I. PENDAHULUAN. Indonesia dan sebaliknya, Provinsi Riau akan menjadi daerah yang tertinggal

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN,

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN

WALIKOTABATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN WALIKOTABATAM NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN KELAPA SAWIT: DAMPAKNYA TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN DI DAERAH RIAU

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

RAPAT PERSIAPAN RAKORTEK KEGIATAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERBATASAN TAHUN ANGGARAN 2018

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 7 TAHUN 2016

4.1. Sejarah Berdirinya Pemerintah Provinsi Riau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan)

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU 1 Oleh : Dr. Ir. Dedi M. M. Riyadi 2

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA TAHUN 2011

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEM BANGUNAN DAERAH KABUPATEN SIAK TAHUN 2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARIMUN TAHUN

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

PENGARUH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Satuan Kerja Kementerian Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi Riau

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIAK TAHUN

*11780 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 13 TAHUN 2000 (13/2000)

DESA MENATA KOTA DALAM SEBUAH KAWASAN STRATEGI PEMBANGUNAN ROKAN HULU.

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Hadirnya PT Riau Media Televisi. yang penulis lakukan diantaranya :

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. misi dan tujuan pemerintah Kabupaten Pelalawan dibidang. pemberdayaan masyarakat desa perlu disusun Rencana

BUPATI PELALAWAN PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Disparitas Sosial-Ekonomi Antar-Daerah

STRATEGI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL. tentang Program Pembangunan Daerah (Propeda) yaitu: Terwujudnya Provinsi Riau

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI NATUNA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 ^ PENDAHULUAN Latar Belakang ' Perumusan Model Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemetaan Kelembagaan Ekonomi Berbasis Agribisnis

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Deskripsi Provinsi. Raja Bawahan Johor di Pulau Penyengat. Wilayah tersebut kemudian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan tetapi juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RINCIAN HARGA PENAWARAN FORMULIR UNTUK KEPERLUAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD TAHUN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA BATAM TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

BAB 5: INDIKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100

RIAU PANUTAN 2017 AYO SEKOLAH! PENDIDIKAN BERMUTU RAMAH ANAK BEBAS PUNGUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU

KABUPATEN SIAK RENCANA KERJA ( RENJA ) DINAS PARIWISATA, PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN SIAK

HARGA PERKIRAAN SENDIRI (HPS) FORMULIR UNTUK KEPERLUAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD TAHUN KOMISI PEMILIHAN 2014 UMUM PROVINSI RIAU

Penerimaan Riau Dari DBH Sektor Kehutanan

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 31 TAHUN

I. PENDAHULUAN. Agenda penanggulangan kemiskinan telah disepakati oleh Perserikatan

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

PERATURAN BUPATI KARIMUN NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Potensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

A. Luas potensi lahan sumber pakan ternak (Ha) Luas Potensi Hijauan (Ha) No Kabupaten/Kota Tanaman Padang. Pangan Rumput

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

BAB V ARAHAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT. 1. Arah Kebijakan Berdasarkan RPJPD ( ) dan RPJMD

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 50 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KARIMUN TAHUN ANGGARAN 2014

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila dicermati kembali proses pemekaran Provinsi Riau menjadi Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau, ada dua perkiraan yang kontradiktif bahwa Provinsi Riau Kepulauan akan menjadi suatu daerah yang paling maju di Indonesia dan sebaliknya, Provinsi Riau akan menjadi daerah yang tertinggal dibandingkan daerah pemekarannya. Perkiraan kondisi ini telah mendorong Provinsi Riau untuk mencari bentuk lain dalam melaksanakan program pembangunannya. Hingga proses pemekaran, telah banyak upaya (waktu, tenaga, pikiran, dan dana) yang dicurahkan ke Kabupaten Kepulauan Riau, jauh melebihi daerah kabupaten/kota lainnya di wilayah Provinsi Riau, sehingga ada sinyalemen yang menyatakan bahwa Batam (Kepri) merupakan anak emas Provinsi Riau. Hal ini dapat dibuktikan dengan perkembangan yang terjadi di Batam (dengan Rempang dan Galang-nya), Bintan (dengan Lagoi-nya), serta Karimun dan Natuna. Daerah-daerah ini menjadi lokomotif utama perkembangan ekonomi Provinsi Riau pada saat itu. Namun, hal itu sudah berlalu, dan Provinsi Riau telah menetapkan dua fokus utama di dalam Visi Riau 2020 yaitu menjadi Pusat Perekonomian dan Pusat Kebudayaan Melayu di Kawasan Asia Tenggara. Tentunya fokus pertama tersebut menjadi persoalan yang sangat besar yang harus dihadapi. Mampukah Riau menjadi pusat perekonomian? Kemudian apakah ada daerah yang memiliki potensi yang akan dijadikan lokomotif bagi pembangunan perekoniman DI

wilayah tersebut, dan dimanakah daerah (kabupaten/kota) yang menjadi lokomotif pembangunan tersebut? Pembangunan Provinsi Riau masih memerlukan perhatian khusus dan pendekatan yang inovatif. Dalam arti, pembangunan Provinsi Riau masih terus memerlukan kerangka untuk memacu pertumbuhan ekonomi, tetapi prosesnya perlu sekaligus diikuti oleh tingkat perbaikan kehidupan sosial masyarakat di tingkat akar rumput. Kesadaran ini sebenarnya bukan hal baru, bahkan sejak tahun 2002 telah ditetapkan satu pilar pembangunan dalam mencapai Visi Riau 2020, yaitu Pembangunan Ekonomi Kerakyatan (PEK). Selanjutnya, fokus pembangunan Provinsi Riau diarahkan untuk mengatasi tiga persoalan yang saling berhibungan, yakni masalah kemiskinan, kebodohan dan infrastruktur - yang dikenal dengan konsep K2I. Dalam merealisasikan gagasan-gagasan tersebut dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau, sejak tahun 2002 telah dialokasikan dana PEK yang dialokasikan khusus untuk menyentuh kepentingan usaha masyarakat di tingkat bawah untuk mengurangi ketimpangan antar sektor dan antar kelompok, khususnya antara pengusaha mikro dan kecil dengan pengusaha besar. Disamping itu, berdasarkan pengalaman yang dilakukan selama ini, diketahui bahwa untuk lebih memacu pembangunan di Provinsi Riau diperlukan adanya reorientasi dalam pendekatannya; dalam arti: pembangunan melalui pendekatan sektoral perlu dikembangkan dengan mengintegrasikannya dengan mempertimbangkan pengembangan kegiatan antarsektor dan dengan mempertimbangkan dimensi kewilayahan, untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah dan antar golongan (lapisan) masyarakat. Namun, pendekatan 2

pembangunan seperti itu perlu diletakkan tidak lepas dari rancangan pembangunan nasional secara keseluruhan. Berdasarkan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional tahun 2004-2009, pembangunan kewilayahan secara nasional dituangkan ke dalam program pembangunan untuk: kawasan tertinggal, termasuk kawasan perbatasan, kawasan yang strategis dan cepat tumbuh, wilayah yang pernah dilanda konflik, dan wilayah perkotaan. Program pembangunan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan keluasan, keragaman potensi, dan perbedaan tingkat perkembangan daerah. Dengan sasaran, bahwa program tersebut dilakukan bukan saja dalam rangka mencapai kemajuan sosial dan ekonomi, tetapi juga dalam rangka memperkuat konsep negara kesatuan. Pada saat ini terdapat 199 daerah yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal, yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, hampir seluruh pulau-pulau kecil terluar yang berhadapan dengan negara-negara tetangga, berjumlah 92 pulau juga ada dikategori kawasan tertinggal. Dalam menghadapi hal ini, pemerintah memang sedang berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di kawasan-kawasan tersebut. Beberapa langkah yang telah dan sedang diambil, antara lain: pertama, meningkatkan sarana dan prasarana pendukung pengembangan sosial ekonomi, terutama membuka akses ke pusat-pusat pertumbuhan lokal, dan peningkatan pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan; kedua, pemutakhiran data dan informasi mengenai daerah tertinggal; ketiga, percepatan pembangunan infrastruktur perdesaan; dan keempat, percepatan pembangunan kawasan produksi secara terintegrasi. 3

Hal yang kemudian menarik dicatat adalah pengembangan kawasan dan daerah perbatasan yang tertinggal tersebut dilakukan sejajar dengan upaya pengembangan beberapa wilayah ekonomi unggulan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 disebutkan adanya sejumlah kawasan andalan yang tersebar di seluruh wilayah tanah air. Kawasan-kawasan itu ditetapkan berdasarkan besarnya keunggulan baik potensi ekonomi, maupun penilaian atas kedudukannya yang strategis dalam hubungan keterkaitan antarwilayah. Bahkan, beberapa wilayah telah diupayakan dikembangkan, seperti di Makassar, Medan, Batam, dan Kalimantan Timur. Meskipun, pertumbuhan wilayah ekonomi unggulan ini belum optimal. Oleh karena itu, pemerintah sedang merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tersebut agar upaya pengembangan wilayah ekonomi unggulan dapat sesuai dengan perkembangan mutakhir dan lebih mengenai sasaran. Pembangunan Provinsi Riau dengan pendekatan secara sektoral yang memperhatikan kewilayahan sebenarnya dapat dikembangkan sejalan dengan arah kebijakan pengembangan wilayah strategis nasional, khususnya yang meliputi pengembangan kerjasama daerah-daerah di perbatasan. Kebijakan yang berkaitan dalam hal ini adalah kebijakan kerjasama pembangunan yang bernama Indonesia- Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT), dan Indonesia-Malaysia- Singapore Growth Triangle (IMS-GT), atau kebijakan pengembangan agropolitan dan kota mandiri terpadu. Bahkan, pembangunan Provinsi Riau selain dikembangkan sejalan dengan kebijakan dalam tataran strategis nasional tersebut, dapat juga memperhatikan satu satu langkah strategis lainnya dari pemerintah yang merespon dinamika globalisasi dengan mengembangkan pendekatan 4

pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sebagai contoh, pengembangan kawasan Batam-Bintan-Karimun yang telah berperan sebagai kawasan ekonomi khusus ditingkatkan produktivitasnya melalui kerjasama dengan Pemerintah Singapura. Pengalaman penerapan kebijakan KEK di Batam- Bintan-Karimun juga dapat dijadikan contoh bentuk kerjasama yang erat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan partisipasi dunia usaha. Meskipun, kembali lagi pada saat ini hasilnya belum optimal, karena KEK masih dalam proses. Berdasarkan uraian di atas, maka pengembangan pendekatan pembangunan secara sektoral yang berdimensi wilayah dalam kerangka pembangunan nasional dengan mempertimbangkan perkembangan global di dalam pembangunan Provinsi Riau dapat dikatakan adalah sebagai suatu langkah inovatif. Karena posisi Provinsi Riau berhadapan langsung dengan Malaysia dan Singapura, maka tidaklah sulit untuk menemukan sebuah kawasan unggulan dan strategis dalam pembangunan Provinsi Riau yang berdimensi nasional sekaligus internasional. Belum lagi, letak dan perkembangan Provinsi Riau yang khas di dalam kerangka pengembangan provinsi-provinsi lain di Pulau Sumatera atau pulau-pulau lainnya di Indonesia (Gambar 1). Dari Gambar 1 tersebut, Provinsi Riau dapat menjadi simpul bagi pusat kegiatan ekonomi dan sosial yang didukung baik fasilitas pelayanan prima maupun kapasitas prasarana yang berdaya saing internasional. Kegiatan dan pelaku ekonomi di dalam kawasan strategis nasional ini perlu disiapkan dengan baik, agar diperoleh produk-produk (berupa barang dan jasa) yang berdayasaing, dan dengan kualitas pelayanan dan fasilitas yang dapat berdaya saing pula. 5

Sumatera Utara Malaysia Singapura Sumatera Barat Sumatera Selatan Posisi Strategis Riau 5 Gambar 1. Provinsi Riau dalam Lingkup Pulau Sumatera dengan Negara Tetangga 6

Penciptaan dayasaing merupakan kunci bagi keberhasilan pembangunan di wilayah ini, karena berhadapan langsung dengan negara tetanga khususnya Malaysia, Singapura, dan Thailand - dan negara-negara lain di Asia Pasifik pada umumnya. Dengan demikian, kajian kali ini hakekatnya berupaya mengungkap kebijakan strategis guna pengembangan kawasan ekonomi di Provinsi Riau dalam kerangka pembangunan nasional dan internasional. 1.2 Rumusan Masalah Provinsi Riau dikenal dengan salah satu provinsi di Indonesia yang menghasilkan minyak dan gas bumi dalam jumlah besar, sehingga Riau dikenal sebagai salah satu provinsi kaya di Indonesia, akibat bagi hasil minyak dan gas bumi yang besar. Akan tetapi, jumlah penduduk miskin di Provinsi ini juga menjadi salah satu yang tertinggi di Indonesia. Kondisi kontras ini provinsi kaya tetapi miskin - menimbulkan pertanyaan kajian yang mendasar, dan jawaban terhadap masalah ini dapat dijadikan sebagai landasan bagi programprogram pembangunan di Provinsi Riau pada saat ini dan masa mendatang, yaitu: bagaimana kondisi disparitas sosial-ekonomi masyarakat di Provinsi Riau? Provinsi Riau terdiri atas sembilan kabupaten dan dua kota. Kesembilan kabupaten tersebut adalah: Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Siak, Kampar, Rokan Hulu, Bengkalis, Rokan Hilir; sementara dua kota dimaksud adalah Kota Pekanbaru dan Dumai. Kesebelas kabupaten dan kota tersebut memiliki karakteristik dan potensi fisik dan non-fisik yang berbedabeda. Dalam rangka pengembangan kawasan ekonomi strategis di Provinsi Riau

yang berorientasi nasional dan internasional, maka karakteristik dan potensi daerah menjadi penting untuk diperhatikan, demikian pula dengan kondisi kelembagaannya. Pertanyaan kajian yang terkait dengan hal ini adalah: daerah (kabupaten/kota) mana saja yang akan dimasukkan ke dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN), dan bagaimana kondisi sumberdaya, infrastruktur, dan sarana sosial ekonomi yang ada di masing-masing daerah? Mengingat adanya keberagaman agroekosistem dan wilayah sebagaimana dikemukakan dalam permasalahan kedua, maka produk yang dihasilkan oleh masing-masing kabupaten/kota juga bervariasi. Misalnya, dalam sektor pertanian, beberapa kabupaten di Provinsi Riau dikenal sebagai penghasil utama komoditas perkebunan (kelapa sawit, kelapa, karet); tanaman pangan (beras); dan aneka produk kehutananan (kayu, pulp, dan kertas). Dalam pengembangan KSN, pemerintah Provinsi Riau diharuskan memilih jenis produk (barang dan jasa) yang dijadikan primadona di dalam wilayah KSN; yakni produk yang memiliki dayasaing (competitive advantage). Terkait dengan masalah ini, maka topik permasalahan kedua yang akan dikaji dalam penelitian ini terkait dengan pemilihan produk yang akan dijadilan komoditas unggulan kawasan, yakni: produk (barang dan jasa) apa saja yang dapat ditawarkan oleh masingmasing daerah dalam KSN? KSN Provinsi Riau paling tidak terdiri atas 11 kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Riau, yang masing-masingnya memiliki karakteristik, fungsi, dan peran berbeda-beda. Rumusan kajian selanjutnya diarahkan kepada aspek keterkaitan antar wilayah dalam pengembangan KSN: Bagaimana keterkaitan 8

antar daerah dan peran yang dimainkan oleh masing-masing daerah dalam KSN? Dalam merealisasikan KSN dibutuhkan keterlibatan dan kontribusi dari berbagai pihak (stakeholders), yang memiliki peran dan fungsi berbeda (dalam arti saling mendukung). Multipihak pembangunan KSN tersebut mencakup pemerintah (public sector), pengusaha (private sector), dan masyarakat (community). Karena pengembangan KSN ini berhadapan dengan negara tetangga (khususnya Malaysia dan Singapura), maka kerjasama dengan pihakpihak tersebut diperlukan. Oleh karena itu, pertanyaan kajian terkait dengan aspek ini adalah: Bagaimana keterlibatan dan kerjasama antara pemerintah, swasta, komunitas, dan luar negeri dalam pembangunan di dalam KSN? Aspek terakhir yang menjadi perhatian kajian ini adalah dalam penentuan strategi pengembangan KSN tersebut, yakni: Strategi dan program apa yang perlu dikembangkan dalam pengembangan KSN di Provinsi Riau? Penentuan strategi dan program ini penting untuk memberi arahan terhadap pencapaian tujuan pengembangan KSN. 1.3. Tujuan Tujuan umum kajian ini adalah untuk memformulasikan strategi, kebijakan dan program pengembangan Kawasan Strategis Nasional di Provinsi Riau yang berorientasi nasional dan internasional; sedangkan tujuan khusus kajian ini adalah: 1. Menganalisis disparitas sosial-ekonomi masyarakat di Provinsi Riau 2. Menganalisis potensi Kawasan Strategis Nasional yang terdiri atas: 9

Kondisi sumberdaya, infrastruktur, dan sarana sosial ekonomi yang ada di masing-masing daerah dalam KSN Produk yang dapat ditawarkan oleh masing-masing daerah dalam KSN dan dayasaing dari produk tersebut 3. Menganalisis keterkaitan antar daerah dan peran yang dimainkan oleh masingmasing daerah dalam KSN 4. Memformulasikan strategi dan program pembangunan KSN, serta pola-pola kerjasama kemitraan antara pemerintah, swasta, komunitas, dan luar negeri dalam pembangunan di dalam KSN. 10