BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human

BAB I PENDAHULUAN. Narkoba kini mengintai setiap generasi muda laki laki dan wanita

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG NAPZA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS III SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB 1 : PENDAHULUAN. bahan aktif lainya, dimana dalam arti luas adalah obat, bahan atau zat. Bila zat ini masuk

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba dalam bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN)

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. konsekuen dan konsisten. Menurut NIDA (National Institute on Drug Abuse), badan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun

JURNAL DATA TERKAIT NARKOTIKA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN , , ,793

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

OLEH A A ISTRI YULAN PERMATASARI ( ) KADEK ENA SSPS ( ) WAYLON EDGAR LOPEZ ( )

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbatasan pengetahuan tentang narkoba masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ii DATA DAN INDIKATOR GENDER di INDONESIA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan

LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan dan dibeli baik secara langsung di tempat-tempat perbelanjaan maupun

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Nasional, Jakarta, 2003, h Metode Therapeutic Community Dalam Rehabilitasi Sosial Penyalahguna Narkoba, Badan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

ANALISA DATA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA

ESTIMASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI TAHUN 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. belum ditemukan, yang dapat mengakibatkan kerugian tidak hanya di bidang

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

BAB I PENDAHULUAN. yang mengakomodasi kesehatan seksual, setiap negara diharuskan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

Selamat membaca..! Redaksi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu human immuno deficiency virus (HIV), yang telah di. identifikasi pada tahun 1983 (Depkes RI ).

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

PROGRAM HARM REDUCTION DI INDONESIA "DARI PERUBAHAN PERILAKU KE PERUBAHAN SOSIAL"

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan

BAB I PENDAHULUAN. dampaknya terus berkembang (The Henry J. Kaiser Family Foundation, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

Implementasi Kebijakan dan Program AIDS pada Kelompok Pengguna Napza

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari segi medis maupun psikologi sosial. Peredaran narkoba pada saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Selain jenisnya yang lebih variatif, barang haram itu kini telah merambah hingga ke sekolah-sekolah, kampus-kampus, tempat kerja dan bahkan hingga ke pelosok desa. Yang paling memprihatinkan, korban narkoba pada umumnya adalah kaum remaja yang justru masih dalam kategori usia produktif. Ancaman narkoba dalam perkembangannya dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok ancaman yaitu: ancaman narkoba internasional, regional dan nasional. Ancaman narkoba skala internasional, sebagaimana digambarkan oleh United Nations Office on Drug and Crime (UNODC) dalam World Drugs Report 2007, menunjukkan gambaran tentang situasi narkoba internasional bahwa dalam setiap tahun, negara negara di seluruh dunia dibanjiri oleh 1.000 Ton Heroin, 1.000 Ton Kokain, Sejumlah besar Ganja, Hashish, dan Sejumlah besar ATS (XTC dan Shabu). Laporan UNODC tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2006, produksi Candu di Afghanistan meningkat 60% sehingga dapat mensupply kebutuhan dunia sebesar 93% atau sebanyak 6.100 Ton Candu. Pada tahun 2006, kultivasi (penanaman) gelap tanaman Candu di daerah Golden Triangle turun 29%, dan saat ini hanya memproduksi 5% dari total produksi dunia. Sedangkan di Thailand, melalui program Mae Fah Luang Foundation kultivasi Candu telah mendekati 0%, sehingga prosentase Heroin 5% tersebut di atas dapat diduga Heroin berasal dari Laos dan Myanmar.

2 Sisanya sebanyak 2% penyebaran Heroin kebutuhan dunia berasal dari luar Golden Crescent dan Golden Triangle. Sedangkan mengenai peredaran kokain, disebutkan bahwa produsen kokain terbesar di dunia adalah Kolumbia yang mampu mensupply 70% kebutuhan dunia, sekaligus sebagai negara penghasil Heroin terbesar ketiga. Sedangkan di urutan kedua adalah Peru yang mampu mensupply 20% Kokain kebutuhan dunia. Dan negara produsen ketiga adalah Bolivia yang mampu mensupply 10% Kokain kebutuhan dunia. Jika heroin dan kokain dapat dipetakan dengan mudah, lain halnya dengan ganja. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah negara yang menanam ganja, yakni sebanyak 172 negara. Mulai dari yang ditanam di pot-pot rumah tangga sampai dengan yang ditanam dalam skala besar. Namun, negara yang cukup data berkaitan dengan Ganja adalah Maroko yang memasok 70% Hashish (Ekstrak Ganja) ke Eropa. Diperkirakan ganja kering yang diedarkan secara gelap pada tahun 2004 sebesar 45.000 Ton dan tahun 2005 sebesar 42.000 Ton. Selain heroin, kokain, dan ganja jenis narkoba lain yang beredar di tingkat internasional adalah ATS yang terdiri atas Methamphetamine (MA- Shabu), Ecstasy (MDMA), dan Amphetamine. Pada tahun 2004 Methamphetamine (MA-Shabu) yang beredar di tingkat internasional sebesar 291 Ton dan tahun 2005 sebesar 278 Ton. Ecstasy (MDMA) pada tahun 2004 sebesar 126 Ton dan tahun 2005 sebesar 113 Ton. Amphetamine pada tahun 2004 sebesar 63 Ton dan tahun 2005 sebesar 88 Ton. Ancaman narkoba skala regional yakni kawasan negara-negara ASEAN, pada umumnya menunjukkan perkembangan yang hampir sama dengan situasi permasalahan narkoba di Indonesia, yaitu terjadi pergeseran dari narkotika ke ATS, baik penyalahgunaan, peredaran gelap, pelaku tindak pidana yang ditangkap, maupun jenis narkoba yang disita, kecuali di tiga Negara ASEAN (Malaysia, Singapura dan Thailand). Situasi permasalahan narkoba di tiga negara tersebut mulai mengarah pada situasi terkendali, bahkan di Singapura sudah menunjukkan penurunan yang signifikan.

3 Selain ancaman narkoba skala internasional dan regional, ancaman narkoba juga ada dalam skala nasional. Berdasarkan data yang tersedia di Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi Lakhar BNN (UPT T & R) di Lido Bogor menunjukkan bahwa sejak tahun 2003 sampai tahun 2006 telah terjadi peningkatan jumlah residen (pasien), namun belum terlalu signifikan. Pada Tahun 2006 misalnya jumlah residen 267 orang, tahun 2007 menurun menjadi 240 orang dan pada tahun 2008 naik menjadi 259 orang. Usia para residen pada umumnya 26 tahun ke atas (tergolong usia produktif) dan masih didominasi oleh pria dengan perbandingan 8:1. Berdasarkan latar belakang pendidikan, pada umumnya pendidikan terakhir mereka adalah SLTA. Berdasarkan kelompok pekerjaan, jumlah residen terbesar adalah pengangguran yang mencapai 68%, Mahasiswa 18%, Karyawan 8%, Pelajar 4%, PNS 1%, dan Ibu Rumah Tangga sebanyak 1%. Berdasarkan jenisnya, zat yang digunakan oleh para residen pada umumnya adalah golongan Opiat dan derivatnya, namun pada kenyataannya penyalahguna menggunakan lebih dari satu jenis zat (Poly Drugs Abuser). Berdasarkan penyakit penyerta, pada tahun 2006 dari 197 residen sekitar 134 orang telah dilakukan Voluntary Counceling & Testing (VCT) dengan hasil sebagai berikut: yang positif HIVsebanyak 62%, Negative HIV 14%, terkena penyakit Hepatitis C 19%, dan Normal sebanyak 5%. Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba dan Kejahatan Transnasional Bareskrim Polri, kasus peredaran gelap narkoba di Indonesia, sejak tahun 2005 sampai dengan 2007, terus meningkat. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 1.1. Kasus Tindak Pidana Narkoba Tahun 2005-2007 NO TAHUN JUMLAH KASUS 1 2005 16.252 2 2006 17.355 3 2007 22.630 Sumber: Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba dan Kejahatan Transnasional Bareskrim Polri, Agustus 2008

4 Sedangkan berdasarkan jenis kelamin para pelaku tindak pidana narkoba, selama tahun 2005 sampai dengan 2007, juga mengalami peningkatan. Peningkatan pelaku tindak pidana narkoba ini dapat dilihat pada tabel berikut: NO Tabel 1.2. Pelaku Tindak Pidana Narkoba Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2005-2007 JENIS KELAMIN TAHUN 2005 TAHUN 2006 TAHUN 2007 1 Pria 21.046 29.423 33.302 2 Wanita 1.734 2.212 3.035 JUMLAH 22.780 31.635 36.169 Sumber: Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba dan Kejahatan Transnasional Bareskrim Polri, Agustus 2008 Peredaran gelap narkoba telah menjamah berbagai kalangan dari usia anak-anak di bawah 15 tahun hingga orang tua. Berdasarkan jenjang usia para pelaku tindak pidana narkoba, selama tahun 2005 sampai dengan 2007, masih didominasi oleh mereka yang berusia di atas 30 tahun. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.3. Pelaku Tindak Pidana Narkoba Berdasarkan Golongan Usia Tahun 2005-2007 NO USIA TAHUN 2005 TAHUN 2006 TAHUN 2007 1 < 15 127 175 110 2 16-19 1.668 2.447 2.617 3 20-24 5.503 8.383 8.275 4 25-29 6.442 8.104 9.278 5 > 30 9.040 12.526 15.889 JUMLAH 22.780 31.635 36.169 Sumber: Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba dan Kejahatan Transnasional Bareskrim Polri, Agustus 2008

5 Apabila dilihat dari jenis pekerjaan, para pelaku tindak pidana narkoba, selama tahun 2005 sampai dengan 2008, didominasi oleh mereka yang bekerja di swasta, mahasiswa dan pengangguran. Berikut data selengkapnya.: Tabel 1.4. Pelaku Tindak Pidana Narkoba Berdasarkan Golongan Pekerjaan Tahun 2005-2007 NO PEKERJAAN TAHUN 2005 TAHUN 2006 TAHUN 2007 1 PNS 137 121 226 2 Polri/TNI 233 201 235 3 Swasta 8.143 13.914 16.667 4 Wiraswasta 3.504 4.663 5.151 5 Tani 323 473 891 6 Buruh 4.389 4.675 5.079 7 Mahasiswa 610 678 721 8 Pelajar 393 710 712 9 Pengangguran 5.048 6.195 6.487 JUMLAH 22.780 31.635 36.169 Sumber: Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba dan Kejahatan Transnasional Bareskrim Polri, Agustus 2008 Apabila dilihat dari tingkat pendidikan, para pelaku tindak pidana narkoba, selama tahun 2005 sampai dengan 2007, didominasi oleh mereka yang berpendidikan SLTA, kemudian SLTP, SD dan terakhir Perguruan tinggi. Berikut data selengkapnya.:

6 Tabel 1.5. Pelaku Tindak Pidana Narkoba Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2005-2007 NO PENDIDIKAN TAHUN 2005 TAHUN 2006 TAHUN 2007 1 SD 2.542 3.247 4.138 2 SLTP 5.148 6.632 7.468 3 SLTA 14.341 20.977 2.3727 4 PT 749 779 818 JUMLAH 22.780 31.635 36.169 Sumber: Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba dan Kejahatan Transnasional Bareskrim Polri, Agustus 2008 Dari semua data tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa peredaran gelap narkoba mampu mempertemukan antara supply dan demand yang akhirnya bermuara pada peningkatan tindak pidana penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan data BNN, 1,5 % penduduk Indonesia bermasalah dengan narkoba. Angka itu mengarah kepada angka sekitar 3,6 juta orang (BNN, 2006). Kita saat ini sedang berhadapan dengan 3,6 juta orang yang bermasalah dengan narkoba dan kecanduan terhadap narkoba. Sekitar 500 ribu orang dari jumlah 3,6 juta penyalahguna narkoba tersebut adalah Pengguna Narkoba Suntik (IDU-Injecting Drug User). Sebagaimana diketahui bersama bahwa penggunaan narkoba dengan jarum suntik secara bergantian di antara Pengguna Narkoba Suntik (Penasun) memiliki resiko tinggi atau dampak buruk terinfeksi Virus HIV dan Hepatitis B/C. Kelompok Penasun inilah yang sangat bersinggungan langsung dengan HIV dan Hepatitis B/C dan oleh karenanya dapat dikatakan mereka sangat rentan terinfeksi virusvirus berbahaya tersebut. Data dari UNAIDS menyebutkan sebanyak 52% kasus baru HIV diketahui berasal dari kelompok Penasun (UNAIDS, 2008). Berdasarkan data dan informasi dari Departemen Kesehatan, estimasi nasional pada tahun 2006 menyebutkan bahwa jumlah Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) sebanyak 171.000-219.000 orang. Angka-angka ini tentunya sungguh memiriskan hati kita

7 semua. Para Penasun dapat menularkan virus-virus berbahaya tersebut kepada sesama Penasun, Istri dan anak-anaknya, dan juga masyarakat luas. Hingga bulan September 2006, sebanyak 32 Propinsi sudah melaporkan kasus AIDS dengan jumlah komulatif mencapai 6897 orang dan terbanyak dilaporkan dari propinsi DKI Jakarta, Papua, Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Utara dan Jawa Tengah. Proporsi komulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan menular di kalangan Penasun (lebih dari 50 %). Kelompok umur 20-29 tahun yang terinfeksi sebanyak 54,77 % disusul dengan kelompok umur 30-39 tahun (26,56 %). Hal ini mengindikasikan mayoritas penduduk usia muda sangat rentan tertular HIV/AIDS. Gambaran tersebut menunjukkan dominasi cara penularan (mode of transmission) terjadi melalui darah atau lewat jarum suntik yang sudah terkontaminasi dengan virus berbahaya tersebut. Jumlah total kematian akibat virus HIV/AIDS melalui jarum suntik di Rutan dan Lapas tidak tersedia data yang pasti, namun diperkirakan mencapai sekitar 1 orang per hari. Dari gambaran di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 2 epidemi yang saling terkait yaitu epidemi penyalahgunaan dan penyuntikan narkoba dan epidemi HIV/AIDS. Dari kedua epidemi itu, justru epidemi HIV/AIDS lah yang merupakan ancaman paling berbahaya dan menghancurkan karena banyak kalangan Penasun yang aktif secara seksual sehingga mudah menyebarluaskan virus HIV dengan cepat kepada masyarakat luas. Oleh karena itu diperlukan respon yang cepat dari semua pihak, khususnya pemerintah untuk mengatasi epidemi membahayakan tersebut. Epidemi seperti ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Bila hal ini dibiarkan, maka akan menjadi petaka serius bagi bangsa Indonesia. Untuk mengatasi epidemi yang dari tahun ke tahun terus meningkat ini, Pemerintah mengambil inisiatif melakukan sebuah intervensi (terobosan) dengan membentuk sebuah organisasi pemerintahan yang bertugas menanggulangi penyebaran virus HIV. Organisasi tersebut dinamai Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No: 75 Tahun 2006.

8 Lebih lanjut KPAN, dalam menjabarkan tugas pokoknya, menyusun dan mensahkan Peraturan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Nomor:02/PER/MENKO/KESRA/I/2007 tentang Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik. Keberadaan Permenkokesra ini adalah sebagai kebijakan pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba suntik yang lebih memberi penekanan pada tujuan pragmatis jangka pendek daripada tujuan idealis jangka panjang. Upaya mencegah laju penyebaran HIV yang cepat dan berpotensi menjadi ledakan epidemi tersebut perlu dilaksanakan dan diterapkan segera. Kalau hal ini tidak dilakukan, semua tujuan jangka panjang, seperti penghentian penggunaan narkoba, akan sia-sia belaka. Program pengurangan dampak buruk ini lebih menekankan pada upaya pencegahan dampak buruk narkoba suntik, bukan pencegahan penyalahagunaan narkoba. B. Permasalahan Penelitian Pokok permasalahan (factual problem) yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah masih terjadinya peningkatan epidemi virus HIV/AIDS yang disebabkan oleh penggunaan narkoba suntik, meskipun selama ini pemerintah telah membentuk sebuah lembaga khusus untuk penanggulangan HIV/AIDS yaitu KPAN dan KPAN tersebut telah merumuskan kebijakan nasional terkait dengan upaya penanggulangan HIV/AIDS melalui pengurangan dampak buruk penggunaan Narkotika Psikotrapika dan Zat Adiktif Suntik. Kebijakan nasional tersebut pun telah dilaksanakan oleh Puskesmas-Puskesmas di 2 propinsi, yaitu propinsi DKI Jakarta dan propinsi Bali sebagai Pilot Project. Khusus Puskesmas yang beroperasi di DKI Jakarta berjumlah 33 Puskesmas dengan rincian 1 (satu) Puskesmas tingkat kelurahan dan 32 Puskesmas tingkat kecamatan, termasuk Puskesmas Kecamatan Tebet.

9 Adapun data penyebaran HIV/AIDS yang berhasil dihimpun menunjukkan bahwa dari tahun 2005 sampai 2007 selalu terjadi peningkatan. Berikut ini adalah data selengkapnya: No Jenis Kelamin Tabel 1.6. Jumlah Komulatif Pengidap HIV/AIDS di Indonesia dari Tahun 2005-2007 AIDS 2005 2006 2007 AIDS/ IDU AIDS AIDS/ IDU AIDS AIDS/ IDU 1 Laki-laki 4.305 2.394 6.604 3.804 8.864 5.170 2 Perempuan 957 171 1.529 274 2.215 347 3 Tidak diketahui 59 36 61 37 62 38 Jumlah 5.321 2.601 8.194 4.118 11.141 5.555 Sumber: Ditjen PPM dan PL Depkes RI Berdasarkan data-data tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas pelaksanaan Program LJASS yang berlangsung selama ini (mulai akhir 2006-Desember 2008), bagaimana pemahaman stakeholder terhadap Program Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril (LJASS). Para Stakeholder dimaksud adalah Depkes cq. Puskesmas (para dokter, Paramedis, Kader muda), Polri, LSM, Masyarakat, KPA, Penasun. Berdasarkan pokok permasalahan tersebut di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan untuk diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pemahaman para Stakeholder terhadap program pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba suntik khususnya Program Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril (LJASS)?. 2. Bagaimanakah penguasaan, kemampuan, dan ketrampilan kalangan Stakeholder dalam menerapkan Program LJASS sesuai ketentuan, prosedur, dan mekanisme kerja?

10 3. Bagaimanakah pendapat para Stakeholder berkenaan dengan penerapan Program LJASS tersebut?. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis pemahaman Stakeholder terhadap program pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba suntik khususnya Program Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril (LJASS). Tingkat pemahaman Stakeholder dapat diukur dengan 3 (tiga) kriteria, yaitu: Kurang, Cukup, dan Baik. 2. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis penguasaan, kemampuan dan ketrampilan kalangan para Stakeholder dalam menerapkan Program LJASS sesuai ketentuan, prosedur, dan mekanisme kerja. Tingkat penguasaan kemampuan Stakeholder dalam menerapkan program dapat diukur dengan 3 (tiga) kriteria, yaitu: Kurang, Cukup, dan Baik. 3. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis pendapat para Stakeholder berkenaan dengan penerapan Program LJASS yang telah dilaksanakan selama ini. Pendapat Stakeholder berkenaan dengan pelaksanaan Program LJASS dilihat dari sikap mereka apakah Setuju atau Tidak Setuju dengan Program LJASS. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademis. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan, khususnya tentang upaya-upaya pencegahan dan pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba suntik di kalangan pengguna narkoba suntik, sekaligus sebagai pemenuhan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Pendidikan Program Pascasarjana Studi Kajian Ketahanan Nasional Kekhususan Strategi Kajian Penanganan Narkoba.

11 2. Manfaat Praktis. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif bagi seluruh Stakeholder program pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba suntik dalam rangka peningkatan kualitas penerapan program yang dilaksanakan oleh seluruh Stakeholder (Depkes cq. Puskesmas, KPA, Polri, Masyarakat, LSM, Penasun).