A. Abstrak Pengusaha Tiongkok mempunyai rencana mengembangkan kawasan Gunung Kijang di pulau Bintan menjadi kawasan industri. Pelabuhan peti kemas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISA KEBUTUHAN FASILITAS

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

BAB VI ANALISA EKONOMI DAN FINANSIAL

PERENCANAAN LAYOUT DAN TIPE DERMAGA PELABUHAN PETI KEMAS TANJUNG SAUH, BATAM

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

DAFTAR ISTILAH. Kapal peti kemas (containership) : kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar.

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan

PELABUHAN CPO DI LUBUK GAUNG

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

ANALISIS KINERJA OPERASIONAL BONGKAR MUAT PETI KEMAS PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi

4.1. DEFINISI DASAR 4.2. FASILITAS UTAMA DAN FASILITAS DASAR PERAIRAN

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran untuk bongkar

ARAHAN PENATAAN RUANG AKTIVITAS DI PELABUHAN TANJUNG TEMBAGA DI PROBOLINGGO TUGAS AKHIR

ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN PONTIANAK

I-1 BAB I PENDAHULUAN

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sketsa Pembangunan Pelabuhan di Tanah Grogot Provinsi Kalimantan Timur

Studi Perbandingan Metode Bongkar Muat untuk Pelayaran Rakyat: Studi Kasus Manual vs Mekanisasi

- Term inal adalah tempat alat-alat pengangkutan dapat. - Terminal adalah tempat berhenti, tempat kedudukan, tempat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat strategis terhadap aspek ekonomi, juga memiliki

Pelabuhan Cirebon. Main facilities : Cirebon, West Java Coordinates : 6 42` 55.6" S, ` 13.9" E

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran pelabuhan dalam suatu sistem transportasi mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. diprediksi kebutuhan Lapangan penumpukan Peti Kemas pada tahun 2014

ANALISIS KINERJA PELAYANAN OPERASIONAL PETI KEMAS DI PELABUHAN PANGKALBALAM KOTA PANGKALPINANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KRITERIA HIERARKI PELABUHAN

4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT. Definisi dan Persyaratan Hub Port

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

KAJIAN ASPEK TEKNIS DAN ASPEK EKONOMIS PROYEK PACKING PLANT PT. SEMEN INDONESIA DI BANJARMASIN

Perencanaan Detail Jetty LNG DWT Di Perairan Utara Kabupaten Tuban

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE

Pesawat Polonia

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA UMUM MAKASAR - SULAWESI SELATAN

5 PERMASALAHAN UTAMA PELABUHAN TANJUNG PRIOK

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

PENILAIAN KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN TELUK BAYUR CAPACITY ASSESMENT OF CONTAINER TERMINAL AT TELUK BAYUR PORT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN DERMAGA PELABUHAN SORONG

Pengembangan Pelabuhan Batu Panjang Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau

BAB I PENDAHULUAN D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG. Gambar 1.1 Pulau Obi, Maluku Utara

Evaluasi Kinerja Operasional Pelabuhan Manado

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok

Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA LOKASI PELABUHAN UTAMA HUB INTERNASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

ANALISA PENGEMBANGAN PANJANG DERMAGA DAN KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS (TPK) PELABUHAN TELUK BAYUR

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA

PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM INVENTORI UNTUK MENDAPATKAN ALTERNATIF DESAIN PERGUDANGAN (STUDI KASUS DI PT. PETROKIMIA GRESIK)

2 Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganeca 10 Bandung

Oleh: Yulia Islamia

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SORONG DI KOTA SORONG

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA)

Terminal Darat, Laut, dan

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

Bab 3 Desain Layout Dermaga BAB 3 DESAIN LAYOUT DERMAGA Pengertian Dermaga dan Pelabuhan

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

STUDI KELAYAKAN PERENCANAAN KOMPLEKS GALANGAN PADA KAWASAN INDUSTRI MARITIM TANGGAMUS LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. Troughput. Gambar 1.1. Troughput di TPKS (TPKS,2013)

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran pelabuhan yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas barang dan

ALAT PENGANGKAT CRANE INDRA IRAWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi, yaitu (Salim, A. A., 1993) :

Transkripsi:

1 A. Abstrak Pengusaha Tiongkok mempunyai rencana mengembangkan kawasan Gunung Kijang di pulau Bintan menjadi kawasan industri. Pelabuhan peti kemas sangat dibutuhkan untuk operasional kawasan industri tersebut. Studi kelayakan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan pembangunan pelabuhan tersebut secara ekonomi dan finansial. Pembangunan pelabuhan ini direncanakan untuk jangka pendek selama 5 tahun, jangka menengah selama 10 tahun, dan jangka panjang selama 20 tahun. Fasilitas pelabuhan peti kemas direncanakan seefektif mungkin untuk melayani volume bongkar muat yang diprediksi mencapai 99.950 TEU s/tahun pada jangka pendek, 199.950 TEU s/tahun pada jangka menengah, dan 225.000 TEU s/tahun pada jangka panjang. Dari analisa kebutuhan fasilitas jangka panjang dibutuhkan 2 dermaga dengan panjang 360 meter, lebar 40 meter, dengan kedalaman perairan -14mLWS. Fasitas-fasilitas tersebut ditata dalam beberapa layout yang kemudian dipilih salah satu layout yang paling baik untuk kondisi lapangan yang ada. Dari hasil analisa, layout yang dipilih adalah dermaga tipe jetty dengan membutuhkan trestle 2400 m. Hasil analisa ekonomi menunjukkan pembangunan ini layak karena menimbulkan dampak positif terhadap lingkungan sekitar pelabuhan. Dari analisa finansial didapatkan investasi ini mempunyai IRR sebesar 12,5% dengan payback periode selama 9 tahun. Hasil tersebut dinilai layak karena IRR lebih besar dari MARR yang ditetapkan sebesar 12% dan payback periode lebih singkat dari periode studi selama 20 tahun. Kata kunci : kawasan industri, pelabuhan peti kemas, analisa

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan Gunung Kijang di pulau Bintan mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan menjadi kawasan industri. Hal ini disebabkan karena letaknya dekat dengan selat Malaka sebagai pusat perdagangan internasional saat ini. Sumber daya alam dan tenaga kerja juga masih terbuka lebar di kawasan ini. Hal ini yang menyebabkan gabungan pengusaha Tiongkok dan Singapura tertarik untuk membangun kawasan gunung Kijang menjadi sebuah kawasan industri. Selain hal tersebut diatas, pengusaha Tiongkok tertarik mengembangkan kawasan ini karena kuota ekspor Tiongkok yang sudah habis. Saat ini banyak negara yang membatasi jumlah impornya dari suatu negara tertentu. Kebijakan ini mengakibatkan produk Tiongkok banyak kehilangan pasar ekspornya di negara-negara tersebut. Sehingga memproduksi barang di negara lain yang mempunyai kuota ekspor yang rendah menjadi alternatif yang dipilih para pengusaha Tiongkok untuk mengatasi masalah tersebut. Indonesia mempunyai kuota ekspor yang rendah, sehingga pulau Bintan menjadi pilihan yang baik untuk dijadikan kawasan industri baru. Kawasan industri baru ini bernama Kawasan Industri Galang Batang. Pelabuhan peti kemas adalah kebutuhan pokok bagi kawasan industri. Hal ini disebabkan pelabuhan peti kemas adalah salah satu prasarana transportasi utama untuk keluar masuknya barang di kawasan industri. Oleh sebab itulah kawasan industri Galang Batang juga memerlukan pelabuhan peti kemas. Tahap awal dari pembangunan sebuah pelabuhan peti kemas adalah studi kelayakan. Studi ini dilakukan untuk mengetahui apakah pembangunan pelabuhan peti kemas tersebut layak bila dianalisa secara ekonomi maupun finansial. B. Permasalahan Permasalahan dalam studi ini adalah adanya kebutuhan terhadap kebutuhan fasilitas pelabuhan peti kemas untuk melayani kegiatan bongkar muat di kawasan industi Galang Batang. C. Tujuan Sesuai dengan permasalahan yang ada, studi ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan fasilitas terhadap pembangunan pelabuhan peti kemas. D. Lingkup Pekerjaan Analisa kebutuhan terhadap pembangunan pelabuhan peti kemas di pulau Bintan ini mempunyai lingkup pekerjaan antara lain : 1. Prediksi volume bongkar muat 2. Prediksi arus kunjungan kapal 3. Prosedur penanganan kapal dan muatan 4. Kebutuhan Fasilitas

3 E. Lokasi Studi Rencana lokasi pelabuhan peti kemas ini adalah di pantai timur desa Galang Batang, kecamatan Gunung Kijang, kabupaten Kepulauan Riau, provinsi Kepulauan Riau.

4

5

6 BAB II ANALISA KEBUTUHAN DAN FASILITAS A. UMUM Fasilitas pelabuhan peti kemas meliputi bangunan maupun peralatan yang digunakan untuk mencapai tujuan dari pelabuhan peti kemas baik yang berada di darat maupun di laut. Pengadaan fasilitas pelabuhan peti kemas ini direncanakan seefektif mungkin untuk memenuhi kebutuhan bongkar muat kawasan industri Galang Batang. Sehingga perhitungan kebutuhan fasilitas sangat dipengaruhi oleh volume arus bongkar muat yang ada di kawasan industri Galang Batang. Volume bongkar muat juga berpengaruh pada jumlah kunjungan kapal yang akan berpengaruh pada kebutuhan fasilitas wilayah laut. Dalam studi ini volume fasilitas pelabuhan peti kemas di kawasan industri Galang Batang ini direncanakan untuk umur rencana jangka pendek selama 5 tahun, jangka menengah selama 10 tahun dan jangka panjang 20 tahun setelah kawasan industri Galang Batang ini beroperasi yaitu dimulai pada tahun 2008. B. PREDIKSI VOLUME BONGKAR MUAT Kawasan industri Galang Batang seluas 640 Ha ini direncanakan terdiri dari tiga jenis industri yaitu industri elektronika, industri perabotan keramik, dan industri pendukung industri perminyakan. Pembagian luas kawasan industri tersebut adalah : 1. Industri elektronik komputer 256 Ha 2. Industri perabotan keramik 192 Ha 3. Industri pendukung industri perminyakan 192 Ha Untuk industri elektronika dan industri perabotan keramik adalah pindahan industri yang berada di Tiongkok. Hal ini disebabkan banyak negara maju yang menggunakan sistem kuota untuk mengatur kegiatan impornya. Tiongkok sebagai Negara industri yang sedang berkembang pesat tidak mampu lagi mengatur jumlah produksi ekspornya, sehingga kuota ekspor yang dimilikinya habis. Hal ini menyebabkan tidak semua hasil industri elektronik dan perabotan keramik Tiongkok yang berorientasi ekspor bisa masuk ke negara-negara tersebut. Di sisi lain banyak negara berkembang yang belum mampu memenuhi kuota ekspornya ke negara-negara tersebut termasuk Indonesia. Sehingga memindahkan tempat produksi dari Tiongkok ke Indonesia adalah pilihan yang dilakukan oleh pengusaha Tiongkok untuk mengatasi masalah tersebut. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa permintaan terhadap hasil industri elektronik dan perabotan keramik masih ada. Sedangkan untuk industri pendukung industri perminyakan direncanakan untuk memenuhi kebutuhan sumur-sumur minyak di wilayah Indonesia bagian barat. Metode prediksi yang digunakan untuk memprediksi jumlah produksi kawasan industri Galang Batang adalah metode kualitatif. Hal ini disebabkan tidak ada data historis yang bisa

7 dipakai bila menggunakan metode kuantitatif. Memprediksi dengan metode kualitatif adalah prediksi atas dasar perkembangan pangsa pasar yang akan dituju. Cara memprediksi jumlah produksi di kawasan industri Galang Batang ini adalah dengan membandingkan hasil produksi industri serupa yang sudah berjalan di tempat yang lain per satuan luas wilayah produksi. Karena produktifitas dan pangsa pasar tiap jenis industri berbeda, maka prediksi dilakukan per jenis industri yang ada. 1. Industri Elektronik Hasil produksi industri elekronik bertujuan sepenuhnya untuk diekspor. Sehingga seluruh hasil produksi industri elektronik akan melewati pelabuhan peti kemas yang direncanakan. Prediksi jumlah produksi industri elektronik dilakukan berdasarkan hasil industri elekronik yang ada di kawasan industri Semarang dan kawasan industri Jababeka. Dari kedua kawasan industry elektronik tersebut mempunyai produktifitas 6 TEU s/bulan/hektar. Sehingga jumlah produksi untuk industri elektronik di kawasan industri Galang Batang diperkirakan sebesar : Elektronik = 6 TEU s/bulan/ha X 12 bulan X 256Ha = 18.432 TEU s/tahun 18.450 TEU s/tahun Hasil prediksi yang dipakai adalah nilai setelah dibulatkan untuk menjaga kemungkinan selisih yang besar dengan kenyataan di lapangan nanti. Hal ini disebabkan perhitungan yang dipakai dalam prediksi ini masih kasar. Perkembangan pengoperasian luasan kawasan industri elektronik tersebut diperkirakan sebesar 10% per tahun sehingga luasan 256 Ha tersebut akan beroperasi maksimal setelah berjalan 10 tahun dari pertama industri tersebut beroperasi. Perkiraan yang diambil adalah perkiraan pesimisuntuk menjaga kemungkinan penjualan lahan yang tidak berjalan sesuai rencana. Sehingga angka 18.450 peti kemas/tahun diprediksi akan tercapai pada tahun kesepuluh setelah mulai berproduksi. Setelah tahun kesepuluh perkembangan jumlah produksi industri elektronik diprediksi berdasarkan perkembangan ekonomi dunia. Hal ini dikarenakan permintaan barangbarang elektronik berbanding lurus dengan perkembangan ekonomi pangsa pasarnya. Karena berorientasi pada ekspor maka perkembangan ekonomi yang dipakai adalah perkembangan ekonomi dunia. Menurut www.worldbank.com. Angka perkembangan ekonomi rata-rata global tahun 2006 sekitar 6-8 % per tahun. Maka dalam memprediksi jumlah produksi industri elektronik di kawasan industri Galang Batang angka pertumbuhan yang dipakai adalah 7 % pertahun. 2. Industri perabotan keramik Dalam industri ini yang dimaksud dengan perabotan keramik adalah perabot kamar mandi yang berbahan baku keramik. Semua perabot keramik tersebut juga bertujuan sepenuhnya untuk diekspor. Sehingga seluruh hasil produksi industri perabotan keramik

8 akan melewati pelabuhan peti kemas yang direncanakan. Jumlah produktifitas industri perabotan keramik tersebut diperkirakan sama dengan jumlah produktifitas industri keramik yang ada di Batam yaitu 6 TEU s/bulan/hektar. Sehingga jumlah produsi untuk industri keramik di kawasan industri Galang Batang diperkirakan sebesar : Keramik = 6 TEU s/bulan/ha X 12 bulan X 192 Ha = 13.824 TEU s/tahun 13.800 TEU s/tahun Seperti halnya industri elektronik, Hasil prediksi yang dipakai adalah nilai setelah dibulatkan untuk menjaga kemungkinan selisih yang besar dengan kenyataan di lapangan nanti. Hal ini disebabkan perhitungan yang dipakai dalam prediksi ini masih kasar. Perkembangan pengopersian luasan kawasan industri elektronik tersebut sebesar 10% per tahun sehingga luasan 192 Ha tersebut akan beroperasi maksimal setelah berjalan 10 tahun dari pertama industri tersebut beroperasi. Perkiraan tersebut adalah perkiraan pesimis untuk menjaga kemungkinan penjualan lahan yang tidak berjalan sesuai rencana. Sehingga angka 13.800 TEU s diprediksi akan tercapai pada tahun kesepuluh setelah mulai berproduksi. Setelah tahun kesepuluh perkembangan jumlah produksi industri perabotan keramik diprediksi berdasarkan perkembangan jumlah penduduk dunia. Hal ini dikarenakan permintaan perabot kamar mandi berbanding lurus dengan perkembangan penduduk. Karena tujuannya untuk diekspor maka perkembangan ekonomi yang dipakai adalah perkembangan penduduk dunia. Menurut www.prb.com.badan survey internasional, pertumbuhan penduduk di dunia antara tahun 2000 sampai tahun 2030 adalah 1,9 %. Angka tersebut bisa dipakai karena dikeluarkan oleh badan survey internasional yang bonafit. 3. Industri Pendukung Industri Perminyakan Industri pendukung industri perminyakan adalah industri yang menghasilkan material yang digunakan dalam pengeboran sumur minyak. Hasil produksi industri pendukung industri perminyakan antara lain semen, bentonit, dll. Target pasar industri ini adalah pertambangan minyak yang ada di Indonesia bagian barat meliputi Sumatera dan Kalimantan Barat. Untuk Indonesia bagian timur material pendukung industri perminyakan sudah dipenuhi oleh industri pendukung industri perminyakan yang ada di Lamongan. Jumlah kebutuhan material pendukung industri perminyakan tergantung pada jumlah sumur minyak yang ada. Dari data yang diperoleh dari www.pertamina.com, satu sumur minyak membutuhkan 21.000 ton material tersebut per tahun. Dari situs Departemen Penyelenggara Migas www.bpmigas.com, didapatkan data bahwa kandungan minyak yang ada di Indonesia adalah 8,3 milyar barel. Sebagian besar dari kandungan tersebut terdapat di Indonesia bagian barat, sehingga diperkirakan lebih dari 4,5 milyar barel akan

9 di eksplorasi di Indonesia bagian barat dalam kurun waktu mendatang. Dari situs itu juga diperoleh data jumlah sumur yang di bor selama tahun 2002-2004 seperti pada Tabel 4.1. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa setiap tahun di Indonesia dilakukan pengeboran sumur minyak baru kurang lebih sebanyak 900 sumur. Karena sebagian besar kandungan minyak berada di Indonesia bagian barat maka jumlah sumur yang ada di Indonesia bagian barat lebih banyak dari pada di wilayah Indonesia timur. Di perkiran di wilayah Indonesia bagian barat terdapat pengoboran 500 sumur per tahun. Hal ini menujukkan permintaan hasil industri ini masih banyak. Hasil prediksi nanti juga harus disesuaikan dengan kapasitas produksinya sesuai dengan luas kawasan industri yang ada. Berdasarkan jumlah produksi yang sama di Lamongan, produktivitas industri pendukung industri perminyakan adalah 64.000 ton/tahun/hektar. Kawasan industri ini mempunyai luasan 192 hektar, sehingga jumlah produksi maksimum yang dihasilkan adalah 12,3 juta ton/tahun atau sekitar 12 juta ton/tahun. Sesuai hitungan sebelumnya hasil produksi 12 juta ton/tahun tersebut mampu memenuhi kebutuhan material pengisi sumur minyak sekitar 580 sumur. Dilihat dari sudut kapasitas produksi dan jumlah permintaan yang ada, maka diperkirakan dalam waktu 2 tahun kawasan industri ini sudah akan terpakai sepenuhnya. Tetapi untuk menjaga kemungkinan penjualan lahan yang tidak berjalan sesuai rencana maka perkiraan yang dipakai adalah perkiraan pesimis yaitu 10 tahun. Sehingga 12 juta ton/tahun diprediksi akan tercapai pada tahun kesepuluh setelah mulai berproduksi. Jumlah produksi industri pendukung industri perminyakan yang didistribusikan dengan peti kemas hanya 20% sedangkan yang 80% didistribusikan dengan sistem general cargo. Sehingga jumlah produksi yang diperhitungkan dalam studi ini hanya yang menggunakan jasa pelabuhan peti kemas yaitu 20%. Hasil produksi industri pendukung industri perminyakan mempunyai satuan ton sehingga apabila menggunakan peti kemas satuan tersebut harus dikonversikan ke satuan TEU. TEU adalah satuan volume satu peti kemas yang berukuran panjang 20 ft, lebar 8 ft, dan tinggi 8 ft dan mempunyai berat maksimal 18 ton. Hasil produksi industri ini mempunyai berat jenis 2600 kg/m3 sehingga apabila satu kontainer penuh berisi hasil produksi tersebut akan mempunyai berat lebih dari 18 ton. Sehingga satu TEU s hanya berisi 18

10 ton material pendukung industri perminyakan. Hasil prediksi produksi kawasan industri Galang Batang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Volume bongkar muat dihitung berdasarkan hasil produksi kawasan industri Galang Batang ditambah dengan impor bahan baku produksinya. Hasil produksi tersebut dihitung sebagai arus muat. Pada industri serupa rata-rata volume bahan baku yang diperlukan adalah 70% dari volume hasil produksi. Volume bahan baku yang harus diimpor diperkirakan 30% dari volume bahan baku yang dibutuhkan. Volume bahan baku impor tersebut yang dihitung sebagai arus bongkar. Pendistribusian produksi tersebut diasumsikan 50% menggunakan kontainer 20 ft (1 TEU) dan 50% menggunakan 40 ft (2 TEU). Kapasitas kontainer 40 ft sama dengan dua kali kapasitas kontainer 20 ft sehingga jumlah kontainer 40 ft setengah dari kontainer 20 ft. Prediksi volume bongkar muat dapat dilihat pada Tabel 4.3.

11 C. Prediksi Arus Kunjungan Kapal Dalam pengoperasian kapal peti kemas biasanya saat berkunjung di suatu pelabuhan tidak hanya melakukan satu kegiatan bongkar atau muat saja, tetapi melakukan keduanya. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan berat kapal dan menutupi biaya operasional kapal. Dalam prediksi muatan diketahui bahwa volume muat lebih besar dari pada volume bongkar, sehingga diasumsikan BOR kunjungan kapal untuk muat 60% dan untuk bongkar adalah 20%. Mengingat letak pelabuhan peti kemas yang sangat dekat dengan pelabuhan peti kemas Singapura dan Batam, maka diprediksi kapal yang akan beroperasi di pelabuhan ini nantinya adalah kapal peti kemas generasi keempat. Kapal peti kemas generasi keempat mempunyai karakteristik sebagai berikut : Kapasitas = 4000 4500 TEU s DWT = 58.000 LOA = 290 310 m Draft = 11,5 12 m

12 Karena kapal yang melakukan bongkar dan kapal yang melakukan muat adalah kapal yang sama, maka jumlah kunjungan kapal diambil jumlah kunjungan yang terbesar yaitu jumlah kunjungan kapal muat. Hasil prediksi kunjungan kapal seperti pada Tabel 4.4 D. Prosedur Penanganan Kapal dan Muatan Prosedur penanganan kapal dan muatan perlu dibuat agar fasilitas pelabuhan yang direncanakan seefisien mungkin dan sesuai dengan kebutuhan yang harus terpenuhi. Prosedur ini dimulai dengan kapal datang untuk bongkar sampai kapal pergi setelah melakukan muat. Penanganan kapal dimulai dari kedatangan kapal yang membutuhkan area penjangkaran, alur masuk, kolam pelabuhan serta dermaga yang sesuai dengan ukuran kapal. Selanjutnya di dermaga kapal melakukan kegiatan bongkar peti kemas.

13 Dari dermaga peti kemas diangkut ke lapangan penumpukan, gudang, atau langsung dikirim kepada alamat pemiliknya. Ketika peti kemas meninggalkan pelabuhan harus melalui jembatan timbang dahulu untuk melakukan pengecekan. Sedangkan penanganan muatan dimulai dari peti kemas masuk ke kawasan pelabuhan melalui gate. Kemudian peti kemas masuk kawasan pelabuhan melewati jembatan timbang untuk melakukan pengkontrolan terhadap kondisi peti kemas. Selanjutnya dapat menuju ke gudang atau langsung menuju lapangan penumpukan sesuai dengan jenis pengiriman peti kemas yang dipakai. Peti kemas dikelompokkan sesuai perusahaan dan sesuai jadwal keberangkatan muatan. Dari lapangan penumpukan dan gudang jika sudah waktunya naik ke atas kapal, maka peti kemas diangkut ke dermaga. Di dermaga peti kemas dinaikkan keatas kapal. Urutan penanganannpeti kemas yang lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.1. Dalam penentuan fasilitas pelabuhan langkah pertama yang dilakukan adalah penentuan sistem opersional yang dipakai. Sistem operasional sangat memepengaruhi jenis peralatan, penataan layout pelabuhan, dan biaya operasional pelabuhan. Jenis sistem operasional dan analisa kelebihan dan kekurangannya terdapat pada Tabel 4.5.

14 Dari prediksi muatan diketahui bahwa volume bongkar muat yang ada di terminal peti kemas ini cukup ramai. Sehingga membutuhkan alat yang berkapasitas besar dan mampu menumpuk peti kemas lebih banyak. Karena padatnya kegiatan di dalam terminal ini maka dibutuhkan alat yang mudah dan aman dalam pengoperasiannya. Dari analisa diatas didapatkan bahwa penanganan peti kemas di pelabuhan ini cocok menggunakan sistem campuran dengan kombinasi jenis peralatan sebagai berikut : 1. Pemakaian portainer di dermaga 2. Pemakai truk untuk menghubungkan dermaga dengan lapangan penumpukan 3. Pemakaian Rubber Tire Gantry Crane (RTGC) di lapangan penumpukan E. Kebutuhan Fasilitas Perencanaan fasilitas berdasarkan prosedur penanganan kapal dan muatan yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Fasilitas pelabuhan peti kemas meliputi fasilitas laut dan fasilitas darat baik berupa bangunan maupun peralatan. Terdapat dua jenis fasilitas yang ada di pelabuhan peti kemas yaitu fasilitas laut dan fasilitas darat.

15 E.1. Fasilitas Laut 1. Areal Penjangkaran Penentuan luas areal penjangkaran dipengaruhi oleh kondisi dasar laut dan kecepatan angin. Kondisi dasar laut di sekitar lokasi pelabuhan baik dan kecepatan angin yang ada relatif kecil, sehingga rumus yang dipakai untuk menghitung luas areal penjangkaran untuk satu buah kapal adalah : r = LOA + 6 d + 30 m = 310 + (6 x 12) + 30 m = 418 m 420 m Kebutuhan luas areal penjangkaran disesuaikan dengan jumlah kapal yang akan menggunakan areal penjangkaran. Jumlah kapal yang akan memakai areal penjangkaran diasumsikan sama dengan jumlah kapal yang berkunjung selama satu minggu. Luasan tersebut juga harus dikalikan suatu faktor untuk menjaga kemungkinan adanya waktu-waktu sibuk yaitu dikalikan 2. Prediksi jumlah kapal pada tahun ke-20 adalah 77 kapal/tahun atau 1,5 kapal/minggu. Sehingga jumlah area penjangkaran yang dibutuhkan adalah 1,5 x 2 = 3 buah dengan diameter masing-masing area 420 m. Area penjangkaran diletakan sebelum alur masuk tanpa menggangu kapal yang akan menuju alur masuk maupun keluar alur masuk. 2. Alur Masuk Alur masuk berawal dari mulut pelabuhan hingga kapal mulai berputar. Perencanaan terhadap alur masuk meliputi : a. Kedalaman = 1,15 x d = 1,15 x 12 = 13,8 14 m b. Lebar alur = 1 x LOA = 1 x 310 = 310 m c. Panjang = 10 x LOA = 10 x 310 = 3100 m 3. Kolam Putar Kolam putar berada diujung alur masuk atau dapat diletakkan di sepanjang alur masuk bila alurnya panjang. Areal ini berbentuk lingkaran dengan diameter Db. Besarnya Db dipengaruhi cara kapal bermanuver perlu kapal pemandu apa tidak. Mengingat keadaan pantai sekitar lokasi yang mempunyai banyak pulau kecil maka dalam bermanuver kapal perlu bantuan kapal pemandu. Kedalaman perairan dapat disamakan dengan kedalaman alur masuk. Db = 3 x LOA

16 = 3 x 310 = 930 m 4. Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan adalah area berada di depan dermaga. Luasan ini perlu ditentukan bila kedalaman perairan perlu dikeruk dan untuk menentukan jarak antara dermaga yang saling berhadapan. Ukuran kolam pelabuhan direncanakan sebagai berikut : a. Panjang = 1,8 x LOA = 1,8 x 310 = 558 560 m b. Lebar = 4B + 50 m, untuk dermaga berhadapan = (4x50) + 50 = 250 m 5. Sarana Bantu Navigasi (SBN) Sarana bantu navigasi berupa tanda untuk membantu kapal yang akan mendekati pelabuhan. SBN terdiri dari menara suar dan pelampung suar dengan dilengkapi lampu dan tanda visual. Untuk perairan pelabuhan peti kemas ini direncanakan penenempatan SBN sebagai berikut : sejauh 22 km dan struktur terbuat dati rangka baja pada kedalaman sekitar -20 mlws. Lampu harus dapat dilihat dari jarak minimal 20 km. Bentuk SBN yang akan dipasang seperti pada Gambar 4.2.

17 E.2.Fasilitas Darat 1. Dermaga Dermaga adalah tempat kapal bertambat untuk melakukan bongkar muat. Perencanaan dermaga meliputi jumlah dermaga, panjang dermaga, lebar dermaga, dan elevasi dermaga, serta jumlah portainer yang digunakan. - Jumlah Dermaga Metode yang dipakai dalam mencari jumlah dermaga adalah dengan cara sederhana yaitu : Jumlah dermaga = Volume arus muatan / Kapasitas dermaga x BOR Satu portainer di Indonesia mempunyai produktifias 20 peti kemas per jam. Satu dermaga direncanakan dilayani oleh 2 portainer. Kapasitas dermaga harus dikalikan dengan faktor reduksi. Faktor reduksi yang dipakai adalah 0,7. Sehingga kapasitas satu dermaga adalah : Kapasitas = 2 x 20 x 24 x 300 x 0,7 = 201.600 TEU s / tahun Dengan sistem coba-coba menyesuaikan antara jumlah dermaga dan BOR maka didapatkan nilai BOR sebesar 50%. Sehingga jumlah demaga yang dibutuhkan adalah: - Panjang Dermaga Perhitungan panjang dermaga dipengaruhi sistem bertambat kapal. Untuk pelabuhan peti kemas umunya menggunakan sistem bertambat berderet Panjang dermaga yang dibutuhkan untuk sistem ini adalah : - Lebar Dermaga Lebar dermaga adalah jumlah dari 2 kali jarak tepi, jarak kaki crane dan jarak manuver truk sehingga lebar dermaga, sehingga lebar dermaga adalah : Lebar dermaga = (2 x 2,5) + 15 + 19 = 39 m 40 m - Elevasi Dermaga Elevasi dermaga ditentukan dengan menambahakan elevasi pasang tertinggi dan tinggi jagaan. Pada analisa data pasang surut didapatkan elevasi muka air laut tertinggi adalah 1,9 mlws. Menurut Standard Design Criteria for Port in Indonesia tinggi jagaan pelabuhan adalah 0,5 sampai dengan 1,5 meter. Sehingga elevasi dermaga :

18 Elevasi dermaga = +1,9 mlws + 1 m = +2,9 MLWS - Jumlah Portainer Portainer adalah alat yang diletakkan di dermaga berfungsi untuk memindahkan peti kemas dari kapal ke truk maupun sebaliknya. Setiap dermaga membutuhkan 2 unit sehingga dibutuhkan 4 unit portainer untuk melayani 2 dermaga. Gambar portainer dapat dilihat pada Gambar 4.3. 2. Lapangan Penumpukan Lapangan penumpukan adalah tempat penyimpanan sementara peti kemas sebelum dimuat maupun yang sudah dibongkar. Jumlah muatan yang menggunakan fasilitas lapangan penumpukan direncanakan 90% dari volume bongkar muat, sedangkan sisanya menggunakan fasilitas CFS. Perencanaan lapangan penumpukan meliputi : a. Bentuk Lapangan Penumpukan Dalam pembuatan layout lapangan penumpukan, langkah pertama yang dilakukan adalah pengaturan letak peti kemas dan RTGC. Pengaturan ini dipengaruhi bentang RTGC yang dipakai. Pada pelabuhan peti kemas ini direncanakan menggunakan RTGC dengan tiap barisnya mencakup enam ground slot dan satu jalur truk. Pengaturan letak peti kemas dan RTGC seperti Gambar dibawah ini.

19 Satu jalur bersih dari satu sisi ke sisi lain RTGC adalah 25,51 m. Jalur truk di dalam bentangan RTGC hanya untuk loading dari lapangan penumpukan ke atas truk dan sebaliknya unloading dari atas truk ke lapangan penumpukan. Sehingga dibutuhkan jalur truk diluar bentangan RTGC yang digunakan untuk keluar masuk truk dari bentangan bawah RTGC. Tata letak jalur truk seperti pada Gambar 4.5. Gambar 4.5 Jalur Truck b. Luas Lapangan Penumpukan Langkah pertama menentukan luas lapangan penumpukan adalah menentukan kapasitas ground slot dalam menampung peti kemas setiap tahunnya. Dari kapasitas ground slot tersebut kita mendapatkan jumlah ground slot yang dibutuhkan untuk satu tahun. Groundslot tersebut dikelompokkan menjadi barisbaris dengan jumlah 6 groundslot dalam satu baris. Baris-baris tersebut dikelompokkan menjadi satu blok untuk dilayani satu RTGC. Untuk jangka pendek direncanakan dalam satu blok terdapat 50 baris, sedangkan untuk jangka panjang direncanakan dalam satu blok terdapat 25 baris. Hal ini dilakukan untuk RTGC dapat bekerja secara efektif mengingat jumlah peti kemas yang dilayani masih sedikit pada jangka pendek, sedangkan untuk jangka menengah dan panjang sudah banyak. Perhitungan kebutuhan lapangan penumpukan dianalisa pada Tabel 4.6.

20 Tabel 4.6 Analisa Kebutuhan Lapangan Penumpukan Setelah ditemukan jumlah blok yang diperlukan maka langkah selanjutnya adalah pengaturan blok. Dalam pengaturan blok terdapat dua alternatif layout yaitu pengaturan blok searah dermaga dan tegak lurus dermaga. 1. Pengaturan blok searah dengan dermaga Pengaturan blok searah dengan dermaga mempunyai gambaran layout seperti pada Gambar 4.6. Gambar 4.6. Layout dengan Pengaturan Blok Searah Dermaga Analisa dari pengaturan blok diatas adalah : o Truk dari lapangan penumpukan yang akan menuju dermaga atau sebaliknya tidak perlu menempuh seluruh lebar lapangan penumpukan. o Bila lapangan penumpukan diperluas maka RTGC masih bisa dimaksimalkan.

21 2. Pengaturan blok tegak lurus dengan dermaga. Pengaturan blok tegak lurus dengan dermaga mempunyai gambaran layout seperti pada Gambar 4.7. Gambar 4.7. Layout dengan Pengaturan Blok Tegak Lurus Dermaga Analisa dari pengaturan blok diatas adalah : - Truk dari lapangan penumpukan yang akan menuju dermaga atau sebaliknya harus menempuh seluruh panjang lapangan penumpukan. - Bila lapangan penumpukan diperluas maka RTGC tidak bisa lagi dimaksimalkan. Dari analisa diatas maka layout lapangan penumpukan yang dipilih adalah lapangan penumpukan dengan pengaturan blok searah dermaga. Gambar RTGC dapat dilihat pada Gambar 4.8.

22 3. Container Freight Station (CFS) Volume bongkar muatan yang masuk kedalam CFS adalah 10 % dari total volume bongkar muatan yang ditangani. Prosentase tersebut berdasarkan analisa statistika pelabuhan peti kemas yang ada di Indonesia. Prosentase yang kecil tersebut juga disebabkan karena pemakai pelabuhan peti kemas ini adalah pabrik-pabrik besar sehingga umumnya menggunakan sistem pengiriman FCL. Volume bongkar muatan yang menggunakan CFS pada tahun ke-20 adalah 22.500 TEU s. Perhitungan luas gudang dihitung dengan rumus : Sehingga kebutuhan fasilitas gudang yang diperlukan adalah : Peralatan yang dipakai untuk bongkar muat di gudang adalah forklift seperti pada Gambar 4.9.

23 4. Areal Parkir Penentuan luas areal parkir berdasarkan jumlah truk yang mengangkut muatan pada satu hari pada tahun tersebut. Penentuan jumlah truk berdasarkan kapasitas yang mampu diberikan satu truk per hari. Gambar truk yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 4.10. 5. Jembatan Timbang Jembatan timbang berfungsi untuk menimbang berat peti kemas yang akan masuk maupun keluar dari pelabuhan peti kemas. Alat ini juga dibutuhkan untuk memberikan kepastian catatan berat muatan yang lewat sehingga tidak ada sengketa antara pemilik barang dan manajemen pelabuhan. Kapasitas alat ini harus mampu menimbang berat truk dan muatannya. Kapasitas jembatan timbang yang disyaratkan adalah 40 ton. Di pelabuhan peti kemas ini

24 dibutuhkan 2 unit jembatan timbang untuk muatan yang masuk ke pelabuhan dan keluar dari pelabuhan. Volume fasilitas yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan bongkar muat di kawasan industri Galang Batang untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Volume Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan Peti Kemas

25 BAB III KESIMPULAN 1. Kapasitas truk tergantung pada waktu yang dihabiskan dalam satu siklus perjalanannya. Penentuan lama siklus perjalanan truk di pelabuhan peti kemas adalah : - aktifitas truk di dermaga dengan cran = 4 10 - aktifitas waktu berjalan ke lapangan penumpukan= 7 22 - aktifitas di lapangan penumpukan = 9 06 - aktifitas kembali ke dermaga = 5 14 Jadi total waktu yang dibutuhkan truk untuk satu siklus perjalanan yang menempuh jarak 6540 m di Terminal Peti Kemas Surabaya adalah 22 36 Namun pelabuhan peti kemas di kawasan industri Galang Batang ini mempunyai jarak yang lebih panjang yaitu 7820 m. Sehingga perhitungan lamanya siklus truk di pelabuhan peti kemas di kawasan industri Galang Batang ini adalah : Perhitungan kapasitas truk per hari harus dikalikan koefisien 0,7 untuk menjaga kemungkinan kapasitasnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga kapasitas truk per harinya adalah : Karena adanya hari libur maka perhitungan kebutuhan truk untuk pengoperasian di pelabuhan peti kemas ini dikalikan koefisien 0,7. Jumlah truk tersebut dapat memenuhi kebutuhan pelabuhan peti kemas dengan catatan truk tersebut harus selalu ada di pelabuhan selama 24 jam. Kebutuhan parkir untuk satu truk adalah 20 m2sehingga pelabuhan peti kemas di kawasan industri Galang Batang ini membutuhkan lahan parkir seluas 480 m2. 2. Prediksi Volume Bongkar Muat untuk Kawasan industri Galang Batang seluas 640 Ha ini direncanakan terdiri dari tiga jenis industri yaitu industri elektronika, industri perabotan keramik, dan industri pendukung industri perminyakan. Pembagian luas kawasan industri tersebut adalah : Industri elektronik komputer 256 Ha, Industri perabotan keramik 192 Ha, Industri pendukung industri perminyakan 192 Ha.

26 DAFTAR PUSTAKA 1. Kramadibrata, Soedjono. 2002. Perencanaan Pelabuhan. ITB Bandung : Bandung 2. Asiyanto. 2008. Metode Konstruksi Bangunan Pelabuhan. UI Press : Jakarta. 3. Triatmodjo, Bambang. 2009. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset : Yogyakarta 4. http://library.its.ac.id 5. http://eprints.undip.ac.id/

27 DAFTAR ISI Abstrak... 1 BAB I... 2 PENDAHULUAN... 2 A. Latar Belakang... 2 B. Permasalahan... 2 C. Tujuan... 2 D. Lingkup Pekerjaan... 2 E. Lokasi Studi... 3 BAB II... 6 ANALISA KEBUTUHAN DAN FASILITAS... 6 A. UMUM... 6 B. PREDIKSI VOLUME BONGKAR MUAT... 6 C. Prediksi Arus Kunjungan Kapal... 11 D. Prosedur Penanganan Kapal dan Muatan... 12 E. Kebutuhan Fasilitas... 14 BAB III... 25 KESIMPULAN... 25