BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V TINGKAT KEINGINAN PINDAH PENDUDUK DI DAERAH RENTAN BAHAYA LONGSOR

TINGKAT KEINGINAN PENDUDUK UNTUK BERPINDAH DI DAERAH RENTAN BAHAYA LONGSOR DESA SOKO KECAMATAN MIRI KABUPATEN SRAGEN

V. GAMBARAN UMUM. Cisaat berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keadaan responden berdasarkan umur pada tabel 12 berikut ini:

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB VI FAKTOR DI DAERAH ASAL, DAERAH TUJUAN, DAN PENGHALANG ANTARA

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

DAFTAR PUSTAKA. BPS Monografi Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. Semarang : Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara.

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

KERENTANAN PENDUDUK DESA NGABLAK DAN DESA NGULANAN KECAMATAN DANDER KABUPATEN BOJONEGORO TERHADAP BANJIR BENGAWAN SOLO.

MITIGASI BENCANA TERHADAP BAHAYA LONGSOR (Studi kasus di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat)

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

IDENTIFIKASI TINGKAT KERENTANAN MASYARAKAT PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN MELALUI PENDEKATAN SUSTAINABLE URBAN LIVELIHOOD

HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI ASPEK BIOFISIK HUTAN KOTA LANSKAP PERKOTAAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut tidak hanya terjadi di daerah perkotaan, tetapi juga. dengan keberadaan industri yang ada di pedesaan.

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

BAB III PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN KONDISI EKONOMI AHLI WARIS DI DESA KRAMAT JEGU KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

I. PENDAHULUAN. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan pedesaan yang kehidupan

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

BAB I PENDAHULUAN. dianggap dapat memberikan harapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah tempat tinggal tetap, baik sendiri maupun berkeluarga. Jika dilihat dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL PENELITIAN. Pengetahuan ibu..., Niluh A., FK UI., Universitas Indonesia

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. tempat hidup setiap warga kota. Oleh karena itu, kelangsungan dan kelestarian kota

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2015

IDENTIFIKASI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASYARAKAT BERMUKIM DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH (TPA) RAWA KUCING

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi. seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian

BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL

Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB III PRAKTEK JUAL BELI LAHAN PEMAKAMAN BERSTATUS WAKAF DI DESA LAMPER TENGAH KECAMATAN SEMARANG SELATAN KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah

NUSHU<ZNYA ISTRI KARENA KURANGNYA NAFKAH DARI SUAMI DI

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Data Demografi Responden Dalam penelitian ini yang datanya diambil pada bulan Agustus

rendam banjir Bengawan Solo dari BPBD Kabupaten Bojonegoro sebanyak 1050 KK. Teknik pengambilan

FAKTOR PENDORONG DAN PENARIK TRANSMIGRAN DI DESA KOTARAYA KECAMATAN MEPANGA KABUPATEN PARIGI MOUTONG

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Kebonagung merupakan salah satu dari 8 (delapan) desa yang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di dua desa yakni Desa Pagelaran dan Desa Gemah

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2015

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB II GAMBARAN UMUM DESA PUJUD KECAMATAN PUJUD KABUPATEN ROKAN HILIR

BAB III PENYAJIAN DATA. lokasi penelitian, yaitu di KELURAHAN SIMPANG BARU KECAMATAN

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo, bermaksud melaksanakan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2013

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi

Kuesioner Penelitian

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Warga Kalijodo Keluhkan Lambatnya Proses Pemindahan. Ke Rusunawa Marunda

BAB 5 PENUTUP. Determinan unmet..., Muhammad Isa, FE UI, Universitas Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik responden merupakan ciri yang menggambarkan identitas

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km,

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DASAR DAN PERSIAPAN UNTUK SUB PROYEK SISTEM PERINGATAN DINI DAN EVAKUASI DINI DI KABUPATEN JEMBER

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kota Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menarik dibanyak negara, termasuk negara-negara berkembang seperti

BAB III PROSES KHITBAH YANG MENDAHULUKAN MENGINAP DALAM SATU KAMAR (DI DESA WARUJAYENG KECAMATAN TANJUNGANOM KABUPATEN NGANJUK)

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis dan Infrastruktur Desa Sukadanau

SISTEM BAGI HASIL PETANI PENYAKAP DI DESA KRAI KECAMATAN YOSOWILANGUN KABUPATEN LUMAJANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Contoh dan Metode Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

VI KARAKTERISTIK RESPONDEN PENGUNJUNG TAMAN REKREASI KAMPOENG WISATA CINANGNENG

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Februari 2017

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu

BAB III PRAKTIK SEWA TANAH PERTANIAN DENGAN PEMBAYARAN UANG DAN BARANG DI DESA KLOTOK PLUMPANG TUBAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2013

Pedoman Wawancara (Interview Guide) digunakan pedoman wawancara sesuai focus penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Draft Pertanyaan Strategi Adaptasi Petani Pemilik Lahan Terbatas

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km 2 yang berbatasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

Transkripsi:

BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK 4.1 Lama Tinggal Pada umumnya, penduduk bertempat tinggal di suatu daerah mulai dari lahir sampai dewasa. Akan tetapi ada juga penduduk yang tinggal dari lahir sampai setelah menikah. Adapula penduduk yang tinggal dari lahir sampai dia mendapat pekerjaan di daerah lain, karena dekat dengan tempat aktivitas mereka bekerja. Tabel 4.1 Lama Tinggal Penduduk di Daerah Longsor Lama Tinggal di Daerah Longsor (Tahun) Jumlah Persentase (%) 0 10 6 8.00 11 20 8 10.67 21 30 13 17.33 31 40 30 40.00 41 50 10 13.33 Diatas 50 8 10.67 Jumlah 75 100.00 Berdasarkan Tabel 4.1, sebagian besar penduduk tinggal di daerah longsor selama 31-40 tahun dengan persentase 40%. Jadi penduduk tersebut sering mengalami longsor pada setiap tahunnya. Mereka berusaha untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang rentan bahaya longsor, sehingga mereka tetap bertahan tinggal di daerah penelitian. Ya sudah puluhan tahun. Saya sudah tinggal di sini sejak dari kecil sampai sekarang. Saya asli orang sini. (Rec.08) Persentase terbesar kedua adalah penduduk yang tinggal selama 21-30 tahun dengan besar persentasenya 17,33%. Persentase ketiga adalah penduduk yang lama tinggal selama 41-50 tahun dengan persentase 13,33%. Kemudian penduduk yang telah bermukim selama 11-20 tahun sebesar 10,67%. Penduduk 46

yang telah lama tinggal diatas 50 tahun sebesar 10,67%, mereka rata rata adalah orang tua yang telah berusia lanjut diatas 50 tahun yang telah tinggal sejak lama di Desa Soko. Selanjutnya, sebagian kecil penduduk tinggal di daerah longsor selama 0-10 tahun dengan persentase 2,67%. Sehubungan dengan itu, terdapat penduduk yang lahir di luar Desa Soko. Sehingga dari penjelasan tersebut dapat dijelaskan bahwa sebagian banyak dari mereka merupakan penduduk asli. Penduduk asli tetap mau tinggal di daerah tersebut karena sudah tinggal sejak kecil dan banyak kerabat yang tinggal di daerah tersebut. Jadi keputusan pindah sangat sulit dilakukan meskipun ada bencana di daerah rentan bahaya longsor. Adapun pendatang yang tinggal di daerah tersebut karena ada yang mendapatkan suami atau istri yang tinggal di daerah tersebut dan mereka mendapatkan warisan sehingga tetap ingin tinggal. 4.2 Mata Pencaharian Identifikasi mata pencaharian penduduk perlu diketahui sebelum melakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada atau tidak hubungan antara mata pencaharian dengan tempat tinggal di daerah rentan bahaya longsor Desa Soko. Tabel 4.2 Mata Pencaharian Penduduk di Daerah Longsor Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%) Swasta 27 36,00 Buruh 11 14,67 Petani 22 29,33 Pegawai Negeri 1 1,33 Ibu Rumah Tangga 3 4,00 Supir Angkutan Umum 3 4,00 Pedagang 8 10,67 Jumlah 75 100,00 47

Keadaan penduduk di daerah ini didapatkan dari berbagai macam pekerjaan. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai swasta dengan 36%. Mata pencaharian terbesar kedua adalah petani dengan 28%. Swasta dan pertanian merupakan bidang yang memenuhi kebutuhan penduduk di daerah penelitian, melalui berbagai macam keterampilan dan hasil tanaman pertanian untuk diambil hasilnya. Oleh karena itu, penduduk harus memiliki modal dan tenaga kerja. Pekerjaan di bidang pertanian tidak selalu dilakukan oleh petani sendiri, tetapi dapat dilakukan oleh keluarganya sendiri atau tenaga-tenaga diluar keluarga petani. Mata pencaharian terbesar ketiga adalah buruh dengan 14,67%. Selanjutnya mata pencaharian terbesar berikutnya pedagang dengan 10,67%, ibu rumah tangga dengan 4%, dan supir angkutan umum dengan 4%. Sebagian kecil penduduk mempunyai mata pencaharian sebagai pegawai negeri dengan 1,33%. Dari data tersebut dapat dikemukakan bahwa penduduk yang kondisinya sangat rentan adalah mereka yang bekerja sebagai pedagang, ibu rumah tangga, dan supir angkutan umum. Sedangkan penduduk yang tidak rentan adalah penduduk yang sebagian bekerja dibidang swasta dan bekerja dibidang pertanian. Mata pencaharian penduduk dibidang swasta yang dimaksud adalah penduduk di daerah tersebut membuka lapangan pekerjaan sendiri. 4.3 Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan penduduk di Desa Soko perlu diketahui untuk melakukan analisis lebih lanjut yaitu apakah ada hubungan atau tidak antara tingkat pendapatan dengan keinginan berpindah penduduk di lokasi penelitian. Dimana diketahui tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh kepada kemampuan seseorang untuk mengantisipasi bahaya longsor. Seseorang yang berpendapatan tinggi kondisinya cenderung tidak akan rentan dibanding mereka yang tingkat pendapatannya lebih rendah, sehingga dapat dikatakan seseorang yang mempunyai pendapatan tinggi akan cenderung berkeinginan tetap tinggal di daerah bahaya longsor, dibandingkan dengan mereka yang pendapatannya rendah. 48

Seperti apa tingkat pendapatan responden yang ada di Desa Soko dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Tingkat Pendapatan Penduduk di Daerah Longsor Tingkat Pendapatan Setiap Bulan Persentase Jumlah (Rupiah) (%) 500.000 3 4.00 500.000-1.000.000 42 56.00 1.000.000-1.500.000 23 30.67 1.500.000-2.000.000 7 9.33 Jumlah 75 100.00 Berdasarkan tingkat pendapatan dari Tabel 4.3 maka tingkat pendapatan penduduk yang paling banyak adalah antara Rp 500.000,- s/d Rp. 1.000.000,- yaitu sebanyak 56%, kemudian penduduk dengan penghasilan antara Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 1.500.000,- sebanyak 30,67%, selanjutnya penduduk dengan penghasilan antara Rp. 1.500.000,- s/d Rp. 2.000.000 sebanyak 9,33%. Sedangkan penduduk yang penghasilannya sedikit yaitu pendapatan kurang dari Rp. 500.000 ada sebanyak 4% dan tidak ada penduduk yang penghasilannya diatas Rp. 2.000.000,-. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa mereka yang berpenghasilan di bawah Rp. 1.500.000,- adalah mereka yang kondisinya sangat rentan, sedangkan mereka yang penghasilannya antara Rp. 1.500.000,- s/d Rp. 2.000.000,- dapat dikatakan tidak rentan. 4.4 Asal Kepemilikan Lahan Bagaimana asal kepemilikan lahan penduduk di Desa Soko dapat dilihat pada Tabel 4.4. 49

Tabel 4.4 Asal Kepemilikan Lahan Penduduk di Daerah Longsor Asal Kepemilikan Lahan Jumlah Persentase (%) Warisan 49 65,33 Membeli dari warga setempat 16 21,33 Menyewa dari warga setempat 2 2,67 Masih punya orang tua 8 10,67 Jumlah 75 100,00 Tabel 4.4 menjelaskan bahwa penduduk di daerah penelitian merupakan masyarakat asli di daerah tersebut yang sudah lama tinggal dan bermukim secara turun-temurun. Hal ini dapat dilihat dari asal kepemilikan tanah yang menjadi tempat tinggal mereka, bahwa sebagian besar asal kepemilikan lahan peduduk di Desa Soko adalah berasal dari warisan. Seperti yang terlihat pada Tabel 4.4 ada sebanyak 65,33%, penduduk yang asal kepemilikan lahannya adalah berasal dari warisan. Ini dulunya warisan dari orang tua saya. (Rec.01) Sedangkan asal kepemilikan lahan penduduk dengan cara membeli dari warga setempat adalah sebanyak 21,33%. Penduduk yang membeli tersebut merupakan warga asli. Mereka membeli lahan dari warga karena masih tetap ingin tinggal di daerah tersebut. Lahan ini dulu membeli dari tetangga. (Rec.02) Adapula asal kepemilikan lahan dengan cara menyewa dari warga setempat yang sifatnya sementara yaitu sebanyak 2,67%, misalnya mengontrak. Penduduk yang menyewa tersebut juga merupakan warga asli karena mereka masih ingin tinggal didaerah asalnya. Dua kategori tersebut dapat dikatakan bahwa penduduk yang membeli ataupun menyewa merupakan penduduk yang mempunyai ikatan kekeluargaan karena mereka termasuk penduduk dengan ekonomi menengah ke bawah dengan pendapatan di bawah Rp 1.000.000,-. Mereka memilih membeli atau menyewa walaupun mereka merupakan penduduk asli, karena penduduk di daerah tersebut ada yang tidak memperoleh warisan dan 50

hanya bisa membeli atau menyewa dari kerabat dekat atau orang yang tinggal di daerah tersebut. Selain itu juga ada yang masih tinggal bersama orang tua yaitu sebesar 10,67%. 4.5 Luas Kepemilikan Lahan Dalam penelitian ini, luas kepemilikan lahan adalah luas tanah keseluruhan yang dimiliki penduduk dan sebagian dibuat sebagai tempat tinggal. Luas kepemilikan lahan yang terkena longsor dan tingginya mobilitas penduduk sulit untuk didapatkan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dilakukan dengan mengetahui luas lahan yang dimiliki dan pola mobilitasnya. Bagaimana luas kepemilikan lahan penduduk di daerah tersebu dapat dilihat pada Tabel 4.5. Table 4.5 Luas Kepemilikan Lahan Penduduk di Daerah Longsor Luas Pemilikan Lahan (ha) Jumlah Persentase (%) Tidak tahu 46 61.33 0,1 5 6.67 0,1-0,49 5 6.67 0,5-0,9 5 6.67 1 14 18.67 Jumlah 75 100.00 Dari Tabel 4.5, dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk tidak mengetahui luas pemilikan lahan yang menjadi tempat tinggal mereka dengan persentase 61,33%, sedangkan banyak pula penduduk yang memiliki lahan seluas 1 ha dengan persentase 18,67%. Penduduk yang luas pemilikan lahannya sebesar 0,1 ha, 01-0,49 ha, dan 0,5-0,9 ha mempunyai besar persentase yang sama yakni 6,67%. Penduduk yang mempunyai lahan seluas 0,1 0,9 ha lebih banyak melakukan mobilitas untuk mencari pekerjaan diluar usaha dibidang pertanian. Semakin luas pemilikan lahan, semakin sedikit petani yang melakukan pekerjaan diluar bidang pertanian tersebut. Seperti apa hubungan asal kepemilikan lahan dengan luas kepemilikan lahan dapat dilihat pada Tabel 4.6. 51

Tabel 4.6 Hubungan Asal Kepemilikan Lahan dengan Luas Kepemilikan Lahan Luas Kepemilikan Lahan (%) Asal Kepemilikan Lahan Tidak Jumlah 0,1 0,1-0,49 0,5-0,9 1 Tahu Warisan 34,67 6,67 2,67 16,00 5,33 65,33 Membeli dari warga setempat 14,67 0,00 2,67 2,67 1,33 21,33 Menyewa dari warga setempat 1,33 0,00 1,33 0,00 0,00 2,67 Masih punya orang tua 10,67 0,00 0,00 0,00 0,00 10,67 Jumlah 61,33 6,67 6,67 18,67 6,67 100,00 Sebagian besar penduduk yang asal kepemilikan lahannya dari warisan tidak mengetahui besarnya luas lahan yang mereka miliki. Kemudian sebesar 16% dapat dijelaskan bahwa asal kepemilikan lahan penduduk mempunyai luas lahan sekitar 0,5-0,9 ha. Asal kepemilikan lahan penduduk yang membeli dari warga setempat sebesar 14,67% mengatakan bahwa penduduk tidak mengetahui luas kepemilikan lahan mereka. Sedangkan asal kepemilikan lahan penduduk yang menyewa dari warga setempat sebesar 1,33% mengatakan tidak mengetahui luas lahannya dan sebesar 1,33% mengatakan luas kepemilikan lahannya adalah sekitar 0,1-0,49 ha. Asal kepemilikan lahan penduduk yang masih milik orang tua sebesar 10,67% mengatakan tidak mengetagui luas lahannya. 4.6 Fisik Lingkungan Fisik lingkungan pada penelitian ini adalah hal yang berkaitan dengan jenis rumah. Identifikasi terhadap jenis rumah di Desa Soko bertujuan untuk mengetahui ada berapa banyak jenis rumah yang rentan maupun tidak rentan terhadap bahaya longsor. Rumah dengan pondasi yang kuat tergolong jenis rumah yang tidak rentan. Sedangkan jenis rumah yang kondisinya rentan terhadap bahaya longsor adalah rumah dengan pondasi yang tidak kuat. Rumah dengan pondasi kuat adalah rumah yang tahan terhadap bahaya longsor, sedangkan rumah dengan pondasi tidak kuat adalah rumah yang tidak tahan terhadap bahaya 52

longsor. Alasan penduduk membuat rumah berpondasi adalah kesadaran mereka terhadap lingkungan daerah tempat tinggal mereka yang merupakan daerah rentan bahaya longsor. Jenis rumah penduduk pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Jenis Rumah Penduduk di Daerah Longsor Jenis Rumah Jumlah Persentase (%) Rumah dengan pondasi kuat 57 76.00 Rumah dengan pondasi yang tidak kuat 18 24.00 Jumlah 75 100.00 Dari Tabel 4.7 sebanyak 76% jenis rumah penduduk tergolong rumah dengan pondasi kuat. Sedangkan sebanyak 24% jenis rumah penduduk tergolong rumah dengan pondasi yang tidak kuat. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa penduduk di Desa Soko yang rentan terhadap longsor adalah mereka dengan jenis rumah yang pondasinya tidak kuat, dan penduduk yang tidak rentan terhadap longsor yaitu mereka yang rumahnya mempunyai pondasi yang kuat. Seperti apa hubungan jenis rumah dengan tingkat pendapatan dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Hubungan Jenis Rumah dengan Tingkat Pendapatan Tingkat Pendapatan (%) Jenis Rumah 500.000 500.000-1.000.000 1.000.000-1.500.000 1.500.000-2.000.000 Jumlah Rumah dengan pondasi kuat 2,67 34,67 29,33 9,33 76,00 Rumah dengan pondasi tidak kuat 1,33 21,33 1,33 0,00 24,00 Jumlah 4,00 56,00 30,67 9,33 100,00 Sumber: Hasil Analisis 53

Sebagian besar penduduk yang mempunyai jenis rumah dengan pondasi kuat adalah penduduk dengan tingkat pendapatan Rp. 500.000,- s/d Rp. 1.000.000,- yakni sebesar 34,67%. Kemudian sebesar 29,33% penduduk yang mempunyai rumah dengan pondasi kuat adalah penduduk dengan tingkat pendapatan Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 1.500.000,-. Penduduk yang mempunyai jenis rumah dengan pondasi kuat, hanya sebesar 9,33% yang tingkat pendapatan penduduk Rp. 1.500.000,- s/d Rp.2.000.000,-. Selain itu, hanya sebesar 2,67% penduduk yang mempunyai rumah dengan pondasi kuat yang tingkat pendapatannya kurang dari Rp. 500.000,-. Sebagian besar penduduk yang mempunyai jenis rumah dengan pondasi tidak kuat adalah penduduk dengan tingkat pendapatan Rp. 500.000,- s/d Rp. 1.000.000,- yakni sebesar 21,33%. Penduduk yang mempunyai jenis rumah dengan pondasi tidak kuat dengan tingkat pendapatan penduduk Rp. 1.500.000,- s/d Rp.2.000.000,-, masing-masing hanya sebesar 1,33%. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa penduduk yang pendapatannya besar tidak selalu membuat rumah dengan pondasi yang kuat karena sebagian besar dari mereka mendapatkan rumah yang berasal dari warisan beserta lahannya. 4.7 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk di Desa Soko perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis hubungan antara tingkat pendidikan penduduk dengan keinginan berpindah penduduk. Penduduk yang tingkat pendidikannya lebih tinggi tidak akan rentan terhadap bencana dibandingkan mereka yang pendidikannya lebih rendah. Karena penduduk yang pendidikannya lebih tinggi, mereka akan memikirkan bagaimana keadaan daerah bencana dan dampaknya nantinya. Sehingga kemungkinan seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi akan lebih dapat untuk melakukan adaptasi, misalnya penduduk lebih pintar bagaimana membangun rumah di daerah longsor. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.9 bahwa sebagian besar penduduk yang tingkat pendidikannya tinggi mempunyai jenis rumah dengan pondasi kuat sebesar 37,33%, sedangkan sebagian kecil penduduk yang tingkat pendidikannya rendah mempunyai jenis rumah dengan pondasi tidak kuat. Bagaimana hubungan jenis rumah dengan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.9. 54

Tabel 4.9 Hubungan Jenis Rumah dengan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan (%) Jenis Rumah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Jumlah Rumah dengan pondasi kuat 13,33 5,33 20,00 37,33 76,00 Rumah dengan pondasi tidak kuat 12,00 0,00 8,00 4,00 24,00 Jumlah 25,33 5,33 28,00 41,33 100,00 Sumber: Hasil Analisis Seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi cenderung mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan akan membuat tingkat pendapatannya tinggi pula. Sebaliknya seseorang yang pendidikannya rendah cenderung mendapatkan pekerjaan yang tidak bagus dan pendapatannya juga rendah. Hal ini dapat terjadi karena tingkat pendidikan akan berhubungan dengan pekerjaan seseorang. Seperti apa tingkat pendidikan penduduk di daerah longsor dapat dilihat pada Tabel 4.10 Tabel 4.10 Tingkat Pendidikan Penduduk di Daerah Longsor Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) Tidak Tamat SD 19 25,33 Tamat SD 4 5,33 Tamat SMP 21 28,00 Tamat SMA 31 41,33 Jumlah 75 100,00 Dari Tabel 4.10 diketahui persentase terbesar dari tingkat pendidikan penduduk di Desa Soko yaitu tamat SMA dengan 41,33%, selanjutnya persentase terbesar kedua dari tingkat pendidikan penduduk adalah tamat SMP yaitu sebanyak 28%, dan yang ketiga adalah tidak tamat SD dengan persentase 25,33%. Selain itu juga dapat dilihat ada penduduk yang berpendidikan tamat SD dengan persentase sebanyak 5,33%. 55

4.8 Partisipasi Sosial Penduduk di Daerah Rentan Bahaya Longsor Variabel partisipasi sosial yang akan diindentifikasi adalah yang berhubungan dengan ada atau tidaknya keikutsertaan penduduk dalam kegiatan kemasyarakatan yang ada di daerah tempat tinggalnya, seperti arisan, kumpulan warga atau pengajian warga. Identifikasi variabel partisipasi sosial bertujuan untuk mengetahui apakah variabel partisipasi sosial mempunyai hubungan atau tidak dengan keinginan berpindah penduduk. Penduduk yang ikut dalam suatu kegiatan kemasyarakatan akan merasa kondisinya tidak rentan dibanding dengan mereka yang tidak sama sekali ikut dalam kegiatan kemasyarakatan yang ada di lingkungan tempat tinggalnya, karena penduduk yang ikut dalam kegiatan tersebut akan merasa lebih nyaman, tenteram, dan mempunyai hubungan partisipasi yang baik dengan lingkungannya. Jadi, masyarakat yang merasa nyaman dan tenteram tersebut akan lebih mengetahui bagaimana keadaan daerah yang rentan bahaya longsor apabila masyarakat lebih banyak mengikuti kegiatan kemasyarakatan tersebut. Seperti apa komposisi penduduk yang mengikuti kegiatan kemasyarakatan ataupun tidak dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Interaksi Sosial Penduduk di Daerah Longsor Keikutsertaan Kegiatan Kemasyarakatan Jumlah Persentase (%) Ya 42 56,00 Tidak 33 44,00 Jumlah 75 100,00 Berdasarkan Tabel 4.11 dapat disimpulkan sebanyak 56% penduduk mengikuti kegiatan kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggalnya, sedangkan sebanyak 44% tidak mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Berdasarkan survei serta informasi dari hasil wawancara ada beberapa jenis kegiatan dan organisasi kemasyarakat yang ada di Desa Soko dan diikuti oleh penduduk, seperti arisan, pengajian, dan karang taruna. 56

Ya jelas saya ikut dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti arisan biasanya 1 minggu sekali. (Rec.01) Berdasarkan uraian tersebut dapat katakan bahwa seluruh responden di Desa Soko tidak rentan terhadap aspek partisipasi sosial. 4.9 Persepsi Penduduk Terhadap Daerah Rentan Bahaya Longsor Keadaan fisik, sosial dan ekonomi sangat erat hubungannya dengan penilaian terhadap daerah tempat tinggal. Lahan di daerah penelitian merupakan tempat sebagai sumber mata pencaharian penduduk yaitu swasta dan pertanian. Selain itu, kesempatan kerja di luar swasta dan pertanian dapat pula di lakukan di daerah ini. Maka dari itu keadaan ekonomi dapat dikatakan cukup baik sejalan dengan perkembangan kesejahteraan rumah tangga yang bertambah baik. Selain itu pula, dapat dikatakan jalinan kekerabatan atau hubungan kemasyarakatan cukup baik antar sesama warga. Lingkungan tempat tinggal yang baik akan membuat penduduk untuk dapat menilai keadaan daerah tempat tinggalnya. Walaupun di daerah penelitian pernah terjadi longsor, mereka tetap bertahan di daerah tempat tinggalnya. Namun, dapat dijelaskan persepsi penduduk di daerah penelitian pada Tabel 4.12. Tabel 4.12 Persepsi Penduduk Terhadap Daerah Longsor Persepsi Penduduk Terhadap Daerah Longsor Jumlah Persentase (%) Perlu ada perhatian dari pemerintah 8 10,67 Harus ditinggalkan 5 6,67 Harus hati-hati dan waspada 3 4,00 Bahaya dan khawatir untuk menjadi tempat tinggal 38 50,67 Takut kalau terjadi longsor lagi 2 2,67 Sangat prihatin 8 10,67 Sudah terbiasa 1 1,33 Tidak tahu 10 13,33 Jumlah 67 89,33 57

Sebagian besar penduduk di daerah penelitian yakni sebesar 50,67% mengatakan bahwa di daerah tempat tinggal mereka merupakan daerah yang berbahaya untuk menjadi tempat tinggal dan mereka merasa khawatir untuk tetap terus tinggal di daerah tersebut. Bahaya itu, bagaimana ya...kalau malam sulit tidur takut kalau malam terjadi longsor. (Rec.03) Jadi dapat dikatakan, mereka tetap ingin tinggal di daerah ini, namun selalu dibayangi bahaya longsor yang dapat terjadi kapanpun. Selanjutnya, 13,33% mengatakan tidak tahu mengenai daerah bahaya longsor, jadi dapat dikatakan penduduk tersebut kurang pengetahuannya tentang bahaya longsor. Kemudian, ada yang mengatakan bahwa perlu ada perhatian dari pemerintah dan dan sangat prihatin terhadap daerah bahaya longsor, masing-masing sebesar 10,67%. 6,67% penduduk mengatakan bahwa daerah longsor harus ditinggalkan, 4% penduduk mengatakan bahwa harus hati-hati dan waspada terhadap daerah longsor, dan 2,67 penduduk mengatakan bahwa takut kalau terjadi longsor lagi. Sebagian kecil penduduk di daerah penelitian yakni sebesar 1,33% mengatakan bahwa sudah terbiasa tinggal di daerah bahaya longsor. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa penduduk yang sudah terbiasa tinggal di daerah tersebut merupakan penduduk usia lanjut dan dapat hidup bertahan di daerah tersebut. Faktor kekerabatan merupakan salah satu penyebab mereka tetap ingin tinggal. Kebutuhan dasar untuk hidup juga merupakan faktor yang membuat penduduk terikat dengan daerah tempat tinggalnya. Banyaknya sumber pendapatan pada berbagai peluang kerja yang ada di daerah ini, meskipun bahaya longsor dapat terjadi kapanpun, mereka tetap ingin tinggal. Faktor penarik yang ada di daerah asal nampaknya terlihat lebih kuat daripada faktor penarik di daerah lain. Sebagian besar dari mereka merasa susah aman untuk tetap tinggal di daerah asal, meskipun dari penelitian tidak melihat hal tersebut. 58