Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen
|
|
- Vera Tedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen ANALISA STRATIGRAFI SEKUEN Korelasi adalah langkah yang sangat penting dalam suatu pekerjaan geologi bawah permukaan sebab semua visualisasi baik dalam bentuk penampang maupun peta didasarkan hasil dari korelasi yang telah dilakukan. Secara sederhana korelasi adalah menghubungkan lapisan yang sama, baik itu kesamaan litologi (Lithostratigrafi), kesamaan kandungan fosil (Biostratigrafi), kesamaan waktu (Chronostratigrafi), dsb. Teknik korelasi lapisan yang paling terbaru dan akurat ialah dengan menggunakan metoda sekuen startigrafi, asumsi dasar yang digunakan dalam metoda ini ialah bentuk arsitektur sedimen pengisi cekungan yang dipengaruhi oleh dua penyebab utama, yaitu perubahan muka air laut global dan tektonik. Perubahan muka laut global terjadi secara bersamaan di semua daerah sehingga akan mengendapkan suatu lapisan yang memiliki penyebaran yang luas sehingga endapan seperti itu sangat baik untuk digunakan sebagai marker dalam korelasi, namun perlu diingat pula adanya pengaruh tektonik yang ada sehingga kenaikan muka air laut ang ada bisa saja hanya bersifat lokal akibat dari keadaan tektonik di daerah tersebut, interaksi kedua parameter ini menghasilkan perubahan muka air laut relatif, dan secara umum perubahan muka laut relatif inilah yang dianggap merupakan faktor pengontrol terhadap arsitektur sedimen pengisi cekungan yang ada. Metoda sekuen stratigarafi dikembangkan dari pendahulunya seismik stratigrafi yang awalnya dikembangkan di daerah passive margin, maka model sekuen ini sangat baik untuk digunakan pada endapan transisi seperti endapan delta. Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
2 5.1 Komponen Stratigrafi Sekuen Dalam analisa sikuen stratigrafi, terlebih dahulu perlu dilakukan penentuan komponen sikuen stratigrafi. Komponen sikuen stratigrafi utama yang digunakan dalam melakukan korelasi log dari 12 sumur di lapangan IBNU ialah: maximum flooding surface (MFS), transgressive surface (TS), dan sequence boundaries (SB) Maximum Flooding Surface (MFS) Maximum flooding surface adalah bidang permukaan yang menandakan akhir dari trangresi garis pantai maksimum (Galloway, 1989). Dalam analisa parasikuen set, maximum flooding surface memisahkan parasikuen set retrogradasi di bagian bawah dengan parasikuen set progradasi di bagian atas. Gambar dibawah (Gbr 5.1) memperlihatkan maximum flooding surface (garis biru tua) yang menandakan perubahan pola penumpukan parasikuen dari retrogradasi menjadi progradasi. Gbr Contoh Maximum Flooding Surface (Garis Biru Tua) Yang Menandakan Perubahan Pola Parasikuen Dari Retrogradasi Menjadi Progradasi Sedangkan pada sampel intibor (Gbr 5.2), maximum flooding surface teridentifikasi dari adanya perubahan endapan distributary mouthbar menjadi endapan distal mouthbar (warna coklat) hingga menjadi endapan prodelta seperti batugamping bioklastik atau betulempung menyerpih (warna hijau tua). Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
3 Gbr Contoh Maximum Flooding Surface (Garis Biru Tua) Pada Sampel Intibor Yang Menandakan Perubahan Assosiasi Fasies Menuju Ke Endapan Prodelta Sequence Boundaries (SB) Sequence boundaries adalah bidang ketidakselarasan yang memisahkan endapan yang berumur lebih muda dengan endapan yang berumur lebih tua, dimana terdapat indikasi adanya ekspos sedimen ke permukaan (Van Wagoner, 1995, op.cit Catuneanu, 2002). Gambar dibawah (Gbr 5.3) ialah sequence boundaries (garis merah putus-putus) pada dasar suatu endapan channel yang menandakan adanya ketidakselarasan. Gbr Contoh Sequence Boundaries (Garis Merah Putus-Putus) Pada Dasar Suatu Endapan Channel Yang Menandakan Adanya Ketidakselarasan Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
4 Sedangkan pada sampel intibor (Gbr 5.4), sequences boundaries teridentifikasi dari adanya perubahan tiba-tiba antara endapan distal mouthbar (warna coklat) menjadi endapan distributary channel (warna kuning), dan adanya batas erosional yang terdapat pada bagian bawah endapan channel mengindikasikan adanya suatu selang waktu pengendapan. Gbr Contoh Sequence Boundaries (Garis Merah Putus-Putus) Pada Sampel Intibor Yang Menandakan Perubahan Mendadak Antara Endapan Distal Mouthbar Menjadi Distributary Channel Transgressive Surface (TS) Gbr 5.5. Contoh Transgressive Surface (Garis Coklat Tegas) Yang Menandakan Perubahan Pola Parasikuen Dari Progradasi Menjadi Retrogradasi Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
5 Transgressive surface adalah bidang permukaan yang menandakan flooding surface yang pertama kali terbentuk ketika terjadi kenaikan muka air laut relatif (Catuneanu, 2002). Transgressive surface juga menandakan awal dimulainya fase pengendapan retrogradasi dari suatu sikuen. Pada Gbr 5.5 menunjukkan transgressive surface (garis coklat tegas) yang menandakan perubahan pola penumpukan parasikuen dari progradasi menjadi retrogradasi. Sedangkan pada data intibor batas tegas yang pasti dari suatu transgressive surface tidak dapat dipastikan, hanya ditafsirkan berdasarkan adanya perubahan endapan distributary channel atau endapan distributary mouthbar menjadi endapan distal mouthbar atau endapan prodelta Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
6 5.2 Unit Sekuen Analisa sekuen stratigrafi detail dilakukan pada interval intibor (kedalaman 2000 m 2400 m) dengan menggunakan 12 data log dari 12 sumur di lapangan IBNU, Dari hasil analisa sekuen stratigrafi pada interval intibor yang ada maka didapatkan adanya tiga transgressive surface (TS), transgressive surface ini teridentifikasi dari pola log dibawahnya yang menunjukkan adanya suatu pola menebal dan mengkasar ke atas dan banyak diisi oleh endapan channel hingga mencapai batas sekuen (sequences boundaries) endapan seperti ini terendapkan pada saat kondisi LST (low system tract), sedangkan endapan diatasnya yang memperlihatkan pola log yang relatif retrogradasi dan menunjukan adanya suatu pola menipis dan menghalus ke atas diinterpretasikan sebagai endapan TST (transgressive system tract). Endapan HST (high system tract) teridentifikasi dari pola log yang menebal dan mengkasar keatas yang memperlihatkan suatu proses progradasi delta. Sehingga dari hasil analisa sekuen pada interval intibor ini setidaknya terdapat tiga endapan TST, tiga endapan LST dan tiga endapan HST (lihat Gbr 5.6). Dari hasil deskripsi intibor diketahui bahwa endapan HST umumnya terdiri dari endapan distal mouthbar yang sejalan dengan penurunan muka laut yang ada kemudian berubah menjadi endapan distributary mouthbar hingga mendekati batas sekuen (sequences boundaries), sedangkan pada endapan LST kita jumpai adanya endapan distributary channel yang cukup tebal. Sedangkan pada endapan TST terjadi proses sebaliknya, dari endapan distributary channel menuju kearah endapan distal mouthbar atau endapan prodelta yang menjadi penciri dari endapan maximum flooding atau endapan yang terbentuk pada saat kenaikan muka air laut relatif maksimum. Kemudian dilakukan korelasi reservoir pada interval ini, untuk mengetahui karakteristik dan pola penyebaran reservoir yang ada pada tiap siklus system tract (Gbr. 5.7) Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
7 Gbr 5.6. Hasil Analisa Sekuen Stratigrafi Pada 12 Sumur Di Lapangan IBNU Dengan Interval Kedalaman m Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
8 Gbr 5.7. Hasil Korelasi Reservoir Pada 12 Sumur Di Lapangan IBNU Dengan Interval Kedalaman m Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
9 5.3 Analisa Unit Sekuen Analisa sekuen stratigrafi detail dilakukan menggunakan 12 data log dari 12 sumur di lapangan IBNU pada interval intibor dengan kedalaman 2000 m 2300 m atau berada pada interval unit reservoir FWS atas setara dengan MF-3 s/d MF-4, dasar flatening pada korelasi menggunakan MF-3 (Nomenklatur Total) dimana orde stratigrafi yang digunakan berada pada orde ke-4 (korelasi sekuen regional lapangan Total), endapan pada orde ini memilki kisaran tebal lapisan sekitar beberapa ratus meter. Kemudian kita bagi lagi menjadi beberapa MFS, SB dan TS berdasarkan pola respon log yang ada serta hasil analisa intibor sebelumnya (Tabel 5.1) sehingga kita dapat melakukan korelasi pada semua sumur di lapangan IBNU (korelasi sekuen lokal lapangan IBNU), yang kemungkinan berada pada orde ke-5 atau ke-6 dengan kisaran tebal lapisan ialah m sehingga ditafsirkan terdapat 3 endapan TST, 3 endapan HST dan 3 endapan LST (2 diantaranya berupa incised valley). Tabel 5.1 Perbandingan Korelasi Sekuen Regional Dan Korelasi Sekuen Lokal Yang Digunakan Dalam Penelitian Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
10 5.4 Peta Fasies (Net Sand) Peta nettsand yang ada dibuat dengan tujuan agar dapat melihat pola distribusi penyebaran reservoir yang ada, oleh sebab itu maka interval yang dilakukan pemetaan sand-nya ialah interval yang mengandung banyak reservoir target. Dari hasil deskripsi dan analisa data intibor terlihat bahwa endapan distributary channel yang cukup tebal ditemukan pada intibor ibnu-3 dengan tebal endapan yang ada ialah 10.5 m pada kedalaman m 2148 m dan tebal 9 m pada kedalaman m m dan pada intibor ibnu-4 yang memilki ketebalan 8 m pada kedalaman 2244 m 2252 m dan tebal 4 m pada kedalaman 2256 m 2260 m. Endapan distributary channel tersebut terletak pada interval parasekuen 1-8 (Gbr 5.8) dan interval parasekuen A-E (Gbr 5.9). Tiap lapisan yang berada pada parasekuen yang sama diasumsikan terbentuk pada waktu yang relatif sama sehingga reservoir yang berada pada satu parasekuen yang sama diasumsikan terbentuk pada waktu yang bersamaan dari satu sumber suplai sedimen yang sama. Sehingga dari tiap parasekuen tersebut kita dapat membuat sebuah peta net sand yang menggambarkan pola penyebaran distribusi reservoir pada tiap proses sedimentasi yang ada. Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
11 Gbr 5.8. Analisa Net sand Untuk Interval Parasekuen 1-8 Gbr 5.9. Analisa Net sand Untuk Interval Parasekuen A-E Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
12 Analisa Peta Net sand Interval Parasekuen 1-8 Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen Gbr Peta Fasies Untuk Interval Parasekuen 1-8 Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
13 Pada interval ini dari lapisan yang paling tua menuju ke lapisan yang paling muda (parasekuen 8 hingga 1) umumnya berada pada kondisi HST (Gbr 5.10) dengan sebuah incised valley pada parasekuen 5. Pada parasekuen 8 kita tidak menemukan adanya endapan sand diatas 2 m. sedang pada parasekuen 7 kita mulai mendapatkan pola bentukan channel yang tidak teralu tebal dan bentukan distributary mouthbar, hal ini mengindikasikan adanya perubahan lingkungan pengendapan yang dapat terjadi akibat adanya peristiwa penurunan muka laut relatif atau akibat dari adanya peningkatan suplai sedimen ke daerah ini. Adanya pola bentukan distributary mouthbar disekeliling channel yang ada kemungkinan disebabkan karena channel channel di depan mouthbar tersebut mengalami proses abandon sehingga kita tidak menjumpai adanya endapan channel yang lain Kemudian pada parasekuen 6 dan 5 kita jumpai sejumlah endapan channel yang cukup tebal yang menunjukan bahwa kemungkinan lingkungan pengendapan yang ada berada di daerah delta plain, hal ini menunjukan terjadinya proses progradasi delta hingga mencapai lapangan IBNU. Karena posisi channel yang ada relatif sama antara parasekuen 5 dan 6 maka diduga tidak ada proses lobe switching atau abandon channel yang terjadi antara parasekuen 6 hingga parasekuen 5. Kemudian dari parasekuen 4 hingga ke parasekuen 1 terlihat bahwa endapan sedimen yang ada umumnya didominasi oleh endapan sedimen klastik halus yang minim dengan endapan batupasir, hal ini dapat disebabkan oleh dua kemungkinan. Yang pertama, ialah terjadinya proses kenaikan muka air laut kembali di daerah ini sehingga ruang akomodasi yang ada mulai meningkat lagi dan suplai sedimen yang ada relatif sedikit yang menyebabkan cenderung terjadinya proses pengedapan dalam sistem suspensi yang berenergi rendah sehingga tidak ditemukan adanya endapan batupasir yang cukup berarti yang terdapat pada interval ini. Yang kedua, dapat pula disebabkan oleh adanya proses lobe switching yang Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
14 mengakibatkan jalur distributary channel yang ada berubah dan menyebabkan channel-channel yang ada sebelumnya di daeerah ini menjadi terabaikan (mengalami proses abandon) mengakibatkan miskinnya suplai sedimen klastik kasar yang masuk ke daerah sekitarnya Analisa Peta Net Sand Interval Parasekuen A - E Gbr Peta Fasies Untuk Interval Parasekuen A-E Pada interval ini dari lapisan yang paling tua menuju ke lapisan yang paling muda (parasekuen E hingga A) umumnya berada pada kondisi LST (Gbr 5.11). Pada awal interval ini, yaitu pada parasekuen E terlihat bahwa endapan yang ada masih didomisasi oleh sisa endapan HST sebelumnya Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
15 yang sangat miskin dengan endapan klastik, namun pada beberapa sumur ditemukan adanya endapan sand dengan ketebalan kurang dari 2 m mulai mengindikasikan awal endapan LST. dengan masih dominannya endapan klastik halus disekitarnya mengindikasikan bahwa kemungkinan lingkungan pengendapan yang ada sekarang telah berada di sekitar daerah lower delta plain. Selanjutnya pada segmen parasekuen D didapatkan sebuah endapan channel yang cukup tebal pada sumur Nu-3 mengindikasikan bahwa lingkungan pengendapannya secara umum kemungkinan mulai berada pada daerah upper delta plain. Pada parasekuen C hanya ditemukan adanya dua pola bentukan channel dengan ketebalan yang tidak relatif tebal, kemungkinan disebabkan akibat terjadinya kenaikan muka laut relatif secara lokal di daerah ini yang bersifat sementara (sebab pada endapan diatasnya kita temukan lagi adanya banyak pola bentukan channel yang cukup tebal), sehingga pada saat terjadi proses pengendapan pada parasekuen ini maka endapan yang dominan terendapkan ialah endapan sedimen klastik halus. Terakhir pada parasekuen B dan A didapatkan kembali pola bentukan channel yang cukup tebal hal ini mengindikasikan terjadinya perubahan lingkungan pengendapan secara drastic sehingga diinterpretasikan bahwa pada parasekuen B terdapat suatu sequences boundaries, adanya perbedaan posisi distribuatry channel pada parasekuen B dan A yang ada menunjukan terjadinya proses abandon channel atau perubahan arah fluvial channel utama yang merupakan pembawa utama suplai sedimen dari daerah source ke daerah delta yang mungkin disebabkan oleh proses lobe switching, hal seperti itu umum terjadi di daerah delta plain. Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
16 5.5 Analisa Peta Fasies (Net Sand) Kesimpulan yang dapat ditarik ialah bahwa proses progradasi delta hingga kelapangan IBNU memang pernah terjadi, terbukti dari analisa log dengan adanya pola-pola log progradasi yang menunjukan adanya endapan LST dan HST. Sedangkan dari hasil analisa intibor terbukti dengan adanya endapan-endapan channel yang menunjukan trend menebal dan mengkasar keatas. Proses progradasi delta ini disebabkan karena adanya proses penurunan muka laut relatif sehingga mengakibatkan accomodation space yang tersedia pada cekungan yang ada menjadi menjadi berkurang, akibatnya ialah ketika suplai sedimen yang masuk kedalam cekungan relatif meningkat atau konstan maka perlahan-lahan accomodation space yang ada akan terisi dan menyebabkan terjadinya peristiwa progradasi delta di daerah ini. Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
BAB V SEKUEN STRATIGRAFI
BAB V SEKUEN STRATIGRAFI Sekuen adalah urutan lapisan yang relatif selaras dan berhubungan secara genetik dibatasi oleh ketidakselarasan dan keselarasan yang setara dengannya (Mitchum dkk., 1977 op.cit.
Lebih terperinciHALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI S K R I P S I... I HALAMAN PENGESAHAN... II KATA PENGANTAR...... III HALAMAN PERSEMBAHAN... V SARI......... VI DAFTAR ISI... VII DAFTAR GAMBAR.... IX BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.........
Lebih terperinciSejarah Dan Lokasi Lapangan IBNU-SINA
Bab III. Geologi Daerah Penelitian BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Sejarah Dan Lokasi Lapangan IBNU-SINA Lapangan SINA ditemukan pada tahun 1986 dan IBNU ditemukan pada tahun 1992. Letak lapangan
Lebih terperinciBAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR
BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR V.1 Analisis Sekuen dari Korelasi Sumur Analisis stratigrafi sekuen pada penelitian ini dilakukan dengan analisis data sumur yang dilanjutkan
Lebih terperinci6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel
BAB VI KARAKTERISTIK RESERVOIR Bab VI. Karakteristik Reservoir 6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel Dari hasil analisa LEMIGAS (lihat Tabel 6.1 dan 6.2) diketahui bahwa porositas yang ada
Lebih terperinciBAB II. KAJIAN PUSTAKA
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN IJIN PENGGUNAAN DATA... iv KATA PENGANTAR.... v SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...
Lebih terperinciBab IV. Analisa Fasies Pengendapan. 4.1 Data Sampel Intibor
BAB IV ANALISA FASIES PENGENDAPAN 4.1 Data Sampel Intibor Data utama yang digunakan dalam penfasiran lingkungan pengendapan dan analisa fasies ialah data intibor (Foto 4.1), data intibor merupakan data
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berjalannya waktu jumlah cadangan migas yang ada tentu akan semakin berkurang, oleh sebab itu metoda eksplorasi yang efisien dan efektif perlu dilakukan guna
Lebih terperinciFoto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung
sebagai endapan delta mouth bar pada sistem delta. 4.3.3 Lintasan C Delta Front Pada bagian bawah dari kolom stratigrafi lintasan ini, didapatkan litologi batupasir dan batulempung dengan suksesi vertikal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Kutai merupakan cekungan Tersier terbesar dan terdalam di Indonesia bagian barat, dengan luas area 60.000 km 2 dan ketebalan penampang mencapai 14 km. Cekungan
Lebih terperinciANALISA STRATIGRAFI SEKUEN DAN STUDI KARAKTERISTIK RESERVOIR PADA LAPANGAN IBNU, CEKUNGAN KUTAI, KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR.
ANALISA STRATIGRAFI SEKUEN DAN STUDI KARAKTERISTIK RESERVOIR PADA LAPANGAN IBNU, CEKUNGAN KUTAI, KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah.
Lebih terperinci2.2.2 Log Sumur Batuan Inti (Core) Log Dipmeter Log Formation Micro Imager (FMI)
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMAKASIH...iv ABSTRAK...vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xvi DAFTAR LAMPIRAN...
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS SEDIMENTASI
BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis urutan vertikal ini dilakukan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xvi BAB I PENDAHULUAN...
DAFTAR ISI SARI......... i ABSTRACT...... ii KATA PENGANTAR.... iii DAFTAR ISI.... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xvi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2 Ruang Lingkup
Lebih terperinciPROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011
SIKUEN STRATIGRAFI DAN ESTIMASI CADANGAN GAS LAPISAN PS-11 BERDASARKAN DATA WIRELINE LOG, SEISMIK DAN CUTTING, FORMASI EKUIVALEN TALANG AKAR LAPANGAN SETA CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA SKRIPSI Oleh: SATYA
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN
BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN IV.1. Metode Analisis Pada penelitian kali ini data yang digunakan berupa data batuan inti Sumur RST-1887, Sumur RST-3686, dan Sumur RST-3697. Sumur
Lebih terperinciBab III Analisis Stratigrafi Sikuen
Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen Reservoir batupasir Duri B2 merupakan bagian dari Formasi Duri dalam Kelompok Sihapas yang diperkirakan diendapkan pada Miosen Awal. Di bagian utara lapangan RantauBais,
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Permasalahan 1.3 Masalah Penelitian
Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek dari penelitian ini berupa studi stratigrafi sekuen dalam formasi Pulau Balang di lapangan Wailawi, Cekungan Kutai Bagian Selatan Kalimantan Timur.
Lebih terperinciIII.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk
III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk menafsirkan perkembangan cekungan. Perlu diingat bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah OCO terdapat pada Sub-Cekungan Jatibarang yang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Indonesia. Formasi
Lebih terperinciBAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR
BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR Pemodelan reservoir berguna untuk memberikan informasi geologi dalam kaitannya dengan data-data produksi. Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri
Lebih terperinciBAB III TEORI DASAR. III.1. Biostratigrafi
BAB III TEORI DASAR III.1. Biostratigrafi Biostratigrafi merupakan cabang dari ilmu stratigrafi yang berkaitan dengan studi paleontologi pada batuan sedimen. Berbagai macam fosil dapat ditemukan dalam
Lebih terperinci(a) Maximum Absolute Amplitude (b) Dominant Frequency
Peta isokron pada gambar IV.14 di atas, menunjukan bagaimana kondisi geologi bawah permukaan ketika sistem trak rift-climax tahap awal dan tangah diendapkan. Pada peta tersebut dapat dilihat arah pengendapan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini diperlukan uraian mengenai objek dan alat alat yang
BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini diperlukan uraian mengenai objek dan alat alat yang digunakan, serta tahap tahap penelitian yang meliputi: tahap persiapan, tahap penelitian dan pengolahan
Lebih terperinciBAB IV UNIT RESERVOIR
BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... vi. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...
viii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xviii SARI...
Lebih terperinciGambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki
Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Fasies Pengendapan Reservoir Z Berdasarkan komposisi dan susunan litofasies, maka unit reservoir Z merupakan fasies tidal
Lebih terperinciGambar 3.21 Peta Lintasan Penampang
Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang Korelasi tahap awal dilakukan pada setiap sumur di daerah penelitian yang meliputi interval Formasi Daram-Waripi Bawah. Korelasi pada tahap ini sangat penting untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lapangan Ibrahim merupakan salah satu lapangan minyak dari PT. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut mulai diproduksi pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah penelitian termasuk dalam wilayah Cekungan Sumatra Selatan, lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra Selatan termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok Sanga-sanga, Cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Cekungan Kutai merupakan cekungan penghasil
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1 Stratigrafi dan Fasies Lapangan Bekasap Secara garis besar karakter fasies pengendapan di Formasi Bekasap, Bangko dan Menggala memperlihatkan lingkungan shallow water of
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan gas Tangguh merupakan salah satu lapangan penghasil gas yang berada di Teluk Bintuni, bagian barat Provinsi Papua. Lapangan Tangguh ditemukan pada tahun 1990-an
Lebih terperinciBAB IV RESERVOIR KUJUNG I
BAB IV RESERVOIR KUJUNG I Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri dan potensi reservoir, meliputi interpretasi lingkungan pengendapan dan perhitungan serta pemodelan tiga dimensi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metode Pembuktian Metode penalaran logika yang digunakan adalah metode deduksi yaitu penentuan batas sekuen, maximum flooding surface (MFS), system-tract, paket parasekuen,
Lebih terperinciAplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian
Bab IV Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral dalam interpretasi paleogeografi di daerah penelitian dilakukan setelah
Lebih terperinciBAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada
BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy Indonesia yang secara umum terletak di wilayah South Mahakam, sebelah tenggara dan selatan dari Kota
Lebih terperinciBab III Pengolahan dan Analisis Data
Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM
BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi
Lebih terperinci3.1. Penentuan Batas Atas dan Bawah Formasi Parigi
Selain dari data-data di atas, data lain yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini adalah review biostratigrafi sumur Asri-2 (PT. Core Laboratories), review laporan evaluasi batuan induk (PT. Robertson
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Pertamina BPPKA (1996), Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah Cekungan
Lebih terperinciBAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal)
BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI 4.1 Tektonostratigrafi 4.1.1 Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal) Berdasarkan penampang seismik yang sudah didatarkan pada horizon
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN... ii SURAT PERNYATAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v SARI...vi ABSTRAK...vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usia produksi hidrokarbon dari lapangan-lapangannya. Untuk itulah, sebagai tinjauan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Asri yang berada di lepas pantai Sumatera Tenggara, telah berproduksi dari 30 tahun hingga saat ini menjadi area penelitian yang menarik untuk dipelajari
Lebih terperinciTabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.
Dari hasil perhitungan strain terdapat sedikit perbedaan antara penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp dan penampang yang hanya dipengaruhi oleh sesar normal listrik. Tabel IV.2 memperlihatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lapangan Minas merupakan lapangan yang cukup tua dan merupakan salah satu lapangan minyak yang paling banyak memberikan kontribusi dalam sejarah produksi minyak di
Lebih terperinciBAB IV PEMODELAN RESERVOAR
BAB IV PEMODELAN RESERVOAR Daerah penelitian, Lapangan Yapin, merupakan lapangan yang sudah dikembangkan. Salah satu masalah yang harus dipecahkan dalam pengembangan lapangan adalah mendefinisikan geometri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA...
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geomorfologi Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga dengan Cekungan Tarakan yang merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon
Lebih terperinciDaftar Isi Bab I Pendahuluan Bab II Geologi Regional Bab III Dasar Teori
Daftar Isi Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Halaman Pernyataan... iii Kata Pengantar... iv Sari... v Abstract... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar... ix Daftar Tabel... xi Daftar Lampiran...
Lebih terperinciInterpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram
BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,
Lebih terperinciBAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR
BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR Pada interval Formasi Talangakar Bawah didapat 2 interval reservoir yaitu reservoir 1 dan reservoir 2 yang ditunjukan oleh adanya separasi antara log neutron dan densitas.
Lebih terperinciBAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR
BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR III.1. Analisis Biostratigrafi Pada penelitian ini, analisis biostratigrafi dilakukan oleh PT Geoservices berdasarkan data yang diambil dari sumur PL-01
Lebih terperinciANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG
ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG ABSTRAK Anis Kurniasih, ST., MT. 1, Ikhwannur Adha, ST. 2 1 Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang,
Lebih terperinciBAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS
BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Lapangan Nagabonar merupakan bagian dari grup Nagabonar (NB Group) yang terdiri dari Lapangan Nagabonar (NB), Lapangan Mama dan Lapangan Nagabonar Extension (NBE).
Lebih terperinciIV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman
IV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman Berdasarkan hasil penentuan batas sekuen termasuk di tiga sumur yang memiliki data check-shot (Bayan A1, Mengatal-1 dan Selipi-1)
Lebih terperinciBAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR
BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR 4.1 Pendahuluan Kajian terhadap siklus sedimentasi pada Satuan Batupasir dilakukan dengan analisis urutan secara vertikal terhadap singkapan yang mewakili
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur
Lebih terperinciBAB III KARAKTERISASI RESERVOIR
BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR Karakterisasi reservoir merupakan suatu proses untuk mengetahui sifat suatu batuan. Untuk mendapatkan karakteristik suatu reservoir secara lebih baik maka diperlukan beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan ekonomis di Indonesia dan telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh
Lebih terperinciGambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Subjek dan Lokasi Penelitian Subjek penelitian ini adalah analisis variogram horizontal pada pemodelan distribusi karakterisasi reservoir. Sedangkan objek penelitian meliputi lapisan
Lebih terperinciBAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis
Lebih terperinciBab III Pengolahan Data
S U U S Gambar 3.15. Contoh interpretasi patahan dan horizon batas atas dan bawah Interval Main pada penampang berarah timurlaut-barat daya. Warna hijau muda merupakan batas atas dan warna ungu tua merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di utara lepas pantai Sumatra Tenggara, Indonesia bagian barat. Kegiatan eksplorasi pada Cekungan
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi
BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Dalam menentukan lingkungan pengendapan batubara di Pit J daerah Pinang dilakukan dengan menganalisis komposisi maseral batubara. Sampel batubara
Lebih terperinciBab III Studi Stratigrafi Sekuen
Bab III Studi Stratigrafi Sekuen 3.1 Prinsip Dasar Konsep Stratigrafi Sekuen Beberapa konsep pengertian dasar yang berkaitan dalam analisa stratigrafi sekuen pada daerah yang dipelajari adalah sebagai
Lebih terperinciIII. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI
III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI III.1 Penentuan Siklus Sedimentasi Regional Dari peta geologi permukaan, diketahui bahwa umur batuan yang tersingkap di permukaan dari daratan Kamboja adalah Paleozoikum,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN
BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN IV.1 Litofasies Suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen terlihat padanya karateristik fisik, kimia, biologi tertentu. Analisis rekaman tersebut digunakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Supriatna et al., 1995 menyebutkan formasi formasi berumur
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Supriatna et al., 1995 menyebutkan formasi formasi berumur Neogen yang menyusun cekungan
Lebih terperinciKecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur
Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan penghasil minyak bumi yang pontensial di Indonesia. Cekungan ini telah dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia selama
Lebih terperinciBAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN
BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Kerangka Tektonik Sub-cekungan Jatibarang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara. Konfigurasi batuan dasar saat ini di daerah penelitian, yang menunjukkan
Lebih terperinciBAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN
BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak pada bagian utara-tengah dari Sulawesi Selatan merupakan salah satu subcekungan yang memiliki
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach
BAB V PEMBAHASAN Pada praktikum Sedimentologi dan Stratigrafi kali ini, acaranya mengenai peta litofasies. Peta litofasies disini berfungsi untuk mengetahui kondisi geologi suatu daerah berdasarkan data
Lebih terperinciANALISIS FASIES LAPISAN BATUPASIR G-4, I-20 DAN I-15 BERDASARKAN DATA WIRELINE LOG DAN DATA SEISMIK PADA LAPANGAN DK, CEKUNGAN KUTEI, KALIMANTAN TIMUR
MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 214 ANALISIS FASIES LAPISAN BATUPASIR G-4, I-2 DAN I-15 BERDASARKAN DATA WIRELINE LOG DAN DATA SEISMIK PADA LAPANGAN DK, CEKUNGAN KUTEI, KALIMANTAN TIMUR oleh : Dwi Kurnianto *)
Lebih terperinciBAB III TEORI DASAR. 3.1 Gelombang Seismik. Suatu gelombang yang datang pada bidang batas dua media yang sifat
BAB III TEORI DASAR 3.1 Gelombang Seismik Suatu gelombang yang datang pada bidang batas dua media yang sifat fisiknya berbeda akan dibiaskan, jika sudut datang lebih kecil atau sama dengan sudut kritisnya
Lebih terperinciBAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA
BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pendahuluan Analisis tektonostratigrafi dan pola sedimentasi interval Formasi Talang Akar dan Baturaja dilakukan dengan mengintegrasikan data geologi dan data geofisika
Lebih terperinciBAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR
BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR 3.1 Metodologi Penelitian Analisis geometri dan kualitas reservoir dilakukan untuk memberikan informasi geologi yang realistis dari suatu reservoir. Informasi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada kajian pustaka dibahas tentang geologi regional dan konsep serta pemahaman mengenai stratigrafi sekuen dan aspek reservoir. Geologi regional meliputi struktur dan stratigrafi
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut
Lebih terperinci4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas
BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis perkembangan urutan vertikal lapisan batuan berdasarkan data singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili.
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan
Bab I Pendahuluan I.1 Maksud dan Tujuan Pemboran pertama kali di lapangan RantauBais di lakukan pada tahun 1940, akan tetapi tidak ditemukan potensi hidrokarbon pada sumur RantauBais#1 ini. Pada perkembangan
Lebih terperinciSTUDI SEKUEN STRATIGRAFI FORMASI PARIGI LAPANGAN C CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
STUDI SEKUEN STRATIGRAFI FORMASI PARIGI LAPANGAN C CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT Agus Mulyana Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Berdasarkan interpretasi
Lebih terperinciBab II Geologi Regional
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C
BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C 4.1. Analisis Litofasies dan Fasies Sedimentasi 4.1.1. Analisis Litofasies berdasarkan Data Batuan inti Litofasies adalah suatu tubuh batuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BAB I - Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan Terbang ditemukan pertama kali di tahun 1971 dan mulai berproduksi di tahun 1976. Sebagian besar produksi lapangan ini menghasilkan minyak jenis
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian geologi dilakukan untuk mengenal dan memahami kondisi geologi suatu daerah. Penelitian tersebut dapat meliputi penelitian pada permukaan dan bawah permukaan.
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian
BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1
Lebih terperinciGambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)
STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi
Lebih terperinciBAB 3 STRATIGRAFI SEKUEN
BAB 3 STRATIGRAFI SEKUEN Korelasi merupakan suatu metoda untuk menghubungkan interval stratigrafi berdasarkan kesamaan tertentu. Kesamaan tersebut antara lain : waktu (kronostratigrafi), lithologi (lithostratigrafi),
Lebih terperinciKARAKTERISASI RESERVOIR DAN PERHITUNGAN VOLUMETRIK CADANGAN HIDROKARBON PADA RESERVOIR A, LAPANGAN DALMATIAN, CEKUNGAN NATUNA BARAT
KARAKTERISASI RESERVOIR DAN PERHITUNGAN VOLUMETRIK CADANGAN HIDROKARBON PADA RESERVOIR A, LAPANGAN DALMATIAN, CEKUNGAN NATUNA BARAT SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata
Lebih terperinciPENENTUAN SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR PENGEMBANGAN DI LAPANGAN RR
PENENTUAN SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR PENGEMBANGAN DI LAPANGAN RR Mogam Nola Chaniago Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Abstrak Lapangan RR terletak di bagian timur laut
Lebih terperinciI.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Formasi Latih tersusun dari perselang-selingan antara batupasir kuarsa, batulempung, batulanau dan batubara dibagian atas, dan bersisipan dengan serpih pasiran dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penting dan bernilai sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai 60.000 km 2 dan
Lebih terperinci