VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA

dokumen-dokumen yang mirip
VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

MODEL EKONOMI DAN DAMPAK IMPLEMENTASI PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CINA BAGI PERDAGANGAN GULA INDONESIA

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

II. TINJAUAN PUSTAKA

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

M. FARID RACHMAD B FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

ANALISIS IMPOR SERAT DI INDONESIA. JURUSAPd ILMU-IIILMU SOSLAL EKONOMI P ERTmM FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTIUUW BOGOR 1997

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Teori Penawaran dan Kurva Penawaran. (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat

DALAM IMPLEMENTASI KERANGKA PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA RENA YUNITA RAHMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. Penggunaan model oligopolistik dinamik untuk mengestimasi fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

Transkripsi:

101 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan gula Indonesia dalam penelitian ini merupakan model simultan yang dinamis dan dibangun dari 30 persamaan yang terdiri dari 20 persamaan struktural dan 10 persamaan identitas. Model tersebut sudah melalui beberapa tahapan respesifikasi model. Data yang digunakan adalah deret waktu (time series) dengan periode pengamatan tahun 1981 sampai dengan tahun 2010. Berdasarkan kriteria ekonomi, semua variabel penjelas telah menunjukkan tanda parameter estimasi yang sesuai dengan harapan (hipotesis). Berdasarkan kriteria statistik, nilai koefisien determinasi (R 2 ) secara umum cukup tinggi. Sebagian besar (83.33 persen) persamaan struktural mempunyai nilai R 2 diatas 50 persen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 83.33 persen variabel penjelas yang mampu menjelaskan dengan baik lebih dari 50 persen perilaku variabel endogen. Kemudian apabila dilihat dari nilai peluang uji F-statistik, sebesar 86.67 persen persamaan memiliki nilai peluang uji F-statistik yang lebih kecil dari taraf α = 0.05. Pengujian asumsi klasik autokorelasi yang menggunakan uji statistik durbin watson (d w ) diperoleh nilai d w berkisar antara 1.440 sampai 2.366 sedangkan yang menggunakan uji statistik durbin-h (d h ) diperoleh kisaran nilai -2.448 sampai 2.829. Dari hasil tersebut diperoleh 11 persamaan yang mengalami masalah serial korelasi, 7 persamaan yang tidak terdeteksi serial korelasinya dan 2 persamaan yang mengalami masalah serial korelasi. Terlepas dari ada tidaknya masalah serial korelasi yang serius, Pindyck dan Rubinfield (1998) menjelaskan bahwa masalah serial korelasi hanya mengurangi efisiensi estimasi parameter dan serial korelasi tidak menimbulkan bias regresi. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut dan mempertimbangkan model yang cukup besar serta periode pengamatan yang cukup panjang, maka hasil estimasi model cukup representatif menangkap fenomena ekonomi dari industri gula di pasar domestik maupun pasar dunia.

102 6.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran dan Permintaan Gula di Pasar Domestik dan Dunia 6.2.1. Areal Perkebunan Tebu Indonesia Persamaan luas areal perkebunan di Indonesia didisagregasi menjadi 3 persamaan berdasarkan status pengusahaan perkebunan, yaitu : (1) luas areal perkebunan besar negara, (2) luas areal perkebunan besar swasta, dan (3) luas areal perkebunan rakyat. Luas areal perkebunan besar negara berhubungan positif dengan harga gula tingkat pedagang besar, sedangkan jumlah pabrik gula, tren waktu, dan luas areal perkebunan besar negara t-1. harga riil gabah dan suku bunga BI riil berhubungan negatif dengan luas areal perkebunan besar negara di Indonesia. Hasil estimasi pada Tabel 17 menunjukkan bahwa luas areal pada perkebunan besar negara dipengaruhi secara nyata oleh jumlah pabrik gula dan luas areal perkebunan besar negara tahun t-1 Tabel 17. Hasil Estimasi Persamaan Luas Areal Perkebunan Besar Negara (APTN) Parameter Elastisitas Prob > T Label Estimate SR LR Intercept -58 507.800 0.2182 Intercept HRGPB 7.019 0.410 0.676 0.1540 Harga riil gula pedagang besar HRGB -8.931-0.216-0.356 0.2310 Harga riil gabah JPG 1 401.404 1.063 1.752 0.1025 Jumlah pabrik gula LSBR -235.054-0.008-0.014 0.2208 Suku bungabi riil t-1 T 296.083 0.3051 Tren waktu Luas areal perkebunan besar LAPTN 0.393 0.0286 negara t-1 Prob> F : 0.1338 R 2 : 0.3482 Dw : 2.0409 Dh : - Keterangan : taraf signifikansi yang digunakan α= 0.15 Harga riil gula tingkat pedagang besar berpengaruh secara tidak nyata terhadap luas areal perkebunan besar negara. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi harga gula tidak mempengaruhi keputusan petani pada perkebunan besar negara mengenai luas areal tanamnya. Harga riil gabah juga berpengaruh secara tidak nyata terhadap luas areal perkebunan besar negara. Perkebunan besar negara memang spesifik untuk fokus dalam membudidayakan komoditas perkebunan seperti tebu, sehingga kenaikan harga riil gabah tidak mempengaruhi luas areal perusahaan perkebunan tebu negara untuk beralih mengusahakan tanaman padi.

103 Jumlah pabrik gula berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan besar negara. Perkebunan tebu sangat mengandalkan adanya pabrik gula untuk mengolah tebu menjadi gula. Pertambahan jumlah pabrik gula di Indonesia menjadi pertimbangan tersendiri bagi perkebunan besar negara untuk menambah luas areal tanamnya. Hal ini diperkuat pula oleh respon luas areal perkebunan besar negara terhadap jumlah pabrik gula yang elastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penambahan 1 persen jumlah pabrik gula akan meningkatkan luas areal perkebunan besar negara sebesar 1.063 persen dalam jangka pendek dan 1.752 persen dalam jangka panjang. Suku bunga BI riil t-1 berpengaruh secara tidak nyata terhadap luas areal perkebunan besar negara. Hal ini dikarenakan peningkatan luas areal perkebunan besar negara lebih ditentukan oleh kebijakan pemerintah sehingga tidak mengandalkan perbankan sebagai salah satu sumber permodalan. tren waktu yang merepresentasikan perbaikan teknologi, infrastruktur, dan manajemen berpengaruh secara tidak nyata terhadap areal perkebunan besar negara. Adopsi teknologi yang dilakukan oleh perkebunan besar negara tidak menjadi pertimbangan bagi perkebunan besar negara untuk meningkatkan luas areal perkebunannya, sedangkan luas areal perkebunan besar negara t-1 berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan besar negara. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi luas areal perkebunan besar negara untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Hasil estimasi persamaan luas areal perkebunan besar swasta yang ditunjukkan oleh Tabel 18 dipengaruhi oleh perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar, rasio harga riil gabah, jumlah pabrik gula, suku bunga BI riil, teknologi, dan luas areal perkebunan besar swasta t-1. Berdasarkan hasil estimasi persamaan luas areal perkebunan besar swasta dapat dijelaskan bahwa variabel luas areal perkebunan besar swasta dipengaruhi secara nyata oleh jumlah pabrik gula, suku bunga BI riil, tren waktu, dan luas areal perkebunan besar swasta t-1. Perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar tidak berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan besar swasta. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar tidak mempengaruhi keputusan

104 perkebunan besar swasta mengenai luas arealnya. Rasio harga riil gabah juga tidak berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan besar swasta. Perkebunan besar swasta lebih konsisten terhadap jenis tanaman yang ditanam sehingga kenaikan harga riil gabah tidak akan membuat perusahaan perkebunan besar swasta beralih mengusahakan tanaman padi sehingga menurunkan luas areal perkebunan. Tabel 18. Hasil Estimasi Persamaan Luas Areal Perkebunan Besar Swasta (APTS) Parameter Elastisitas Estimate SR LR Prob > T Label Intercept -30 759.5 0.2543 SHRGPB 1.396 0.001 0.001 0.3411 Perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar RHRGB -10 934.20-0.179-0.458 0.2869 Rasio harga riil gabah JPG 660.433 0.682 1.742 0.1471 Jumlah pabrik gula SBR -488.834-0.022-0.056 0.0527 Suku bunga BI riil T 1 655.675 0.0057 Tren waktu LAPTS 0.609 0.0007 Luas areal perkebunan besar swasta t-1 Prob> F : <.0001 R 2 : 0.9513 Dw : 2.448 Dh : -2.449 Jumlah pabrik gula t-1 berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan besar swasta. Perkebunan besar swasta pada umumnya lebih progresif dalam melakukan pengembangan perkebunan. Hal ini diperkuat dengan perubahan luas areal perkebunan besar swasta yang sangat responsif terhadap perubahan jumlah pabrik gula baik dalam jangka panjang. Peningkatan 1 persen jumlah pabrik gula akan meningkatkan luas areal perkebunan besar swasta sebesar 0.682 persen dalam jangka pendek dan 1.742 persen dalam jangka panjang. Suku bunga BI riil juga berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan besar swasta. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan besar swasta mengandalkan perbankan sebagai salah satu sumber dalam permodalan untuk peningkatan areal. Namun, respon luas areal perkebunan besar swasta terhadap perubahan suku bunga BI riil adalah ineslastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peningkatan 1 persen suku bunga BI riil akan menurunkan luas areal perkebunan besar swasta sebesar 0.022 persen dalam jangka pendek dan 0.056 persen dalam jangka panjang. tren waktu yang merepresentasikan perbaikan teknologi, infrastruktur, dan manajemen juga berpengaruh secara nyata terhadap luas areal

105 perkebunan besar swasta. Peningkatan terhadap adaposi inovasi dan teknologi akan mendorong peningkatan luas areal pada perkebunan besar swasta. Luas areal perkebunan besar swasta t-1 juga berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan besar swasta. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi luas areal perkebunan besar swasta untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa persamaan luas areal perkebunan rakyat dipengaruhi oleh harga riil gula tingkat petani, harga riil gabah, jumlah pabrik gula, suku bunga BI riil, tren waktu, dan luas areal perkebunan rakyat t-1. Hasil estimasi menunjukkan bahwa luas areal perkebunan rakyat hanya dipengaruhi secara nyata oleh jumlah pabrik gula dan luas areal perkebunan rakyat t-1. Peningkatan harga riil gula tidak berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan luas areal perkebunan rakyat. Hal ini mengindikasikan peningkatan harga gula tingkat petani tidak mampu menjadi insentif bagi petani tebu rakyat untuk meningkatkan luas areal perkebunannya. Kenaikan harga gula tingkat petani seringkali juga diikuti dengan kenaikan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani selama masa tanam. Hal ini yang membuat kenaikan harga gula petani tidak membuat petani meningkatkan luasan areal perkebunannya. Tabel 19. Hasil Estimasi Persamaan Luas Areal Perkebunan Rakyat (APTR) Parameter Estimate Elastisitas SR LR Prob > T Intercept -70 786.7 0.3375 Label HRGP 4.640525 0.088 0.193 0.3873 Harga riil gula tingkat petani HRGB -30.1531-0.261-0.572 0.1536 Harga riil gabah JPG 3 185.105 0.867 1.899 0.1291 Jumlah pabrik gula SBR -420.724-0.005-0.011 0.3345 Suku bunga BI riil T 915.7704 0.2030 Tren waktu LAPTR 0.54337 0.0098 Luas areal perkebunan rakyat t-1 Prob> F : 0.0013 R 2 : 0.6176 Dw : 1.991 Dh : - Harga riil gabah berpengaruh secara tidak nyata terhadap luas areal perkebunan rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa petani relatif konsisten dalam membudidayakan tebu dan tidak serta merta mengganti luas areal pertanamannya dengan padi sekalipun harga gabah mengalami peningkatan. Jumlah pabrik gula

106 berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan luas areal perkebunan rakyat. Namun peningkatan jumlah pabrik gula ini responsif pada jangka panjang dalam mempengaruhi luas areal perkebunan rakyat. Peningkatan 1 persen jumlah pabrik gula akan meningkatkan luas areal perkebunan rakyat sebesar 0.867 persen dalam jangka pendek dan 1.899 persen dalam jangka panjang. Suku bunga BI riil t-1 juga berpengaruh secara tidak nyata terhadap luas areal perkebunan rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa petani pada perkebunan rakyat kurang tertarik untuk mengakses permodalan dengan pihak perbankan, demikian pula dengan perbankan yang tidak tertarik untuk membiayai usaha pertanian dengan alasan resiko yang terlalu tinggi (high risk) dan keuntungan yang relatif rendah (low profit). Hal ini yang kemudian membuat petani beralih pada rentenir untuk memperoleh modal pembiayaan usahataninya. tren waktu yang merepresentasikan perbaikan teknologi, infrastruktur, dan manajemen juga tidak berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan luas areal perkebunan rakyat. Petani perkebunan rakyat relatif masih tertinggal dalam melakukan adopsi teknologi. Luas areal perkebunan rakyat t-1 juga berpengaruh secara nyata terhadap luas areal perkebunan rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi luas areal perkebunan besar negara untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. 6.2.2. Produktivitas Gula Hablur Indonesia Sama halnya dengan persamaan luas areal perkebunan, persamaan produktivitas gula hablur Indonesia juga didisagregasi menjadi 3 persamaan, yaitu : (1) produktivitas gula hablur negara, (2) produktivitas gula hablur swasta, dan (3) produktivitas gula hablur rakyat. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 20 produktivitas gula hablur negara dipengaruhi secara nyata oleh harga riil gula tingkat pedagang besar, perubahan harga riil pupuk, luas areal perkebunan besar negara t-1, rendemen tebu, dan tren waktu. Harga riil gula tingkat pedagang besar berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur negara. Respon produktivitas gula hablur negara terhadap harga riil gula tingkat pedagang besar adalah inelastis dalam jangka pendek. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga riil gula tingkat pedagang

107 besar 1 persen akan menyebabkan produktivitas gula hablur meningkat sebesar 0.818 persen dalam jangka pendek. Perubahan harga riil pupuk juga berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur negara. Peningkatan harga pupuk membuat produktivitas perkebunan besar negara mengalami penurunan. Namun, respon penurunan perubahan harga riil pupuk terhadap produktivitas gula hablur negara adalah inelastis. Peningkatan perubahan harga riil pupuk sebesar 1 persen akan menurunkan produktivitas gula hablur sebesar 0.003 persen dalam jangka pendek. Tabel 20. Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Gula Hablur Negara (YGHN) Parameter Elastisitas Estimate SR LR Prob > T Label Intercept -7.8257 0.0003 HRGPB 0.0007 0.818 0.0001 Harga riil gula tingkat pedagang besar SHRPUK -0.0009-0.003 0.0970 Perubahan harga riil pupuk LAPTN 0.000007 0.126 0.1070 Luas areal perkebunan besar negara t-1 REND 1.0217 1.762 <.0001 Rendemen tebu LURBUN -0.000008-0.021 0.4105 Upah pekerja perkebunan t-1 T 0.0350 0.0724 Tren waktu Prob> F : <.0001 R 2 : 0.7616 Dw : 2.366 Luas areal perkebunan besar negara t-1 berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur negara. Ini juga menunjukkan bahwa peningkatan luas areal perkebunan besar negara dapat menjadi tolak ukur bagi peningkatan produktivitas gula hablur negara. Namun respon produktivitas gula hablur negara terhadap luas areal perkebunannya adalah inelastis. Peningkatan 1 persen luas areal perkebunan besar negara hanya akan meningkatkan 0.126 persen produktivitas gula hablur negara dalam jangka pendek. Lebih lanjut, rendemen tebu juga berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur negara. Peningkatan rendemen tebu akan meningkatkan produksi sehingga meningkatkan produktivitas gula hablur negara. Respon produktivitas gula hablur pada perkebunan besar negara terhadap rendemen adalah elastis, artinya perubahan tingkat rendemen akan memberikan perubahan yang cukup besar bagi produktivitas gula hablur pada perkebunan besar negara sehingga akan meningkatkan produksi gula di Indonesia.

108 Upah riil pekerja perkebunan t-1 tidak berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan produktivitas gula hablur negara. Peningkatan upah pekerja perkebunan tidak menyebabkan turunnya produktivitas perkebunan gula hablur negara. tren waktu yang merepresentasikan perbaikan teknologi, infrastruktur dan manajemen berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur negara. Berkembangnya teknologi budidaya tebu yang dilakukan oleh perkebunan besar negara ternyata memberikan manfaat ekonomi melalui peningkatan produktivitas gula hablur pada perkebunan besar negara. Hasil estimasi terhadap persamaan produktivitas gula hablur pada perkebunan besar swasta di Tabel 21 menunjukkan bahwa produktivitas gula hablur dipengaruhi oleh perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar, rasio harga riil pupuk, luas areal perkebunan besar swasta t-1, curah hujan, rendemen tebu, upah riil pekerja perkebunan, dan produktivitas gula hablur swasta t-1. Dapat dijelaskan bahwa produktivitas gula hablur swasta hanya dipengaruhi secara nyata oleh luas areal perkebunan besar swasta t-1 dan rendemen tebu. Tabel 21. Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Gula Hablur Swasta (YGHS) Parameter Estimate SR Elastisitas LR Prob > T Label Intercept 1.3175 0.4100 SHRGPB 0.0000 0.00010 0.0001 0.4608 Perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar RHPUK -1.8542-0.314-0.325 0.2687 Rasio harga riil pupuk LAPTS 0.000028 0.272 0.282 0.0233 Luas areal perkebunan besar swasta t-1 CHJ 0.0001 0.048 0.049 0.3487 Curah hujan REND 0.6392 0.789 0.818 0.0680 Rendemen tebu URBUN -0.000020-0.040-0.041 0.3867 Upah riil pekerja perkebunan LYGHS 0.0356 0.4505 Produktivitas gula hablur swasta t-1 Prob> F : 0.050 R 2 : 0.46315 Dw : 2.101 Dh : - Perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar berpengaruh secara tidak nyata terhadap produktivitas gula hablur pada perkebunan besar swasta. Perkebunan besar swasta umumnya mempunyai tata cara budidaya tersendiri dalam upaya meningkatkan produktivitas gula hablur sehingga perubahan harga riil gula tingkat pedagang besar tidak mempengaruhi produktivitas gula hablur swasta. Rasio harga riil pupuk juga berpengaruh secara tidak nyata terhadap

109 produktivitas gula hablur swasta. Demikian juga dengan upah riil pekerja perkebunan yang juga berpengaruh secara tidak nyata terhadap produktivitas gula hablur swasta. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan besar swasta memiliki ketahanan modal yang kuat sehingga peningkatan harga pupuk dan upah riil pekerja perkebunan tidak membuat perkebunan besar swasta mengurangi kuantitas input tersebut sehingga tidak menurunkan produktivitas gula hablurnya. Pada perkebunan besar swasta curah hujan berpengaruh secara tidak nyata terhadap produktivitas gula hablur swasta. Curah hujan tidak menjadi penghalang dalam upaya peningkatan produktivitas gula hablur pada perkebunan besar swasta. Hal ini diduga karena perkebunan besar swasta telah memiliki sistem tata kelola air yang baik. Begitu pula dengan luas areal perkebunan besar swasta tahun t-1 yang berpengaruh secara tidak nyata terhadap produktivitas gula hablur swasta. Ini berarti peningkatan luas areal perkebunan besar swasta tidak menjadi tolok ukur bagi peningkatan produktivitas gula hablur swasta. Luas areal perkebunan besar swasta t-1 berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan produktivitas gula hablur swasta. Akan tetapi respon yang diberikan oleh luas areal perkebunan besar swasta t-1 terhadap produktivitas gula hablur swasta swasta adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peningkatan luas areal perkebunan t-1 sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produktivitas gula hablur swasta sebesar 0.272 persen dalam jangka pendek dan 0.282 persen dalam jangka panjang. Rendemen tebu berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula swasta. Rendemen tebu pada perkebunan besar swasta pada umumnya lebih tinggi karena mesin penggiling gula yang digunakan lebih modern sehingga lebih efisien dan mampu meningkatkan produktivitas gula hablur. Namun demikian, respon produktivitas terhadap rendemen tebu pada perkebunan besar swasta tidak lebih elastis daripada perkebunan besar negara. Peningkatan rendemen tebu sebesar 1 persen hanya akan meningkatkan produktivitas gula hablur sebesar 0.789 persen dalam jangka pendek dan 0.818 persen dalam jangka panjang. Produktivitas gula hablur swasta t-1 berpengaruh secara tidak nyata terhadap produktivitas gula hablur swasta. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada tenggang waktu yang dibutuhkan oleh

110 produktivitas gula hablur swasta untuk menyesuaikan diri kembali kepada tingkat keseimbangannya dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Produktivitas gula hablur rakyat dipengaruhi oleh rasio harga riil gula tingkat petani dengan harga riil pupuk, luas areal perkebunan rakyat t-1, upah riil pekerja perkebunan, dummy kredit ketahanan pangan dan energi, rendemen tebu, dan produktivitas gula hablur rakyat t-1. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 22 dapat dijelaskan bahwa produktivitas gula hablur rakyat hanya dipengaruhi secara nyata oleh rendemen tebu dan produktivitas gula hablur rakyat t-1. Tabel 22. Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Gula Hablur Rakyat (YGHR) Parameter Estimate Elastisitas SR LR Prob > T Label Intercept -0.9461 0.2681 HGPUK 0.1448 0.086 0.269 0.2200 Rasio harga riil gula tingkat petani dengan harga riil pupuk LAPTR 0.0000003 0.011 0.035 0.4786 Luas areal perkebunan rakyat t-1 URBUN -0.000040-0.086-0.270 0.1937 Upah riil pekerja perkebunan DKKPE 0.6171 - - 0.1747 Dummy Kredit Ketahanan Pangan dan Energi REND 0.3278 0.437 1.369 0.0542 Rendemen tebu LYGHR 0.6807 0.0001 Produktivitas gula hablur rakyat t-1 Prob> F : 0.0009 R 2 : 0.63075 Dw : 2.424 Dh : -1.853 Rasio harga riil gula tingkat petani dengan harga riil pupuk tidak berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur rakyat. Hal tersebut menunjukkan bahwa rasio harga riil gula tingkat petani dengan harga riil pupuk tidak dapat menjadi tolak ukur peningkatan produktivitas gula hablur pada perkebunan rakyat. Demikian pula dengan luas areal perkebunan rakyat t-1 tidak berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur. Peningkatan luas areal perkebunan rakyat juga tidak dapat menjadi tolak ukur bagi peningkatan produktivitas gula hablurnya. Upah riil pekerja perkebunan berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan produktivitas gula hablur rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan upah riil pekerja perkebunan membuat petani tebu mengurangi penggunaan input lainnya sehingga menurunkan produktivitas gula hablurnya.

111 Dummy Kredit Ketahanan Pangan dan Energi merupakan bantuan kredit untuk usaha budidaya tebu yang diberikan kepada petani perkebunan rakyat utamanya untuk program bongkar ratoon dan rawat ratoon dalam upaya peningkatan produktivitas. Namun, Dummy Kredit Ketahanan Pangan dan Energi ini berpengaruh secara tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas gula hablur rakyat. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi belum optimal dalam membantu petani perkebunan rakyat dalam meningkatkan produktivitasnya. Pada penyaluran kredit ketahanan pangan dan energi ini pemerintah perlu menyertainya dengan bimbingan dan pendampingan sehingga target kredit untuk peningkatan produktivitas gula hablur rakyat terealisasi sesuai dengan tujuannya. Sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan ketangguhan produksi tebu maka bantuan kredit tersebut dapat terus dilanjutkan dan menjangkau lebih banyak petani tebu lagi sehingga dapat menjadi kail bagi petani tebu untuk meningkatkan kesejahteraannya. Selanjutnya berdasarkan Tabel 22 dapat dijelaskan pula bahwa rendemen tebu berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur. Respon produktivitas perkebunan rakyat terhadap rendemen tebu adalah inelastis dalam jangka pendek namun elastis pada jangka panjang. Peningkatan 1 persen rendemen tebu akan meningkatkan 0.437 persen gula hablur perkebunan rakyat pada jangka pendek dan 1.369 persen pada jangka panjang. Demikian pula dengan variabel produktivitas gula hablur rakyat tahun t-1 berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi produktivitas gula hablur rakyat untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. 6.2.3. Permintaan Gula Indonesia 6.2.3.1.Permintaan Gula Rumah Tangga Hasil estimasi permintaan gula Indonesia untuk konsumsi dapat dilihat pada Tabel 23. Permintaan gula rumah tangga dipengaruhi oleh harga riil gula eceran, rasio harga riil gula merah, harga riil kopi, pertumbuhan PDB riil Indonesia, populasi penduduk Indonesia dan permintaan gula rumah tangga t-1. Permintaan gula rumah tangga dipengaruhi secara nyata oleh harga riil gula

112 eceran, pertumbuhan PDB riil Indonesia, populasi penduduk Indonesia, dan permintaan gula rumah tangga t-1. Tabel 23. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Gula Rumah Tangga (DGRT) Parameter Elastisitas Estimate SR LR Prob> T Label Intercept 224 009.4 0.3776 HRGE -185.862-0.464-0.752 0.0287 Harga riil gula eceran RHRGM 37 639.88 0.018 0.029 0.4498 Rasio harga riil gula merah HRKO -2.49354-0.037-0.061 0.2763 Harga riil kopi LJPDBR 522 469.5 0.019 0.031 Pertumbuhan PDB riil 0.1283 Indonesia POPINA 0.010401 0.982 1.590 0.0235 Populasi penduduk Indonesia LDGRT 0.382462 Permintaan gula rumah 0.0657 tangga t-1 Prob> F : <.0001 R 2 : 0.8334 Dw : 2.002 Dh : - Harga eceran gula berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula rumah tangga. Konsumen gula rumah tangga akan cenderung mengurangi konsumsi gula ketika harga gula mengalami kenaikan. Namun, respon permintaan gula terhadap peningkatan harga riil gula eceran adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan gula merupakan salah sumber pemanis utama yang digunakan oleh mayoritas penduduk Indonesia. Kenaikan 1 persen harga riil gula eceran hanya akan mengurangi 0.464 persen dalam jangka pendek dan 0.752 persen dalam jangka panjang permintaan gula rumah tangga. Permintaan gula dipengaruhi secara tidak nyata oleh rasio harga riil gula merah. Kenaikan perubahan harga riil gula merah tidak akan membuat konsumen meningkatkan permintaan gula. Gula merah merupakan salah satu komoditas substitusi gula. Hal ini ditunjukkan oleh nilai elastisitas yang bernilai positif 0.018 dalam jangka pendek dan 0.029 dalam jangka panjang. Namun demikian, permintaan gula tidak responsif terhadap perubahan rasio harga gula merah. Sekalipun gula merah merupakan komoditas substitusi, namun gula merah tidak mempunyai ikatan yang erat dengan gula. Harga riil kopi memberikan pengaruh secara tidak nyata terhadap permintaan gula rumah rangga. Kenaikan harga riil kopi tidak akan membuat konsumen menurunkan permintaan gula. Kopi merupakan salah satu komoditas komplementer gula. Hal ini ditunjukkan oleh elastistias harga kopi yang bernilai

113 negatif yaitu 0.037 persen pada jangka pendek dan 0.061 dalam jangka panjang. Pertumbuhan GDP riil Indonesia berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula rumah tangga. Namun respon permintaan gula terhadap GDP riil Indonesia adalah inelastis. Kenaikan 1 persen pertumbuhan GDP riil Indonesia hanya akan meningkatkan 0.019 persen permintaan gula dalam jangka pendek dan 0.031 persen dalam jangka panjang. Populasi penduduk Indonesia berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula rumah rangga. Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan akan gula rumah tangga. Respon yang ditunjukkan oleh permintaan gula rumah tangga terhadap perubahan jumlah penduduk adalah inelastis dalam jangka pendek namun elastis pada jangka panjang. Kenaikan 1 persen jumlah penduduk Indonesia akan meningkatkan 0.982 persen permintaan gula rumah tangga dalam jangka pendek dan 1.590 persen dalam jangka panjang. Permintaan gula rumah tangga tahun t-1 berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula rumah tangga tahun t. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi permintaan gula Indonesia untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. 6.2.3.2.Permintaan Gula Industri Hasil estimasi permintaan gula industri dapat dilihat pada Tabel 24. Permintaan gula industri dipengaruhi oleh harga riil gula tingkat pedagang besar t-1, harga riil komposit produk makanan dan minuman, pertumbuhan industri makanan dan minuman, PDB riil sektor makanan dan minuman, dan permintaan gula Indonesia t-1. Permintaan gula industri hanya dipengaruhi secara nyata oleh harga riil komposit produk makanan dan minuman, PDB riil sektor makanan dan minuman, serta permintaan gula industri t-1. Harga riil gula tingkat pedagang besar t-1 berpengaruh secara secara tidak nyata terhadap permintaan gula industri. Hal ini dikarenakan gula menjadi bahan baku yang sangat esensial bagi industri makanan dan minuman maupun olahannya, sehingga peningkatan harga riil gula tingkat pedagang besar tidak akan langsung direspon dengan penurunan permintaan gula oleh industri makanan dan minuman. Sebagai produk industri makanan dan minuman yang paling banyak

114 diekspor confectionary sugar (permen gula) berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula industri. Kenaikan harga riil komposit produk makanan dan minuman ini akan membuat konsumen industri meningkatkan permintaan mereka terhadap gula. Tabel 24. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Gula Industri (DGIN) Parameter Elastisitas Prob > T Label Estimate SR LR Intercept -396 625 0.2089 LHRGPB -12.4975-0.067-0.280 Harga riil gula pedagang 0.4332 besar t-1 HRKIN 34 560.46 0.266 1.109 Harga riil komposit produk 0.0984 makanan dan minuman LJJIM 148 787.7 0.008 0.034 Pertumbuhan industri 0.3365 makanan dan minuman L2PDBIN 1.292485 0.532 2.213 PDB riil sektor makanan 0.0351 dan minuman t-2 LDGIN 0.759753 0.0002 Permintaan gula industri t-1 Prob> F : <.0001 R 2 : 0.9003 Dw : 3.015 Dh : - Pertumbuhan jumlah industri makanan dan minuman berpengaruh secara tidak nyata terhadap permintaan gula industri. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan permintaan gula industri tidak semata-mata disebabkan oleh peningkatan jumlah industri makanan dan minuman di Indonesia. Selain itu pula, diduga sejak beberapa dekade terakhir industri makanan dan minuman tidak hanya menggunakan gula sebagai perasa manis, adanya tambahan fruktosa sebagai penguat rasa manis mulai banyak digunakan pula oleh industri gula. PDB riil sektor makanan dan minuman tahun t-2 berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula. Bahkan respon permintaan gula terhadap PDB sektor makanan dan minuman tahun t-2 adalah inelastis pada jangka pendek namun sangat elastis pada jangka panjang. Peningkatan 1 persen PDB riil sektor makanan dan minuman tahun t-2 akan meningkatkan permintaan gula industri sebesar 0.532 persen dalam jangka pendek dan 2.213 persen dalam jangka panjang. Demikian pula dengan permintaan gula industri tahun t-1 yang berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula industri tahun t. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi permintaan gula industri untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi.

115 6.2.4. Harga Gula Indonesia 6.2.4.1.Harga Riil Gula Tingkat Petani (HRGP) Hasil estimasi harga riil gula tingkat petani yang ditunjukkan oleh Tabel 25 dapat dijelaskan bahwa harga riil gula tingkat petani dipengaruhi secara positif oleh harga riil gula tingkat pedagang besar, dummy kebijakan Harga Patokan Petani (HPP), tren waktu, dan harga riil gula tingkat petani tahun t-1. Adapun variabel rasio produksi gula tahun t dengan tahun t-1 berpengaruh secara negatif terhadap harga riil gula tingkat petani. yang berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula tingkat petani adalah harga riil gula tingkat pedagang besar, rasio produksi gula Indonesia tahun t terhadap tahun t-1, dan harga riil gula tingkat petani t-1. Tabel 25. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Gula Tingkat Petani (HRGP) Parameter Estimate Elastisitas SR LR Prob > T Intercept -16.5646 0.4897 Label Harga riil gula tingkat HRGPB 0.881358 0.97174 1.1346 <.0001 pedagang besar RQGINA -557.12-0.1304-0.1522 Rasio produksi gula Indonesia 0.0672 tahun t terhadap tahun t-1 DHPP 105.1625 - - 0.2056 Dummy Kebijakan HPP T 3.70296 0.01369 0.0160 0.2723 Tren waktu LHRGP 0.1435 0.0111 Harga riil gula tingkat petani t-1 Prob> F : <.0001 R 2 : 0.93707 Dw : 2.153 Dh : -0.426 Harga riil gula tingkat pedagang besar berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula tingkat petani. Peningkatan harga riil gula di tingkat pedagang besar akan meningkatkan harga riil gula di tingkat petani. Hal ini diduga karena adanya transmisi harga yang besar antara harga riil gula tingkat pedagang besar dengan harga riil gula tingkat petani. Respon harga riil gula tingkat petani terhadap harga riil gula tingkat pedagang besar adalah inelastis dalam jangka pendek namun elastis pada jangka panjang. Peningkatan harga riil gula tingkat pedagang besar sebesar 1 persen akan meningkatkan harga riil gula tingkat petani dalam jangka pendek sebesar 0.972 persen dan 1.135 persen dalam jangka panjang. Rasio produksi gula Indonesia tahun t dengan tahun sebelumnya berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula tingkat petani. Peningkatan

116 produksi gula Indonesia akan menurunkan harga gula tingkat petani. Oleh karena itu, target swasembada yang dicanangkan oleh pemerintah hendaknya diikuti dengan kebijakan penetapan harga yang sesuai bagi petani, sehingga kesejahteraan petani tidak mengalami penurunan. Dummy kebijakan HPP gula berpengaruh secara tidak nyata terhadap harga riil gula tingkat petani. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kebijakan HPP tidak efektif dalam meningkatkan harga gula petani. Kebijakan HPP gula memang tidak dimaksudkan untuk meningkatkan harga gula, karena sistem penetapan harga gula tingkat petani dilakukan dengan sistem lelang yang menggunakan HPP sebagai referensi harga atau sebagai batas harga minimum. Harga riil gula kecenderungan waktu tidak menunjukkan adanya peningkatan harga gula tingkat petani. Dalam hal ini harga riil gula tingkat petani relatif tidak stabil, sedangkan harga riil gula tingkat petani t-1 berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula tingkat petani. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat tenggang waktu yang cukup bagi harga riil gula tingkat petani untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. 6.2.4.2.Harga Riil Gula Tingkat Pedagang Besar (HRGPB) Hasil estimasi persamaan harga riil gula tingkat pedagang besar disajikan pada Tabel 26. Harga riil gula tingkat pedagang besar dari model yang diestimasi ditentukan oleh variabel harga riil gula eceran, tren waktu, dan harga riil gula tingkat pedagang besar t-1. Berdasarkan kriteria statistik maka harga riil gula tingkat pedagang besar dipengaruhi secara nyata oleh harga riil gula eceran dan tren waktu. Tabel 26. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Gula Tingkat Pedagang Besar (HRGPB) Parameter Elastisitas Prob > T Label Estimate SR LR Intercept -218.315 0.1919 HRGE 0.904098 0.985 1.015 <.0001 Harga riil gula eceran T 8.933385 0.030 0.031 0.0005 Tren waktu Harga riil gula tingkat LHRGPB 0.029177 0.2029 pedagang besar t-1 Prob> F : <.0001 R 2 : 0.9752 Dw : 1.340 Dh : 1.776

117 Harga riil gula eceran berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula tingkat pedagang besar. Kenaikan harga riil gula eceran akan meningkatkan harga riil gula pedagang besar. Hal ini dikarenakan adanya transmisi harga yang besar antara harga riil gula eceran dengan harga riil gula tingkat pedagang besar. Respon harga riil gula tingkat pedagang besar terhadap harga riil gula eceran adalah inelastis dalam jangka pendek namun elastis dalam jangka panjang. Peningkatan harga gula eceran sebesar 1 persen akan meningkatkan harga riil gula tingkat pedagang besar sebesar 0.985 persen pada jangka pendek dan 1.015 pada jangka panjang. Selanjutnya harga riil gula tingkat pedagang besar berpengaruh secara nyata terhadap tren waktu. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tenggang waktu yang relatif lambat bagi harga riil gula tingkat pedagang besar untuk kembali pada tingkat keseimbangannya, dalam hal ini harga riil gula tingkat pedagang besar relatif tidak stabil. 6.2.4.3.Harga Riil Gula Eceran Hasil estimasi terhadap persamaan harga riil gula eceran pada Tabel 27 menunjukkan bahwa harga riil gula eceran dipengaruhi secara positif oleh harga impor riil gula Indonesia, permintaan gula Indonesia dan secara negatif oleh penawaran gula t-1. Harga riil gula eceran dipengaruhi secara nyata oleh harga impor riil gula Indonesia dan permintaan gula Indonesia. Harga riil gula eceran tidak responsif terhadap perubahan harga impor riil gula Indonesia dengan nilai elastisitas 0.192 dalam jangka pendek. Artinya, apabila harga impor riil gula meningkat 1 persen maka hanya akan meningkatkan harga riil gula eceran sebesar 0.262 persen. Kebijakan impor yang bertujuan untuk memenuhi segmen pasar tertentu dan memenuhi kebutuhan domestik akan gula pada musim-musim tertentu dengan harga yang relatif murah dapat menekan kenaikan harga riil gula eceran, terlebih lagi banyaknya gula impor rafinasi yang seharusnya untuk pasar industri merembes ke pasar konsumsi dan akan mensubstitusi gula domestik begitu perbedaan harga keduanya menjadi tinggi. Meskipun hal ini dilarang, namun kenyataan dilapangan masih menunjukkan banyaknya jumlah gula impor (rafinasi) yang dipasarkan pada pasar konsumsi. Hal ini terjadi akibat harga impor gula kristal rafinasi lebih murah daripada harga gula domestik.

118 Tabel 27. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Gula Eceran (HRGE) Parameter Estimate Elastisitas SR LR Prob > T Label Intercept 3 905.693 <.0001 HRGINA 0.262341 0.192 0.0002 Harga impor riil gula Indonesia DGINA 0.000249 0.142 0.1473 Permintaan gula Indonesia SGINA -0.00008-0.062 0.3267 Penawaran gula Indonesia Prob> F : 0.0028 R 2 : 0.4379 Dw : 1.906 Selanjutnya pada Tabel 27 juga menunjukkan bahwa permintaan gula berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula eceran. Peningkatan permintaan gula akan menyebabkan kenaikan harga riil gula eceran. Namun, respon harga riil gula eceran terhadap perubahan permintaan adalah inelastis. Artinya, kenaikan 1 persen permintaan gula Indonesia hanya akan meningkatkan harga riil gula eceran sebesar 0.142 persen. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa harga riil gula eceran kurang responsif terhadap permintaan gula Indonesiaedangkan penawaran gula Indonesia tidak berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula eceran. Perubahan pada penawaran gula Indonesia tidak dapat menjadi tolok ukur bagi perubahan harga riil gula eceran Indonesia. 6.2.4.4.Harga Impor Riil Gula Indonesia Hasil estimasi terhadap harga impor riil gula Indonesia yang disajikan pada Tabel 28 menunjukkan bahwa harga impor riil gula Indonesia dipengaruhi secara positif oleh harga riil gula dunia, tren waktu, dan harga impor riil gula Indonesia t-1. Berdasarkan kriteria statistik, dapat diketahui bahwa harga impor riil gula Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh harga riil gula dunia dan tren waktu. Tabel 28. Hasil Estimasi Persamaan Harga Impor Riil Gula Indonesia (HRGINA) Parameter Estimate Elastisitas SR LR Prob > T Label Intercept 156.1317 0.4683 HRGW 4.937577 0.540 0.678 0.0204 Harga riil gula dunia T 51.66909 0.1539 Tren waktu LHRGINA 0.202815 0.1441 Harga impor riil gula Indonesia t-1 Prob> F : 0.1201 R 2 : 0.2119 Dw : 1.932 Dh : 1.159

119 Salah satu konsekuensi dari perekonomian terbuka yaitu adanya integrasi harga antara harga di tingkat pasar dunia dengan harga pada negara yang bersangkutan. Apabila ditinjau dari koefisien parameternya harga riil gula dunia sangat berpengaruh terhadap harga impor riil gula Indonesia dengan koefisien parameter 4.937 yang menjelaskan bahwa dari setiap kenaikan harga riil gula dunia sebesar 1 US$ per ton, dengan asumsi ceteris paribus maka harga impor riil gula Indonesia akan meningkat sebesar Rp 4 937.00 per kilogram. Apabila ditinjau dari elastisitasnya, respon harga impor riil gula Indonesia terhadap perubahan harga riil gula dunia bersifat inelastis baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Peningkatan harga riil gula dunia sebesar 1 persen hanya akan menyebabkan peningkatan harga impor riil gula Indonesia 0.540 persen dalam jangka pendek dan 0.678 persen dalam jangka panjang. Selanjutnya, harga riil gula tingkat pedagang besar berpengaruh secara nyata terhadap tren waktu. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tenggang waktu yang relatif lambat bagi harga impor riil gula untuk kembali pada tingkat keseimbangannya. Dalam hal ini harga impor riil gula relatif tidak stabil. Sedangkan harga impor riil gula Indonesia t-1 berpengaruh secara tidak nyata terhadap harga impor riil gula Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada tenggang waktu yang cukup bagi harga impor riil gula Indonesia untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. 6.2.5. Impor Gula Indonesia Thailand merupakan eksportir gula terbesar bagi Indonesia, sedangkan bagi China yang merupakan negara produsen gula, Indonesia masih menjadi tujuan ekspor nomor satu bagi negara ini. Disamping Thailand dan China sebagai negara pengekspor gula bagi Indonesia ada beberapa negara lain yang juga mengekspor gulanya ke Indonesia. Namun dalam penelitian ini negara selain Thailand dan China dikelompokkan dalam rest of the word. Persamaan impor gula Indonesia merupakan penjumlahan impor gula Indonesia dari Thailand, China, dan negara lain (selain Thailand dan China).

120 6.2.5.1.Impor Gula Indonesia dari Thailand Hasil estimasi persamaan impor gula Indonesia dari Thailand pada Tabel 29 menunjukkan bahwa impor gula Indonesia dari Thailand dipengaruhi secara positif oleh tren waktu dan impor gula Indonesia dari Thailand t-1. Adapun variabel harga impor riil gula Indonesia, produksi gula Indonesia, nilai tukar Indonesia terhadap Thailand, stok gula Indonesia t-1, dan tarif impor gula Indonesia berpengaruh secara negatif terhadap impor gula Indonesia dari Thailand. yang berpengaruh secara nyata terhadap impor gula Indonesia dari Thailand adalah produksi gula Indonesia dan tren waktu. Tabel 29. Hasil Estimasi Persamaan Impor Gula Indonesia dari Thailand (MGITH) Parameter Elastisitas Estimate SR LR Prob > T Label Intercept 341 127.1 0.1543 HRGINA -20.8237-0.222-0.239 Harga impor riil gula 0.2664 Indonesia QGINA -0.09003-0.592-0.637 0.1480 Produksi gula Indonesia t-1 ERITH -244.582-0.233-0.251 Nilai tukar Indonesia 0.3465 terhadap Thailand LSTG -0.14987-0.378-0.406 0.2006 Stok gula Indonesia t-1 TIG -6 335.73-0.200-0.216 Tarif impor gula 0.1767 Indonesia T 36 383.02 0.0145 Tren waktu LMGITH 0.070703 Impor gula Indonesia dari 0.3848 Thailand t-1 Prob> F : 0.000 R 2 : 0.71443 Dw : 2.0128 Dh : - Harga impor riil gula Indonesia berpengaruh secara tidak nyata terhadap impor gula Indonesia dari Thailand. Indonesia mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap ekspor gula dari Thailand, sehingga peningkatan harga impor riil gula Indonesia tidak menyebabkan penurunan impor gula Indonesia dari Thailand. Produksi gula Indonesia berpengaruh secara nyata terhadap impor gula Indonesia dari Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mengurangi ketergantungan impor gula Indonesia dari Thailand maka pemerintah sebaiknya berupaya untuk meningkatkan produksi gula Indonesia dari produsen dalam negeri. Namun demikian respon perubahan impor gula Thailand terhadap perubahan produksi gula Indonesia adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peningkatan produksi gula Indonesia t-1 sebesar 1 persen

121 akan menurunkan impor gula Indonesia dari Thailand sebesar 0.592 persen dalam jangka pendek dan 0.637 persen dalam jangka panjang. Hal ini dikarenakan impor gula dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan gula pada daerah non produsen di Indonesia. Seperti misalnya, di Kalimantan Barat yang tidak memungkinkan untuk menunggu pasokan gula karena terkendala trasportasi yang tidak bisa mengirim dalam waktu yang cepat sehingga pemerintah memberikan izin untuk melakukan impor bagi daerah tersebut. Lebih lanjut, hal ini pula yang turut menyebabkan banyaknya impor gula ilegal yang memenuhi pasar konsumsi di Indonesia sebab lemahnya pengawasan dari pemerintah. Nilai tukar riil Indonesia mempengaruhi impor gula Indonesia dari Thailand secara tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada nilai tukar tersebut tidak dapat digunakan sebagai tolak ukur perubahan jumlah impor gula Indonesia dari Thailand. Pengaruh tarif impor gula Indonesia dari Thailand juga tidak nyata. Peningkatan tarif impor gula oleh pemerintah Indonesia tidak menyebabkan turunnya impor gula Indonesia dari Thailand. Hal ini diduga karena besaran tarif yang ditetapkan pemerintah Indonesia terhadap impor gula selama ini masih rendah. Selain faktor-faktor tersebut, tren waktu juga berpengaruh secara nyata terhadap impor gula Indonesia dari Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tenggang waktu yang relatif lambat bagi impor gula Indonesia dari Thailand untuk kembali pada tingkat keseimbangannya. Impor gula Indonesia dari Thailand juga dipengaruhi secara tidak nyata oleh impor gula Indonesia dari Thailand t-1. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat tenggang waktu yang cukup bagi impor gula Indonesia dari Thailand untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. 6.2.5.2.Impor Gula Indonesia dari China China merupakan salah satu negara produsen gula terbesar di Dunia. Salah satu negara tujuan ekspor China adalah Indonesia. Hasil estimasi yang disajikan pada Tabel 30 menunjukkan bahwa impor gula Indonesia dari China dipengaruhi secara positif oleh tren waktu. Adapun perubahan harga impor riil gula Indonesia, produksi gula Indonesia, tarif impor gula Indonesia, perubahan nilai tukar Indonesia terhadap China dan perubahan stok gula Indonesia berpengaruh secara

122 negatif. Impor gula Indonesia dari China dipengaruhi secara nyata oleh produksi gula Indonesia, tarif impor gula Indonesia, dan tren waktu. Tabel 30. Hasil Estimasi Persamaan Impor Gula Indonesia dari China (MGICN) Parameter Elastisitas Estimate SR LR Prob > T Label Intercept 27 132.28 0.0319 SHRGINA -1.83649-0.0002 0.2977 Perubahan harga impor riil gula Indonesia QGINA -0.02588-2.7787 0.0002 Produksi gula Indonesia TIG -2 397.54-1.2375 0.0006 Tarif Impor Gula Indonesia SERICN -2.15749-0.0005 0.4257 Perubahan nilai tukar Indonesia terhadap China SSTG -0.00045 0.0003 0.4896 Perubahan stok gula Indonesia T 5 214.175 <.0001 Tren waktu Prob> F : 0.0005 R 2 : 0.6497 Dw : 2.360 Sama halnya dengan impor gula Indonesia dari Thailand, perubahan harga impor riil gula Indonesia juga berpengaruh secara tidak nyata terhadap impor gula Indonesia dari China. Peningkatan harga impor riil gula Indonesia tidak menyebabkan penurunan impor gula Indonesia dari China. Demikian juga dengan perubahan nilai tukar Indonesia terhadap China yang berpengaruh secara tidak nyata terhadap impor gula Indonesia dari China. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada nilai tukar tersebut tidak dapat digunakan sebagai tolak ukur perubahan jumlah impor gula Indonesia dari China. Demikian halnya dengan perubahan stok gula Indonesia yang berpengaruh secara tidak nyata terhadap impor gula Indonesia. Peningkatan stok gula Indonesia tidak menyebabkan impor gula Indonesia dari China berkurang. Pemerintah masih kurang cermat dalam melakukan perhitungan stok gula di Indonesia, sehingga sering kali impor gula masih dilakukan sekalipun sebenarnya stok gula masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan domestik. Produksi gula Indonesia berpengaruh secara nyata terhadap impor gula Indonesia dari China. Penurunan produksi gula Indonesia menyebabkan peningkatan impor gula Indonesia dari China. Hal ini diperkuat oleh respon impor gula China terhadap produksi gula indonesia yang sangat elastis.

123 Peningkatan 1 persen produksi gula Indonesia menyebabkan impor gula Indonesia dari China menurun 2.779 persen. Tarif impor gula juga berpengaruh secara nyata terhadap impor gula Indonesia dari China. Respon perubahan impor gula China terhadap perubahan tarif impor gula adalah elastis. Penurunan tarif impor gula sebesar 1 persen akan meningkatkan impor gula Indonesia dari China sebesar 1.237 persen. Impor gula Indonesia dari China juga dipengaruhi secara nyata oleh tremd waktu. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tenggang waktu yang relatif lambat bagi harga impor riil gula Indonesia dari China untuk kembali pada tingkat keseimbangannya. 6.2.6. Ekspor Impor Gula Dunia Ekspor Gula 6.2.6.1.Ekspor Gula Brazil Brazil merupakan negara pengekspor gula terbesar di dunia saat ini. Hasil estimasi persamaan eskpor gula Brazil disajikan pada Tabel 31. Ekspor gula Brazil dapat ditentukan harga riil gula dunia, produksi gula Brazil, perubahan nilai tukar riil Brazil, dan ekspor gula Brazil t-1. Ekspor gula Brazil dipengaruhi secara nyata oleh harga riil gula dunia, produksi gula Brazil dan perubahan nilai tukar riil Brazil. Tabel 31. Hasil Estimasi Persamaan Ekspor Gula Brazil (XGBR) Parameter Elastisitas Estimate SR LR Prob > T Label Intercept -6 330 563 <.0001 HRGW 2 504.546 0.125 0.135 0.0604 Harga riil gula dunia QGBR 0.790311 1.544 1.667 <.0001 Produksi gula Brazil SERBR 325 475.5 0.002 0.002 0.1353 Perubahan nilai tukar riil Brazil LXGBR 0.073383 0.3085 Ekspor gula Brazil t-1 Prob> F : <.0001 R 2 : 0.98382 Dw : 1.868 Dh : 0.539 Harga riil gula dunia berpengaruh secara nyata terhadap ekspor gula Brazil. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan harga riil gula dunia dapat menjadi stimulus bagi Brazil meningkatkan volume ekspor gulanya. Namun, respon ekspor gula Brazil terhadap harga riil gula dunia adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peningkatan harga riil gula dunia

124 sebesar 1 persen akan meningkatkan ekspor gula Brazil sebesar 0.125 persen dalam jangka pendek dan 0.135 persen dalam jangka panjang. Produksi gula Brazil berpengaruh secara nyata terhadap ekspor gulanya. Semakin besar jumlah gula yang diproduksi oleh Brazil maka akan mendorong pengusaha gula Brazil untuk meningkatkan jumlah ekspor gula yang lebih banyak lagi. Hal ini diperkuat dengan respon ekspor gula Brazil terhadap produksi gulanya yang sangat elastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kenaikan 1 persen produksi gula Brazil maka akan meningkatkan 1.544 persen ekspor gulanya dalam jangka pendek dan 1.667 persen dalam jangka panjang. Perubahan nilai tukar riil Brazil juga berpengaruh secara nyata terhadap ekspor gula Brazil. Namun respon ekspor gula Brazil terhadap perubahan nilai tukar riil Brazil bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini berarti bahwa perubahan yang terjadi pada nilai tukar riil Brazil menyebabkan terjadinya perubahan volume gula yang diekspor oleh eksportir gula Brazil, walaupun perubahannya kecil baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sebaliknya, ekspor gula Brazil t-1 berpengaruh secara tidak nyata terhadap ekspor gula Brazil. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada tenggang waktu yang dibutuhkan oleh ekspor gula Brazil untuk menyesuaikan diri kembali kepada tingkat keseimbangannya dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. 6.2.6.2.Ekspor Gula Thailand Thailand merupakan eksportir gula terbesar kedua di dunia. Hasil estimasi persamaan ekspor gula Thailand disajikan pada Tabel 32. Ekspor gula Thailand dari model yang diestimasi ditentukan oleh harga riil gula dunia, produksi gula Thailand, perubahan nilai tukar riil Thailand, dan tren waktu. Ekspor gula Thailand dipengaruhi secara nyata oleh harga riil gula dunia, produksi gula Thailand, dan nilai tukar riil Thailand. Harga riil gula dunia yang berpengaruh secara nyata terhadap ekspor gula Thailand mengindikasikan bahwa peningkatan harga riil gula dunia menjadi stimulus bagi eksportir gula Thailand untuk meningkatkan ekspor gulanya. Respon ekspor gula Thailand terhadap harga riil gula dunia adalah inelastis. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan harga