PENERAPAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) PADA PENETAPAN KADAR DEKSAMETASON DALAM TABLET CAMPURAN DENGAN DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suspensi Kotrimoksazol mengandung Sulfametoksazol C 10 H 11 N 3 O 3 S dan. Rumus struktur : H 2 N SO 2 NH N.

PENETAPAN KADAR CEFADROXIL DALAM SEDIAAN KAPSUL DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Perbandingan fase gerak Larutan kalium dihidrogen posfat 0,05 M-metanol (60:40) dengan laju alir 1 ml/menit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB I PENDAHULUAN. kembali pada awal tahun 1920-an. Pada tahun 1995-an, metode kromatografi

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat adalah bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk

Spektrum serapan derivat kedua deksklorfeniramin 20 mcg/ml

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Betametason (Bm) dan Deksklorfeniramin Maleat (Dk) adalah kombinasi

TINJAUAN PUSTAKAA Sifat. Fisikokimia. berikut: Rumus struktur : Nama Kimia. Rumus Molekul. : C 6 H 12 NNaO. Berat Molekul.

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami*

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN PADA SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF DENGAN ZERO CROSSING SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

Lampiran 1. Gambar Sediaan Tablet

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

PENGARUH PERENDAMAN TERHADAP KADAR AKRILAMIDA DALAM KENTANG GORENG SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SKRIPSI OLEH: ZULHAMIDAH NIM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENETAPAN KADAR PIRANTEL PAMOAT DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI OLEH : NIKI AGUSTINA NIM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut British Pharmacopeia (2009), sifat fisikokimia domperidone

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan menggunakan alat KCKT. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Lampiran 1. Gambar alat KCKT dan syringe 100 µl

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah

BAB III METODE PERCOBAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

No Nama RT Area k Asym N (USP)

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008

PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL, PROPIFENAZON DAN KAFEIN DARI SEDIAAN TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) DENSITOMETRI

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lampiran 1. Krim Klorfeson dan Chloramfecort-H

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL, KAFEIN DAN ASETOSAL DALAM SEDIAAN ORAL SECARA SIMULTAN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

III. BAHAN DAN METODE

VALIDASI METODE ANALISIS TABLET LOSARTAN MERK B YANG DITAMBAH PLASMA MANUSIA DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran. Konsentrasi untuk pengukuran panjang gelombang digunakan 12 µg/ml

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI OLEH : RUSMAN EDI NIM PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

PEMERIKSAAN RESIDU KLORAMFENIKOL DALAM TELUR AYAM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat influenza. PCT merupakan analgesik-antipiretik, dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. metilselulosa atau bahan lain yang cocok (Anief, 1994).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tidak larut tetapi terdispersi dalam cairan. Zat yang terdispersi harus halus

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC

BAB III METODE PENELITIAN

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) PADA PENETAPAN KADAR FLUKONAZOL DALAM SEDIAAN KAPSUL

Analisis Fisiko Kimia

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR NISTATIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DAN APLIKASINYA DALAM SEDIAAN SALEP SKRIPSI

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

Kata kunci : deksametason, jamu pegal linu, KCKT

PENETAPAN KADAR RIFAMPISIN DAN ISONIAZID DALAM SEDIAAN TABLET SECARA MULTIKOMPONEN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI

PENETAPAN KADAR KOTRIMOKSAZOL DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) TUGAS AKHIR OLEH: ARAHMAN AKBAR NIM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PHARMACY, Vol.06 No. 03 Desember 2009 ISSN

Transkripsi:

PENERAPAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) PADA PENETAPAN KADAR DEKSAMETASON DALAM TABLET CAMPURAN DENGAN DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT SKRIPSI Oleh: SYARIFA ANDIANA SYARIF NIM 050804073 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

PENERAPAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) PADA PENETAPAN KADAR DEKSAMETASON DALAM TABLET CAMPURAN DENGAN DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Oleh: SYARIFA ANDIANA SYARIF NIM 050804073 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENERAPAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) PADA PENETAPAN KADAR DEKSAMETASON DALAM TABLET CAMPURAN DENGAN DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT Oleh: SYARIFA ANDIANA SYARIF NIM 050804073 Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: Agustus 2009 Disetujui Oleh: Pembimbing I, Panitia Penguji, Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. Prof. Dr. rer.nat. Effendy D Putra, SU. NIP 195201041980031002 NIP 195306191983031001 Pembimbing II, Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002 Drs Muchlisyam, M.Si., Apt. Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc. NIP 195006221980021001 NIP 194907061980021001 Dekan, Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. NIP 195409101983032001 Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002

PENERAPAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) PADA PENETAPAN KADAR DEKSAMETASON DALAM TABLET CAMPURAN DENGAN DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT ABSTRAK Sediaan obat yang mengandung deksametason dan deksklorfeniramin maleat banyak digunakan untuk berbagai penyakit. Hal ini dilatarbelakangi oleh kemampuan menanggulangi peradangan serta alergi yang dimiliki oleh deksametason dan sifat anti histamin yang ada pada deksklorfeniramin maleat, tetapi juga menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Efek samping yang tidak diinginkan tersebut antara lain orang yang menggunakannya akan menjadi gemuk karena tubuhnya menahan air secara berlebihan. Menurut Undang-Undang No.23 tahun 1992 pasal 40 ayat 1 tentang Kesehatan bahwa obat dan bahan obat harus memenuhi standar Farmakope dan buku standar lain. Salah satu parameter obat tersebut dikatakan memenuhi standar apabila kadar zat berkhasiat yang terkandung di dalamnya memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia. Penetapan kadar deksametason dalam tablet campuran dengan deksklorfeniramin maleat dilakukan dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase balik dengan kolom VP-ODS (4,6 mm x 25 cm), fase gerak campuran asetonitril : air, laju aliran 2,5 ml/menit, sensitivitas 1,000 AUFS pada panjang gelombang 254 nm. Hasil uji identifikasi terhadap sampel yang ditentukan dengan parameter waktu retensi menunjukkan bahwa sampel mengandung deksametason dan deksklorfeniramin maleat.

Uji validasi dari tablet Pritacort (PT. Molex Ayus) secara statistik diperoleh persen recovery sebesar 92,96%, relative standard deviasi (RSD) = 2,36%, batas deteksi (LOD) = 2,35 mcg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) = 7,85 mcg/ml. Ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan memiliki ketepatan dan ketelitian yang baik. Dari hasil penelitian diperoleh kadar deksametason dalam sedían tablet Bufacaryl (PT. Bufa Aneka) = 96,12% ± 3,44, Pritacort (PT. Molex Ayus) = 95,87% ± 2,26, Proxona (PT. Harsen) = 104,75% ± 3,77, Mexon (PT. Sampharindo) = 103,74% ± 2,20. Ini menunjukkan bahwa semua sediaan tablet yang dianalisis memenuhi persyaratan kadar yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995), yaitu mengandung deksametason tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket. Kata kunci : deksametason, deksklorfeniramin maleat, kromatografi cair kinerja tinggi

THE APPLICATION OF HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY ON DETERMINATION OF DEXAMETHASONE CONCENTRATION IN COMBINATION TABLETS WITH DEXCHLORPHENIRAMINE MALEAT ABSTRACT Most drugs that contain dexamethasone and dexchlorpheniramine maleat, are used for various disease. This is because of dexamethasone ability and the antihistaminic properties of dexchlorpheniramine maleat to minimize inflamation and allergy, but it also cause undesirabled side effect. Patient will get obese because of extreme water retention. It is one of the undesirable side effect. Based on UU No.23 tahun 1992 pasal 40 ayat 1 about health, drugs and drug material should be fulfill Pharmacopeia standard and other standard books. One of the parameter that one drug can be stated to already fulfill the standard when active ingredient concentration have fulfill Indonesian Pharmacopeia standard. Determination of dexamethasone concentration in combination tablets with dexchlorpheniramine maleat has done by utilizing High Performance Liquid Chromatography (HPLC), reverse phase with VP-ODS column (4,6 mm x 25 cm), mobile phase mixture from acetonitrile : aquabidest, flow rate 2,5 ml/minute, sensitivity 1,000 AUFS in wavelength 254 nm. The result of sample identification test determined by retention time showed that sample contained dexamethasone and dexchlorpheniramine maleat. Validation test done to Pritacort tablet (PT. Molex Ayus) obtained that percent recovery is 92,96%, relative standard deviation (RSD) = 2,36%, limite of detection (LOD) = 2,35 mcg/ml and limite of quantitation (LOQ) = 7,85 mcg/ml.

This result showed that methode used in this research have good accuracy and precision. From research result, dexamethasone concentration obtained in Bufacaryl (PT. Bufa Aneka) = 96,12% ± 3,44, Pritacort (PT. Molex Ayus) = 95,87% ± 2,26, Proxona (PT. Harsen) = 104,75% ± 3,77, Mexon (PT. Sampharindo) = 103,74% ± 2,20. This is showed that all tablet analized by researder fulfilled cencentration qualification stated in Indonesian Pharmacopeia 4 th Edition (1995), that contained dexamethasone not less than 90% and not more than 110% of the labeled amount. Keyword : dexamethasone, dexchlorpheniramine maleat, high performance liquid chromatography

DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR...... x DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 3 1.3 Hipotesis... 3 1.4 Tujuan Penelitian... 4 BAB II METODOLOGI PENELITIAN... 5 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian.... 5 2.2 Alat-alat... 5 2.3 Bahan-bahan... 5 2.4 Pengambilan Sampel... 5 2.5 Prosedur Penelitian... 6 2.5.1 Pembuatan Fase Gerak... 6 2.5.2 Pembuatan larutan induk baku BPFI... 6 2.5.3 Penentuan panjang gelombang maksimum secara spektrofotometri UV...... 6 2.5.3.1 Penetuan panjang gelombang maksimum deksametason BPFI... 6 2.5.3.2 Penetuan panjang gelombang maksimum deksklorfeniramin maleat BPFI... 7 2.5.4 Penentuan panjang gelombang analisis secara spektrofotometri UV... 7 2.5.5 Penyiapan alat KCKT... 7

2.5.6 Identifikasi... 7 2.5.7 Penentuan kuantitatif... 8 2.5.7.1 Penentuan linieritas kurva kalibrasi deksametason BPFI... 8 2.5.7.2 Penetapan Kadar Sampel... 8 2.5.7.3 Penentuan uji akurasi dengan parameter % recovery menggunakan metode standar adisi... 9 2.5.7.4 Penentuan uji presisi... 9 2.5.7.5 Penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi. 10 2.5.7.6 Analisa data secara statistik... 10 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. 12 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 23 5.1 Kesimpulan... 23 5.2 Saran... 23 DAFTAR PUSTAKA... 24 LAMPIRAN..... 26

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Hasil pengolahan data dari sediaan tablet deksametason... 19 Tabel 2. Hasil penetapan kadar deksametason dalam sediaan tablet dengan nama dagang yang ditentukan berdasarkan Luas Area... 20 Tabel 3. Hasil pengujian % recovery deksametason dengan metode adisi (spiked sample)... 21 Tabel 4. Data hasil penyuntikan larutan deksametason BPFI berdasarkan Luas Area... 31

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kurva serapan deksametason BPFI dengan konsentrasi 12 mcg/ml dalam pelarut campuran metanol air (1:1) secara spektrofotometri ultraviolet... 12 Gambar 2. Kurva serapan deksklorfeniramin maleat BPFI dengan konsentrasi 16 mcg/ml dalam pelarut campuran metanol air (1:1) secara spektrofotometri ultraviolet... 13 Gambar 3. Kurva serapan deksametason BPFI (12 mcg/ml) dan deksklorfeniraminmaleat (16 mcg/ml) dalam pelarut campuran metanol air (1:1) secara spektrofotometri ultraviolet... 13 Gambar 4. Kromatogram deksametason BPFI dengan konsentrasi 50 mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25 cm) dengan fase gerak asetonitril air (1:2) dan laju alir 2,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm... 14 Gambar 5. Kromatogram deksklorfeniramin maleat BPFI dengan konsentrasi 50 mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25 cm) dengan fase gerak asetonitril air (1:2) dan laju alir 2,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm... 15 Gambar 6. Kromatogram tablet Bufacaryl (PT. Bufa Aneka) dengan konsentrasi 50 mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25 cm) dengan fase gerak asetonitril air (1:2) dan laju alir 2,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm... 15 Gambar 7. Kromatogram tablet Pritacort (PT. Molex Ayus) dengan konsentrasi 50 mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25 cm) dengan fase gerak asetonitril air (1:2) dan laju alir 2,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm... 16 Gambar 8. Kromatogram tablet Proxona (PT. Harsen) dengan konsentrasi 50 mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25 cm) dengan fase gerak asetonitril air (1:2) dan laju alir 2,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm... 16

Gambar 9. Kromatogram tablet Mexon (PT. Sampharindo) dengan konsentrasi 50 mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25 cm) dengan fase gerak asetonitril air (1:2) dan laju alir 2,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm... 17 Gambar 10. Kurva kalibrasi deksametason BPFI secara KCKT menggunakan kolom shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25 cm) dengan fase gerak asetonitril air (1:2) dan laju alir 2,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm... 18

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Gambar alat KCKT dan syringe 100 µl... 26 Lampiran 2. Gambar alat ultrasonic cleaner dan penyaring... 27 Lampiran 3. Kromatogram dari larutan deksametason BPFI pada pembuatan kurva kalibrasi... 28 Lampiran 4. Perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi deksametason BPFI yang diperoleh secara KCKT pada panjang gelombang 254 nm... 31 Lampiran 5. Perhitungan metode standar adisi... 33 Lampiran 6. Kromatogram hasil recovery dari sampel tablet Pritacort (PT. Molex Ayus)... 35 Lampiran 7. Data hasil % recovery deksametason pada tablet Pritacort (PT. Lampiran 8. Lampiran 9. Molex Ayus) dengan metode standar adisi... 38 Contoh perhitungan % recovery dengan metode penambahan baku (standard addition method)... 39 Analisa data statistik % recovery pada tablet Pritacort (PT. Molex Ayus) dengan metode standar adisi... 40 Lampiran 10. Perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ)... 43 Lampiran 11. Kromatogram dari larutan tablet Bufacaryl (PT. Bufa Aneka)... 44 Lampiran 12. Analisa data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari penyuntikan larutan tablet Bufacaryl (PT. Bufa Aneka)... 46 Lampiran 13. Kromatogram dari larutan tablet Pritacort (PT. Molex Ayus)... 47 Lampiran 14. Analisa data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari penyuntikan larutan tablet Pritacort (PT. Molex Ayus)... 49 Lampiran 15. Kromatogram dari larutan tablet Proxona (PT. Harsen)... 50 Lampiran 16. Analisa data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari penyuntikan larutan tablet Proxona (PT. Harsen)... 52

Lampiran 17. Kromatogram dari larutan tablet Mexon (PT. Sampharindo)... 53 Lampiran 18. Analisa data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari penyuntikan larutan tablet Mexon (PT. Sampharindo)... 55 Lampiran 19. Perhitungan Penimbangan sampel... 56 Lampiran 20. Hasil Analisa Kadar deksametason dalam Sampel... 57 Lampiran 21. Contoh perhitungan untuk mencari kadar deksametason... 59 Lampiran 22. Daftar spesifikasi sampel... 60 Lampiran 23. Sertifikat pengujian Deksametason BPFI... 61 Lampiran 24. Sertifikat pengujian Deksklorfeniramin maleat BPFI... 62 Lampiran 25. Nilai Distribusi t... 63

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Deksametason merupakan salah satu glukokortikoid yang dapat menanggulangi peradangan dan alergi kurang lebih sepuluh kali lebih besar dari pada yang dimiliki prednison atau prednisolon. Deksklorfeniramin maleat dapat mengatasi secara sempurna sebagian besar akibat-akibat khas yang ditimbulkan oleh histamin dan secara klinis bermanfaat dalam pencegahan dan penanggulangan banyak gejala alergi (Anonim). Sediaan obat yang mengandung deksametason dan deksklorfeniramin maleat banyak digunakan untuk berbagai penyakit, bahkan sering disebut life saving drugs. Hal ini dilatarbelakangi oleh kemampuan menanggulangi peradangan serta alergi yang dimiliki oleh deksametason dan sifat anti histamin yang ada pada deksklorfeniramin maleat, tetapi juga menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan (Suherman, 2007). Efek samping yang tidak diinginkan tersebut antara lain orang yang menggunakannya akan menjadi gemuk karena tubuhnya menahan' air secara berlebihan. Yang pertama-tama terlihat wajah peminumnya menjadi gemuk (moonface). Dalam jangka panjang, bahan obat ini mengakibatkan gangguan fungsi ginjal bahkan merusak ginjal. Menurut Undang-Undang No.23 tahun 1992 pasal 40 ayat 1 tentang Kesehatan bahwa obat dan bahan obat harus memenuhi standar Farmakope dan buku standar lain. Salah satu parameter obat tersebut dikatakan memenuhi standar

apabila kadar zat berkhasiat yang terkandung di dalamnya memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia. Persyaratan kadar untuk sediaan tablet deksametason menurut Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995 yaitu mengandung Deksametason, C 22 H 29 FO 5, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995) dan USP XXX (2007) tablet deksametason kadarnya ditentukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi menggunakan kolom ODS (4,6 mm x 30 cm) dengan fase gerak campuran asetonotril dan air (1:3), volume penyuntikan antara 5 µl dan 20 µl, dan deteksi dilakukan pada panjang gelombang 254 nm. Untuk tablet deksklorfeniramin maleat menurut USP XXX (2007) penetapan kadarnya ditentukan secara spektrofotometri UV. Monografi sediaan tablet campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat tidak terdapat dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995) dan USP XXX (2007). Kedua komponen ini berbeda dalam sifat kepolarannya dimana deksklorfeniramin maleat lebih polar daripada deksametason, sehingga kemungkinan dapat dipisahkan dengan menggunakan kromatografi fase balik (kolom C 18 ) dan deksklorfeniramin maleat akan terelusi terlebih dahulu dibandingkan deksametason. Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti ingin menentukan kadar deksametason dalam tablet campuran dengan deksklorfeniramin maleat secara KCKT menggunakan kolom Shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25,0 cm), fase gerak

asetonitril dan air. Adapun alasan untuk memilih metode KCKT ini karena metode ini memiliki beberapa keuntungan antara lain cepat, daya pisah baik, peka, kolom dapat dipakai berulang kali dan perangkatnya dapat digunakan secara otomatis dan kuantitatif (Johnson and Stevenson, 1991; Rohman, 2007). Pada penelitian ini dilakukan uji validasi metode dengan metode standar adisi (spiked sample) yang meliputi uji akurasi dengan parameter % recovery dan uji presisi dengan parameter RSD (Relative Standard Deviasi), LOD (Limite of Detection) dan LOQ (Limite of Quantitation). 1.2 Perumusan Masalah - Apakah penetapan kadar deksametason dalam tablet campuran dengan deksklorfeniramin maleat dapat ditentukan dengan metode KCKT yang memenuhi persyaratan uji validasi metode meliputi akurasi dan presisi? - Apakah kadar deksametason dalam tablet campuran dengan deksklorfeniramin maleat yang beredar di pasaran yang ditetapkan secara KCKT memenuhi persyaratan yang ditetapkan Farmakope Indonesia edisi IV (1995)? 1.3 Hipotesis - Penetapan kadar deksametason dalam tablet campuran dengan deksklorfeniramin maleat dapat ditentukan dengan metode KCKT yang memenuhi persyaratan uji validasi metode meliputi akurasi dan presisi. - Kadar deksametason dalam tablet campuran dengan deksklorfeniramin maleat yang beredar di pasaran yang ditetapkan secara KCKT memenuhi persyaratan yang ditetapkan Farmakope Indonesia edisi IV (1995).

1.4 Tujuan Penelitian - Menerapkan metode KCKT pada penetapan kadar deksametason dalam tablet campuran dengan deksklorfeniramin maleat yang memenuhi persyaratan uji validasi metode meliputi akurasi dan presisi. - Untuk mengetahui kadar deksametason dalam tablet campuran dengan deksklorfeniramin maleat yang beredar di pasaran yang ditetapkan secara KCKT sesuai atau tidak dengan persyaratan yang ditetapkan Farmakope Indonesia edisi IV (1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deksametason 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus struktur : Nama Kimia : 9-Fluoro-11B,17,21-trihidroksi-16α-metilpregna-1,4- diena-3,20-dion Rumus Molekul : C 22 H 29 FO 5 Berat Molekul : 392,47 Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai praktis putih; tidak berbau; stabil di udara. Melebur pada suhu lebih kurang 250 o disertai peruraian. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam aseton, dalam etanol, dalam dioksan dan dalam methanol; sukar larut dalam kloroform; sangat sukar larut dalam eter (Ditjen POM, 1995). 2.1.2 Mekanisme Kerja Golongan glukokortikoid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor protein yang

spesifik dalam sitoplasma sel jaringan dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nucleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologik steroid (Suiherman, K.S., 2007). 2.1.3 Farmakokinetika Pada pemberian oral diabsorpsi cukip baik, untuk mencapai kadar tinggi dengan cepat dalam cairan tubuh diberikan secara IV dan untuk mendapatkan efek yang lama diberikan secara IM. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistemik, antara lain supresi korteks adrenal (Suherman, K.S., 2007). 2.1.4 Efek Samping Efek samping dapat timbul karena penghentian pengobatan tiba-tiba atau pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar. Efek ini menyerupai gejala dari suatu gangguan yang disebabkan oleh produksi kortisol faal berlebihan, yakni sindroma Cushing. Gejala utama sindrom ini adalah retensi cairan di jaringanjaringan yang nenyebabkan naiknya berat badan dengan pesat, muka menjadi tembam dan bundar ( muka bulan ), adakalanya kaki-tangan gemuk (bagian atas). Selain itu terjadi penumpukan lemak di bahu dan tengkuk. Kulit menjadi tipis dan lebih mudah terluka (Tjay dan Rahardja, 2002).

2.2 Deksklorfeniramin maleat 2.2.1 Sifa Fisikokimia Rumus Struktur : Cl H N N CH3 HO OH CH3 O O Nama Kimia : (+)-2-[p-Kloro- α-[2-(dimetilamino)etil]benzil] piridina maleat. Rumus Molekul : C 16 H 19 ClN 2.C 4 H 4 O 4 Berat Molekul : 390,87 Pemerian Kelarutan : Serbuk hablur, putih; tidak berbau. : Mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam kloroform; sukar larut dalam benzena dan dalam eter (Ditjen POM, 1995). 2.2.2 Mekanisme Kerja Memblokir reseptor-h1 dengan menyaingi histamin pada reseptornya di otot licin dinding pembuluh dan dengan demikian menghindarkan timbulnya reaksi alergi. Khasiat lainnya menciutkan bronchi, saluran cerna, kandung kemih dan rahim (Tjay dan Rahardja, 2002). 2.2.3 Farmakokinetik Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam. Kadar tertinggi

terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya lebih rendah (Udin, S dan Hedi, R.D., 2007). 2.2.4 Efek Samping Efek samping yang paling sering ialah sedasi, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare. Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomia dan tremor (Udin, S dan Hedi, R.D., 2007). 2.3 Teori Kromatografi Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan berdasarkan partisi cuplikan antara fase gerak dan fase diam. Fase gerak (mobile phase) dapat berupa gas atau cairan dan fase diam (stationery phase) dapat berupa cairan atau padatan. Kromatografi dapat juga didefinisikan sebagai suatu proses migrasi diferensial dimana komponen-komponen cuplikan ditahan secara selektif oleh fase diam (Sastrohamidjojo, 1985). Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO 3 ) (Johnson dan Stevenson, 1991). 2.4 Pembagian Kromatografi Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi : (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c) kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion (e) kromatografi

eksklusi ukuran dan (f) kromatografi afinitas (Johnson dan Stevenson, 1991 dan Rohman, 2007). Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a) kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang kedua sering disebut kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d) kromatografi gas (KG) (Johnson dan Stevenson, 1991 dan Rohman, 2007). 2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Kromatogarfi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM,1995). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain ; farmasi, lingkungan dan industriindustri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk: pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: untuk menetapkan kadar senyawasenyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-

protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain - lain. Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Munson, 1991 dan Rohman, 2007). 2.5.1 Cara Kerja KCKT Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007) 2.5.2 Jenis-jenis Kromatografi Menurut Johnson dan Stevenson (1991) dan Rohman (2007) jenis-jenis kromatografi yaitu: 1. Kromatografi Cair-Padat (LSC) Tehnik ini biasanya menggunakan fase diam silika gel atau alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika gel sebagai fase diamnya. Fase geraknya berupa pelarut non polar yang ditambah dengan pelarut polar seperti air atau alkohol rantai pendek untuk meningkatkan kemampuan elusinya sehingga tidak timbul pengekoran puncak, seperti n-heksana ditambah

metanol. Jenis KCKT ini sesuai untuk pemisahan-pemisahan campuran isomer struktur dan untuk pemisahan solut dengan gugus fungsional yang berbeda. 2. Kromatografi Partisi (LLC) Kromatografi jenis ini disebut juga dengan kromatografi fase terikat. Kebanyakan fase diamnya adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah hidrokarbon-hidrokarbon non polar seperti oktadesilsilana, oktilsilana, atau dengan fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilana (ODS atau C 18 ) dan kebanyakan pemisahannya adalah dengan fase terbalik. Sedangkan fase geraknya adalah campuran asetonitril atau metanol dengan air atau dengan larutan buffer. Kromatografi partisi (LLC), disebut fase normal bila fase diam lebih polar dari fase gerak dan fase terbalik bila fase gerak lebih polar dari fase diam. a. Kromatografi fase normal Kromatografi fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak ini biasanya tidak polar. Dietil eter, benzen, hidrokarbon lurus seperti pentana, heksana, heptana maupun iso-oktana sering digunakan. Halida alifatis seperti diklorometana, dikloroetana, butilklorida dan kloroform juga digunakan. Umumnya gas terlarut tidak menimbulkan masalah pada fase normal. (Munson, 1991 dan Rohman, 2007)

Fase diam yang digunakan dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 1. Jenis-jenis fase diam untuk tipe kromatografi fase normal b. Kromatografi fase terbalik Kromatografi fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Kandungan utama fase gerak fase terbalik adalah air. Pelarut yang dapat campur dengan air seperti metanol, etanol, asetonitril, dioksan, tetrahidrofuran dan dimetilformamida ditambahkan untuk mengatur kepolaran fase gerak. Dapat ditambahkan pula asam, basa, dapar dan/atau surfaktan. Mutu air harus tinggi baik air destilasi maupun awamineral. Fase diam yang digunakan dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 2. Jenis-jenis fase diam untuk tipe kromatografi fase terbalik 3. Kromatografi penukar ion Tehnik ini tergantung pada penukaran (adsorpsi) ion-ion diantara fase gerak dan tempat-tempat berion dari kemasan. Kebanyakan resin-resin berasal dari

polimer stiren divinilbenzen dimana gugus-gugus fungsinya telah ditambah. Resin-resin tipe asam sulfonat dan amin kuarterner merupakan jenis resin pilihan paling baik dan banyak digunakan. Keduanya, fase terikat dan resin telah digunakan. Tehnik ini dipakai secara luas dalam life sciences dan dikenal secara khas untuk pemisahan asam-asam amino. Tehnik ini dapat dipakai untuk keduanya, kation-kation dan anion-anion. 4. Kromatografi eksklusi (EC) Tehnik ini unik karena dalam pemisahan didasarkan pada ukuran molekul dari solut. Kemasan adalah suatu gel dengan suatu permukaan berlubang-lubang sangat kecil yang inert. Molekul-molekul kecil dapat masuk ke dalam jaringan dan ditahan dalam fase gerak yang menggenang. Molekul-molekul yang lebih besar tidak dapat masuk ke dalam jaringan dan lewat melalui kolom tanpa ditahan. 5. Kromatografi Pasangan Ion (IPC) Kromatografi ini merupakan bentuk khusus dari kromatografi cair-cair yang digunakan untuk pemisahan senyawa atau cuplikan yang mengandung komponen ion dan non ion, seperti garam ammonium kuarterner, sulfonat, asam amino dan aminofenol. Kromatografi pasangan ion dilakukan dengan sistem pelarut campuran air dengan metanol atau asetonitril dan kolom seperti oktadesilsilana yang terikat pada silika.

2.5.3 Komponen Kromatografi cair kinerja tinggi detektor Wadah solven pompa kolom injektor oven Gambar 3. Bagan alat KCKT data processor 2.5.3.1 Wadah Fase gerak Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tampung tandon harus lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit. 2.5.3.2 Pompa Untuk menggerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa harus mampu menghasilkan tekanan 6000 Psi pada kecepatan alir 0,1 10 ml/menit. Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor. 2.5.3.3. Injektor Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahakan agar sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada tiga jenis dasar injektor, yaitu: a. Hentikan aliran/stop flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Tehnik ini

bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak dipengaruhi. b. Septum: Injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu, partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan. c. Katup putaran (loop valve): ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 6, tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari pada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara automatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfir. Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom. Gambar 4. Tipe injektor katup putaran 2.5.3.4 Kolom Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok:

Kolom analitik: diameter khas adalah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis kemasan. Untuk kemasan pelikular, panjang yang lumrah adalah 50-100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikilat, umumnya 10-30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-100 cm. Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom tergantung pada mode kromatografi cair kinerja tinggi yang digunakan. 2.5.3.5. Detektor Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer uv 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang uv-vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan, terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detektor spektrofotometer uv.

2.5.3.6. Pengolahan Data Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncakpuncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram. Rt Area W 1/2 H 1/2 H W Gambar 5. Kromatogram Guna kromatogram: 1. Kualitatif waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama. dapat digunakan untuk identifikasi. 2. Kuantitatif luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjesikan dan dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi. 3. Kromatogram dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi pemisahan dan kinerja kolom 2.5.3.7 Fase Gerak Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Johnson dan Stevenson, 1991; Munson, 1991 dan Rohman, 2007) Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari solven yang digunakan dalam semua mode kromatografi cair kinerja tinggi, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua solven. Fase gerak harus: 1. Murni; tidak ada pencemar/kontaminan 2. Tidak bereaksi dengan pengemas 3. Sesuai dengan detektor 4. Melarutkan cuplikan 5. Mempunyai viskositas rendah 6. Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan 7. Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di atas, 4 persyaratan pertama adalah yang paling penting. Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan dari pelarut, karena udara yang terlarut keluar melewati detektor dapat menghasilkan banyak noise sehingga data tidak dapat digunakan (Putra, 2007). 2.5.4 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif 2.5.4.1Analisis Kualitatif Ada 3 pendekatan untuk analisa kualitatif yakni:

1. Perbandingan antara retensi solut yang tidak diketahui dengan data retensi baku yang sesuai (senyawa yang diketahui) pada kondisi yang sama. Untuk kromatografi yang menggunakan kolom (seperti KCKT dan KG), waktu retensi (t R ) atau volume retensi (V R ) senyawa baku dan senyawa yang tidak diketahui dibandingkan dengan cara kromatografi secara berurutan dalam kondisi alat yang stabil dengan perbedaan waktu pengoperasian antar keduanya sekecil mungkin. 2. Dengan cara spiking. Untuk kromatografi yang melibatkan kolom, spiking dilakukan dengan menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan diselidiki dengan senyawa baku pada kondisi kromatografi yang sama. Hal ini dilakukan dengan cara: pertama, dilakukan proses kromatografi sampel yang tidak di spiking. Kedua, sampel yang telah di-spiking dengan senyawa baku dilakukan proses kromatografi. Jika pada puncak tertentu yang diduga mengandung senyawa yang diselidiki terjadi peningkatan tinggi puncak/luas puncak setelah di-spiking dibandingkan dengan tinggi puncak/luas puncak yang tidak dilakukan spiking maka dapat diidentifikasi bahwa sampel mengandung senyawa yang kita selidiki. 3. Menggabungkan alat kromatografi dengan spektrometer massa. Pada pemisahan dengan menggunakan kolom kromatografi, cara ini akan memberikan informasi data spektra massa solut dengan waktu retensi tertentu. Spektra solut yang tidak diketahui dapat dibandingkan dengan spektra yang ada di data base komputer yang diinterpretasi sendiri. Cara ini dapat dilakukan untuk solut yang belum ada baku murninya.

2.5.4.2 Analisis Kuantitatif Untuk menjamin kondisi yang digunakan dalam analisis kuantitatif stabil dan reprodusibel, baik pada penyiapan sampel atau proses kromatografi dapat digunakan metode baku eksternal dan metode baku internal, berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam analisis kuantitatif: Analit (solut) harus telah diketahui dan terpisah sempurna dari kompomenkomponen lain dalam kromatogram Baku dengan kemurnian yang tinggi dan telah diketahui harus tersedia Prosedur kalibrasi yang sudah diketahui harus digunakan. Untuk kromatografi yang melibatkan kolom, kuantifikasi dapat dilakukan dengan: luas puncak atau tinggi puncak. Tinggi puncak atau luas puncak berbanding langsung dengan banyaknya solut yang dikromatografi, jika dilakukan pada kisaran detektor yang linier. 1. Metode tinggi puncak Metode yang paling sederhana untuk pengukuran kuantitatif adalah dengan tinggi puncak. Tinggi puncak diukur sebagai jarak dari garis dasar ke puncak maksimum seperti puncak 1, 2, dan 3 pada gambar 6. Penyimpangan garis dasar diimbangi dengan interpolasi garis dasar antara awal dan akhir puncak. Gambar 6. Pengukuran tinggi puncak Metode tinggi puncak hanya digunakan jika perubahan tinggi puncak linier dengan konsentrasi analit. Kesalahan akan terjadi jika metode ini digunakan pada

puncak yang mengalami penyimpangan (asimetris) atau jika kolom mengalami kelebihan muatan. 2. Metode luas puncak Prosedur penentuan luas puncak serupa dengan tinggi puncak. Suatu teknik untuk mengukur luas puncak adalah dengan mengukur luas puncak sebagai hasil kali tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W 1/2 ). Tehnik ini hanya dapat digunakan untuk kromatografi yang simetris atau yang mempunyai bentuk serupa. Saat ini integrator elektronik telah banyak digunakan untuk mengukur luas puncak pada kromatografi cair kinerja tinggi dan pada kromatografi gas. Integrator digital mengukur luas puncak dan mengubahnya dalam bentuk angka (Johnson Stevenson, 1991 dan Rohman, 2007). Baik tinggi puncak maupun luasnya dapat dihubungkan dengan konsentrasi. Tinggi puncak mudah diukur, akan tetapi sangat dipengaruhi perubahan waktu retensi yang disebabkan oleh variasi suhu dan komposisi pelarut. Oleh karena itu, luas puncak dianggap merupakan parameter yang lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif (Ditjen POM, 1995). 2.6 Validasi Metode Analisis Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (WHO, 1992). Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Rohman, 2007).

2.6.1 Kecermatan/Ketepatan (accuracy) Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni pembanding kimia ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa lalu dianalisis lagi dengan metode tersebut. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (WHO, 1992). % Perolehan kembali = A - B konsentrasi analit yang ditambahkan x 100% Keterangan : A = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan analit ` B = konsentrasi sampel sebelum penambahan analit 2.6.2 Keseksamaan/Ketelitian (precision) Ketelitian diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Ketelitian dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah ketelitian metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval yang pendek. Ketertiruan adalah ketelitian metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda (WHO, 1992).

2.6.3 Batas Deteksi Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko (WHO, 1992). Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 3SB Batas Deteksi = Slope 2.6.4 Batas Kuantitasi Batas kuantitasi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan masih memenuhi kriteria cermat dan seksama (WHO, 1992). 10SB Batas Kuantitasi = Slope

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Analisa Fisikokimia Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Februari 2009 sampai Mei 2009. 3.2 Alat-alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit alat KCKT (Shimadzu) yang terdiri dari vacuum degasser (DGU-20As), pompa (LC-20AD), UV/Vis detektor (SPD-20A), kolom Shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25 cm), penyuntik mikroliter (100 μl), dan wadah fase gerak. Membrane filters PTFE 0,5 μm dan 0,2 μm, Cellulose nitrat membrane filters 0,45μm dan 0,2 μm, spektrofotometer ultraviolet (Shimadzu mini 1240), ultrasonic cleaner (Branson 1510), neraca analitis (Ohaus) dan alat-alat gelas lainnya. 3.3 Bahan-bahan Bahan-bahan yang digunakan jika tidak dinyatakan lain adalah kualitas p.a produksi E.Merck yaitu asetonitril, metanol, aquabidestilata (PT. Ikapharmindo Putramas), Deksametason BPFI (PPOM Medan), Deksklorfeniramin maleat BPFI (PPOM Jakarta), tablet Bufacaryl (PT.Bufa Aneka), tablet Pritacort (PT.Molex Ayus), tablet Proxona (PT.Harsen), tablet Mexon (PT.Sampharindo). 3.4 Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan satu tempat dengan tempat yang lain karena tempat pengambilan sampel dianggap homogen. Dari hasil sampling tersebut maka diperoleh tablet Bufacaryl (PT.Bufa Aneka), tablet Pritacort (PT.Molex Ayus), tablet Proxona

(PT.Harsen), tablet Mexon (PT.Sampharindo) yang merupakan sampel yang digunakan dalam penelitian ini, yang mengandung masing-masing deksametason 0,5 mg dan deksklorfeniramin maleat 2 mg. 3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pembuatan Fase Gerak Fase gerak terdiri dari asetonitril dan air (1:2) dibuat dengan sistem elusi gradien. Sebelum digunakan asetonitril dan air disaring masing-masing melalui membrane filters PTFE 0,45 μm dan cellulose nitrate membrane filters 0,45 μm, lalu diawaudarakan selama lebih kurang 15 menit. 3.5.2 Pembuatan Larutan Induk Baku BPFI Ditimbang seksama sejumlah 10,0 mg deksametason BPFI dan deksklorfeniramin maleat BPFI, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan campuran metanol-air (1:1) hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 200 mcg/ml, disaring, filtratnya digunakan sebagai larutan induk. 3.5.3 Penentuan Panjang Gelombang Absorpsi Maksimum Secara Spektrofotometri UV 3.5.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Absorpsi Maksimum Deksametason BPFI Dari larutan induk baku deksametason BPFI dipipet sebanyak 1,5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan dengan campuran metanol-air (1:1) sampai garis tanda. Dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 12 mcg/ml. Diukur dengan spektrofotometer

UV-Vis, kemudian dibuat kurva serapannya pada panjang gelombang 200 400 nm. (Gambar 1 pada halaman 11) 3.5.3.2 Penentuan Panjang Gelombang Absorpsi Maksimum Deksklorfeniramin maleat BPFI Dari larutan induk baku deksklorfeniramin maleat BPFI dipipet sebanyak 2 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan dengan campuran metanol-air (1:1) sampai garis tanda. Dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 16 mcg/ml. Diukur dengan spektrofotometer UV-Vis, kemudian dibuat kurva serapannya pada panjang gelombang 200 400 nm. (Gambar 2 pada halaman 12) 3.5.4 Penentuan Panjang Gelombang Analisis Secara Spektrofotometri UV Panjang gelombang analisis ditentukan dengan cara membuat spektrum serapan masing-masing dari deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam pelarut campuran metanol-air (1:1) pada kerangka yang sama dan dipilih panjang gelombang yang sesuai, yaitu yang memberikan serapan yang optimum untuk deksametason dan deksklorfeniramin maleat. (Gambar 3 pada halaman 12) 3.5.5 Penyiapan Alat KCKT Kolom yang digunakan Shimpack VP-ODS (4.6 mm x 25 cm), detektor UV-Vis pada panjang gelombang analisis yang diperoleh. Pompa yang digunakan mode aliran tetap dengan sistem elusi gradien, sensitivitas 1,000 AUFS. Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit sampai diperoleh garis alas yang datar yang menandakan sistem tersebut telah stabil.

3.5.6 Identifikasi Deksametason BPFI konsentrasi 60 mcg/ml, deksklorfeniramin maleat BPFI konsentrasi 60 mcg/ml dan deksametason dalam sediaan tablet dengan nama dagang dengan konsentrasi 50 mcg/ml masing-masing disuntikkan ke sistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µl pada kondisi KCKT yang sama. Puncak yang ditunjukkan diperhatikan dan dicatat waktu retensinya kemudian waktu retensi masing-masing tablet dibandingkan dengan waktu retensi deksametason BPFI dan deksklorfeniramin maleat BPFI. (Gambar 4-10 pada halaman 13-19) 3.5.7 Penentuan Kuantitatif 3.5.7.1 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Deksametason BPFI Ditimbang seksama sejumlah 25,0 mg deksametason BPFI dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, ditambah 20 ml campuran metanol-air (1:1), dikocok sampai larut, dan diencerkan dengan campuran metanol-air (1:1) hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 mcg/ml. Dipipet larutan tersebut sebanyak 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; dan 3,5 ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, diencerkan dengan campuran metanolair (1:1) hingga garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 30, 40, 50, 60 dan 70 mcg/ml, disaring dengan membrane filters PTFE 0,2 µm, kemudian filtratnya masing-masing diinjeksikan ke sistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µl, deteksi dilakukan pada panjang gelombang 254 nm. Selanjutnya dari luas area kromatogram yang diperoleh dibuat kurva kalibrasi lalu hitung persamaan regresi dan koefisien korelasinya. (Data dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4)

3.5.7.2 Penetapan Kadar Sampel Timbang dan serbukkan 20 tablet, kemudian timbang seksama sejumlah serbuk setara dengan lebih kurang 1,25 mg deksametason. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambahkan 10 ml campuran metanol-air (1:1), dikocok sampai larut, lalu ditambahkan campuran metanol-air (1:1) sampai garis tanda dan sonikasi selama 15 menit, disaring dengan membrane filters PTFE 0,2µm. Kemudian filtratnya diinjeksikan sebanyak 20 µl ke sistem KCKT dan deteksi dilakukan pada panjang gelombang 254 nm, kemudian dihitung kadarnya. (Data dapat dilihat pada Lampiran 11-18) 3.5.7.3 Penentuan Uji Akurasi dengan Parameter % Recovery Menggunakan Metode Standar Adisi (Spiked Sample) Uji akurasi dengan parameter % recovery dilakukan secara spiked sample dengan membuat 3 konsentrasi analit dengan rentang spesifik 80, 100 dan 120%, masing-masing dengan 3 replikasi. Dan setiap rentang spesifik mengandung 70% analit dan 30% baku pembanding, kemudian dianalisa dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan kadar sampel. Persen recovery dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : % Recovery = A - B konsentrasi analit yang ditambahkan x 100% Keterangan : A = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan analit ` B = konsentrasi sampel sebelum penambahan analit Data dapat dilihat pada Lampiran 5.

3.5.7.4 Penentuan Uji Presisi Uji presisi (keseksamaan) ditentukan dengan parameter RSD (Relatif Standar Deviasi) dengan rumus : SD RSD = x 100% X Keterangan : RSD SD X = Relatif Standar Deviasi = Standar Deviasi = kadar rata-rata deksametason dalam sampel (WHO, 1992; Indrayanto dan Yuwono, 2003). 3.5.7.5 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) masing-masing dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : 3xSB LOD = slope 10xSB LOQ = slope Keterangan : SB = Simpangan baku 3.5.7.6 Analisa data secara statistik Untuk menghitung Standar Deviasi (SD) digunakan rumus : SD = n ( x x) 1 2 Keterangan : SD = Standar deviasi x = kadar sampel x = kadar rata-rata sampel n = jumlah perlakuan.

Kadar dapat dihitung dengan persamaan regresi dan untuk menentukan data dapat diterima atau ditolak digunakan rumus : t hitung = X X SD / n Data diterima jika t hitung < t tabel. Untuk menghitung kadar sebenarnya dengan α = 0,01; dk = n-1, digunakan rumus: μ = X ± t ( 1 1/ 2α ). dk X SD n

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini sampel yang ditentukan merupakan sediaan tablet yang mengandung campuran deksametason 0,5 mg dan deksklorfeniramin maleat 2 mg. Tetapi yang ditentukan kadarnya hanya deksametason dengan metode KCKT menggunakan kolom Shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25 cm) dengan fase gerak campuran asetonitril dan air. Untuk memperoleh pengukuran yang optimum, maka kedua komponen ini yaitu deksametason dan deksklorfeniramin maleat dideteksi pada panjang gelombang yang memberikan serapan yang optimum bagi masing-masing komponen. Untuk mendapatkan hal tersebut perlu dilakukan penentuan panjang gelombang masing-masing dari deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam pelarut campuran metanol air (1:1). Dari hasil pengukuran panjang gelombang maksimum deksametason BPFI dan deksklorfeniramin maleat BPFI diperoleh serapan maksimum untuk deksametason pada panjang gelombang 241 nm dan untuk deksklorfeniramin maleat pada panjang gelombang 261 nm, seperti terlihat pada gambar 1 dan 2. Gambar 1. Kurva serapan deksametason BPFI dengan konsentrasi 12 mcg/ml dalam pelarut campuran metanol air (1:1) secara spektrofotometri ultraviolet.

Gambar 2. Kurva serapan deksklorfeniramin maleat BPFI dengan konsentrasi 16 mcg/ml dalam pelarut campuran metanol air (1:1) secara spektrofoto metri ultraviolet. Setelah dilakukan pengukuran masing-masing komponen, kemudian larutan kedua komponen ini diukur bersamaan dengan cara overlay dan diperoleh panjang gelombang yang memberikan serapan yang optimum bagi kedua komponen tersebut yaitu pada panjang gelombang 254 nm, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3 di bawah ini. Gambar 3. Kurva serapan deksametason BPFI (12 mcg/ml) dan deksklorfenira minamaleat BPFI (16 mcg/ml) dalam pelarut campuran metanol air (1:1) secara spektrofotometri ultraviolet. Dari hasil orientasi pada penentuan kondisi kromatografi yang terbaik untuk deksametason dan deksklorfeniramin maleat diperoleh komposisi fase gerak asetonitril air 1:2, laju alir 2,5 ml/menit dan tekanan 175 kgf/cm 2.

Mekanisme pemisahan deksametason dan deksklorfeniramin maleat dengan menggunakan kromatografi fase balik karena kedua komponen ini berbeda dalam sifat kepolarannya, dimana deksklorfeniramin maleat lebih polar dari pada deksametason sehingga deksklorfeniramin maleat akan terelusi lebih dahulu dibandingkan deksametason. Hasil identifikasi deksametason BPFI diperoleh kromatogram dengan waktu retensi pada menit ke-6 dan untuk deksklorfeniramin maleat BPFI diperoleh 2 kromatogram dengan waktu retensi pada menit ke-1,3 dan pada menit ke-1,7. Hasil pengujian untuk sampel diperoleh waktu retensi yang hampir sama dengan deksametason BPFI dan deksklorfeniramin maleat BPFI. Hal ini berarti bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian ini mengandung deksametason dan deksklorfeniramin maleat. Kromatogram penentuan waktu retensi dapat dilihat pada gambar 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. Gambar 4. Kromatogram deksametason BPFI dengan konsentrasi 50 mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom Shimpack VP-ODS (4,6 mmx 25,0 cm) dengan fase gerak asetonitril air (1:2) dan laju alir 2,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm.

Gambar 5. Kromatogram deksklorfeniramin maleat BPFI dengan konsentrasi 50 mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom Shimpack VP-ODS (4,6 mmx 25,0 cm) dengan fase gerak asetonitril air (1:2) dan laju alir 2,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Gambar 6. Kromatogram tablet Bufacaryl (PT. Bufa Aneka) dengan konsentrasi 50 mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom Shimpack VP-ODS (4,6 mmx 25,0 cm) dengan fase gerak asetonitril air (1:2) dan laju alir 2,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm.

Gambar 7. Kromatogram tablet Pritacort (PT. Molex Ayus) dengan konsentrasi 50 mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom Shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25,0 cm) dengan fase gerak asetonitril air (1:2) dan laju alir 2,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Gambar 8. Kromatogram tablet Proxona (PT. Harsen) dengan konsentrasi 50 mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom Shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25,0 cm) dengan fase gerak asetonitril air (1:2) dan laju alir 2,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm.

Gambar 9. Kromatogram tablet Mexon (PT. Sampharindo) dengan konsentrasi 50 mcg/ml secara KCKT menggunakan kolom Shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25,0 cm) dengan fase gerak asetonitril air (1:2) dan laju alir 2,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Dari empat sampel yang diuji ditemukan adanya dua sampel yaitu sampel tablet Proxona (PT. Harsen) dan tablet Mexon (PT. Sampharindo) yang memiliki 3 kromatogram, dimana 2 kromatogram dengan waktu retensi yang sama dengan waktu retensi deksametason BPFI dan deksklorfeniramin maleat BPFI dan 1 kromatogram dengan waktu retensi yang berbeda. Ini kemungkinan sampel tablet Proxona (PT. Harsen) dan tablet Mexon (PT. Sampharindo) mengandung bahan selain deksametason dan deksklorfeniramin maleat. Penentuan linieritas kurva kalibrasi deksametason BPFI ditentukan berdasarkan luas area pada rentang konsentrasi 30 sampai 70 mcg/ml, diperoleh hubungan yang linier dengan koefisien korelasi, r = 0,9990 dan persamaan regresi Y = 19050,88X 23890,8. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh ini dapat

diterima karena lebih besar dari 0,995 (BPOM, 2003). Hasil penentuan kalibrasi dapat dilihat pada gambar 10. Gambar 10. Kurva kalibrasi deksametason BPFI secara KCKT menggunakan kolom Shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25,0 cm) dengan fase gerak asetonitril air (1:2) dan laju alir 2,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 254 nm. Hasil pengolahan data dari sediaan tablet deksametason yang ada di perdagangan dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Hasil pengolahan data dari sediaan tablet deksametason No Sampel Perlakuan Luas Area Kadar (%) 1 2 3 4 Tablet Bufacaryl (PT. Bufa Aneka) Tablet Pritacort (PT. Molex Ayus) Tablet Proxona (PT. Harsen) Tablet Mexon (PT. Sampharindo) 1 869399 92,68 2 890353 94,90 3 902463 96,09 4 910473 96,90 5 918759 97,74 6 925624 98,42 1 869399 94,22 2 890353 94,79 3 902463 95,42 4 910473 95,87 5 918759 97,07 6 925624 97,83 1 961329 102,25 2 966380 102,75 3 970216 103,12 4 1000693 106,22 5 1006884 106,81 6 1012862 107,37 1 959743 102,08 2 965442 102,65 3 971590 103,26 4 978611 103,99 5 986480 104,79 6 994959 105,64 Berdasarkan data pada tabel di atas yang diolah menggunakan perhitungan statistik diperoleh kadar deksametason dalam sediaan tablet dengan nama dagang seperti pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Hasil penetapan kadar deksametason dalam sediaan tablet dengan nama dagang No Nama sediaan Kadar Deksametason 1 Tablet Bufacaryl (PT. Bufa Aneka) 96,12% ± 3,44 2 Tablet Pritacort (PT. Molex Ayus) 95,87% ± 2,26 3 Tablet Proxona (PT. Harsen) 104,75% ± 3,77 4 Tablet Mexon (PT. Sampharindo) 103,74% ± 2,20 Sediaan tablet deksametason dengan nama dagang yang ditentukan kadarnya berdasarkan luas area keseluruhannya memenuhi persyaratan yang ditetapkan Farmakope Indonesia edisi IV (1995) yaitu mengandung deksametason tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Pada penelitian ini dilakukan uji validasi metode dengan metode standar adisi (spiked sample) terhadap sampel tablet Pritacort (PT. Molex Ayus) yang meliputi uji akurasi dengan parameter % recovery dan uji presisi dengan parameter RSD (Relative Standard Deviasi), LOD (Limite of Detection) dan LOQ (Limite of Quantitation) (WHO, 1992; Indrayanto dan Yuwono, 2003). Uji akurasi dengan parameter % recovery dilakukan dengan membuat 3 konsentrasi analit dengan rentang spesifik 80, 100, 120%, masing-masing dengan 3 replikasi dan setiap rentang spesifik mengandung 70% analit dan 30% baku pembanding.

Data hasil pengujian % recovery deksametason dengan metode adisi (spiked sample) dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Hasil pengujian % recovery deksametason dengan metode adisi (spiked sample) Rentang Spesifik Recovery Luas Area (%) (%) 975821 82,71 80 984668 92,29 987104 95,00 996709 84,33 100 1003017 89,83 1015690 101,00 1027575 92,78 120 1049591 108,89 1023548 89,86 Kadar rata-rata (%) = 92,96 Standard Deviasi (SD) = 2,17 Relative Standard deviasi (%) = 2,36 Dari tabel di atas diperoleh hasil pengujian akurasi dengan kadar rata-rata % recovery 92,96%. Persen recovery ini dapat diterima karena memenuhi syarat akurasi, bahwa rentang rata-rata hasil % recovery ialah 80 110%. Maka dapat disimpulkan bahwa metode ini mempunyai akurasi yang baik (Epshteiin, N.A., 2004). Hasil uji presisi dengan parameter Relative Standard Deviasi (RSD) diperoleh 2,36%, nilai RSD yang diizinkan adalah <5%, maka dapat disimpulkan bahwa metode analisis mempunyai presisi yang baik (Vanderwielen, J.A. and Edward, H.A., 1982). Batas deteksi dan batas kuantitasi yang diperoleh dari penelitian ini berturut-turut adalah 2,35 mcg/ml dan 7,85 mcg/ml.

Dari hasil pengujian akurasi dan presisi yang diperoleh ini dapat disimpulkan bahwa metode analisis dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi memenuhi persyaratan validasi metode sehingga dapat digunakan untuk penetapan kadar deksametason dalam tablet campuran dengan deksklorfeniramin maleat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Hasil uji validasi metode KCKT pada penetapan kadar deksametason dalam tablet campuran dengan deksklorfeniramin maleat memberikan hasil akurasi dan presisi yang baik. Dengan demikian metode ini dapat digunakan untuk penetapan kadar deksametason dalam tablet campuran dengan deksklorfeniramin maleat. Semua sediaan tablet yang dianalisis memenuhi persyaratan kadar yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi IV, yaitu mengandung deksametason tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket. 5.2 Saran Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penetapan kadar deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam tablet campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat atau dalam bentuk sediaan lain yang beredar dipasaran secara KCKT.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2008). Dextamine-dexamethasone-dexchlorpheniramine-maleat. Tanggal akses 26 Desember 2008. http://www.dechacare.com Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2003). Cara Pembuatan Obat yang Baik. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Bandung. Hal 1-21. De Lux Putra, E. (2007). Dasar-dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Fakultas Farmasi USU-Medan. Hal. 40-123. Ditjen POM. (1998). Laporan Penelitian dan Pengambangan Metode Analisis. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Hal. 28. Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Hal. 288-289, 293. Epshteiin, N.A. (2004). Validation of HPLC Thchniques for Pharmaceutical Analysis. Pharmaceutical chemistry Journal. Vol. 38 (4). Gritter, R.J, Bobbit, J.M, dan Schwarting, A.E. (1985). Introduction of Chromatography. Penerjemah: K. Padmawinata. Pengantar Kromatografi. Edisi III. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 186-239. Indrayanto, G., dan Yuwono, M. (2003). In: Cazes, J. Ed. Encyclopedia of Chromatograpy (Marcel Dekker). Supplement. Johnson, E.L., and Stevenson, R. (1991). Basic Liquid Chromatography. Penerjemah Kosasih Padmawinata. Dasar Kromatografi Cair. Penerbit ITB Bandung. Hal. 1-40. Moffat, A.C., dkk. (2004). Clarke s Analysis of Drugs and Poisons. Third Edition. Volume 1. London: The Pharmaceutical Press. Hal. 887-888. Munson, J. W. (1991). Pharmaceutical Analysis Modern Methods. Part B. Penterjemah Harjana. Analisis Farmasi Metode Modern. Parwa B., Airlangga University Press Surabaya. Hal. 14 96 Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Penerbit Pustaka Pelajar. Hal. 323-349, 378-415 Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Edisi pertama. Cetakan pertama. Yogyakarta. Penerbit Liberty. Hal. 46. Snyder, L. R., and Kirkland, J.J. (1979). Introduction to Modern Liquid Chromatography. 2 nd edition, By Jhon Wiley and Son. London. Page. 554

Sudjana, (1992). Metoda Statistika. Edisi kelima. Penerbit Tarsito Bandung. Hal. 168. Suherman, K.S. (2007). Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid, Analog- Sintetik dan antagonisnya. Dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 487-491. Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi V. Cetakan ke-2. PT. Gramedia. Jakarta. Hal : 685,770. Udin, S dan Hedi, R.D. (2007). histamine dan Antialergi. Dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 254-255. USP Pharmacopeia, (2007). The National Formulary. 30 th Edition. The United States Pharmacopeial Convention. Hal. 1886-1887, 1895. Vanderwielen, A.J., dan Edward, A.H. (1982). Guidelines for Assay Validation. Pharmaceutical Technology. Hal. 68-69. WHO. (1992). Validation of Analytical Procedures Used in the Examination of Pharmaceutical Materials. WHO Technical Report Series. No. 823. Hal. 117.

Lampiran 1. Gambar alat KCKT dan syringe 100 µl Alat KCKT syringe 100 µl

Lampiran 2. Gambar alat ultrasonic cleaner dan penyaring Alat Ultrasonic Cleaner Penyaring

Lampiran 3. Kromatogram larutan Deksametason BPFI pada pembuatan kurva kalibrasi a = konsentrasi 30 mcg/ml b = konsentrasi 40 mcg/ml

Lampiran 3. (lanjutan) c = konsentrasi 50 mcg/ml d = konsentrasi 60 mcg/ml

Lampiran 3. (lanjutan) e = konsentrasi 70 mcg/ml a, b, c, d dan e merupakan kromatogram larutan baku pembanding Deksametason pada pembuatan kurva kalibrasi secara KCKT menggunakan kolom Shimpack VP-ODS (25,0 cm x 4.6 mm), fase gerak campuran asetonitril dan air (1:2), volume penyuntikan 20 µl, laju aliran 2,5 ml/menit pada panjang gelombang 254 nm.

Lampiran 4. Perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi Deksametason BPFIyang diperoleh secara KCKT pada panjang gelombang 254 nm. Tabel 4. Data hasil penyuntikan larutan Deksametason BPFI berdasarkan luas area No. Konsentrasi (mcg/ml) Luas Area 1 30 545122 2 40 754651 3 50 911853 4 60 1113297 5 70 1318343 Konsentrasi (X) Vs Luas Area (Y) untuk Deksametason Konsentrasi Luas Area No. (mcg/ml) XY X 2 Y 2 X Y 1 30 545122 16353660 900 2.9716E+11 2 40 754651 30186040 1600 5.6950E+11 3 50 911853 45592650 2500 8.3148E+11 4 60 1113297 66797820 3600 12.3943E+11 5 70 1318343 92284010 4900 17.3803E+11 250 4643266 251214180 13500 46.7560E+11 Rata2 50 928653.2 50242836 2700 9.3512E+11 Y = ax + b ( XY ) ( X )( Y ) a = 2 2 ( X ) ( X ) / n = / n (251214180) - (250) (4643266)/5 (13500) - (250)2/5 = 251214180-232163300 13500-12500 19050880 = 1000 =19050,88

b = Y a X = (928653,2) (19050,88) (50) = 928653,2 952544 = - 23890,8 Sehingga diperoleh persamaan regresi Y = 19050,88 X 23890,8 Untuk mencari hubungan kadar (X) dengan luas area (Y) digunakan pengujian koefesien korelasi (r). r = n( XY ) ( X )( Y ) 2 2 2 2 [ n( X ) ( X ) ][ n( Y ) ( Y ) ] = 5( 251214180) ( 250)( 4643266) 2 2 [ 5( 13500) ( 250) ][ 5( 46,756E + 11) ( 4643266) ] 1256070900 1160816500 67500 = [ ( ) ( 62500) ][ ( 2,3378 E + 13) ( 2,1559 E + 13) ] = = = 95254400 ( 5000)( 1,819E + 12) 95254400 9,095E + 15 95254400 95367709,42 = 0,9990

Lampiran 5. Perhitungan Metode Standar Adisi Berat rata-rata 1 tablet Bufacaryl yang mengandung 0,5 mg deksametason dan 2 mg deksklorfeniraminmaleat = 102,525 mg. Rentang spesifik : 80 %, 100 %, 120 % dan setiap rentang mengandung 70 % analit dan 30 % baku pembanding. Rentang 80% : 80 Deksametason = x 0,5 mg = 0,4 mg 100 Analit 70% : 70 = x 0,4 mg = 0,28 mg 100 Serbuk sampel yang ditimbang : = 0,28 x 102,525 mg = 57,4140 mg 0,5 Dari serbuk di atas ditimbang setara 1,25 mg = 1,25 x 57,4140 mg = 256,3125 mg 0,28 Baku Pembanding 30 % : 30 = x 0,4 mg = 0,12 mg 100 Rentang 100% : 100 Deksametason = x 0,5 mg = 0,5 mg 100 Analit 70% : 70 = x 0,5 mg = 0,35 mg 100

Lampiran 5. (lanjutan) Serbuk sampel yang ditimbang : = 0,35 x 102,525 mg = 71,7675 mg 0,5 Dari serbuk di atas ditimbang setara 1,25 mg = 1,25 x 71,7675 mg = 256,3125 mg 0,35 Baku Pembanding 30 % : 30 = x 0,5 mg = 0,15 mg 100 Rentang 120% : 120 Deksametason = x 0,5 mg = 0,6 mg 100 Analit 70% : 70 = x 0,6 mg = 0,42 mg 100 Serbuk sampel yang ditimbang : = 0,42 x 102,525 mg = 86,1210 mg 0,5 Dari serbuk di atas ditimbang setara 1,25 mg = 1,25 x 86,1210 mg = 256,3125 mg 0,42 Baku Pembanding 30 % : 30 = x 0,6 mg = 0,18 mg 100

Lampiran 6. Kromatogram Hasil Recovery dari sampel tablet Pritacort (PT. Molex Ayus) a b

Lampiran 6. (lanjutan) c a, b, dan c merupakan kromatogram hasil recovery pada rentang spesifik 80% dari larutan sampel tablet Pritacort (PT. Molex Ayus), yang dianalisa secara KCKT menggunakan kolom Shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25 cm), fase gerak campuran asetonitril dan air (1:2), volume penyuntikan 20 μl, laju aliran (flow rate) 2,5 ml/menit pada λ 254 nm.

Lampiran 6. (lanjutan) d e

Lampiran 6. (lanjutan) f d, e, dan f merupakan kromatogram hasil recovery pada rentang spesifik 100% dari larutan sampel tablet Pritacort (PT. Molex Ayus), yang dianalisa secara KCKT menggunakan kolom Shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25 cm), fase gerak campuran asetonitril dan air (1:2), volume penyuntikan 20 μl, laju aliran (flow rate) 2,5 ml/menit pada λ 254 nm.

Lampiran 6. (lanjutan) g h

Lampiran 6. (lanjutan) i g, h, dan i merupakan kromatogram hasil recovery pada rentang spesifik 120% dari larutan sampel tablet Pritacort (PT. Molex Ayus), yang dianalisa secara KCKT menggunakan kolom Shimpack VP-ODS (4,6 mm x 25 cm), fase gerak campuran asetonitril dan air (1:2), volume penyuntikan 20 μl, laju aliran (flow rate) 2,5 ml/menit pada λ 254 nm.

Lampiran 7. Data Hasil % Recovery Deksametason pada tablet Pritacort (PT. Molex Ayus) dengan Metode Standar Adisi No Rentang Spesifik (%) Luas Area Konsentrasi (mcg/ml) Analit yang ditambahkan (mcg/ml) Recovery (%) 1 80 975821 52,48 4,8 82,71 2 80 984668 52,94 4,8 92,29 3 80 987104 53,07 4,8 95,00 4 100 996709 53,57 6 84,33 5 100 1003017 53,90 6 89,83 6 100 1015690 54,57 6 101,00 7 120 1027575 55,19 7,2 92,78 8 120 1049591 56,35 7,2 108,89 9 120 1023548 54,98 7,2 89,86 Kadar Rata Rata = 92,96 Standar Deviasi = 2,17 Relative Standard Deviasi = 2,36

Lampiran 8. Contoh Perhitungan % Recovery dengan Metode Penambahan Baku (Standard Addition Method) % Recovery = A - B Analit yang ditambahkan x 100% Keterangan : A = konsentrasi sampel setelah penambahan analit B = konsentrasi sampel sebelum penambahan analit % Recovery = 53,07 48,51 x 100% 4,8 = 95%

Lampiran 9. Analisa data statistik % Recovery pada tablet Pritacort (PT. Molex Ayus) dengan Metode Standar Adisi No % Recovery (X) (X- X ) (X- X ) 2 1 82,71-10,25 105,0625 2 92,29-0,67 0,4489 3 95,00 2,04 4,1616 4 84,33-8,63 74,4769 5 89,83-3,13 9,7969 6 101,00 8,04 64,6416 7 92,78-0,18 0,0324 8 108,89 15,93 253,7649 9 89,86-3,10 9,6100 X= 836,69 X X = 521,9957 X = 92,96 ( ) 2 SD = ( X X ) n 1 2 = 521,9957 9 1 = 8,0777 Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = 5 diperoleh nilai t tabel = 3,355. Data diterima jika t hitung t tabel. t hitung = X X SD / n t hitung data 1 = -3,8067 t hitung data 2 = -0,2488 t hitung data 3 = 0,7576 t hitung data 4 = -3,2050 t hitung data 5 = -1,1624 t hitung data 6 = 2,9859 t hitung data 7 = -0.0668 t hitung data 8 = 5,9162 t hitung data 9 = -1,1513 t hitung data ke-1 dan ke-8 > t tabel, maka data ditolak.

Lampiran 9. (lanjutan) Untuk itu dihitung kembali dengan cara yang sama tanpa mengikutsertakan data ke-1dan ke-8 No % Recovery (X) (X- X ) (X- X ) 2 1 92,29 0,13 0,0169 2 95,00 2,84 8,1656 3 84,33-7,83 61,3089 4 89,83-2,33 5,4289 5 101,00 8,84 78,1456 6 92,78 0,62 0,3844 7 89,86-2,30 5,2900 X= 645,09 X X = 158,6403 X =92,16 ( ) 2 SD = ( X X ) n 1 2 = 158,6403 7 1 = 5,1419 Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = 5 diperoleh nilai t tabel = 3,707. Data diterima jika t hitung t tabel. t hitung = X X SD / n t hitung data 1 = 0,0668 t hitung data 2 = 1,4612 t hitung data 3 = -4,0288 t hitung data 4 = -1,1988 t hitung data 5 = 4,5484 t hitung data 6 = 0,3190 t hitung data 7 = -1,1834 t hitung data ke-3 dan ke-5 > t tabel, maka data ditolak.

Lampiran 9. (lanjutan) Untuk itu dihitung kembali dengan cara yang sama tanpa mengikutsertakan data ke-3 dan ke-5 No % Recovery (X) (X- X ) (X- X ) 2 1 92,29 0,0338 0,1142 2 95,00 3,0480 9,2903 3 89,83-2,1220 4,5028 4 92,78 0,8280 0,6856 5 89,86-2,0920 4,3765 X= 459,76 X X = 18,9694 X =91,952 ( ) 2 SD = ( X X ) n 1 2 = 18,9694 5 1 = 2,1777 Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = 5 diperoleh nilai t tabel = 4,60. Data diterima jika t hitung t tabel. t hitung = X X SD / n t hitung data 1 = 0,3470 t hitung data 2 = 3,1296 t hitung data 3 = -2,1788 t hitung data 4 = 0,8501 t hitung data 5 = 2,1480 t hitung data ke-1 sampai data ke-5 < t tabel, maka semua data diterima. SD 2,1777 RSD = x 100% = x 100% = 2,3683 % X 91, 952

Lampiran 10. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) Persamaan Regresi : Y = ax + b Y = 19050,88X 23890,8 No Konsentrasi X Luas Area Y Yi Y - Yi (Y Yi) 2 1 30 545122 547635,6-2513,6 6318184,96 2 40 754651 738144,4 16506,6 272467843,60 3 50 911853 928653,2-16800,2 282246720,00 4 60 1113297 1119162-5865 34398225,00 5 70 1318343 1309670,8 8672,2 75207052,84 n = 5 ( Y Yi) 2 = 670638026,40 Simpangan Baku (SB) = ( y yi) n 2 2 = 670638026,40 5 2 = 14951,45507 Batas Deteksi (LOD) = Batas Kuantitasi (LOQ) = 3SB Slope 3 14951,45507 019050,88 = 2,35 mcg/ml 10SB = Slope = 10 14951,45507 19050,88 = 7,85 mcg/ml

Lampiran 11. Kromatogram dari larutan tablet Bufacaryl (PT. Bufa Aneka) a b

Lampiran 11. (lanjutan) c d

Lampiran 11. (lanjutan) e f a, b, c, d, e dan f merupakan kromatogram penyuntikan 6 kali dari larutan tablet Bufacaryl (PT. Bufa Aneka) pada konsentrasi 50 mcg/ml, yang dianalisa secara KCKT menggunakan kolom VP-ODS (4,6 mm x 25 cm), fase gerak campuran asetonitril dan air (1:2), volume penyuntikan 20 μl, laju aliran (flow rate) 2,5 ml/menit pada λ 254 nm.

Lampiran 12. Analisa data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari penyuntikan larutan tablet Bufacaryl (PT. Bufa Aneka) KADAR(%) AREA NO (X- X ) (X- X ) 2 X Y 1 92,68 869399-3,44 11,8300 2 94,90 890353-1,22 1,4875 3 96,09 902463-0,03 0,0010 4 96,90 910473 0,78 0,6016 5 97,74 918759 1,61 2,6036 6 98,42 925624 2,30 5,2947 X= 576,73 ( X X ) 2 = 21,8183 X = 96,12 SD = ( X X ) n 1 2 = 21,8183 6 1 = 2,0889 Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = 5 diperoleh nilai t tabel = 4,0321. Data diterima jika t hitung t tabel. t hitung = X X SD / n t hitung data 1 = -4,0331 t hitung data 2 = -1,4301 t hitung data 3 = -0,0365 t hitung data 4 = 0,9095 t hitung data 5 = 1,8921 t hitung data 6 = 2,6982 (semua data diterima) Kadar Deksametason (μ) = X ± (t α/2, dk x SD / n ) = 96,12 ± (4,0321x 0,8528) = 96,12 ± 3,44

Lampiran 13. Kromatogram dari larutan tablet Pritacort (PT.Molex Ayus) a b

Lampiran 13. (lanjutan) c d

Lampiran 13. (lanjutan) e f a, b, c, d, e dan f merupakan kromatogram penyuntikan 6 kali dari larutan tablet Pritacort (PT.Molex Ayus) pada konsentrasi 50 mcg/ml, yang dianalisa secara KCKT menggunakan kolom VP-ODS (4,6 mm x 25 cm), fase gerak campuran asetonitril dan air (1:2), volume penyuntikan 20 μl, laju aliran (flow rate) 2,5 ml/menit pada λ 254 nm.

Lampiran 14. Analisa data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari penyuntikan larutan tablet Pritacort (PT.Molex Ayus) KADAR(%) AREA NO (X- X ) (X- X ) 2 X Y 1 94,22 869399-1,65 2,7152 2 94,79 890353-1,08 1,1679 3 95,42 902463-0,45 0,1993 4 95,87 910473 0,01 0,0000 5 97,07 918759 1,20 1,4506 6 97,83 925624 1,97 3,8613 X= 575,21 ( X X ) 2 = 9,3942 X = 95,87 SD = ( X X ) n 1 2 = 9,3942 6 1 = 1,3707 Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = 5 diperoleh nilai t tabel = 4,0321. Data diterima jika t hitung t tabel. t hitung = X X SD / n t hitung data 1 = -2,9446 t hitung data 2 = -1,9312 t hitung data 3 = 0,7978 t hitung data 4 = 0,0098 t hitung data 5 = 2,1523 t hitung data 6 = 3,5115 (semua data diterima) Kadar Deksametason (μ) = X ± (t α/2, dk x SD / n ) = 95,87 ± (4,0321x 0,5596) = 95,87 ± 2,26

Lampiran 15. Kromatogram dari larutan tablet Proxona (PT.Harsen) a b

Lampiran 15. (lanjutan) c d

Lampiran 15. (lanjutan) e f a, b, c, d, e dan f merupakan kromatogram penyuntikan 6 kali dari larutan tablet Proxona (PT.Harsen) pada konsentrasi 50 mcg/ml, yang dianalisa secara KCKT menggunakan kolom VP-ODS (4,6 mm x 25 cm), fase gerak campuran asetonitril dan air (1:2), volume penyuntikan 20 μl, laju aliran (flow rate) 2,5 ml/menit pada λ 254 nm.

Lampiran 16. Analisa data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari penyuntikan larutan tablet Proxona (PT. Harsen) KADAR(%) AREA NO (X- X ) (X- X ) 2 X Y 1 102,25 961329-2,51 6,2789 2 102,75 966380-2,01 4,0261 3 103,12 970216-1,63 2,6699 4 106,22 1000693 1,47 2,1562 5 106,81 1006884 2,06 4,2396 6 107,37 1012862 2,62 6,8583 X = 628,51 ( X X ) 2 = 26,2291 X = 104,75 SD = ( X X ) n 1 2 = 26,2291 6 1 = 2,2904 Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = 5 diperoleh nilai t tabel = 4,0321. Data diterima jika t hitung t tabel. t hitung = X X SD / n t hitung data 1 = -2,6799 t hitung data 2 = -2,1459 t hitung data 3 = -1,7475 t hitung data 4 = 1,5704 t hitung data 5 = 2,2021 t hitung data 6 = 2,8008 (semua data diterima) Kadar Deksametason (μ) = X ± (t α/2, dk x SD / n ) = 104,75 ± (4,0321x 0,9350) = 104,75 ± 3,77

Lampiran 17. Kromatogram dari larutan tablet Mexon (PT.Sampharindo) a b

Lampiran 17. (lanjutan) c d

Lampiran 17. (lanjutan) e f a, b, c, d, e dan f merupakan kromatogram penyuntikan 6 kali dari larutan tablet Mexon (PT.Sampharindo) pada konsentrasi 50 mcg/ml, yang dianalisa secara KCKT menggunakan kolom VP-ODS (4,6 mm x 25 cm), fase gerak campuran asetonitril dan air (1:2), volume penyuntikan 20 μl, laju aliran (flow rate) 2,5 ml/menit pada λ 254 nm.

Lampiran 18. Analisa data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari penyuntikan larutan tablet Mexon (PT. Sampharindo) KADAR(%) AREA NO (X- X ) (X- X ) 2 X Y 1 102,08 959743-1,65 2,7343 2 102,65 965442-1,09 1,1817 3 103,26 971590-0,47 0,2241 4 103,99 978611 0,25 0,0644 5 104,79 986480 1,05 1,1092 6 105,64 994959 1,91 3,6370 X= 622,41 ( X X ) 2 = 8,9508 X =103,74 SD = ( X X ) n 1 2 = 8,9508 6 1 = 1,3380 Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = 5 diperoleh nilai t tabel = 4,0321. Data diterima jika t hitung t tabel. t hitung = X X SD / n t hitung data 1 = 3,0273 t hitung data 2 = 1,9902 t hitung data 3 = 0,8667 t hitung data 4 = 0,4647 t hitung data 5 = 1,9281 t hitung data 6 = 3,4914 (semua data diterima) Kadar Deksametason (μ) = X ± (t α/2, dk x SD / n ) = 103,74 ± (4,0321x 0,5462) = 103,74± 2,20

Lampiran 19. Perhitungan Penimbangan sampel Berat 20 tablet Kandungan deksametason di etiket Labu ukur = 3,3146 g = 0,5 mg = 25 ml Dibuat larutan uji dengan konsentrasi deksametason 50 mcg/ml. Ditimbang serbuk setara dengan deksametason 1,25 mg. Berat penimbangan sampel = 1,25mg 20x0,5mg x 3,3146 g = 0,4143 g Sampel yang sudah ditimbang (0,4143 g) dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dilarutkan ke dalam pelarut sampai garis tanda Kadar larutan uji = 1,25 25ml x 1000 mcg = 50 mcg/ml

Lampiran 20. Hasil Analisa Kadar Deksametason dalam Sampel 1. Hasil Analisa Kadar Deksametason dalam tablet Bufacaryl (PT. Bufa Aneka) Berat Berat Konsentrasi Konsentrasi Kadar Penimbangan Setara Luas Area Teoritis Perolehan (%) (gram) (mg) (mcg/ml) (mcg/ml) 0,4142 1,2496 869399 49,9840 46,8890 92,68 0,4140 1,2490 890353 49,9600 47,9890 94,90 0,4143 1,2499 902463 49,9960 48,625 96,09 0,4144 1,2502 910473 50,0080 49,045 96,90 0,4145 1,2505 918759 50,0200 49,481 97,74 0,4146 1,2508 925624 50,0320 49,841 98,42 Rata-rata konsentrasi perolehan = 48,64 2. Hasil Analisa Kadar Deksametason dalam tablet Pritacort (PT. Molex Ayus) Berat Berat Konsentrasi Konsentrasi Kadar Penimbangan Setara Luas Area Teoritis Perolehan (%) (gram) (mg) (mcg/ml) (mcg/ml) 0,2560 1,2485 883422 49,9400 47,6250 94,22 0,2561 1,2489 889175 49,9560 47,9270 94,79 0,2562 1,2494 895655 49,9760 48,2670 95,42 0,2563 1,2499 900367 49,9960 48,5150 95,87 0,2565 1,2509 912660 50,0360 49,1610 97,07 0,2566 1,2514 920391 50,0560 49,5660 97,83 Rata-rata konsentrasi perolehan = 48,51

Lampiran 20. (lanjutan) 3. Hasil Analisa Kadar Deksametason dalam tablet Proxona (PT. Harsen) Berat Berat Konsentrasi Konsentrasi Kadar Penimbangan Setara Luas Area Teoritis Perolehan (%) (gram) (mg) (mcg/ml) (mcg/ml) 0,3824 1,2493 961329 49,9720 51,7150 102,25 0,3825 1,2496 966380 49,9840 51,9800 102,75 0,3826 1,2499 970216 49,9960 52,1810 103,12 0,3828 1,2506 1000693 50,0240 53,7810 106,22 0,3830 1,2512 1006884 50,0480 54,1060 106,81 0,3830 1,2519 1012862 50,0760 54,4200 107,37 Rata-rata konsentrasi perolehan = 53,03 4. Hasil Analisa Kadar Deksametason dalam tablet Mexon (PT. Sampharindo) Berat Berat Konsentrasi Konsentrasi Kadar Penimbangan Setara Luas Area Teoritis Perolehan (%) (gram) (mg) (mcg/ml) (mcg/ml) 0,4631 1,2493 959743 49,9720 51,6320 102,08 0,4632 1,2496 965442 49,9840 51,9310 102,65 0,4633 1,2499 971590 49,9960 52,2540 103,26 0,4633 1,2499 978611 49,9960 52,6220 103,99 0,4634 1,2501 986480 50,0040 53,0350 104,79 0,4635 1,2504 994959 50,0160 53,4800 105,64 Rata-rata konsentrasi perolehan = 104,99

Lampiran 21. Contoh perhitungan untuk mencari kadar Deksametason Perhitungan kadar sampel Y = 19050,88 X 23890,80 Luas puncak = 925624 X = 925624 + 23890,80 19050,88 X = 49,841 Kadar = 49,841 50,032 x 98,80 % = 98,42 %

Lampiran 22. Daftar spesifikasi sampel 1. Bufacaryl No. Batch : 7N46 Produsen : PT. Bufa Aneka No. Pendaftaran : DKL0600914709A1 Tgl. Kadaluwarsa : 06 2011 2. Pritacort No. Batch : NG010 Produsen : PT. Molex Ayus No. Pendaftaran : DKL9730904510A1 Tgl. Kadaluwarsa : 08 2010 3. Proxona No. Batch : 30512007 Produsen : PT. Harsen No. Pendaftaran : DKL9707911910A1 Tgl. Kadaluwarsa : 12 2010 4. Mexon No. Batch : GG1161 Produsen : PT. Sampharindo No. Pendaftaran : DKL0323406010A1 Tgl. Kadaluwarsa : 07 2011

Lampiran 23. Sertifikat pengujian Deksametason BPFI