebutuhan Penerapan Pembelajaran Berorientasi Kecakapan Hidup (life skill) Melalui Pengembangan LKS untuk Pembelajaran IPA di SMA, yakni pada kategori sangat perlu 25%, kategori perlu 13,65%, kategori cukup perlu 20,45%, kategori kurang perlu 20,45%, dan kategori tidak perlu 20,45%. Bila dilihat dari mean atau rerata, bahwa kebutuhan Penerapan Pembelajaran Berorientasi Kecakapan Hidup (life skill) Melalui di SMA dari responden termasuk pada kategori cukup perlu. Lebih jelasnya gambaran persentase kecenderungan kebutuhan ini bisa dilihat pada tabel dan grafik batang berikut ini. Tabe 3. Kecenderungan Variabel Kebutuhan Penerapan Pembelajaran Berorientasi di SMA Skor Kategori F % 10,99 ke atas Sangat 6 25 9,67 10,98 3 13,65 8,34 9,66 Cukup 4 20,45 7,01 8,33 Kurang 4 20,45 8,32 ke bawah Tidak 4 20,45 Jumlah 22 100 25% 20% 15% 10% 5% 0% 25% Sangat 13,65% 20,45%20,45% 20,45% Cukup Kategori Kurang Tidak Gambar 1. Grafik Persentase Kebutuhan Variabel PEMBAHASAN Penekanan needs assessment ini, yang diawali pemaparan secara umum tentang pemahaman Konsep dan Kedudukan Pembelajaran Berorientasi Kecakapan Hidup (life skill) melalui Pengembangan LKS untuk Pembelajaran IPA di SMA, mengkaitkan pada tingkatan kebutuhan individu dalam: (1) peningkatan kompetensi pada performa keterampilan menggunakan bahan ajar, (2) keberdayagunaan keterampilan personal yang mengindikasikan relevansinya, dan (3) keinginan besar (motivasi) individu untuk memperbaiki output pembelajaran. Berdasarkan analisis data yang telah dideskripsikan, baik berkenaan dengan pemahaman konsep dan kedudukan Pembelajaran skill) melalui Pengembangan LKS untuk Pembelajaran IPA di SMA serta tingkat kebutuhan Penerapan Pembelajaran Berorientasi di SMA pada kalangan guru sains di SMA N 6 Surabaya Jawa Timur, secara umum menggambarkan adanya kesearahan dimana tingkatan pemahaman tentang variabel yang SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN UNS & ISPI JAWA TENGAH 2015 32

cukupan/sedang, berimplikasi pada tingkatan kebutuhan yang juga hanya masuk pada kategori cukupan saja. Secara implisit tentunya ini bisa dimaknai bahwa Pembelajaran skill) melalui Pengembangan LKS untuk Pembelajaran IPA sebagai salah satu wujud perkembangan pembelajaran belum serta merta disikapi secara positif untuk dimanfaatkan/diberdayakan sebesar-besarnya sebagai sumber daya (resources) dalam peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran. Penerapan Pembelajaran Berorientasi Kecakapan Hidup (life skill) melalui Pengembangan LKS untuk Pembelajaran IPA di SMA, pada prinsipnya merupakan dukungan dan peluang unik bagi pembelajar dan pengajar khususnya pada interaksi dengan yang lainnya yang mungkin berlokasi di lain tempat. Dengan pendekatan pembelajaran kooperatif mempunyai efektivitas tinggi dalam mengarahkan pada suatu sistem yang kompleks. Penerapan Pembelajaran Berorientasi di SMA ini bisa memfasilitasi proses pembelajaran yang terpusat pada aktivitas melalui penilaian pemahaman pembelajar pada model-model yang interaktif dan dapat dijalankan. Bagaimanapun, jika kita menggunakan secara baik dapat memperbaiki outcomes pembelajaran, kemudian kita secara serius mendalami macam-macam aktivitas spesifik pembelajar, maka akan memperbaiki pemahaman sistem yang kompleks. Hal ini tidak akan terjadi bilamana tanpa perencanaan dan pengelolaan secara cermat dan berlanjut pada investigasi secara serius kapan, mengapa dan bagaimana strategi pembelajaran ini bekerja dan digunakan dalam konteks pembelajaran, baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam konteks ini, penggunaan dan pengelolaan Pembelajaran Berorientasi di SMA merupakan suatu kompetensi tersendiri, dimana guru-guru sains perlu memahami dan menyikapi secara positif bahwa kompetensi ini merupakan suatu keharusan apalagi dalam era dimana persaingan lapangan pekerjaan semakin berat. Untuk itu diperlukan suatu tindakan nyata dalam pengembangan profesionalitas pemberdayaan Pembelajaran Berorientasi Pengembangan LKS untuk Pembelajaran IPA di SMA. Banyak strategi yang bisa dikembangkan, dimana muaranya adalah pada perencanaan strategi yang berkaitan langsung dengan pengelolaan Pembelajaran Berorientasi di SMA sebagai resources, di dalam kelas maupun di luar kelas, sehingga secara langsung akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang meaningful bagi siswa dan menjadi feed back bagi guru sains dalam kerangka evaluasi pembelajaran yang dilaksanakannya. KESIMPULAN 1. Pemahaman guru-guru sains yang menyebar secara merata dari tingkatan yang sangat paham ke tingkatan kurang paham, menunjukkan keragaman pengetahuan yang dimiliki tentang konsep dan kedudukan Pembelajaran Berorientasi Pengembangan LKS untuk Pembelajaran IPA di SMA. 2. Hal ini tentunya bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, dimana salah satunya berkaitan dengan bidang studi atau bidang keahlian yang menjadi tugas-tugas kesehariannya. Faktor lain semisal penyikapan positif/negatif terhadap penerapan Pembelajaran Berorientasi Kecakapan Hidup (life skill) melalui Pengembangan LKS untuk Pembelajaran IPA di SMA juga menjadi determinan pemahaman guru-guru sains berkaitan dengan strategi pembelajaran tersebut. 3. Dilihat dari kecenderungan kumulatif needs assessment, rata-rata guru-guru sains di lingkungan SMAN 6 Surabaya Jawa Timur memandang penerapan Pembelajaran Berorientasi Kecakapan Hidup (life skill) melalui Pengembangan LKS untuk Pembelajaran IPA di SMA cukup diperlukan namun tidak terlalu SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN UNS & ISPI JAWA TENGAH 2015 33

penting dan signifikan dalam pembelajaran, dilihat dari tinjauan terhadap kompetensi dalam menggunakan, relevansi dan bidang studi, serta motivasi untuk menggunakannya sebagai resources dalam peningkatan kualitas dan kebermaknaan pembelajaran. SARAN-SARAN 1. Penguatan pemahaman Pembelajaran Berorientasi Kecakapan Hidup (life skill) melalui Pengembangan LKS untuk Pembelajaran IPA di SMA di kalangan guru sains secara komprehensif. 2. Memfasilitasi pengembangan LKS berbasis Kecakapan Hidup (life skill) di kelaskelas sebagai investasi jangka panjang dalam pencapaian kualitas pembelajaran yang kondusif untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari output dan outcome pendidikan jenjang SMA. 3. Adanya reward atau penghargaan tersendiri dari sekolah bagi guru-guru sains yang dalam tugas-tugas pengajarannya mensinergikan kapabilitas SDM yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran yang bermuara pada perkuatan tatanan kelembagaan pendidikan pada era globalisasi. DAFTAR PUSTAKA Anwar (2006). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education). Bandung: Alfabeta. Courtney Jane Lynch. (2007). Exploring the Implementation of a Life Skills Training Program for Adolescents in the Texas Foster Care System, International Journal of Educational Research. The International Journal of Public sector Education. 19(4),316-338. Depdiknas. 2004. Pedoman Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa dan Skenario Pembelajaran Sekolah Menengah Atas. Ibrahim. (2003). Pengembangan Perangkat Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikdasmen, Depdiknas. L. Phoebe Adhiambo. (2013). Implementation of Life Skills Education in Secondary School in Uriri and Awendo Districts, Migori County Kenya, Journal Information Bulletin No. 9. Mulyasa. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rustaman, Nuryani. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Jakarta: Jica Surono. (2005). The Integration of Life Skills in Learning Physics Highlights Pressure at SMPN 34 Surabaya, Surabaya, Indonesia, Surabaya State University. SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN UNS & ISPI JAWA TENGAH 2015 34