BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PENGERTIAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. terjadi tingginya tingkat pengangguran yang tersebar di seluruh wilayah

BAB II TINJAUAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan komunikasi dan manajemen untuk membobilisasi manusia, uang,dan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan perekonomian nasional salah satunya dipicu oleh. kemunculan para pengusaha kecil menengah dan usaha mikro dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Kedua, potensinya yang besar dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh Arief Rahman Yuditya (2010) hasil jumlah lapangan pekerjaan tidak diimbangi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. omzet, namun karena jumlahnya cukup besar, maka peranan UMKM cukup

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KEWIRAUSAHAAN & KEPEMILIKAN BISNIS. Muniya Alteza

BAB I PENDAHULUAN. jumlah asset maksimal 0 sampai Rp 50 juta dan omzet total 0 sampai 300 juta.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. konsep pemasaran (Kohli & Jaworski, 1990). Orientasi pasar adalah budaya

(UKM) APAAN TU????

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perekonomian Indonesia

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perkembangan dunia usaha yang dinamis dan penuh

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 mendefiniskan Dunia Usaha. sebagai Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar yang

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN. untuk memahami dengan benar apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan

BAB VI USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM)

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman kontemporer, perusahaan dituntut tidak hanya mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. market sharenya, beberapa perusahaan menerapkan berbagai strategi yang

II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Usaha Kecil, mikro dan Menengah. perkembangan lingkungan perekonomian yang semakin dinamis dan global

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keluar untuk mengatasi masalah perekonomian di Indonesia. UMKM di. ditampung sehingga tingkat pengangguran semakin berkurang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang Penelitian

PENGUATAN SEKTOR UMKM DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) MELALUI CASH MANAGEMENT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Porter Wachjuni 2014) (Departemen Perdagangan 2007). (Suaramerdeka, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang no 10 tahun 1998). Kredit sebagai usaha pokok bank

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. menciptakan nilai unggul bagi pelanggan. Orientasi pasar adalah budaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi hal yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memerangi kemiskinan dan pengangguran.

I. PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang pemasaran yang berorientasi pasar serta inovasi produk akan

PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENINGKATAN DAYA SAING USAHA KECIL MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan persaingan pada dunia bisnis di era globalisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nawacita Joko Widodo dan Jusuf Kalla tahun tentang

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tetapi sebagai tempat usaha yang cukup banyak menyerap tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. upaya pemberdayaan ekonomi rakyat adalah koperasi. Hal ini dikarenakan

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. atau laba. Walaupun laba bukan merupakan satu-satunya aspek yang dinilai dari

BAB II LANDASAN TEORI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

BAB I PENDAHULUAN. Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Industri properti di Indonesia walaupun mengalami guncangan pada tahun

IKM Dalam Bidang Ekonomi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

PENDAHULUAN Latar Belakang

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

I. PENDAHULUAN. strategi rantai pasok tersebut umumnya terjadi trade off antara kecepatan

BAB III TINJAUAN TEORI. A. Defenisi Usaha Mikro kecil menengah (UMKM) maupun dalam hal penyerapan tenaga kerja. UKM dianggap penyelamat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. adalah perusahaan yang dapat menyampaikan superior value kepada pelanggan.

BAB I PENDAHULUAN. menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini mengemukakan dasar penelitian ini agar dapat memahami

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia memiliki bermacam-macam ketentuan pajak untuk para

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. khas minang di kota Padang dengan menguji hubungan antara entrepreneurial

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. penulisan. Pada latar belakang dibahas mengenai isu-isu yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana pencapaian perusahaan. Selama ini yang umum dipergunakan dalam

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peran Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah),

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

BAB II TELAAH PUSTAKA. tersebut. Mengingat besarnya pengaruh bank terhadap perekonomian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dinamika industri perbankan yang semakin ketat dan harapan stakeholder

Draft DRAFT PEDOMAN PASAL 50 H TENTANG PENGECUALIAN USAHA KECIL UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) TERHADAP USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM)

UPAYA OPTIMALISASI PANGAN BERBASIS TEPUNG NONBERAS SEBAGAI PENGEMBANGAN UMKM KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kurang kokohnya perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan berkelanjutan menjadi isu penting dalam menanggapi proses. yang strategis baik secara ekonomi maupun sosial politis.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara ataupun daerah, termasuk di Indonesia. Suatu usaha

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi untuk mengusahakan dan mengembangkan berbagai

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. eceran terus berkembang seiring dengan keinginan dan selera pelanggan dan

Kewirausahaan. Kewirausahaan dan Lingkungan Global. Reddy Anggara, S.Ikom., M.Ikom. Modul ke: Fakultas Fakultas Teknik. Program Studi Arsitektur

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan permodalan yang masih tergolong tinggi seperti pada CAR yang berada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian penelitian

BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki tujuan yang sama yaitu menumbuhkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak pengetahuan yang dimiliki oleh stakeholder dari sebuah perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakekatnya setiap perusahaan di dalam menjalankan usahanya

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, akan diuraikan mengenai Usaha Kecil Menengah, definisi dan teori mengenai orientasi pasar, serta dipaparkan pula penelitian terdahulu terkait dengan orientasi pasar. 2.1 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Dalam website Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) : a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 11

Tentang kriteria usaha mikro, kecil dan menengah dijelaskan dalam Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2008, yaitu sebagai berikut : 1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). 4. Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2) huruf a, huruf b, serta ayat (3) huruf a, huruf b nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden. 12

Berikut adalah kriteria UMKM menurut Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia: Tabel 2.1 Kriteria UMKM No. Jenis Aset Kriteria Omzet 1. Usaha Mikro Maks. 50 Juta Maks. 300 Juta 2. Usaha Kecil >50 Juta 500 Juta >300 Juta 2,5 Miliar 3. Usaha Menengah >500 Juta 10 Miliar 2,5 Miliar 50 Miliar Sumber: www.depkop.go.id Tedja suksmana (2014) menguraikan peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari: 1. Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor. 2. Penyedia lapangan kerja yang terbesar. 3. Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat. 4. Pencipta pasar baru dan sumber inovasi sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor masyarakat sehingga mengurangi tingkat kemiskinan dan lain-lain. Pada infoukm.wordpress.com disebutkan bahwa dalam perkembangannya, UMKM dapat diklasifikasi menjadi 4 kelompok, yaitu: 1. Livelihood Activities UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari penghasilan, yang lebih dikenal 13

sebagai sektor informal. Contohnya pedagang kaki lima. 2. Micro Enterprise UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan. 3. Small Dynamic Enterprise UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor. 4. Fast Moving Enterprise UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman perekonomian nasional dalam masa krisis, serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. Secara riil UMKM juga sebagai sektor usaha yang paling besar kontribusinya terhadap pembangunan nasional (Ariyani, 2011). 2.2 Orientasi Pasar Dalgic (2000) menyebutkan bahwa orientasi pasar diklasifikasikan di cara yang berbeda oleh beberapa peneliti. Berikut adalah beberapa klasifikasi menurut Dalgic yang sering digunakan: - Filosofi korporasi: dasar dan pandangan yang digunakan perusahaan. - Implementasi dalam konsep pemasaran: sebuah strategi yang berkelanjutan. - Sesuatu yang ideal: dilakukan dan diimplementasikan pada cara kerja perusahaan. - Pernyataan hukum atau aturan: menjadi aturan dalam perusahaan. - Sebuah kepercayaan: orientasi pasar dipercayai jika diimplementasikan dengan benar dapat meningkatkan kinerja perusahaan. - Budaya keorganisasian 14

Orientasi pasar juga dapat dideskripsikan sebagai bentuk dari budaya keorganisasian yang menempatkan penciptaan keuntungan pada prioritas tertinggi dan memperbaiki nilai superior pelanggan sambil mempertimbangkan ketertarikan dari pemangku kepentingan lainnya. Selain itu juga memberikan norma-norma perilaku mengenai pengembangan organisasi yang tanggap terhadap informasi pasar. - Konsep periode atau tahap perkembangan dan tingkat kematangan sebuah organisasi yang sejalan dengan perkembangan ekonomi pasar nasional di mana ia beroperasi. Pada penelitian ini, penulis menggunakan pemahaman orientasi pasar sebagai budaya keorganisasian karena penerapan orientasi pasar di sini menuntut perusahaan untuk terus menciptakan nilai pelanggan dan juga memahami keinginan pelanggan. Perusahaan juga harus responsif dengan situasi dan keadaan pasar demi mempertahankan dan meningkatkan posisi perusahaannya di pasar. Dalgic (2000) mendeskripsikan orientasi pasar sebagai tingkatan perkembangan organisasi atau aras yang merefleksikan kedewasaan sekaligus perkembangan ekonomi nasional. Dalgic berpendapat bahwa orientasi pasar secara alami berkembang dari praktek penjualan dengan memahami pelanggan, baik masalah dan kebutuhan mereka menjadi pemberian solusi dan kepuasan atas semua kebutuhan pelanggan. Orientasi pasar merupakan sesuatu yang penting bagi perusahaan sejalan dengan meningkatnya persaingan global dan perubahan dalam kebutuhan pelanggan dimana perusahaan menyadari bahwa mereka harus selalu dekat dengan pasarnya (Dewi, 2006). Narver dan Slater (2000) mengartikan bahwa orientasi pasar adalah budaya bisnis yang menghasilkan kinerja yang sangat baik melalui sebuah komitmen untuk menciptakan nilai superior bagi pelanggan. Nilai-nilai 15

dan keyakinan orientasi pasar ini mendorong pembelajaran berkelanjutan tentang pelanggan yang menekankan kebutuhan, dan strategi, serta tindakan terkoordinasi untuk menciptakan eksploitasi belajar. Kohli dan Jaworski (1990) menyatakan bahwa orientasi pasar merupakan hal yang membedakan antara satu perusahaan dengan yang lainnya, yang bersaing secara sehat dalam ekonomi modern yang penuh tuntutan dan canggih. Orientasi pa sar menurut Kook (2002), tidak hanya berfokus pada pelanggan tetapi juga pada para pesaing, berbagai masalah organisasi dan berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi preferensi kebutuhan pelanggan. Orientasi pasar menurut Amirdadjoo et al (2015) merupakan tahapan dalam pengembangan organisasi atau aras dari kedewasaan organisasi. Schloser dan McNaughton (2004) menyatakan agar berorientasi pasar, diperlukan kemampuan untuk menghasilkan dan memahami pasar, serta mampu untuk mengelola fungsi-fungsi yang dapat memperkuat keunggulan kompetitif sebuah perusahaan. Kohli dan Jaworski (1990) mendefinisikan orientasi pasar mencakup satu atau lebih departemen yang terlibat dalam kegiatan untuk mengembangkan pemahaman tentang kebutuhan pelanggan saat ini serta masa depan, memahami faktor-faktor yang mempengaruhi mereka dan berbagi pemahaman ini di seluruh departemen. Selanjutnya berbagai departemen tersebut kemudian terlibat dalam kegiatan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang pilih. Dengan kata lain, orientasi pasar mengacu pada organisasi yang luas, diseminasi, dan tanggap terhadap intelijen pasar. Hooley, Piercy, dan Nicolaud (2012) mendefinisikan orientasi pasar berdasarkan 5 komponennya, yaitu: a. Customer orientation (orientasi pelanggan) 16

Orientasi pelanggan adalah memahami pelanggan dengan baik secara berkelanjutan untuk menciptakan nilai superior bagi pelanggan. Pelanggan merupakan konsumen akhir, berarti fokus organisasi yang pertama adalah berfokus pada pelanggan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan, serta lentur. Pada konsep baru, proses utama bisnis adalah nilai produk demi kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Menurut Taleghani, et al (2013) semua perusahaan yang berorientasi pelanggan memiliki tiga fitur: 1. Mereka menjadi berorientasi pelanggan ketika semuanya tahu tentang pelanggan mereka dan dari kebutuhan individu di masa lalu mereka, sekarang dan masa depan dengan membuat gambaran yang komprehensif dan tepat. 2. Mereka tahu bahwa jika karyawan tidak ingin informasi tentang pelanggan diberikan kepada kompetitor. 3. Perusahaan-perusahaan ini tidak hanya membuat keputusan tentang produk dan layanan mereka, tetapi menciptakan strategi dan struktur organisasi dari pandangan dan informasi yang benar yang akan digunakan. Seiring waktu, perusahaan-perusahaan ini telah membuat koordinasi lebih antara departemen internal dan menemukan cara-cara baru untuk mengelola arus informasi dan menemukan prosedur untuk pengambilan keputusan yang dianggap merupakan minat pelanggan dan/ atau kebutuhannya. b. Competitor orientation (orientasi pesaing) Orientasi pesaing adalah kesadaran akan kemampuan jangka pendek dan panjang dari pesaing. Narver, dan Slater (1990) menyatakan orientasi pesaing berarti terus memahami kemampuan dan strategi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan sebagai tujuan organisasi dan penggunaan pengetahuan dalam rangka menciptakan nilai pelanggan yang unggul dan setiap 17

perusahaan harus memiliki kebijakan pemasaran. Perusahaan yang berorientasi pesaing adalah perusahaan yang mengatur praktek dan kegiatan yang digunakan untuk memengaruhi tindakan dan reaksi pesaing. Perusahaan yang berorientasi pesaing menghabiskan waktu mereka pada isu-isu yang lebih penting dari gerakan pesaing dan pasar, dan mencoba untuk menemukan kebijakan yang dapat diterapkan terhadap mereka. Kadang-kadang perusahaan, berdasarkan kekuatan dan kelemahan mereka memiliki hubungan terhadap pesaing dan analisis strategi bersaing telah direncanakan (Heiens, 2000). Ketika bisnis telah cenderung memiliki orientasi pesaing, akan ada evaluasi kembali kekuatan dan kelemahan dari pesaing mereka. Evaluasi kinerja ini dapat mencakup produktivitas manufaktur, harga, waktu pengiriman, kepuasan pelanggan, inovasi, dan retensi karyawan dan pangsa pasar. Dalam sistem ekonomi yang kompetitif, setiap perusahaan mencoba untuk memaksimalkan keuntungan bagi diri mereka sendiri dengan mengorbankan pesaing mereka. c. Interfunctional coordination (koordinasi antar fungsi) Koordinasi antar fungsi adalah menggunakan semua sumber daya perusahaan untuk menciptakan nilai bagi pelanggan sasaran. Koordinasi antar fungsi mencakup semua fungsi organisasi, operasi pelanggan dan informasi pasar dalam rangka menciptakan nilai bagi pelanggan. Juga Tse, et al (2003) menyatakan bahwa koordinasi antar fungsi adalah penyebaran informasi tentang pelanggan dan pesaing di antara semua bagian dari staf dan organisasi dalam rangka membuat pemahaman yang benar tentang kebutuhan dan keinginan pelanggan, dan perencanaan untuk mengatasi dalam kompetisi. Mereka membagi koordinasi antar fungsi menjadi empat bagian, yaitu: integrasi fungsional dalam strategi, berbagi informasi di antara fungsi, penyebaran informasi, dan koordinasi antara semua 18

unit untuk menciptakan nilai bagi pelanggan. Zhou et al (2005) mengemukakan bahwa koordinasi antar fungsi dalam organisasi harus mampu melakukan peran: 1. Mendistribusikan sumber daya perusahaan kepada unit bisnis lain yang ada di dalamnya. 2. Semua fungsi harus dimanfaatkan untuk memahami pelanggannya. 3. Mendistribusikan semua informasi untuk semua fungsi. 4. Semua fungsi harus diintegrasikan untuk mendukung strategi perusahaan. 5. Semua fungsi harus memberi kontribusi dalam menciptakan nilai pelanggan. Purwasari dan Suprapto (2014) menyatakan bahwa perusahaan harus memiliki kemampuan khusus dengan tugas individual untuk diintegrasikan ke dalam fungsi yang lebih luas cakupannya seperti kemampuan pemasaran, riset, dan pengembangan. Integrasi antar fungsi dalam organisasi memerlukan sumber daya, khususnya pengetahuan dan keahlian dari setiap pekerja sehingga dapat mendukung organisasi dalam menyajikan nilai terbaik bagi pelanggannya. d. Organisational culture (budaya keorganisasian) Budaya perusahaan atau keorganisasian menghubungkan para pekerja atau karyawan dan para manajer dengan kepuasan pelanggan. Budaya keorganisasian adalah bagaimana organisasi mengajarkan kepada karyawan lama maupun karyawan baru cara yang benar untuk memahami, berpikir, dan merasakan hubungan antar fungsi (Schein, 1984). Budaya keorganisasian dapat diekspresikan sebagai konsep pemasaran, yaitu sekumpulan nilai dan kepercayaan yang mendorong organisasi melalui komitmen mendasar untuk melayani kebutuhan pelanggan sebagai jalan menuju keuntungan yang berkelanjutan (Keith, 1960). 19

e. Long-term focus (fokus jangka panjang) Fokus jangka panjang adalah bagaimana perusahaan dapat menjaga kestabilan dan meningkatkan kinerja perusahaan, serta menjaga hubungan dengan pelanggan dalam waktu yang lama. Orientasi pasar memiliki fokus utama jangka panjang baik dalam kaitannya dengan keuntungan dan dalam implementasi komponen perilaku orientasi pasar lainnya. Demi kelangsungan hidup jangka panjang dengan adanya persaingan, bisnis tidak dapat menghindari perspektif jangka panjang dan harus terus-menerus menemukan dan menerapkan nilai tambah bagi pelanggan, yang memerlukan berbagai taktik dan investasi yang tepat. Anderson (1982) menekankan bahwa perspektif investasi jangka panjang adalah bagian tersirat dalam orientasi pasar. Narver dan Slater (1994) menyatakan bahwa pencapaian orientasi pasar dikaitkan dengan adanya kinerja yang unggul dan juga manfaat internal perusahaan, misalnya komitmen karyawan. Namun, terdapat kemungkinan akan adanya hambatan yang substansial dalam mencapai orientasi pasar. Hambatan yang jelas nyata adalah kecenderungan bisnis untuk fokus pada kegiatan internal, pemahaman yang buruk dari kebutuhan pelanggan saat ini dan yang mendesak, kurangnya komitmen untuk mencapai orientasi pasar oleh manajemen senior dan menengah, kegagalan untuk mengembangkan budaya abadi untuk mendukung perilaku yang berorientasi pasar, dan ketidakmampuan untuk melihat bahwa semua kegiatan dari bisnis adalah titik sentuh untuk tercapainya kepuasan pelanggan (Piercy et al, 2012). Dalam penerapan orientasi pasar pada perusahaan, terdapat dua jenis perusahaan yang memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Berikut adalah dua tipe perusahaan tersebut: Tabel 2.2 Tipe Perusahaan Dalam Menerapkan Orientasi Pasar 20

Tipe A Filosofi orientasi pelanggan. Keyakinan bahwa keuntungan didapatkan dari pelanggan yang puas. Perusahaan yang terus belajar. Berbasis pada pelanggan/pesaing/pemegang kepentingan/ teknologi. Ramping, bermakna, dan lentur. Kepemimpinan dan budaya keorganisasian yang kuat untuk layanan pelanggan. Inovatif. Memiliki fokus jangka panjang. Tipe B Orientasi pelanggan diterima ketika pasar membutuhkannya. Menekankan pada pemotongan biaya dan memaksimalkan keuntungan. Belajar jika pesaing membuatnya diperlukan. Berbasis pada pesaing. Besar, terdapat birokrasi. Perubahan budaya keorganisasian. Imitatif. Memiliki fokus jangka pendek. Sumber: Dalgic (2000) Selanjutnya, Dalgic (2000) menguraikan sebuah panduan untuk menanamkan orientasi pasar pada perusahaan, diantaranya: - Menaruh CEO dan tim manajer sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam proses penanaman orientasi pasar. - Memastikan bahwa alasan untuk berubah ke arah orientasi pasar jelas dikomunikasikan kepada setiap individu di perusahaan dengan segala cara komunikasi. - Ciptakan lingkungan internal untuk konsultasi dan loloh balik. - Ambil waktu untuk menyelesaikan proses perubahan termasuk tahap loloh balik. 21

- Libatkan keryawan dan berikan mereka keleluasan untuk mengerjakan perubahan bagi area fungsional mereka. - Menyediakan pelatihan dengan nilai-nilai yang baru, metode kinerja, dan pemahaman pelanggan dan peningkatan kualitas layanan. - Mengakui dan memberi penghargaan kepada karyawan yang berhasil. 1.3 Makanan Pokok (Staple Food) Wikipedia.com menjelaskan bahwa makanan pokok (staple food) adalah makanan yang menjadi gizi dasar, namun tidak menyediakan keseluruhan nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Oleh karena itu makanan pokok dimakan bersama dengan lauk pauk untuk memenuhi kebutuhan nutrisi seseorang dan mencegah kekurangan gizi. Makanan pokok berbeda-beda sesuai dengan keadaan tempat dan budaya, ada yang berasal dari tanaman, baik dari serealia seperti beras, gandum, jagung, maupun umbi-umbian seperti kentang, ubi jalar, talas dan singkong. 22