Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

Bab IV. Analisa Fasies Pengendapan. 4.1 Data Sampel Intibor

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen

Daftar Isi Bab I Pendahuluan Bab II Geologi Regional Bab III Dasar Teori

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C

BAB III Perolehan dan Analisis Data

IV-15. Bab IV Analisis Asosiasi Fasies

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR

6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV UNIT RESERVOIR

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

S U KE 06. Gambar 3.8 Sketsa Penampang Lintasan E

BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT

BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

Raden Ario Wicaksono/

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

STUDI FASIES PENGENDAPAN FORMASI BAYAH DAN FORMASI BATUASIH DAERAH PASIR BENDE, PADALARANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB IV PEMODELAN RESERVOAR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

dalam Zonasi Bolli & Saunders (1985), berdasarkan kandungan plangton tersebut maka kisaran umur satuan batuan ini adalah N21 atau Pliosen Atas.

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 9 II.1. Tektonik... 9 II.2. Struktur Geologi II.3. Stratigrafi II.4. Sistem Perminyakan...

Arus Traksi dan Arus Turbidit

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

GEOLOGI DAN STUDI SEDIMENTASI DAERAH DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK, JAWATIMUR

BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR

BAB V SEKUEN STRATIGRAFI

Bab II Geologi Regional

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISA SEDIMENTASI

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini diperlukan uraian mengenai objek dan alat alat yang

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

Bab III Geologi Daerah Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB II KAJIAN PUSTAKA

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

Sejarah Dan Lokasi Lapangan IBNU-SINA

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB 1. PENDAHULUAN...

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

LAMPIRAN A1 KOLOM PENAMPANG PENGUKURAN STRATIGRAFI

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. BAB I - Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Catatan Kuliah Lapangan Sedimentologi. Parapat Samosir Pusuk Buhit April 2011

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR PENGEMBANGAN DI LAPANGAN RR

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Tugas Akhir Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

sebagai endapan delta mouth bar pada sistem delta. 4.3.3 Lintasan C Delta Front Pada bagian bawah dari kolom stratigrafi lintasan ini, didapatkan litologi batupasir dan batulempung dengan suksesi vertikal mengkasar dan menebal ke atas (Foto 4.9 a dan b). Pada bagian bawah berupa perselingan tipis antara batupasir dan batulempung, semakin ke atas kandungan batulempung semakin berkurang dan batupasir semakin menebal dan mengkasar. Ukuran butir berkisar antara pasir halus sampai pasir kasar, dengan struktur sedimen yang sering muncul adalah ripple, lenticular, wavy, flaser dan crossbedding. a.) Laminasi dari batulempung tufaan b.) Sisipan batulempung pada batupasir Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung terjadi peningkatan kekuatan arus pada saat pengendapan. Diinterpretasikan bahwa hal ini sebagai endapan delta mouth bar pada sistem delta. Delta Plain Pada bagian ini diendapkan litologi batupasir, konglomerat dan batulempung dengan suksesi vertikal menghalus dan menipis ke atas. Kontak dengan lapisan di bawahnya bersifat erosional (scouring) dengan ukuran butir berkisar dari pasir kasar hingga kerikil, pada bagian atasnya dijumpai struktur sedimen planar crossbedding. Dijumpai juga struktur sedimen crossbedding dengan foreset berupa litik (batuan beku andesitik) dengan ukuran kerikil. Pada bagian atas berupa perselingan tipis tipis batupasir batulempung, struktur sedimen ripple dan paralel laminasi (Foto 4.10). 46

a.) Konglomerat dengan kontak erosional pada bagan bawahnya dan berubah menjadi batupasir pada bagian atasnya b.) Batupasir di atas konglomerat c.) Struktur sedimen crossbedding pada batupasir kasar d.) Struktur sedimen crossbedding pada batupasir sedang Foto 4.10 Singkapan Batuan yang menunjukan endapan Delta Plain Kontak erosional dengan lapisan dibawahnya mengindikasikan adanya perubahan tiba tiba dari arus lemah ke arus kuat. Suksesi menghalus dan menipis ke atas dan perubahan struktur sedimen dari crossbedding, ripple menjadi paralel laminasi mengindikasikan berkurangnya kekuatan arus pada saat pengendapan. Bagian bawah pada fasies ini diinterpretasikan sebagai base channel, sedangkan bagian atasnya diinterpretasikan sebagai flood plain. Adanya bioturbasi mengindikasikan adanya pengaruh pasang surut air laut pada endapan ini. Endapan ini ditafsirkan sebagai endapan distributary channel pada delta plain. Pada bagian ini juga diendapkan litologi batupasir dan batulempung dengan suksesi vertikal mengkasar dan menebal ke atas. Ukuran butir berkisar antara lempung sampai pasir halus, dengan struktur sedimen yang sering muncul adalah ripple, lenticular, wavy dan flaser. Pada singkapan juga dapat diamati gejala tubuh batupasir yang melensa pada tubuh batulempung (Foto 4.11). 47

Foto 4.11 Singkapan tubuh batupasir yang melensa dalam tubuh batulempung, ditafsirkasn sebagai endapan crevasse splay terjadi peningkatan kekuatan arus pada saat pengendapan, endapan ini ditafsirkan sebagai endapan crevasse splay. Gejala tubuh batupasir yang melensa pada tubuh batulempung mengindikasikan bahwa arus yang bekerja sifatnya sementara. Pada saat kondisi normal, yang bekerja adalah arus tenang sehingga diendapkan fraksi halus, kemudian pada saat volume air melimpah terjadi pengendapan fraksi kasar. Saat kondisi kembali normal fraksi halus diendapkan kembali. Delta Front Kemudian diendapkan litologi batupasir dan batulempung dengan suksesi vertikal mengkasar dan menebal ke atas. Pada bagian bawah berupa perselingan tipis antara batupasir dan batulempung, semakin ke atas kandungan batulempung semakin berkurang dan batupasir semakin menebal dan mengkasar. Ukuran butir berkisar antara pasir halus sampai pasir kasar, dengan struktur sedimen yang sering muncul adalah ripple, lenticular, wavy, flaser dan crossbedding. Pada litologi batupasir di bagian atasnya dijumpai kandungan moluska yang memiliki habitat di marine (air asin). Foto 4.12 Perselingan batupasir dan batulempung yang menebal dan mengkasar ke atas, ditafsirkan sebagai endapan delta mouth bar 48

terjadi peningkatan kekuatan arus pada saat pengendapan. Diinterpretasikan bahwa hal ini sebagai endapan delta mouth bar pada sistem delta (Foto 4.12). Delta Plain Pada bagian ini diendapkan litologi batupasir, konglomerat dan batulempung dengan suksesi vertikal menghalus dan menipis ke atas. Kontak dengan lapisan di bawahnya bersifat erosional (scouring) dengan ukuran butir berkisar dari pasir kasar hingga kerikil, pada bagian atasnya dijumpai struktur sedimen planar crossbedding. Pada beberapa fasies sering dijumpai crossbedding dengan foreset berupa litik (batuan beku andesitik) dengan ukuran kerikil (Foto 4.13). Pada bagian atas berupa perselingan tipis tipis batupasir batulempung, struktur sedimen ripple, paralel laminasi dan kadang kadang dijumpai bioturbasi. a.) Konglomerat yang ditafsirkan sebagai base channel b.) Struktur sedimen crossbedding yang dibentuk oleh foreset litik pada konglomerat Foto 4.13 Singkapan Batuan yang menunjukan endapan Delta Plain Kontak erosional dengan lapisan dibawahnya mengindikasikan adanya perubahan tiba tiba dari arus lemah ke arus kuat. Suksesi menghalus dan menipis ke atas dan perubahan struktur sedimen dari crossbedding, ripple menjadi paralel laminasi mengindikasikan berkurangnya kekuatan arus pada saat pengendapan. Bagian bawah pada fasies ini diinterpretasikan sebagai base channel, sedangkan bagian atasnya diinterpretasikan sebagai flood plain. Delta Front Pada bagian ini didapatkan litologi batupasir dan batulempung dengan suksesi vertikal mengkasar dan menebal ke atas. Pada bagian bawah berupa perselingan tipis antara 49

batupasir dan batulempung, semakin ke atas kandungan batulempung semakin berkurang dan batupasir semakin menebal dan mengkasar. Ukuran butir berkisar antara pasir halus sampai pasir kasar, dengan struktur sedimen yang sering muncul adalah ripple, lenticular, wavy, flaser dan crossbedding. Pada litologi batupasir di bagian atasnya dijumpai kandungan moluska yang memiliki habitat marine (air asin). Foto 4.14 Perselingan batupasir dan batulempung yang menebal dan mengkasar ke atas, ditafsirkan sebagai endapan delta mouth bar terjadi peningkatan kekuatan arus pada saat pengendapan. Diinterpretasikan bahwa hal ini sebagai endapan delta mouth bar pada sistem delta (Foto 4.14). 4.3.4 Lintasan D Delta Front Pada bagian bawah dari kolom stratigrafi lintasan ini, didapatkan litologi batupasir dan batulempung dengan suksesi vertikal mengkasar dan menebal ke atas. Pada bagian bawah berupa perselingan tipis antara batupasir dan batulempung, semakin ke atas kandungan batulempung semakin berkurang dan batupasir semakin menebal dan mengkasar. Ukuran butir berkisar antara pasir halus sampai pasir kasar, dengan struktur sedimen yang sering muncul adalah ripple, lenticular, wavy, flaser dan crossbedding. Pada litologi batupasir di bagian atasnya dijumpai kandungan moluska yang memiliki habitat di marine (air asin). terjadi peningkatan kekuatan arus pada saat pengendapan. Diinterpretasikan bahwa hal ini sebagai endapan delta mouth bar pada sistem delta (Foto 4.15). 50

a.) Perselingan batupasir dan batulempung yang menebal dan mengkasar ke atas, ditafsirkan sebagai endapan delta mouth bar b.) Perselingan batupasir dan batulempung yang menebal dan mengkasar ke atas, ditafsirkan sebagai endapan delta mouth bar c.) Struktur sedimen low angle planar crossbedding d.) Struktur sedimen flaser pada batupasir e.) Suksesi menebal dan mengkasar ke atas pada batupasir, ditafsirkan sebagai endapan delta mouth bar f.) Singkapan batupasir halus sedang Foto 4.15 Singkapan Batuan yang menunjukan endapan Delta Front Delta Plain Pada bagian ini diendapkan litologi batupasir, konglomerat dan batulempung dengan suksesi vertikal menghalus dan menipis ke atas. Kontak dengan lapisan di bawahnya bersifat erosional (scouring) dengan ukuran butir berkisar dari pasir kasar hingga kerikil, pada bagian 51

atasnya dijumpai struktur sedimen planar crossbedding. Dijumpai juga struktur sedimen crossbedding dengan foreset berupa litik (batuan beku andesitik) dengan ukuran kerikil. Pada bagian atas berupa perselingan tipis tipis batupasir batulempung, struktur sedimen ripple dan paralel laminasi (Foto 4.16). a.) Konglomerat yang mengerosi batulempung tufaan dibawahnya b.) Konglomerat dengan struktur crossbedding c.) Struktur sedimen low angle crossbedding pada batupasir sisipan konglomerat d.) Batupasir sisipan konglomerat dengan struktur cross bedding e.) Paralel laminasi batupasir dan laminasi batulempung tufaan f.) Struktur sedimen planar crossbedding pada batupasir Foto 4.16 Singkapan Batuan yang menunjukan endapan Delta Plain 52

Kontak erosional dengan lapisan dibawahnya mengindikasikan adanya perubahan tiba tiba dari arus lemah ke arus kuat. Suksesi menghalus dan menipis ke atas dan perubahan struktur sedimen dari crossbedding, ripple menjadi paralel laminasi mengindikasikan berkurangnya kekuatan arus pada saat pengendapan. Bagian bawah pada fasies ini diinterpretasikan sebagai base channel, sedangkan bagian atasnya diinterpretasikan sebagai flood plain. Adanya bioturbasi mengindikasikan adanya pengaruh pasang surut air laut pada endapan ini. Endapan ini ditafsirkan sebagai endapan distributary channel pada delta plain. Pada bagian ini juga diendapkan litologi batupasir dan batulempung dengan suksesi vertikal mengkasar dan menebal ke atas. Ukuran butir berkisar antara lempung sampai pasir halus, dengan struktur sedimen yang sering muncul adalah ripple, lenticular, wavy dan flaser. Pada singkapan juga dapat diamati gejala tubuh batupasir yang melensa pada tubuh batulempung. terjadi peningkatan kekuatan arus pada saat pengendapan, endapan ini ditafsirkan sebagai endapan crevasse splay. Gejala tubuh batupasir yang melensa pada tubuh batulempung mengindikasikan bahwa arus yang bekerja sifatnya sementara. Pada saat kondisi normal, yang bekerja adalah arus tenang sehingga diendapkan fraksi halus, kemudian pada saat volume air melimpah terjadi pengendapan fraksi kasar. Saat kondisi kembali normal fraksi halus diendapkan kembali. 4.4 Diskusi Berdasarkan kolom stratigrafi yang telah dibuat dan pengenalan terhadap fasies pembentuknya, maka dapat dibuat suatu korelasi antar kolom stratigrafi. Korelasi dilakukan dengan menghubungkan posisi stratigrafi yang sama berdasarkan metode strike line. Dengan metoda ini diharapkan penyebaran suatu singkapan dengan posisi stratigrafi yang sama dapat diketahui. Metode ini dipilih karena data lain untuk melakukan korelasi stratigrafi tidak ada. Sebagai metode tambahan, berdasarkan analisis fasies, batas antara distributary channel dan delta mouthbar pada bagian atasnya diinterpretasikan sebagai flooding surface (fs) berdasarkan konsep sekuen stratigrafi. Berdasarkan kedua metode tersebut, posisi strike line dan fs ternyata letaknya berhimpit. Korelasi tersebut menghasilkan suatu penampang geologi yang arahnya tegak lurus dengan arah sedimentasi (strike line). Dari hasil korelasi tersebut (lihat Lampiran D 5), perkembangan sedimentasi pada interval studi berawal dari pembentukan delta mouthbar dan distributary channel pada Lintasan C serta pembentukan sand bar pada Lintasan D, sedangkan pada lintasan lain interval tersebut tidak tersingkap. Pada Lintasan D dalam interval tersebut tidak ditemukan 53

endapan distributary channel, hal ini menandakan bahwa Lintasan D pada interval tersebut tidak dipengaruhi oleh fluvial. Kemudian terjadi transgresi sehingga terbentuk delta mouthbar dan distributary channel pada semua lintasan. Distributary channel pada Lintasan A dan C lebih berkembang daripada Lintasan B dan D, ditafsirkan bahwa Lintasan A dan C memiliki distributary channel yang lebih aktif dibandingkan pada Lintasan B dan D. Transgresi masih berlanjut, sehingga terbentuk delta mouthbar pada Lintasan A, B dan C sedangkan pada Lintasan D interval tersebut tidak tersingkap. Pada interval selanjutnya, singkapan hanya ditemukan pada Lintasan A berupa endapan distributary channel. Sedangkan pada interval lain tidak tersingkap. Berdasarkan interpretasi perkembangan sedimentasi tersebut, diperkirakan posisi Lintasan A, B dan C berada pada bagian tengah dari lobe delta, sedangkan Lintasan D berada pada bagian tepi dari lobe delta. Pada interval studi tersebut terjadi sekurang kurangnya 3 (tiga) kali siklus delta. 54