V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Disparitas Sosial-Ekonomi Antar-Daerah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Disparitas Sosial-Ekonomi Antar-Daerah"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Disparitas Sosial-Ekonomi Antar-Daerah Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pembangunan ekonomi di Provinsi Riau terus mengalami peningkatan secara signifikan. Daerah-daerah yang memiliki APBD yang relatif besar biasanya melakukan upaya-upaya intensif untuk memperkecil ketertinggalan pembangunan sosial-ekonominya dengan melakukan pembangunan aspek tersebut secara maksimal. Pemerintah Provinsi Riau memiliki program K2I dalam mengatasi masalah Kemiskinan, Ketertinggalan sumberdaya manusia, dan Infrastruktur guna mempersempit ketertinggalan pembangunannya selama ini. Untuk mengejar ketertinggalan sosial-ekonomi tersebut, program pembangunan K2I dilakukan secara simultan (multiyears). Untuk menjaga efisiensi pembangunan tersebut, maka tingkat keberhasilan program-program pemerintah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota selama ini dalam memanfaatkan potensi ekonomi kabupaten/kota perlu dicermati Kesenjangan Ekonomi Antar-Daerah Indeks Williamson merupakan suatu indeks yang digunakan untuk mengukur ada tidaknya kesenjangan antar-daerah. Indeks Williamson memiliki nilai antara 0 hingga 1. Apabila nilai indeksnya mendekati 1, maka dapat dikatakan bahwa kesenjangan antar daerah yang terjadi relatif tinggi, dan sebaliknya. Data yang digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto per kapita per tahun (dengan dan tanpa migas). Hasil analisis indeks Williamson untuk Provinsi Riau disajikan pada Tabel 19.

2 Tabel 19. Kesenjangan Ekonomi Antar-Daerah di Provinsi Riau, Dengan dan Tanpa Migas, Tahun Tahun Tanpa Migas Dengan Migas ,2800 0, ,3157 0, ,3919 0, ,4953 0, ,5832.0,7381 Dari Tabel 19 tampak bahwa nilai lndeks Williamson tanpa migas tahun 2001 sebesar 0,2800. Ini berarti bahwa kesenjangan ekonomi antar-daerah di kabupaten/kota Provinsi Riau pada tahun 2001 masih relatif rendah. Namun, jika dilihat antar waktu, tampak bahwa angka lndeks Williamson dari tahun ke tahun semakin meningkat. Angka lndeks Williamson dari tahun terjadi peningkatan dari 0,2800 menjadi 0,5832. Kondisi ini menggambarkan bahwa kesenjangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Riau dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini bisa diartikan bahwa pembangunan ekonomi di Provinsi Riau tidak merata. Ketika nilai produksi migas dimasukkan ke dalam perhitungan, Angka Indeks Williamson dengan migas pada tahun 2001 sangatlah besar, hingga mendekati angka 1. Hal ini memberikan informasi bahwa dengan memasukkan unsur migas ke dalam perekonomian Riau, maka terjadi kesenjangan yang sangat tinggi antar kabupaten/kota di Provinsi Riau, karena ada beberapa daerah yang tidak memiliki minyak dan gas bumi, sehingga kesenjangan (gap) antar-daerah menjadi sangat besar. Namun, selama periode angka lndeks Williamson mengalami penurunan, dari 0,8211 menjadi 0,6899.

3 Hal ini terjadi karena adanya penurunan produksi minyak yang secara tidak langsung menurunkan pendapatan daerah yang memiliki migas. Bila dibandingkan antara angka lndeks Williamson tanpa migas dan dengan migas maka terjadi perbedaan yang sangat besar. Walaupun ada kenaikan pada angka Indeks Williamson tanpa migas, namun nilainya lebih kecil dari angka Indeks Williamson dengan migas. Ini bisa diartikan bahwa kesenjangan ekonomi akibat adanya unsur minyak akan lebih tinggi daripada kenaikan kesenjangan ekonomi selama periode tanpa memasukkan unsur migas Disparitas Sosial-Ekonomi Antar Kabupaten/Kota Tabel 20 menginformasikan bahwa besarnya PDRB per kapita di tingkat kabupaten/kota belum secara langsung dapat mengurangi tingkat kemiskinan yang ada di kabupaten/kota tersebut. Dari Tabel 20 tersebut terlihat bahwa kabupaten/kota yang memiliki PDRB per kapita tertinggi adalah Kabupaten Pelalawan dengan nilai sebesar Rp 29,43 juta pertahun. Namun, di kabupaten ini 32,50 persen rumahtangga penduduknya dikategorikan miskin. Selanjutnya, dapat pula diinformasikan dari tiga kabupaten yang memiliki PDRB per kapita terendah yaitu Kota Dumai (dengan nilai Rp10,05 juta per kapita per tahun), Kabupaten Kampar (dengan nilai Rp11,29 juta per kapita per tahun), dan Kabupaten Bangkalis (dengan nilai Rp13,04 juta per kapita per tahun) ternyata memiliki tingkat kemiskinan yng relatif tinggi pula. Analisis dispritas sosial-ekonomi antar-wilayah ini bertujuan untuk menggambarkan kesenjangan sosial-ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Riau. PDRB per kapita per tahun digunakan sebagai proksi bagi variabel ekonomi, sedangkan tingkat kemiskinan sebagai proksi bagi variabel sosial. Pada analisis disparitas sosial-ekonomi ini, kedua variabel tersebut

4 disatukan ke dalam sebuah analisis kuadran, untuk memperoleh sebaran wilayah-wilayah yang memiliki keadaan ekonomi dan sosial yang baik dan yang buruk. Dengan menggunakan data PDRB atas dasar harga berlaku dan persentase rumahtangga miskin di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Riau pada tahun 2005, kondisi disparitas sosial-ekonomi wilayahwilayah di Provinsi Riau disajikan pada Tabel 21. Tabel 20. Hubungan PDRB Per Kapita dan Persentase Rumahtangga Miskin Se-Riau, Tahun 2005 Kabupaten/Kota PDRB Per Kapita (Ribu Rp) Rumahtangga Miskin (%) 1. Kuantan Singingi 2. Indragiri Hulu 3. Indragiri Hilir 4. Pelalawan 5. Siak 6. Kampar 7. Rokan Hulu 8. Bengkalis 9. Rokan Hilir 10. Pekanbaru 11. Dumai , , , , , , , , , , ,94 28,10 40,51 31,78 32,50 23,35 25,70 31,44 30,85 24,23 8,21 19,19 Riau ,83 25,18 Catatan: Angka Kemiskinan dari PSE'OS (angka sementara) Tabel 21. Rekapitulasi Disparitas Ekonomi dan Sosial Provinsi Riau Tahun Kuadran Keterangan Kabupaten/Kota I PDRB/kapita tinggi, Indragiri Hulu, Pelalawan, RT Miskin tinggi Kuansing II PDRB/kapita rendah, RT Miskin tinggi Indragiri Hilir, Rokan Hulu, Bengkalis, Kampar III PDRB/kapita rendah, Rokan Hilir, Dumai RT Miskin rendah IV PDRB/kapita tinggi, RT Miskin rendah Siak, Pekanbaru Catatan: RT = rumahtangga

5 Tabel 21 tersebut menggambarkan disparitas sosial-ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Riau. Dari tabel tersebut terlihat bahwa kabupaten/kota yang ada di Kuadran I adalah kabupaten/kota yang memiliki PDRB per kapita tinggi dan persentase rumahtangga miskin tinggi, atau memiliki PDRB per kapita dan persentase rumahtangga miskin lebih tinggi dari angka rata-rata Provinsi Riau. Kabupaten/kota tersebut antara lain adalah Kabupaten Indragiri Hulu, Kuantan Singingi, dan Pelalawan Kuadran II menginformasikan kabupaten yang memiliki PDRB per kapita rendah dan persentase rumahtangga miskin tinggi. Kabupaten/kota yang masuk dalam kuadran ini diantaranya adalah Kabupaten Indragiri Hilir, Bengkalis, Rokan Hulu, dan Kampar. Pada Kuadran III menginformasikan kabupaten yang memiliki PDRB per kapita rendah dan persentase rumah tangga miskin rendah. Ada dua kabupaten yang berada di kuadran ini yaitu Kabupaten Rokan Hilir dan Kota Dumai. Kuadran IV menggambarkan kabupaten-kabupaten yang PDRB per kapitanya tinggi dan persentase rumahtangga miskin rendah. Ada dua kabupaten/kota yang masuk dalam kuadran ini yaitu Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak. Dari keempat kuadran tersebut, kabupaten/kota yang berada di Kuadran IV adalah kabupaten yang berstatus baik dilihat dari segi ekonomi maupun sosial, sedangkan kabupaten/kota yang berada di Kuadran II berstatus tidak baik. Kabupaten/kota yang berada di kuadran ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah Provinsi Riau dan Kabupaten yang bersangkutan. Diharapkan prioritas pembangunan hendaknya mengacu pada sektor-sektor yang dapat memacu aktivitas perekonomian masyarakat di kabupaten tersebut. Adanya paradoks pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Provinsi Riau ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi yang dilaksanakan bukan bersumber dari sektor-sektor utama

6 yang memiliki pengaruh yang kuat ke masyarakat, yakni sektor pertanian, dan sektor industri pengolahan hasil-hasil pertanian; yang memiliki kontribusi tinggi terhadap pendapatan maupun penyerapan tenaga kerja. Sebagaimana diindikasikan Tambunan (2006), masalah ini bisa terjadi karena pertumbuhan ekonomi yang ada tidak terlalu tinggi, sehingga upaya pengurangan kemiskinan (dan pengangguran) perlu dilaksanakan lebih serius. Pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini disampaikan pada sub-bab Sektor Unggulan dalam Kawasan Strategis Nasional Disamping terkenal dengan produksi pertambangan minyak dan gas buminya, sektor pertanian juga masih memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian Proviansi Riau. Secara umum, sektor pertambangan dan penggalian memberikan kontribusi sebesar 41,9 persen terhadap PDRB Provinsi Riau, disusul kemudian oleh sektor pertanian (21,5 persen), dan sektor industri pengolahan (20,1 persen). Kontributor utama di sektor pertambangan dan penggalian adalah Kabupaten Siak, Kampar, Bengkalis, dan Rokan Hilir, dengan kontribusi antara 48,0 persen hingga 74,9 persen dari total PDRB di masing-masing wilayah (Tabel 22). Sektor pertanian masih menjadi sektor unggulan di Provinsi Riau. Delapan dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Riau masih mengandalkan sektor pertanian sebagai kontributor penting PDRB wilayah, yakni Kabupaten Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Siak, Kampar, Rokan Hulu, dan Rokan Hilir. Kontribusi sektor pertanian di masing-masing wilayah bervariasi antara 10,2 persen hingga 44,7 persen dari total PDRB wilayah. Dari delapan kabupaten yang unggul di sektor pertanian tersebut, ternyata sebagian besar berasal dari sub-sektor perkebunan. Kontribusi sub-sektor pertanian di ke-enam kabupaten tersebut, yakni

7 Tabel 22. Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Sektoral Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 2005 (dalam Persen) LAPANGAN USAHA Kuansing Inhu Inhil Pelalawan Siak Kampar Rohul Bengkalis Rohil Pekanbaru Dumai Prov Riau PERTANIAN 61,48 45,46 48,32 37,37 10,23 30,39 67,99 7,67 25,15 1,03 4,51 21,48 a, Tanaman Bahan Makanan 4,46 2,51 4,17 2,16 0,38 2,76 6,17 0,65 1,49 0,10 0,77 1,58 b. Tanaman Perkebunan 40,86 20,73 21,92 18,91 6,00 16, 44,66 1,72 9,38 0,00 1,13 10,57 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1,78 1,41 0,93 0,60 0,19 1,19 1,59 0,26 0,32 0,88 0,64 0,63 d. Kehutanan 13,47 19,92 12,52 14,56 3,63 8,99 14,69 4,18 5,60 0,00 1,67 6,69 e. Perikanan 0,91 0,88 8,78 1,14 0,03 0,55 0, 0,86 8,37 0,05 0,28 2,01 PERTAMBANGAN dan PENGGALIAN 4,97 6,47 0,44 2,83 63,32 47,99 5,56 74,86 56,26 0,02 0,26 41,87 INDUSTRI PENGOLAHAN 16,80 26,22 24,82 52,95 23,83 10,56 16,05 9,99 9,48 31,04 56,74 20,12 LISTRIK, GAS dan AIR BERSIH 0,16 0,24 0,10 0,09 0,02 0,06 0,04 0,12 0,10 1,24 0,48 0,22 BANGUNAN 3,70 4,11 3,22 1,49 0,46 1,91 1,95 0,66 0,23 11,81 8,79 2,58 PERDAGANGAN, HOTEL dan RESTORAN 5,37 7,69 12,13 1,45 0,93 3,98 2,31 4,41 6,08 23,01 12,32 6,59 PENGANGKUTAN dan KOMUNIKASI 1,19 2,66 1,98 1,00 0,24 1,39 1,08 0,46 0,59 8,96 8,81 1, KEUANGAN PERSEWAAN dan JASA PERUS 1,01 1,14 2,16 0,98 0,24 0,61 1,02 0,40 0,64 11,51 1,65 1,80 JASA JASA 5,31 6,01 6,82 1,83 0,73 3,10 3,98 1,42 1,54 11,39 6,44 3,45 TOTAL PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS (2005) (diolah)

8 Kabupaten Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Kampar, dan Rokan Hulu, bervariasi dari 16,9 persen hingga 44,7 persen. Sebenarnya subsektor perkebunan di Kabupaten Siak dan Rokan Hilir juga memiliki kontribusi yang cukup tinggi, tetapi lebih rendah dari 10 persen total PDRB di masing-masing kabupaten, yakni 6,0 persen dan 9,4 persen. Sektor industri pengolahan merupakan kontributor penting berikutnya terhadap PDRB wilayah. Hampir seluruh kabupaten/kota di Provinsi Riau memiliki kontribusi PDRB yang cukup tinggi dari sektor industri pengolahan ini, yakni dari 9,5% hingga 56,7%. Kabupaten dengan kontribusi sektor industri pengolahan terbesar adalah di Kota Dumai dan Pekanbaru, serta Kabupaten Pelalawan. Tingginya kontribusi sektor sekunder dan tersier di Kota Dumai dan Pekanbaru menggambarkan bahwa di kedua kota ini telah terjadi pergeseran aktivitas perekonomian dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten yang cenderung dominan pada sektor primer, seperti pertanian dan pertambangan dan penggalian. Sub-sektor kehutanan juga memiliki kontribusi yang cukup tinggi. Pada tingkat provinsi, sub-sektor kehutanan memberikan kontribusi sebesar 6.7% dari total PDRB Provinsi Riau. Namun apabila dilihat pada tingkat kabupaten, kontribusi subsektor kehutanan bervariasi dari 3,6% (di Kab Siak) hingga 19,9% (di Kab Indragiri Hulu). Berdasarkan analisis tersebut di atas, maka pertanian merupakan sektor unggulan di Provinsi Riau, khususnya di Kawasan Strategis Nasional. Hal ini tidak sekedar dilihat dari kontribusinya yang tinggi terhadap perekonomian wilayah, tetapi juga banyak menyerap tenaga kerja, karena pertanian merupakan sektor yang bersifat labor intensive (padat karya), serta memiliki keterkaitan ke depan dan ke

9 belakang (forward and backward linkage) yang tinggi, sehingga pengembangan sektor ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembangunan aspek sosialekonomi wilayah. Disamping itu, sifat dari produksi pertanian yang berkelanjutan (sustainable) juga perlu dipertimbangkan dengan serius, karena motor penggerak perekonomian Provinsi Riau yang ada pada saat ini berasal dari eksploitasi minyak dan gas bumi yang bersifat non-renewable (tidak pulih), sehingga manfaat ekonomi yang dihasilkannya berakhir ketika potensi sumberdaya minyak dan gas bumi tersebut habis. 5.3 Penentuan Komoditas Unggulan Perkebunan merupakan sub-sektor terpenting dari sektor pertanian, sebagaimana disajikan pada Tabel 22. Analisis lebih spesifik terhadap sub-sektor ini menunjukkan bahwa Provinsi Riau memiliki beberapa komoditas perkebunan penting, yakni kelapa sawit, kelapa, karet, dan sagu (Tabel 23). Komoditaskomoditas tersebut sebagian besar diusahakan oleh masyarakat dalam bentuk perkebunan rakyat, disamping diusahakan oleh perusahaan besar swasta maupun perusahaan negara. Kelapa sawit merupakan komoditas yang paling luas diusahakan dibandingkan dengan komoditas-komoditas lainnya. Pada tahun 2005, telah diusahakan seluas 1,39 juta hektar tanaman kelapa sawit di seluruh Provinsi Riau. Data BPS Riau (2006) menunjukkan bahwa perimbangan antara luas areal perkebunan kelapa sawit yang diusahakan sebagai perkebunan rakyat, perkebunan besar negara (PBN), dan perkebunan besar swasta (PBS) adalah 48,7% : 5,5% : 45,8%. Dengan demikian, perkebunan rakyat masih tetap dominan dibandingkan

10 dengan kedua jenis pemilikan/pengusahaan lainnya. Luas kebun kelapa sawit rakyat mencapai sekitar hektar dan diusahakan oleh keluarga pekebun, sehingga rata-rata pemilikan kebun kelapa sawit adalah seluas 2,57 hektar per keluarga. Tabel 23. Luas Areal Perkebunan menurut Jenis Tanaman di Provinsi Riau, Tahun 2004 dan 2005 No Jenis Tanaman Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Pinang Sagu Gambir Kakao Enau Lada Kemiri Cassiavera Sumber: Bappeda dan BPS Provinsi Riau (2006) Total produksi kelapa sawit Provinsi Riau pada tahun 2005 mencapai 3,93 juta ton. Produk utama kelapa sawit adalah berupa crude palm oil (CPO) dan beberapa produk turunan lainnya. CPO digunakan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Pada tahun 2005, nilai ekspor CPO dan produk turunan lainnya mencapai US$2,08 milyar (BPS, 2005). Nilai tersebut merupakan nilai terbesar dari kategori ekspor produk non-migas Provinsi Riau. Kelapa sawit diusahakan di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Riau, kecuali Kota Pekanbaru. Namun, total luas areal tanam dan total produksi kelapa sawit yang

11 dihasilkan berbeda antara satu daerah dengan lainnya. Berdasarkan data luas areal tanam kelapa sawit di masing-masing kabupaten dan kota tahun 2005, dapat disimpulkan bahwa kelapa sawit merupakan komoditas basis di delapan dari sebelas kabupaten/kota di Provinsi Riau, yakni Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Pelalawan, Siak, Kampar, Rokan Hulu, Rokan Hilir, dan Dumai (Tabel 24) yang ditunjukkan dengan nilai koefisien Location Quotient (LQ) lebih besar dari Kondisi ini menggambarkan bahwa sebagian besar daerah di Provinsi Riau merupakan produsen kelapa sawit yang produk-produknya telah mampu diekspor ke luar daerah, baik domestik maupun mancanegara (kegiatan produksi diarahkan untuk ke luar lingkungan wilayah tersebut). Dari 3,93 juta ton produksi kelapa sawit di seluruh Provinsi Riau pada tahun 2005, Kabupaten Kuantan Singingi merupakan produsen utama kelapa sawit dengan total produksi mencapai 979 ribu ton, diikuti oleh Kabupaten Siak 776 ribu ton, Kabupaten Kampar 776 ribu ton; sementara produsen terkecil adalah Kota Dumai 31 ribu ton. Tingkat produksi ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan semakin tuanya tanaman-tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan, dan semakin luasnya areal penanaman kelapa sawit di Provinsi Riau. Dengan melihat luasnya total areal tanam dan tingginya total produksi kelapa sawit yang tersebar di berbagai daerah di Provinsi Riau, pengembangan klaster industri kelapa sawit (oil plam industry cluster), atau industri kelapa sawit terintegrasi, yang dikaitkan dengan pembangunan Kawasan Strategis Nasional di Provinsi Riau menjadi sangat penting. Dengan dikembangkannya klaster industri kelapa sawit ini, dari hulu hingga hilir, diharapkan dapat meningkatkan penyerapan

12 tenaga kerja dan menghasilkan nilai tambah yang lebih besar; sehingga disparitas sosial-ekonomi yang ada saat ini bisa dikurangi. Tabel 24. Nilai Location Quotient Komoditas Kelapa Sawit Berdasarkan Luas Panen menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, 2005 No. Kabupaten/Kota Luas Panen 1 Kuantan Singingi 1,72 2 Indragiri Hulu 1,03 3 Indragiri Hilir 0,26 4 Pelalawan 1,37 5 Siak 1,59 6 Kampar 1,27 7 Rokan Hulu 1,38 8 Bengkalis 0,94 9 Rokan Hilir 1,36 10 Pekanbaru 0,00 11 Dumai 1,50 Sumber: BPS (2006) (diolah). Terpilihnya komoditas kelapa sawit sebagai komoditas unggulan (berdayasaing) ini tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi sumberdaya semata, bahwa ia telah diusahakan secara luas dan menghasilkan produksi tinggi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Berdasarkan teori Competitive Advantage dari Michael Porter (19), dayasaing suatu produk juga dipengaruhi oleh kondisi permintaan, kondisi persaingan usaha, serta industri terkait dan pendukungnya. Secara kualitatif, ketiga kondisi faktor tersebut juga sudah berkembang dengan baik di Provinsi Riau. Industri pengolah buah kelapa sawit (tandan buah segar) telah dikembangkan di seluruh area produksi, karena buah kelapa sawit harus segera diproses setelah dipanen agar tidak terjadi penurunan rendemen. Permintaan produk kelapa sawit nasional maupun internasional juga terus mengalami peningkatan,

13 sehingga potensi pengembangan kelapa sawit dimasa datang masih tetap terbuka. Apalagi dengan adanya kebijakan pemerintah dalam pengembangan enerji alternatif masa depan yang berbasiskan bio-enerji, maka potensi permintaan kelapa sawit juga akan terus meningkat. Kemampuan bersaing industri kelapa sawit di Provinsi Riau juga sudah cukup baik, sehingga mampu menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif komoditas ini. 5.4 Keterkaitan Antar-Wilayah dalam KSN Pengembangan kawasan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Provinsi Riau pada dasarnya dimaksudkan sebagai alat untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi Provinsi Riau dan kawasan terkait, sehingga wilayah sekitarnya dapat ikut berkembang. Pembangunan Kawasan Strategis Nasional Provinsi Riau merupakan program pembangunan multidimensi, mengkombinasikan antara pembangunan wilayah, sektoral, dan komunitas secara bersama-sama. Dalam hal ini, produk unggulan yang ada di daerah dapat dikembangkan secara optimal guna meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah itu sendiri, serta mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah dan antar masyarakat. Sebagaimana dibahas pada sub-bab 5.3, terdapat delapan kabupaten/kota di Riau yang memiliki keunggulan dalam menghasilkan kelapa sawit. Keunggulan masing-masing daerah tersebut perlu diintegrasikan dalam suatu klaster industri kelapa sawit, dikaitkan dengan upaya-upaya pengembangan produk hilir lainnya - tidak sekedar crude palm oil (CPO), dan dikaitkan juga dengan program pengembangan masyarakat, sehingga dapat mengangkat kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Provinsi Riau secara keseluruhan.

14 Dari aspek wilayah, sebenarnya masing-masing wilayah telah memiliki peran sendiri-sendiri. Namun, dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Provinsi Riau, maka keterkaitan antar wilayah tersebut perlu ditata kembali agar lebih optimal dalam mendukung program pembangunan terintegrasi di wilayah tersebut. Dalam hal ini, kabupaten/kota di Provinsi Riau dapat dikelompokkan kedalam tiga wilayah, yakni: pusat, wilayah penyangga, dan wilayah pengaruh. Pengelompokkan ini didasarkan atas klasifikasi wilayah fungsional, diamana antara satu wilayah dengan wilayah lainnya terjadi sutau kekompakan fungsional, dan saling tergantung dalam kriteria tertentu. Pusat (center) dari KSN merupakan suatu kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pelayanan, dan pusat sarana dan prasarana sosial ekonomi yang melayani daerah sekitarnya. Daerah yang dapat bertindak sebagai pusat dari KSN Provinsi Riau adalah Kota Dumai, karena berbagai fasilitas sosialekonomi yang dimilikinya, dan fungsi pelayanan yang telah dijalankannya, serta memiliki lokasi yang strategis: berada di pantai timur Sumatera, berhadapan langsung dengan Selat Malaka (lihat Gambar 2). Wilayah Penyangga KSN merupakan kawasan yang menjadi supplier utama bahan baku dan/atau produk kelapa sawit dan/atau daerah yang memiliki akses transportasi baik, sehingga dapat meneruskan produk-produk kelapa sawit dari wilayah barat Provinsi Riau untuk ditransportasikan ke Kota Dumai, untuk diolah dan/atau diekspor ke mancanegara atau daerah lainnya di Indonesia. Kawasan penyangga terdiri atas beberapa daerah utama, yakni: Bagan Siapi-api di Kabupaten Rokan Hilir, Duri dan Pulau Rupat di Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, Kota Pekanbaru, dan Kabupaten Pelalawan. Kabupaten/kota ini sebagian besar berada di

15 Riau dan Negara Tetangga Terdekat 6 Gambar 7. Lokasi Provinsi Riau dan Keterkaitannya dengan Negara Tetangga

16 Pantai Timur Sumatera, memiliki tingkat produksi kelapa sawit yang besar, dan memiliki pelabuhan-pelabuhan yang sudah cukup berkembang pula, sehingga dapat menjadi akses bagi daerah lain untuk mengolahkan dan/atau mengirimkan produknya ke luar wilayah Riau. Wilayah pengaruh merupakan daerah-daerah di sekitar wilayah penyangga yang dapat memanfaatkan fasilitas (sarana/prasarana) di wilayah penyangga untuk proses pengolahan dan/atau pemasaran produknya melalui Pusat KSN (Kota Dumai). Keterkaitan antara wilayah pengaruh, wilayah penyangga, dan pusat KSN disajikan dalam Gambar 3. Wilayah pengaruh ini dapat terdiri atas dua kelompok, yakni daerah-daerah lainnya di Provinsi Riau atau daerah-daerah lain di luar Provinsi Riau. Wilayah Pengaruh Wilayah lain di Pulau Sumatera Wilayah Penyangga Rokan Hilir: Bagan Siapi-api Pusat (Center) Wilayah lain di Provinsi Riau Bengkalis: Duri, P Rupat S i a k Kota Dumai: Lubuk Gaung, Pelintung Wilayah lain di Pulau Sumatera dan Wilayah Indonesia lainnya Pekanbaru Pelalawan Gambar 3. Keterkaitan Antar-wilayah di dalam Kawasan Strategis Nasional Provinsi Riau

17 Kota Dumai terpilih sebagai pusat KSN karena berbagai faktor, antara lain (Zainal, 2006a): a) Letak geografis yang sangat strategis, yakni merupakan pintu gerbang Provinsi Riau dari wilayah timur, yang langsung berhadapan dengan Selat Malaka dan berbatasan langsung dengan Malaysia. b) Pertumbuhan ekonomi dan PDRB yang cukup tinggi c) Memiliki sarana dan prasarana transportasi yang memadai seperti pelabuhan samudera, terminal barang, bandar udara, dan terminal bus AKAP (antar kota antar provinsi). d) Memiliki sarana ekonomi dan penunjang perdagangan e) Memiliki kawasan industri yang strategis, seperti Kawasan Industri Pelintung, Kawasan Industri Lubuk Gaung, Kawasan Industri Dock Yard, dan Kawasan Industri Bukit Kapur f) Memiliki SDM dan sarana pendidikan yang cukup baik g) Memiliki situasi sosial-politik yang kondusif h) Prosedur & proses investasi yang jelas Sarana dan prasarana ekonomi yang terdapat di Kota Dumai adalah (Zainal, 2006b): a) Terminal Barang yang terletak di Bukit Jin, tidak jauh dari bandar udara Pinang Kampai dengan luas keseluruhan m 2 yang dapat menampung 200 unit truk besar, 30 unit truk kecil dan 25 mobil pribadi dan parkir cadangan sebanyak 35 unit. Disamping itu, termina barang ini juga dilengkapi dengan gudang kering sebanyak satu unit seluas 750 m 2, gudang

18 basah satu unit dengan luas 600 m 2, pelataran penumpukan seluas m 2, gedung fasilitas umum satu unit dengan luas 454 m 2, gedung pengelola satu unit dengan luas 625 m 2. b) Terminal Bus AKAP Kelakap Tujuh dengan luas areal m 2 yang mampu menampung bus besar sebanyak 75 unit, mobil pribadi sebanyak 25 unit, yang didukung oleh ruang (hall) umum seluas 553 m 2, sirkulasi seluas 44 m2, bengkel dan service seluas 176 m 2, menara pengawas, ruang istirahat sopir, ruang sirkulasi penumpang, kanopi untuk melindungi penumpang ketika mereka naik/turun kendaraan, mushalla, kios, dan ruang sirkulasi kendaraan. c) Bandar Udara Pinang Kampai, yang memiliki panjang landasan pacu m dan lebar 50 m, sehingga dapat didarati oleh pesawat jenis Fokker-100. Bandar udara ini telah dilengkapi dengan seluruh sarana perhubungan udara dan direncanakan akan diperpanjang menjadi m agar dapat didarati oleh pesawat Boeing 737 atau yang sekelas. d) Pelabuhan. Pada saat ini di Kota Dumai terdapat tidak kurang dari sembilan dermaga yang mampu mendukung kota Dumai sebagai Kota Pelabuhan. Dermaga tersebut antara lain: (1) Pelabuhan Samudera Kota Dumai, yang dikelola PT. Pelindo I Cabang Dumai. Panjang dermaga adalah meter yang merupakan dermaga utama aktivitas ekspor-impor barang dari dan ke mancanegara, serta pelabuhan penumpang domestik dan mancanegara; (2) Dermaga Pertamina UP II Dumai dan Dermaga PT. CPI sepanjang 1.0 meter yang berfungsi sebagai pelabuhan ekspor migas; (3) Dermaga PT. Patra Dock Dumai sepanjang 370 meter, yang digunakan sebagai sarana perbaikan

19 tanker; (4) Dermaga PT. Sari Dumai Sejati sepanjang 50 meter yang digunakan sebagai bongkar muat CPO untuk keperluan ekspor; (5) Dermaga PT. Sentana (tahap I) sepanjang 400 meter yang digunakan sebagai pelabuhan eksport pupuk NPK dan CPO serta produk turunannya; (6) Dermaga PT. Semen Padang sepanjang 88 meter yang digunakan bagi aktivitas ekspor semen; (7) Dermaga Navigasi sepanjang 70 meter yang digunakan bagi keperluan navigasi; (8) Dermaga Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Dumai sepanjang 80 meter; dan (9) Dermaga Rakyat sepanjang sungai Dumai, yang digunakan bagi bongkar muat barang terutama jenis pelayaran antar pulau (intrinsuler). Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, Kota Dumai juga memiliki beberapa kawasan industri yang berperan penting dalam pengembangan ekonomi di wilayah KSN, yaitu: a) Kawasan Industri Pelintung, yang telah dimulai pembangunannya pada tahun 2001 di atas lahan seluas Ha. Pada saat ini telah berdiri beberapa jenis industri utama antara lain: pabrik pupuk NPK yang diperkirakan akan menjadi pabrik pupuk NPK terbesar di Asia Tenggara, serta beberapa industri CPO dan tanki timbun. Pada kawasan ini juga telah terbangun dermaga ekspor yang dapat digunakan untuk sandar tanker tiga unit sekali sandar. Hal ini baru pada tahap pertama pembangunan dermaga (pelabuhan) tersebut. b) Kawasan industri Bukit Kapur yang merupakan perluasan areal industri PT. Bukit Kapur Reksa, PT. Taluk Kuantan Perkasatama, PT. Inti Benua Perkasa.

20 Pada kawasan ini juga akan dikembangkan industri turunan CPO dengan luas kawasan 115 Ha. c) Kawasan Industri Lubuk Gaung yang memiliki luas lahan Ha. Kawasan ini Sangay strategis dan memiliki sarana penunjang transportasi darat berupa jalan hotmix, dan jaringan listrik yang baik. Pada saat ini telah berkembang industri CPO dan pengepakan semen Andalas serta telah dibangun pula dermaga (pelabuhan) yang cukup besar. d) Kawasan industri Dock Yard yang merupakan kawasan industri yang paling strategis karena berdekatan dengan semua jaringan bisnis kota Dumai dengan luas kawasan 300 Ha. Memiliki akses jalan yang baik, jaringan telpon dan listrik serta berdampingan dengan terminal AKAP Kota Dumai.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012 Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012 Oleh : Drs. Z U L H E R, MS Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau TERWUJUDNYA KEBUN UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt, atas berkat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Umum Kota Dumai Pada tahun 1999, Kota Administratif Dumai berubah status menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai sesuai dengan undang-undang nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan sebaliknya, Provinsi Riau akan menjadi daerah yang tertinggal

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan sebaliknya, Provinsi Riau akan menjadi daerah yang tertinggal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila dicermati kembali proses pemekaran Provinsi Riau menjadi Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau, ada dua perkiraan yang kontradiktif bahwa Provinsi Riau Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU I. Latar Belakang Penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 telah membawa perubahan yang cukup berarti bagi kondisi ekonomi di Propinsi Riau. Penelitian

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelalawan merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Riau. Kabupaten ini terletak di bagian tengah pulau Sumatera dan berbatasan langsung dengan Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik dan lebih merata serta dalam jangka panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Secara kuantitatif pelaksanaan pembangunan di daerah Riau telah mencapai hasil yang cukup baik seperti yang terlihat dari data tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau A. Kemampuan Daya Dukung Wilayah (DDW) Terhadap Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km2), Keberadaannya membentang dari lereng

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Tim Peneliti: Almasdi Syahza; Suwondo; Djaimi Bakce; Ferry HC Ernaputra; RM Riadi

RINGKASAN EKSEKUTIF. Tim Peneliti: Almasdi Syahza; Suwondo; Djaimi Bakce; Ferry HC Ernaputra; RM Riadi KEGIATAN TINDAK LANJUT PENGHIMPUNAN DATA, INFORMASI DANA BAGI HASIL (DBH) SEKTOR PERKEBUNAN (DBH CPO) Kerjasama Dinas Pendapatan Propinsi Riau dengan Lembaga Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru 2013

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN No. 59/11/14/Th. XV, 5 November 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2014 mencapai 2.695.247 orang.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau mempunyai Visi Pembangunan Daerah Riau untuk jangka panjang hingga tahun 2020 yang merupakan kristalisasi komitmen seluruh lapisan masyarakat Riau, Visi

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Bakosurtanal,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Riau

Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Riau No. 25/05/14/Th. XVIII, 24 Mei 2017 Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Riau Hasil pendaftaran usaha/perusahaan Sensus Ekonomi 2016 (SE2016) di Provinsi Riau tercatat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN REALITA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU

KEBIJAKAN DAN REALITA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU KEBIJAKAN DAN REALITA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU Oleh : Ir. SRI AMBAR KUSUMAWATI, MSi Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau Disampaikan pada Acara Focus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 153.564 km 2 (Badan Pusat Statistik, 2014) merupakan provinsi ketiga terbesar di Indonesia setelah Provinsi Papua dan Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan wilayah (Regional Development) merupakan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan wilayah (Regional Development) merupakan upaya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengembangan wilayah (Regional Development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan menjaga kelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU

PENGARUH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU PENGARUH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PPKPEM) Universitas Riau

Lebih terperinci

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan

Lebih terperinci

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau Oleh Tince Sofyani ABSTRACT The objective of this study is to investigate the role of fishery sector in economic regional

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK Chanlis Nopriyandri, Syaiful Hadi, Novia dewi Fakultas Pertanian Universitas Riau Hp: 082390386798; Email: chanlisnopriyandri@gmail.com ABSTRACT This research

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 48 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA IV.1 Kondisi Wilayah Studi Trase jalur Kereta Api yang akan direncanakan sebagian berada dalam Propinsi Sumatera Utara, tepatnya di wilayah Kabupaten Labuhan Batu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

PDRB Harga Berlaku Kepulauan Bangka Belitung triwulan II-2015) Rp miliar dan PDRB Harga Konstan atas dasar Rp miliar.

PDRB Harga Berlaku Kepulauan Bangka Belitung triwulan II-2015) Rp miliar dan PDRB Harga Konstan atas dasar Rp miliar. PDRB Harga Berlaku Kepulauan Bangka Belitung triwulan II-2015) Rp15.184 miliar dan PDRB Harga Konstan atas dasar Rp 11.451 miliar. Perekonomian triwulan II-2015 tumbuh sebesar 3,93 persen, namun mengalami

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN No 56/11/14/Tahun XIII, 5 November 2012 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau sebesar 4,30 persen, yang berarti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar..

DAFTAR ISI. Kata Pengantar.. DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar.. Daftar Isi. Daftat Tabel. Daftar Gambar i-ii iii iv-vi vii-vii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang. 1 I.2. Dasar Hukum...... 4 I.3. Tujuan..... 5 I.4. Manfaat......

Lebih terperinci

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN 102 VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN Adanya otonomi daerah menuntut setiap daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

Potensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau

Potensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau No. 14/02/14 Th. XVI, 16 Februari 2015 Potensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan hasil Podes 2014 Provinsi Riau, pada bulan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau Dalam mencari sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Malinau akan digunakan indeks komposit dari nilai indeks hasil analisis-analisis

Lebih terperinci