II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan

dokumen-dokumen yang mirip
II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur Penilaian konvensional

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhannya

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan,

II. KERANGKA TEORETIS. Persepsi dalam arti luas menurut Leavitt (2006:27) dapat diartikan Pandangan

TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang menarik minatnya. Minat akan semakin bertambah jika

Belajar adalah perubahan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tentang. pengertian belajar itu sendiri sudah banyak dikemukaan oleh para ahli

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran sains yang kurang diminati dan membosankan. Banyak siswa yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Kata "media" menurut Heinich, dkk (1982) berasal dari bahasa latin,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan

BAB II KAJIAN TEORETIS. tersebut dapat menghasilkan suatu bentuk perubahan yang nampak pada diri siswa

BAB I PENDAHULUAN. Praktikum biologi merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian,

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan yang harus dikuasai oleh siswa mulai dari tingkat SD hingga

BAB II LANDASAN TEORI. Kata IPA merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam. Dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran karena dalam model pembelajaran terdapat langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Pemahaman Matematis. pemahamannya melalui tes. Sedangkan pemahaman (understanding)

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang sering

DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA DI SDN 3 TAPA KECAMATAN TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO

BAB II KAJIAN TEORETIK

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) PADA SISWA KELAS VIIC SMP N 1 PAJANGAN

II. KERANGKA TEORITIS. dalam aktivitas belajar yang menentukan tingkat keberhasilan pemahaman

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta

Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat

II TINJAUAN PUSTAKA. dan harus ditempuh oleh mahasiswa dengan sungguh-sungguh, keuletan dan. ketabahan. Sudjana (1989 : 5) menyatakan bahwa :

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ayu Pipit Fitriyani, 2013

BAB II KAJIAN TEORI. memperoleh pemecahan terhadap masalah yang timbul. Oleh karena itu strategi ini dimulai

BAB II KAJIAN TEORETIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan suatu pengetahuan terhadap sesuatu. Menurut Rosser

II. TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi

BAB II KAJIAN TEORI. dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMAN 1 MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB II KAJIAN TEORI. yang disusun sehingga kata-kata tersebut dapat dibaca ke depan dan ke belakang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Hal ini menjadi tuntutan dalam dunia

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh manusia. Menurut para ahli Belajar dan pembelajaran adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan kerja keras sedini mungkin. Walaupun hal tersebut telah diupayakan, namun

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1)

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembelajaran yang dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar

Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( )

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA TEORETIS. Metode didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. pendidikan yang diterapkan di negara ini.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berarti keberhasilan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar yaitu

BAB II KAJIAN TEORI. hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan untuk membentuk manusia yang berkualitas, dan berguna untuk kemajuan hidup bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

2016 PERBANDINGAN PENGGUNAAN MEDIA PERMAINAN MONOPOLI DAN ULAR TANGGA DALAM HASIL DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SMP

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Intelegensi Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Secara garis besar, pengertian intelegensi adalah kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Rumusan definisi yang berbeda namun pengertiannya sama dengan definisi di atas, dikemukakan oleh Dalyono (1997: 56) yaitu: Seseorang yang memiliki intelegensi yang baik (IQ-nya tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnya cenderung baik. Sebaliknya orang yang intelegensinya rendah, cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat dalam belajar, sehingga prestasi belajar pun rendah. Intelegensi berdasarkan pendapat di atas, dapat dipandang sebagai kemampuan atau kecerdasan seseorang dalam memecahkan masalah baik yang memerlukan pengertian maupun penggunaan simbol-simbol, intelegensi juga merupakan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru dan

7 memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan menggunakan akal pikiran. Sehubungan dengan hal itu, Ahmadi (2007: 230) mengatakan: Orang tua yang berasal dari tingkat sosio ekonomis yang rendah biasanya tidak memperhitungkan faktor-faktor tersebut ketika menentukan jumlah anak. Pengaruh jumlah anak terutama kelihatan pada angka test intelegensi yang kurang dari nornmal. Angka intelegensi yang tinggi lebih sering terdapat di antara anak-anak tunggal atau yang hanya mempunyai satu atau dua saudara. Angka intelegnsi rendah terdapat diantara mereka yang mempunyai empat saudara atau bahkan lebih. Kutipan Ahmadi menegaskan bahwa intelegensi merupakan kemampuan berpikir yang mengakibatkan adanya hubungan dengan aktivitas yang dihasilkan. Suatu aktivitas dikatakan efisien apabila aktivitas tersebut dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan tepat. Tingkat pencapaian dalam pemecahan suatu masalah pada masing-masing siswa tidak sama karena tingkat intelegensi yang dimiliki berbedabeda. Oleh sebab itu ada sebutan orang genius, pintar, bodoh dan lain-lain. Arikunto (2009: 14) mengklasifikasikan tingkat intelegensi (IQ) sebagai berikut: 1% luar biasa, memiliki IQ antara 30-70 5% dungu, meiliki IQ antara 70-80 14% bodoh, memiliki IQ antara 80-90 60% normal, memiliki IQ antara 90-110 14% pandai, memiliki IQ antara 110-120 5% sangat pandai, memiliki IQ antara 120-130 1% genius, memiliki IQ lebih dari 130 Selanjutnya yang dikatakan 1% luar biasa terbagi atas: Idiot, mempunyai IQ antara 0-25 Imbesil, memiliki IQ antara 26-50 Debil, memiliki IQ antara 51-70 Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa kebanyakan orang memiliki klasifikasi tingkat intelegensi yang normal, sedikit yang memiliki klasifikasi tingkat intelegensi pandai atau bodoh, dan sedikit sekali yang meiliki tingkat intelegensi sangat pandai ataupun sangat bodoh. Lebih lanjut Slameto (2003: 58) mengatakan:

8 Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai intelegensi yang rendah. Intelegensi menentukan tinggi rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa, artinya bahwa siswa yang memiliki tingkat intelegensi tinggi akan memperoleh kemudahan dalam belajarnya dari pada siswa yang memiliki intelegensi rendah. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Pribadi, yang mana hasilnya adalah ada pengaruh positif antara intelegensi terhadap hasil belajar. David dalam Arikunto (2009: 12) menyatakan ada 7 aspek yang dapat dikategorikan sebagai penunjuk tinggi rendahnya intelegensi seseorang, yaitu: a. kemampuan verbal; b. kemampuan mengamati dan rasa ruang; c. kemampuan gerak kinestis-fisik; d. kemampuan logika; e. kemampuan dalam hubungan intra-personal; f. kemampuan dalam inter-personal; g. kemampuan dalam musik Lebih lanjut menurut Gardner (2010: 1) Orang yang kuat dalam intelegensi matematis-logis secara menonjol dapat melakukan tugas memikirkan sitem-sistem yang abstrak, seperti matematika dan filsafat. Mereka juga cocok untuk menjelaskan kenyataan fisis seperti yang terjadi dengan sains. Dengan kekuatan pada pemikiran induktif, mereka dapat dengan mudah melihat dan mengumpulkan gejala-gejala fisi, kemudian merangkumnya dalam suatu kesimpulan ilmiah. Maka, mereka dapat menemukan suatu hukum ataupun teori dari gejala-gejala fisis yang diteliti. Berdasarkan keseluruhan jenis intelegensi yang ada, intelegensi matematislogislah yang paling besar pengaruhnya terhadap hasil belajar fisika siswa, hal ini disebabkan karena seseorang yang memiliki kemampuan intelegensi matematislogis yang tinggi akan dengan mudah melihat dan mengumpulkan gejala-gejala fisis, kemudian merangkumnya dalam suatu kesimpulan ilmiah.

9 2. Motivasi Suatu aktivitas belajar sangat lekat dengan motivasi. Perubahan suatu motivasi akan merubah pula wujud, bentuk, dan hasil belajar. Memotivasi siswa merupakan salah satu langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam pengajaran dan pembelajaran. Ada tidaknya motivasi seorang individu untuk belajar sangat berpengaruh dalam proses aktivitas belajar itu sendiri. Menurut Arikunto dalam Soemanto (2008: 99), memberikan pengertian motivasi sebagai berikut: Motivasi adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-motif pada diri peserta didik/pelajar yang menunjang kegiatan kearah tujuan-tujuan belajar. Motivasi juga dapat dikatakan sebagai kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut. Kemudian, Hamalik (2009: 156) mengemukakan: Memotivasi belajar penting artinya dalam proses belajar siswa, karena fungsinya yang mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tergerak melakukan sesuatu kegiatan karena ingin mencapai tujuan tertentu dalam hidup dan kehidupannya. Jadi, guru memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Agar siswa dapat melakukan aktivitas belajar dengan baik maka guru harus melakukan usaha-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan

10 motivasi. Masalah yang dihadapi guru untuk menyelenggarakan pengajaran adalah bagaimana memotivasi atau menumbuhkan motivasi dalam diri peserta didik secara efektif. Keberhasilan suatu pengajaran sangat dipengaruhi oleh adanya penyediaan motivasi/dorongan. Mudjiono (2006: 80) mengatakan: Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar individu. Motivasi tidak pernah dikatakan baik, apabila tujuan yang diinginkan juga tidak baik. Sebagai contoh kalau motif yang timbul untuk suatu perbuatan belajar itu, karena rasa takut akan hukuman, maka faktor-faktor yang kurang enak itu dilibatkan ke dalam situasi belajar akan menyebabkan kegitan belajar tersebut menjadi kurang efektif dan hasilnya kurang permanen/tahan lama, kalau dibandingkan perbuatan belajar yang didukung oleh suatu motif yang menyenangkan. Dimyati (2006: 84) juga mengatakan: Motivasi perilaku manusia adalah berasal dari kekuatan mental umum, insting, dorongan, kebutuhan, proses kognitif, dan interaksi. Perilaku yang penting bagi manusia adalah belajar dan bekerja. Belajar menimbulkan perubahan mental pada diri siswa. Bekerja menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi diri pelaku dan orang lain.motivasi belajar dan bekerja merupakan penggerak kemajuan masyarakat, dan perlu dimiliki oleh siswa dan guru. Hasil belajar akan semu dan tidak tahan lama apabila dalam kegiatan belajar tidak melalui proses dengan didasarkan motif yang baik. Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan mendorong mereka melakukan kegiatan belajar dengan skala tinggi dan memperoleh prestasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa yang motivasinya lebih rendah. Untuk mengetahui tinggi atau rendahnya motivasi yang dimiliki seseorang dapat dilihat dari yang dikemukakan Sardiman (2011: 83) sebagai berikut: Ciri-ciri seseorang memiliki motivasi yang tinggi adalah sebagai berikut: a. Tekun menghadapi tugas atau dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama; b. Ulet menghadapi kesulitan dan tidak mudah putus asa;

11 c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah; d. Lebih senang bekerja sendiri; e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin; f. Dapat mempertahankan pendapatnya; g. Tidak mudah melepaskan hal yang sudah diyakini; h. Senang mencari dan memecahkan masalah. Motivasi yang tinggi akan menimbulkan semangat dan gairah dalam belajar sehingga timbul keinginan untuk menguasai mata pelajaran fisika. Motivasi belajar dapat ditimbulkan karena faktor intrinsik dan ekstrinsik. Sehubungan dengan hal ini Sardiman (2011: 89-91) mengatakan bahwa ada dua jenis motivasi, yaitu: a. Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar untuk melakukan sesuatu; b. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya rangsangan dari luar. Motivasi yang timbul dari dalam lebih penting dibandingkan motivasi yang ditimbulkan oleh faktor-faktor dari luar, karena motivasi yang berasal dari diri sendiri akan memberikan pengaruh besar dalam melakukan suatu kegiatan. 3. Strategi Pemetaan Konsep Konsep merupakan kondisi utama yang diperlukan untuk menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan obyek-obyeknya. Menurut Tony (2005: 4), peta konsep atau peta pembelajaran (mind map) adalah cara termudah untuk menangkap butir-butir pokok informasi yang signifikan, menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar otak. Peta konsep juga merupakan cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan memetakan pikiran-pikiran kita secara sederhana.

12 Menurut Awaludin (2008: 81) dalam pendidikan peta konsep dapat diterapkan untuk beberapa tujuan, antara lain: a. Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa; b. Belajar bagaimana belajar; c. Mengungkapkan konsepsi salah; d. Alat evaluasi Menurut Hamalik (2009: 165), konsep memiliki kegunaan: Membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan lebih maju. Siswa tidak harus belajar secara konstan, tetapi dapat menggunakan konsep-konsep yang telah dimilikinya. Konsep sangat diperlukan dalam menguasai kemahiran diskrimasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan obyek-obyeknya. Penerapan peta konsep dapat memberikan kebebasan bagi setiap siswa dalam usaha memahami materi dan mengembangkan pola pikirnya secara mandiri, serta dapat dijadikan alat ukur mandiri bagi siswa dalam penguasaannya terhadap suatu materi. Menurut James dalam Sardiman (2011: 163) menyatakan: Kedominanan atribut menunjuk konsep sebagai atribut. Konsep dominan memiliki atribut yang dominan. Jika atribut yg digunakan nyata, maka lebih mudah menguasai konsep dan jika atribut yg digunakan tidak nyata, maka sulit untuk menguasai suatu konsep Dorough dan Rye (1997: 374) mengemukakan bahwa penilaian suatu peta konsep dapat dikemukakan dengan parameter-perameter sebagai berikut: a. Banyaknya konsep relevan yang dikembangkan oleh siswa. b. Banyaknya proposisi yang benar, apakah menunjukkan suatu miskonsepsi atau kesalahan biasa. c. Banyaknya cabang dalam arti siswa memahami jenjang dari konsepkonsep. d. Banyaknya hubungan silang antar konsep. e. Banyaknya contoh konsep spesifik

13 Penerapan peta konsep dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan. Dengan meningkatnya penguasaan konsep secara langsung, berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Pada hakikatnya, strategi pemetaan konsep merupakan salah satu alat bantu pembelajaran yang memberikan kemudahan dalam mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya. Pembelajaran dengan peta konsep memberikan kemudahan dalam memahami satu materi dengan pola dan gaya tersendiri yang dimiliki oleh setiap siswa. 4. Hasil Belajar Setelah menjalani proses belajar, seorang siswa akan memperoleh hasil dari proses belajar yang telah ia lakukan yang dinamakan hasil belajar. Hasil belajar siswa diukur dengan angka-angka yang bersifat pasti, tetapi mungkin juga hanya dapat diamati karena perubahan tingkah laku. Hasil belajar merupakan tolok ukur yang utama untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang hasil belajarnya tinggi dapat dikatakan, bahwa dia telah berhasil dalam belajar. Demikian pula sebaliknya. Sedangkan dalam usaha untuk mencapai suatu hasil belajar dari proses belajar mengajar, seorang siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal. Fitriyah dalam Herlina (2008: 24) berpendapat: Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh seorang siswa setelah ia melakukan kegiatan belajar mengajar tertentu atau setelah ia menerima pengajaran dari seorang guru pada suatu saat. Dapat dikatakan bahwa hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar. Menurut Sardiman (2011: 50), hasil pengajaran dikatakan benarbenar baik apabila:

14 Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik. Pengetahuan hasil proses belajar-mengajar itu bagi siswa seoalah-olah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga akan mempengaruhi pandangan dan caranya mendekati suatu permasalahan. Menurut Bloom dalam Sardiman (2004: 23-24) bahwa ada tiga ranah hasil belajar, yaitu: a. Kognitif: Knowledge (pengetahuan, ingatan), comperhension (pemahaman, menjelaskan, meringkas), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation (menilai), application (menerapkan). b. Affective: receiving (sikap menerima), responding (memberi respon), valuing (menilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). c. Psychomotor: initiatory level, pre-routine level, routinized level. Adapun pengertian hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli, dapat dikatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah proses belajar meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar tersebut bisa berbentuk pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Oleh karena itu seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan memperoleh perubahan dalam dirinya dengan memperoleh pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah belajar. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Bila seorang siswa memperoleh hasil belajar yang tinggi pada suatu pelajaran tertentu maka siswa tersebut bisa dikatakan memiliki penguasaan yang

15 baik terhadap pelajaran tersebut. Siswa itu juga dikatakan telah berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan oleh guru. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Abdurrahman (1999: 38) menyatakan, Seorang anak yang berhasil dalam belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan-tujuan instruksional. Menurut Dalyono (2005: 55) faktor-faktor yang menentukan pencapaian hasil belajar siswa, yaitu: a. Faktor internal (yang berasal dari dalam diri) meliputi kesehatan, intelegensi, bakat, minat, motivasi, dan cara belajar. b. Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri) meliputi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa keberhasilan dari proses belajar mengajar dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal) maupun yang berasal dari luar diri siswa (faktor eksternal). Untuk mendapatkan hasil belajar yang memuaskan, maka seorang siswa harus bisa mengelola faktor-faktor ini dengan baik, terutama faktor yang berasal dari dalam dirinya.

16 B. Kerangka Pemikiran Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan satu kelas. Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh intelegensi dan motivasi terhadap hasil belajar fisika siswa melalui strategi pemetaan konsep. Penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Sebagai variabel bebas adalah tingkat intelegensi (X 1 ) dan motivasi belajar (X 2 ), sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa (Y). Dalam hal ini intelegensi akan menentukan kemampuan siswa dalam belajar yang nilainya diperoleh dari test IQ, sedangkan motivasi belajar diperoleh dari angket. Adapun data hasil belajar diperoleh melalui pembelajaran dengan menggunakan strategi pemetaan konsep. Untuk memperjelas pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dan pengaruh kedua variabel bebas terhadap variabel terikatnya secara bersamaan, maka model hubungan antara variabel dapat ditampilkan pada Gambar 2.1 X 1 R 1 Y X 2 R 2 Gambar 2.1. Model toeritis hubungan antara peubah bebas intelegensi (X 1 ), motivasi (X 2 ), dan hasil belajar siswa (Y) sebagai peubah terikat.

17 Keteranagan : X 1 = intelegensi siswa X 2 = motivasi belajar Y = hasil belajar siswa R 1 = pengaruh intelegensi siswa (X 1 ) terhadap hasil belajar (Y) R 2 = pengaruh motivasi belajar (X 2 ) terhadap hasil belajar (Y) Penguasaan konsep berhubungan erat dengan kegiatan berpikir. Kemudian dapat diasumsikan bahwa kecepatan dan kemudahan siswa dalam menguasai konsep bergantung pada beberapa hal, diantaranya tingkat kemampuan intelegensi (IQ) dan motivasi belajar siswa. Tingkat intelegensi dan motivasi yang dimiliki tiap siswa berpengaruh besar terhadap kemajuan belajar dalam situasi apa pun. Tingginya tingkat intelegensi dan motivasi yang dimiliki seorang siswa akan membantunya memperoleh hasil belajar yang tinggi pula. Begitu pun sebaliknya, tingkat intelegensi dan motivasi siswa yang rendah akan berdampak pada perolehan hasil belajar yang rendah pula. Dengan adanya motivasi, setiap siswa diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar sehingga mendapatkan nilai yang maksimal. Pembelajaran dengan strategi pemetaan konsep menggunakan tahapan-tahapan agar siswa membentuk sendiri pengetahuan dalam dirinya, bukan hasil transfer dari guru. Strategi ini mengasah kemampuan berpikir siswa agar mengalami peningkatan, sehingga apabila strategi ini diaplikasikan dalam pembelajaran fisika di kelas, maka akan membantu meningkatkan penguasaan konsep fisika, baik untuk siswa dengan tingkat intelegensi dan motivasi yang tinggi maupun siswa dengan tingkat intelegensi dan motivasi yang rendah. Pada akhirnya, penguasaan

18 konsep fisika antara siswa dengan tingkat intelegensi dan motivasinya tinggi dan siswa dengan tingkat intelegensi dan motivasinya rendah adalah sama. C. Anggapan Dasar dan Hipotesis 1. Anggapan Dasar Anggapan dasar pada penelititan ini: a) Semua siswa kelas X semester genap SMA Negeri 5 Metro memperoleh materi pelajaran yang sama. b) Tingkat intelegensi dari siswa kelas X semester genap berbeda-beda. c) Setiap siswa memiliki tingkat motivasi belajar yang berbeda-beda. d) Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar fisika siswa selain variabel yang dikemukakan tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. 2. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini: a) Hipotesis Umum Intelegensi dan motivasi berpengaruh terhadap hasil belajar fisika siswa melalui penerapan strategi pemetaan konsep. b) Hipotesis Kerja Berdasarkan hipotesis umum dapat dirumuskan hipotesis kerja sebagai berikut : 1. H 0 : Tidak ada pengaruh intelegensi siswa terhadap hasil belajar fisika siswa melalui penerapan strategi pemetaan konsep. H 1 : Ada pengaruh intelegensi siswa terhadap hasil belajar fisika siswa melalui penerapan strategi pemetaan konsep.

19 2. H 0 : Tidak ada pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar fisika siswa melalui penerapan strategi pemetaan konsep. H 1 : Ada pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar fisika siswa melalui penerapan strategi pemetaan konsep.