BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II. SDH (Synchronous Digital Hierarchy)

ANALISIS JARINGAN TRANSPORT BACKBONE LINK MEDAN SUBULUSALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI SDH DENGAN SERAT OPTIK

Sistem Transmisi Telekomunikasi Kuliah 3 Penjamakan Digital

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

BAB III MEKANISME KERJA

BAB II TEORI PENDUDUKUNG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang digunakan untuk mentransmisikan

BAB III TEORI PENDUDUKUNG

BAB II DASAR TEORI. Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki pemultiplekan

ANALISIS KINERJA JARINGAN SERAT OPTIK PADA RING 1 DI ARNET JATINEGARA

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PASSIVE SPLITTER PADA JARINGAN PASSIVE OPTICAL NETWORK (PON)

BAB IV HASIL KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN

11/9/2016. Jenis jenis Serat Optik. Secara umum blok diagram transmisi komunikasi fiber optik. 1. Single Mode Fiber Diameter core < Diameter cladding

BAB II LANDASAN TEORI

MULTIPLEXING Komunikasi Data. Muhammad Zen Samsono Hadi, ST. MSc. Lab. Telefoni Gedung D4 Lt. 1

BAB II. SDH (Synchronous Digital Hierarchy)

BAB III JARINGAN AKSES SERAT OPTIK DI PT TELKOM STO JATINEGARA SERTA APLIKASI SDH DAN MODUL SDT1

Jaringan Komputer Multiplexing

BAB IV ANALISIS DAN PENGUJIAN

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang

BAB II LANDASAN TEORI

TRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Abstraksi

BAB III LANDASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

SISTEM TRANSMISI DIGITAL

Teknik MULTIPLEXING. Rijal Fadilah S.Si Program Studi Teknik Informatika STMIK Balikpapan Semester Genap 2010/2011

Frequency Division Multiplexing

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY

SISTEM TRANSMISI DIGITAL. Ref : Keiser

SISTEM TRANSMISI DIGITAL. Ref : Keiser

BAB III PENGUKURAN DAYA DAN REDAMAN. adalah Link Medan-Tebing Tinggi dengan dengan dua daerah jalur ukur, yaitu

Synchronous Optical Networking SONET

ANALISIS KINERJA JARINGAN FTTH (FIBER TO THE HOME) DI JALAN LOTUS PERUMAHAN CEMARA ASRI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. perangkat yang berfungsi sebagai transmitter dan receiver melalui suatu sistem

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PENGUKURAN MENGGUNAKAN OTDR SERTA ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGGUKURAN TERHADAP RUGI-RUGI TRANSMISI

SISTEM TRANSMISI DWDM PADA JARINGAN SDH (Studi Kasus : Penerapan Sistem DWDM dan SDH pada Jaringan Transmisi PT. XL Axiata tbk.)

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN POWER BUDGET

Sistem Transmisi Telekomunikasi Kuliah 2 Penjamakan Digital

JARINGAN KOMPUTER MODEL ANALISIS EL Oleh : Darmansyah Deva Sani of 6 ABSTRAK

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN LINK BUDGET DALAM PENERAPAN METRO WDM

BAB IV ANALISA SISTEM PROTEKSI MS-SP RING PADA RING 2

ROMARIA NIM :

Overview Materi. Redaman/atenuasi Absorpsi Scattering. Dispersi Rugi-rugi penyambungan Tipikal karakteristik kabel serat optic

Jaringan Lokal Akses (Jarlok) Eka Setia Nugraha,S.T. M.T Uke Kurniawan Usman,MT

PERENCANAAN JARINGAN NG-PON2 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM PADA PERUMAHAN GRAND SHARON BANDUNG

MULTIPLEXING. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

BAB III LANDASAR TEORI

DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI DOKUMEN PENDUKUNG D: SPESIFIKASI TEKNIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA PEMBANGUNAN MUX PORTABLE UNTUK KONTINGENSI

Sistem Transmisi Modulasi & Multiplexing

Sistem Transmisi Telekomunikasi. Kuliah 8 Pengantar Serat Optik

Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14

± voice bandwidth)

Pengertian Multiplexing

Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

PERSYARATAN TEKNIS PERANGKAT NEXT GENERATION - SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY

SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

TEKNIK KOMUNIKASI SERAT OPTIK SI STEM KOMUNIKASI O P TIK V S KO NVENSIONAL O LEH : H ASANAH P UTRI

MULTIPLEXING. Jajang Kusnendar/Komdat Halaman 1 3/25/2010

Pemanfaatan Jaringan SDH berbasis program MatLab untuk Layanan Multimedia

BAB III METODE ANALISIS

Jaringan Local Access Fiber (Jarlokaf) (2)


BAB II KONSEP DASAR SERAT OPTIIK DAN DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING. Teknologi serat optik adalah suatu teknologi komunikasi yang

ANALISIS RUGI-RUGI SERAT OPTIK DI PT.ICON+ REGIONAL SUMBAGUT

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III METODOLOGI PENILITIAN

BAB III DISPERSI PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE. Serat optik memiliki beberapa karakteristik penting dalam menyalurkan

Multiplexing. Meningkatkan effisiensi penggunaan bandwidth / kapasitas saluran transmisi dengan cara berbagi akses bersama.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

Aplikasi Multiplexer -8-

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA BUAH BATU I BANDUNG

MULTIPLEXING DE MULTIPLEXING

BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG

BAB III. Perencanaan Upgrade Kapasitas. dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps yang

Modul 3 Teknik Switching dan Multiplexing

BAB II. Ethernet over Synchronous Digital Hierarchy (SDH) 2.1. Deskripsi. Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada gambar 2.1, terdapat Customer Premises Equipment (CPE) adalah peralatan telepon atau penyedia layanan lain yang terletak di sisi user.

MODUL 5 MULTIPLEXING

BAB II WIDE AREA NETWORK

BAB III LANDASAN TEORI

VOTEKNIKA Jurnal Vokasional Teknik Elektronika & Informatika

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA SARIWANGI ASRI GEGERKALONG BANDUNG

TUGAS. : Fitrilina, M.T OLEH: NO. INDUK MAHASISWA :

ANALISIS PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK CWDM JARINGAN UNIVERSITAS INDONESIA TERPADU (JUITA)

MULTIPLEX PDH ( PLESIOCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY) ISSUED

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak

PEMBAGIAN SERAT OPTIK

Faktor Rate data. Bandwidth Ganguan transmisi(transmission impairments) Interferensi Jumlah receiver

Pokok Bahasan 6. Multiplexing

Rosmadina¹, -². ¹Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom

BAB II SERAT OPTIK. cepat, jaringan serat optik sebagai media transmisi banyak digunakan dan

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK PENGUKURAN REDAMAN PADA KABEL SERAT OPTIK DENGAN OTDR

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Perkembangan dalam bidang komunikasi dan pengaruh globalisasi serta arus informasi, masyarakat modern memerlukan adanya sarana Telekomunikasi yang lebih canggih. Kebutuhan masyarakat untuk mengirim informasi dalam jumlah besar, dengan kerahasiaan yang dapat di jamin serta kecepatan transmisi tinggi semakin mendesak. Kemajuan teknologi elektronika dan digital telah berkembang dengan pesat. Hal ini telah mewujudkan tersedianya media transmisi serat optik yang dapat menyediakan kapasitas dengan jumlah yang sangat besar dan pula tehnik digital untuk mentransmisikan telah di tentukan sistem Plesiochronous digital hierarchy (PDH) dengan kecepatan transmisi tinggi yaitu ordo Mega sampai Gega bit per second (Mbps s/d Gbps). Teknologi SDH diawali dengan konsep Synchronous optical Network (SONET) yang dirancang oleh Bell Core oleh CCITT, SONET dikembangkan kemungkinan menjadi sistem SDH sehingga kecepatan transmisi yang diperoleh dapat sangat tinggi dan dapat digunakan secara internasional. Sebelum sistem 5

6 SDH ditemukan, maka yang digunakan adalah sistem PDH (Plesiochronous Digital Hierarchy) yaitu yang digunakan asinkron digital, sehingga kecepatan transmisi hanya sampai 45 Mbps. 2.2 Pengenalan MUX PDH Plesiochronous Digital Hierarchy (PDH) adalah Suatu sistem transmisi digital untuk komunikasi suara' dengan sistem plesiochronous sinkronisasi atau hampir sinkronisasi. Karakteristik dari Sinyal PDH, yaitu: Sinyal Plesiokron merupakan adanya pergeseran Clock. Multipleksing bit-per-bit. Penyelarasan terhadap bit rate dari frame dilakukan dengan cara Positive justification. Setiap tahapan Multiplek memiliki Struktur Frame yang khusus/berbeda. Sinyal input di sisi F2-in tidak mengalami sinkronisasi. Hubungan fasa antara Frame dan bit-bit informasinya tidak tetap (tidak disimpan dalam memori), oleh karena itu diperlukan proses demultipleks disisi penerima. Pengaksesan ke kanal individu secara langsung tidak mungkin. Selama dalam proses multipleks, tidak ada sinkronisasi antara sinyal input a dan b, dan Akses langsung ke informasi tributary dari kanal a dan b tidak mungkin.

7 Keterangan: S = Frame aligment word untuk sinyal c A = Frame aligment word untuk sinyal a B = Frame aligment word untuk sinyal b Gambar 2.1 Multipleksing Asinkron Pada Teknik (PDH) 2.3 Prinsip Dasar Elemen SDH Prinsip elemen dasar pada SDH antara lain : Container (C) Virtual Container (VC) Administrative Unit (AU) Administrative Unit Group (AUG) Tributary Unit (TU) Tributary Unit Group (TUG) 2.3.1 Container (C)

8 Container berfungsi sebagai penampung byte-byte informasi sinyal digital baik sinkron maupun asinkron dalam jumlah yang di tetapkan. Container digunakan untuk transmisi sinyal tributary ke dalam jaringan asinkron. Besar container diberikan dalam byte. Setiap container memiliki selang waktu 125 mikro second. Jenis jenis container adalah sebagai berikut: C-11 : untuk mentransmisikan sinyal 1544 Kbps. C-12 : untuk mentransmisikan sinyal 2048 Kbps. C-2 : untuk mentransmisikan sinyal 6312 Kbps. C-3 : untuk mentransmisikan sinyal 34368 atau 44736 Kbps. C-4 : untuk mentransmisikan sinyal 139264 Kbps. Setiap tributary akan disusun kedalam salah satu container diatas dan selanjutnya akan ditempatkan kedalam frame STM-1. 2.3.2 Virtual Container (VC) Setiap Container akan diberi byte-byte tambahan untuk keperluan pengawasan Container didalam suatu Path Overhead (POH). Gabungan antara Container dengan POH-nya dinamakan Virtual Container (VC). VC merupakan struktur informasi yang tidak berubah selama transmisinya didalam suatu path tertentu. VC mensupport hubungan pada path layer. Didalam POH terdapat bytebyte yang fungsinya memonitor dan mengendalikan container yang bersangkutan selama proses transmisi sinyal dari pengirim ke penerima. Virtual Container dibedakan menjadi dua tingkatan yaitu High Order (HO-VC) dan Low Order (LO-VC). Virtual Container yang harus disusun lagi kedalam VC yang lebih

9 tinggi tingkatannya termasuk dalam kategori LO-VC sedangkan VC yang langsung disusun dalam Frame STM-1 termasuk jenis HO-VC. 2.3.3 Administrative Unit (AU) Bagian dari Frame STM-1 dimana posisi HO-VC bersifat fleksibel, dinamakan AU. AU merupakan struktur informasi yang memberikan fungsi adaptasi antara higher order path layer dan multiplex section layer. AU-PTR menunjukkan posisi HO-VC didalam AU, sedangkan AU sendiri merupakan bagian dari Frame STM-1. Ada dua jenis AU, yaitu: AU-4 dan AU-3. Dalam satu Frame STM-1 bisa terdapat: 1 x AU-4 atau 3 x AU-3. Penempatan VC-3 bisa langsung ke Frame STM-1 (melalui AU-3) atau secara tidak langsung melalui AU-4, dimana 3 buah VC-3 disusun ke dalam satu VC-4. 2.3.4 Administrative Unit Group (AUG) Beberapa AU dapat disusun (secara byte interleaved) menjadi satu AUG. AUG bias dikatakan STM-1 tanpa SOH. Satu AUG bias terdiri dari 1 x AU-4 atau 3 x AU-3. 2.3.5 Tributary Unit (TU) Semua VC kecuali VC-4, bias digabungkan kedalam satu VC yang lebih besar. Posisi VC yang kecil (LO-VC) di dalam VC yang lebih besar (HO-VC) sifatnya fleksibel. Untuk itu diperlukan pointer. Isi dari TU adalah LO-VC plus pointernya (TU-pointer). TU sendiri merupakan bagian dari HO-VC.Terdapat empat jenis TU : TU-11, TU-12, TU-2, TU-3.

10 2.3.6 Tributary Unit Group (TUG) Sebelum digabungkan kedalam HO-VC, beberapa TU terlebih dahulu digabungkan menjadi satu (multiplexing byte-per-byte) dan dinamakan TUG. 2.4 Sistem TDM Plesiokron Time Division Multiplexing (TDM) adalah proses menggabungkan informasi yang berasal dari sejumlah sumber dan mentransmisikan informasi tersebut melalui suatu media transmisi bersama ke satu tujuan Secara historis. sistem TDM dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Primary TDM System, dimana informasi yang akan digabungkan berupa sinyal analog. Harga-harga dari daya sinyal tersebut berubah secara kontinyu dan sebelum proses multiplexing biasanya diubah dulu menjadi bentuk sinyal biner melalui apa yang dinamakan teknik PCM (Pulse Code Modulation). 2. Plesiochronous (High Order) TDM System, dimana informasi yang akan digabungkan sudah berupa sinyal biner. 2.4.1 Hierarki Perangkat MulDex Plesiokron Pada Plesiokron yang dimaksud disini adalah bahwa sinyal-sinyal informasi (digital) yang akan digabungkan tersebut memiliki bit rate nominal yang sama, tetapi memungkinkan terjadinya variasi bit rate dengan batasanbatasan tertentu. Digital Multiplexing adalah proses dimana sejumlah sinyal digital terpisah digabungkan untuk membentuk satu aliran digital yang mempunyai bit rate lebih tinggi.

11 Proses pemisahan aliran digital menjadi komponen-komponennya, yang merupakan proses kebalikan dari digital multiplexing, dikenal dengan istilah Demultiplexing. Meskipun penggunaan istilah perangkat multiplex sudah mencakup kedua fungsi (multiplex dan demultiplex), tetapi untuk menggunakan istilah MULDEX yang sudah menguraikan kombinasi perangkat multiplex dan demultiplex. [2] 565 Mbit/s 565 Mbit/s MUX DEMUX 1 1 2 2 140 Mbit/s MUX 3 4 7680 CH 3 4 140 Mbit/s DEMUX 1 1 2 2 34 Mbit/s MUX 3 4 139264 kbit/s 1920 CH 3 4 34 Mbit/s DEMUX 1 1 2 2 8 Mbit/s MUX 3 4 34368 kbit/s 460 CH 3 4 8 Mbit/s DEMUX 1 1 From 2 Mbit/s MUX 2 3 4 8448 kbit/s 120 CH 2 3 4 To 2 Mbit/s DEMUX Gambar 2.2 Hirarchy dari Perangkat MULDEX Digital Plesiokron

12 2.4.2 Muldex (Digital Multiplexing) Digital Multiplexing adalah proses dimana sejumlah sinyal digital terpisah digabungkan untuk membentuk satu aliran digital tunggal yang mempunyai bit rate lebih tinggi. Sedangkan proses pemisahan dari digital tunggal tersebut menjadi komponen-komponennya, disebut dengan Demultiplex. 2.4.2.1 Sinkronisasi Antara Multiplexer dan Demultiplex Multiplexer dan Demultiplexer, atau disingkat Mux dan Demux, dapat disinkronkan melalui berbagai cara agar dapat bekerja dengan kecepatan yang sama. Suatu common clock digunakan untuk mengontrol kedua sisi, Mux dan Demux. Metode ini mempunyai dua kelemahan : Memerlukan kabel ekstra. Jika jarak antara Mux dan Demux cukup jauh, sinyal data dapat mengalami distorsi selain clock-nya sendiri. 2.4.2.2 Frame Alignment penyisipan suatu binary standard word yang terdiri dari kombinasi bit satu ( 1 ) dan bit nol ( 0 ) pada awal setiap siklus baru atau awal suatu frame. Pola bit ini di disain sedemikian sehingga Demultiplexer dapat dengan mudah mengenalinya di dalam sinyal incoming. Karena fungsinya untuk memberitahu Demultiplexer tentang awal dari suatu TIME FRAME baru, maka pola bit ini dinamakan FRAME ALIGNMENT SIGNAL. Frame alignment word yang digunakan pada ordo kedua dan ketiga mempunyai komposisi sebagai berikut : 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 Sedangkan komposisi

13 frame alignment word yang digunakan pada ordo keempat dan kelima adalah : 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 2.4.2.3 Prosedur Justifikasi Prosedur justifikasi diperlukan untuk mengatasi perbedaan frekuensi antara aliran bit tributary dengan frekuensi clock multiplexer, karena masingmasing sistem tributary bekerja dengan clock sendiri-sendiri. Untuk mengkompensasi perbedaan kecepatan aliran bit, maka bit-bit yang dinamakan Justification Digit J dapat di injeksikan ke dalam sinyal multiplex, bersama dengan Justification Control Digit C yang menunjukkan status dari bit-bit idle. 2.4.2.4 Rangkaian Gauging Rangkaian Gauging digunakan untuk mengukur kebutuhan justifikasi dengan cara memprediksi probabilitas terjadinya slip. Pengukuran yang sebenarnya dilakukan di dalam suatu pembanding phasa digital yang dibentuk oleh suatu UP/DOWN counter. UP/DOWN counter tersebut akan menganggap pulsa-pulsa read-out sebagai pulsa-pulsa UP dan menganggap pulsa-pulsa writein sebagai pulsa-pulsa DOWN. 2.5 Struktur Frame Multiplexing Dalam Time Division Multiplexing (TDM), suatu frame adalah suatu set bit-bit yang di ulang secara periodik, yang terdiri dari bit-bit kanal informasi dari beberapa bit informasi tambahan. Tujuan utamanya adalah bahwa setiap time slot di dalam suatu siklus frame dapat di identifikasi. Dengan kata lain, bit-bit

14 informasi dari setiap kanal dapat ditemukan di dalam frame keseluruhan. Dalam paragraf selanjutnya akan ditunjukkan struktur frame dari multiplexer ordo tinggi, yaitu : Frame 2 Mbit/s Frame 8 Mbit/s Frame 34 Mbit/s Frame 140 Mbit/s 2.5.1 Struktur Frame 2 Mbit/s Struktur frame 2 Mbit/s merupakan keluaran dari multiplexer ordo pertama disebut juga Primary Multiplexer. Empat buah sinyal 2 Mbit/s selanjutnya akan digunakan sebagai input dari multiplexer ordo kedua. Suatu sinyal 2 Mbit/s tersusun dari suatu MULTIFRAME yang terdiri dari 16 FRAME. Setiap frame dapat dibagi menjadi 32 TIMESLOT. TIMESLOT 0 untuk sinkronisasi, TIMESLOT 1 15 untuk voice / informasi, TIMESLOT 16 untuk signaling, 17 31 untuk voice. 2.5.2 Struktur Frame 8 Mbit/s Struktur frame 8 Mbit/s merupakan keluaran dari multiplexer ordo ke-2. Empat buah sinyal 8 Mbit/s ini selanjutnya akan digunakan sebagai input untuk multiplexer ordo ke-3. Suatu sinyal 8 Mbit/s tersusun dari 4 SET, yang masingmasing berisi 212 bit. Jadi jumlah total dari keempat set tersebut adalah 8448 bit. 8448 merupakan perkalian dari 2048 + 64 bit * 4 = 8448. 64 bit merupakan justifikasi positif. Bit 1 sampai 10 digunakan untuk FRAME SYNCHRONIZATION WORD, yang komposisinya adalah sebagai berikut : 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0

15 2.5.3 Struktur Frame 34 Mbit/s Struktur frame sinyal 34 Mbit/s merupakan keluaran dari multiplexer ordo ke-3. Empat buah sinyal 34 Mbit/s ini selanjutnya akan digunakan sebagai input dari multiplexer ordo ke-4. Suatu sinyal 34 Mbit/s tersusun dari 4 SET, yang masing-masing berisi 34368 + 448 * 4 = 139264. 448 bit merupakan justifikasi positif. Bit 1 sampai 10 digunakan untuk FRAME SYNCHRONIZATION WORD, yang komposisinya adalah sebagai berikut : 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 2.5.4 Struktur Frame 140 Mbit/s Struktur frame sinyal 140 Mbit/s merupakan keluaran dari multiplexer ordo ke-4. Empat buah sinyal 140 Mbit/s ini selanjutnya akan digunakan sebagai input untuk multiplexer ordo ke-5. Tetapi multiplexer ordo ke-5 tidak akan dibahas, karena selain tidak diimplementasikan di Indonesia, hirarki multiplex ordo ke-4 juga tidak distandarkan secara internasional oleh CCITT. Suatu sinyal 140 Mbit/s tersusun dari 6 SET, Bit 1 sampai 12 digunakan untuk FRAME SYNCHRONIZATION WORD. 140 pembualatan dari 139264 karena pada kenyataannya dilapangan hanya sampai pada ordo ke-4, khususnya di PT TELKOM tidak menggunakan ordo ke 5 karena sudah lahir teknologi baru yaitu SDH. 2.6 Pengertian Link Power Budget Link Power Budget merupakan suatu estimasi kebutuhan daya yang diperhitungkan untuk memastikan level daya terima lebih besar atau sama dengan

16 level daya threshold (daya minimum). Perhitungan Link Power Budget merupakan hal penting dalam melakukan analisis sistem komunikasi serat optik. Tujuan utama dari perhitungan ini adalah untuk menentukan jarak maksimum yang dapat dicapai oleh sistem transmisi yang diperhitungkan yaitu serat optik (Fiber Optic). Link Power Budget juga bertujuan untuk menentukan perbandingan antara daya keluaran (Output) sumber optik dan kepekaan daya minimum detektor optik yang dibutuhkan untuk dapat mencapai kualitas sinyal informasi yang diinginkan. Batasan ini kemudian diperhitungkan terhadap total redaman dari sistem transmisi yang meliputi redaman serat optik, redaman penyambung (splice) dan sambungan (konektor) yang dipergunakan. Margin sistem ditambahkan untuk memberikan tambahan toleransi cadangan redaman terhadap penurunan kemampuan kerja komponen yang ditimbulkan karena pembengkokan serat optik serta pengaruh rugi-rugi yang terjadi pada saat penyambungan serat optik. 2.6.1 Komponen yang Digunakan dalam Rumus Perhitungan Link Power Budget Perhitungan Link Power Budget dipergunakan untuk menentukan kemampuan sistem komunikasi serat optik (SKSO) dalam menghantarkan data atupun informasi. Komponen yang terkait dalam perhitungan ini adalah: daya, loss dan parameter margin. 2.6.2 Komponen pada Pemancar (Transmitter) Komponen yang terdapat pada transmitter adalah daya pancar maksimum dari transmitter ke serat optik untuk kemudian disampaikan kembali ke penerima

17 (receiver). Tingkat keberhasilan sampainya informasi data dari transmitter ke receiver dipengaruhi oleh daya pancar maksimum ini (Pr). Semakin besar Pr (dbm) maka semakin besar tingkat keberhasilan penyampaian informasi dan data, oleh karena itu faktor gangguan (noise) akan semakin tidak bararti apabila daya informasi jauh lebih dominan. 2.6.3 Komponen pada Penerimaan (Receiver) Pada receiver terdapat dua komponen yang sangat berpengaruh pada keberhasilan mentrasmisikan data. Komponen tersebut adalah : a. P R P R adalah selisih antaradaya yang dipancarkan dikurang dengan total redaman (termasuk margin sistem) semakin besar maka semakin baik kemampuan sistem tersebut. Hal ini dikarenakan besarnya P R dapat diartikan sebagai daya murni pembawa sinyal optik ke receiver (penerima). b. P R min P R min adalah daya minimum sinyal yang masih dapat diterima atau dideteksi oleh receiver (penerima). Semakin kecil daya yang masih bisa diterima oleh receiver maka semakin besar kemungkinan sinyal informasi yang dapat diterima. Daya sinyal akan mengalami penurunan oleh hambatan yang terjadi. Hambatan ini berbanding lurus terhadap jarak yang ditempuh. Semakin kecil nilai P R min, maka semakin jauh pula jarak yang ditempuh sinyal dalam jaringan.

18 2.6.4 Komponen Margin pada Serat Optik Margin merupakan komponen sistem yang sering digunakan dalam perhitungan link power budget. Tujuan penggunaan margin adalah reliability dan availablity. Reliability merupakan margin yang digunakan untuk kehandalan suatu jaringan SKSO, sedangkan availability merupakan margin yang digunakan untuk melihat kondisi suatu link masih dapat dioperasikan dan juga mempunyai ketersediaan daya. Margin berfungsi sebagai komponen penting dari sistem yang digunakan untuk menunjukkan batas maksimum dan minimum dari jumlah daya dan redaman yang terdapat dalam sistem komunikasi serat optik (SKSO). Apabila nilai margin telah diketahui maka perkiraan untuk mendapatkan spesifikasi alat yang akan digunakan dapat diketahui pula. Sehingga kita dapat memasukkan margin pada sistem ini kedalam perhitungan Link Power Budget. Pada perhitungan Link Power Budget terdapat dari jenis sistem margin, diantaranya, yiatu: a. M (Power margin yang berlebih) Power margin merupakan selisih daya antara Link Power Budget dengan loss budget (dalam satuan db). Hasil dari selisih ini menandakan bahwa sistem tidak mengalami gangguan dengan batasan-batasan yang sangat besar pada power margin. Apabila terdapat nilai M positif hal ini menandakan bahwa sistem masih dapat bekerja dengan baik, dan sebaliknya jika kepadatan M negatif maka sistem akan mengalami gangguan, atau dapat diartikan bahwa daya yang dipancarkan oleh sistem lebih kecil dari redaman.

19 b. m (safety margin/batas aman margin) Safety margin merupakan batas nilai toleransi dari loss jaringan (dalam satuan db) yang ditambahkan dalam menghitung Link Power Budget agar sistem dapat berjalan lebih baik dalam menghantarkan sinyal optic pada saat muncul redaman tambahan. Safety margin dapat disebut juga sebagai cadangan daya pada sistem. Sistem akan dapat berjalan dengan baik selama besar redaman tambahan tidak melebihi dari besarnya safety margin. 2.6.5 Komponen pada Transmisi Pada bagian transmisi data terdapat beberapa komponen yang menentukan performasi jaringan. Komponen tersebut adalah serat optik, konektor, dan splice. Pada beberapa komponen tersebut di atas terdapat hambatan (loss). a. Splice Splice merupakan proses penyambungan antara dua kabel serat optik sehingga dua kabel tersebut dapat dilalui oleh cahaya. Splicing merupakan proses penyambungan dua buah kabel serat optik menjadi sebuah kabel serat optik yang dapat menghantarkan cahaya. Loss yang dihasilkan oleh splice biasanya lebih kecil bila dibandingkan dengan loss yang terdapat pada konektor. Hal ini dikarenakan oleh sifat penyambungan yang permanen. Splice biasanya tidak sedikit, berbeda dengan konektor yang hanya menggunakan dua buah sambungan pada tiap-tiap penghubungnya, semakin banyak splice yang dilakukan, maka semakin besar pula loss yang terjadi.

20 b. Conektor Conektor merupakan alat yang digunakan sebagai penghubung antara transmitter ke serat optik atau sebaliknya dari serat optik ke receiver. Besarnya loss yang terdapat pada konektor disebabkan sangat sulitnya mendapatkan penyambungan yang sempurna. Hal ini menyebabkan terjadinya degradasi atau penurunan sinyal, baik itu dari transmitter ke serat optik atau dari serat optik ke receiver. Connector loss yang timbul pada kenyataannya sering menimbulkan nilai loss yang sangat besar, hal itu disebabkan oleh banyak konektor yang digunakan. Semakin banyak konektor yang digunakan maka semakin besar pula loss yang terjadi. c. Kabel Serat Optik Penggunaan kabel serat optik merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pengirimana data dari transmitter menuju receiver. Pada sistem komunikasi serat optik (SKSO) ini memiliki redaman sinyal yang sangat besar, hal ini dikarenakan besarnya rugi-rugi hambatan pada serat optik (fiber loss) berbanding lurus dengan jarak (km) yang ditempuh dari sinyal optik. 2.6.6 Rumus Perhitungan Link Power Budget Perhitungan Link Power Budget pada sistem komunikasi serat optik sama halnya dengan perhitungan Link Power Budget pada sistem komunikasi lainnya. Jika karakteristik sensitifitas dari transmitter, receiver serta rugi-rugi (loss) dari kabel serat optik diketahui, maka dengan menggunakan perhitungan Link Power Budget yang sederhana dapat ditentukan jarak antar transmisi.

21 Berikut ini merupakan rumus perhitungan Link Power Budget yang digunakan pada jaringan Sistem Komunikasi Serat Optik (SKSO): P R = P T - - m... (2.1) = ( f *L) + ( sp *Sp) + ( c *C)... (2.2) dimana : P R = Daya pada penerima optik (dbm). P T = Daya yang dipancarkan dari transmitter ke serat optik (dbm). = Total redaman pada media transmisi (db). f = Redaman saluran optik (db/km) dan L = panjang saluran optik (km). sp = Loss splice (db) dan Sp = jumlah splice. c = Loss connector (db) dan C = jumlah connector. m = Safety margin (loss yang ditambahkan) (db). Oleh karena hasil pengukuran dilapangkan menggunakan alat ukur OTDR (Optical Time Domain Reflectormeter), maka hasil dari nilai loss fiber cable dan loss splicing yang diperoleh dalam bentuk total loss, maka persamaan (2.2) dapat disederhanakan menjadi persamaan (2.3), yaitu; = f + sp + c... (2.3) Dimana : = Total redaman pada media transmisi (db). f = Total redaman pada saluran optik (db) = L x f sp = Total redaman splice (db) c = Total redaman connector (db) = c x C

22 Besarnya margin yang berlebih dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut: M = P T - P R min - - m... (2.4) P T = P R + + m M = P R (dbm) - P R min (dbm)... (2.5) Dimana : M = Power margin yang berlebih (db). P R min= Daya minimum yang masih bisa diterima (dbm). 2.7 Prinsip Dasar Link Power Budget Daya yang terdapat di receiver harus selalu lebih besar atau sama dengan tingkatkan daya ambang yang telah dipersyaratkan. Perhitungan Link Power Budget berkaitan dengan tingkatkan daya dari perangkat sistem yang digunakan. Jika perhitungan Link Power Budget tidak diperhatikan maka akan menyebabkan perangkat tidak bekerja secara optimal. 2.8 Perangkat yang digunakan PT TELKOM Tbk Terdapat beberapa macam perangkat yang digunakan pada perhitungan Link Power Budget, parangkat-perangkat ini memiliki spesifikasi yang berbedabeda, perangkat-perangkat tersebut adalah sebagai berikut: 2.8.1 Sumber Optik Sumber optik dalam SKSO PT Telkom menggunakan sumber optik diode laser. Sumber optik diode laser digunakan karena mempunyai intensitas yang besar dibandingkan dengan LED, selain itu sumber optik diode laser juga mempunyai line width atau spectral width yang sempit, bersifat koheran serta

23 dapat digunakan untuk kecepatan yang tinggi. Spesifikasi yang digunakan oleh adalah sebagai berikut: 1. Jenis Sumber Optik : Fabry Perot Laser Diode (FP-LD) 2. Panjang Gelombang : 1310 nm dan 1550 nm 3. Spectral Widht : 2.5 nm 4. Diameter Core : 9 m 5. Diameter Cladding : 125 m 2.8.2 Photodetector Photodetector yang digunakan adalah Avalanched Photo Diode (APD) karena mempunyai sensivitas yang lebih baik dari PIN (Positive Intrinsic Negatif) dan juga mempunyai kesetabilan yang tinggi terhadap temperatur. Spesifikasi photodetector yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Jenis Photodetector : APD (Avalanched Photo Diode) 2. Panjang Gelombang : 1310 nm 3. Konstruksi Material : Germanium (Ge) 2.8.3 Kabel Serat Optik Kabel serat optik yang digunakan adalah kabel serat optik dari perangkat Router dengan tipe 1000BASE-LX/LH serta 1000BASE-ZE, kabel serat optik single mode dengan panjang maksimum dari tiap gulungan kabel adalah 2 km. Panjang gelombang 1000BASE-LX/LH adalah 1310 nm sedangkan untuk 1000BASE-ZX adalah 1550 nm dan redaman serat optik sebesar 0.4 db/km untuk 1000BASE-LX/LH serta 0.35 db/km untuk 1000BASE-ZX yang menghasilkan

24 dispersi yang minimum karena memiliki karakteristik zero dispersion, sehingga dapat mengurangi dispersi yang terjadi dan dapat meningkatkan kualitas dari saluran. Nilai redaman di atas telah disesuaikan dengan spesifikasi-spesifikasi yang diberikan oleh PT. TELKOM. Akan tetapi apabila pada saat pengukuran dilapangan dengan menggunakan alat ukur Optical Time Domain Reflector (OTDR), di dapat hasil yang berbeda dengan spesifikasi yang telah ditentukan, maka nilai losses yang digunakan untuk analisis Link Power Budget adalah nilai redaman yang terbaca pada saat pengukuran dengan alat OTDR.