BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002). Pemanfaatan gajah dalam segi ekonomi yaitu gajah dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way Kambas. Gajah Sumatera di Taman Nasional Way Kambas dijinakkan kemudian dilatih untuk melakukan berbagai atraksi seperti sepak bola gajah, ataupun tarik tambang gajah. Pengunjung juga bisa melakukan tracking bersama gajah. Atraksi yang ditawarkan tersebut tentunya mengundang berbagai wisatawan lokal maupun mancanegara, dengan adanya atraksi wisata gajah di Way Kambas dapat menambah pemasukan bagi pihak Taman Nasional. Dari segi sosial budaya, gajah dapat dimanfaatkan sebagai pengendali konflik untuk menanggulangi konflik gajah yang masuk ke perkebunan warga. Dalam keseimbangan ekosistem, gajah mempunyai peranan antara lain sebagai agen penyebar biji tumbuhan dan pengendali pertumbuhan flora. Biji tumbuhan dalam kotoran mamalia besar ini akan tersebar ke seluruh areal hutan yang dilewatinya. Deshmukh, (1992) menjelaskan bahwa interaksi yang ada adalah hubungan yang saling menguntungkan antara tumbuhtumbuhan dan hewan yang sifatnya herbivora umumnya terjadi di hutan hujan tropis. Tumbuhan merupakan sumber pakan bagi hewan dan sebaliknya hewan sangat bermanfaat dalam persebaran biji. Persebaran biji secara efektif dapat mengurangi persaingan antara tumbuh-tumbuhan serta memungkinkan jenis 1
2 tumbuhan tersebut menyebar ke tempat yang baru. Jika tidak ada hewan yang menyebarkan biji, maka biji dari induk akan jatuh dan tumbuh berada di sekitar pohon induk tersebut. Keadaan ini akan menambah persaingan untuk mendapatkan unsur hara di sekitarnya. Sebagai agen penyebar biji, gajah memiliki kemampuan penyebaran biji yang mencakup kawasan yang luas dan berbagai jenis tumbuhan dapat disebarluaskan. Mekanisme penyebaran oleh gajah dibantu dengan proses pemilihan pakan oleh gajah. Makanan gajah bisa sangat beragam, meski ini tergantung pada diversitas dan komposisi (gizi dan senyawa sekunder) dari tumbuhan yang tersedia (Vancuylenberg, 1977). Seekor gajah Asia dewasa liar bisa menghabiskan lebih dari 18 jam per hari untuk makan, mengonsumsi 150 kg makanan. Gajah Afrika yang hidup di sabana gersang Namibia hanya memakan 33 spesies tumbuhan, sementara di Uganda mereka mengonsumsi paling tidak 500 spesies tumbuhan (Blake, 2002) diversitas makanan tertinggi yang diketahui dari mamalia manapun. Gajah Asia seringkali mengonsumsi sekitar 100 spesies (Campos-Arceiz and Blake, 2011). Kajian tentang kemampuan menyebarluaskan biji oleh gajah banyak dilakukan pada spesies gajah Afrika dan gajah Asia (Campos-Arceiz and Blake 2011; Vancuylenberg 1977). Namun sayangnya penelitian semacam ini masih terbatas untuk gajah Sumatera. Salah satu penelitian tentang penyebaran biji oleh gajah Sumatera dilakukan oleh (Padmanaba, 2003) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
3 Besarnya tekanan terhadap habitat gajah Sumatera menyebabkan satwa ini perlu dilindungi. Sebagai satwa yang terancam punah, gajah Sumatera telah dilindungi sejak 1931 menggunakan Ordonansi Perlindungan Binatang Liar Nomor 134 dan 226 dan diperkuat SK Menteri Pertanian RI No. 234/Kpts/Um/1972. Selain itu, oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature) kini menaikkan status gajah Sumatera sebagai spesies yang kritis atau critically endangered, setelah sebelumnya spesies ini masuk ke dalam kelas endangered atau terancam. Meningkatnya ancaman, dan terus berkurangnya habitat hewan besar ini, serta berbagai kasus kematian yang mendera di alam liar menjadi berbagai faktor pelengkap bagi IUCN untuk menaikkan kelas hewan ini ke dalam level bahaya. Sementara itu, CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) menggolongkan gajah dalam daftar Appendix 1 yang merupakan satwa liar yang tidak boleh diperdagangkan secara internasional baik gading dan bagian tubuh lainnya. Perangkat hukum lainnya yang mengatur tentang perlindungan binatang ini adalah Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 (Noerdjito & Maryanto, 2001). Hingga saat ini status dan populasi gajah di Sumatera semakin mengkhawatirkan seiring dengan dinamika pembangunan di segala bidang, pertambangan, kehutanan, pertanian, dan sarana fisik yang secara nyata telah mengurangi luas kawasan yang sebelumnya merupakan habitat hewan tersebut. Beberapa bentuk konversi hutan menjadi daerah pemukiman penduduk, hutan tanaman, ekstensifikasi pertanian dan perkebunan serta pembangunan jalan dapat disebutkan sebagai faktor yang mengakibatkan rusaknya habitat gajah. Akibat lebih
4 lanjut, terbentuknya fragmentasi kantong-kantong habitat gajah dengan luas yang tidak memadai dan carrying capacity yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup populasi gajah yang ada (Ramono, 2000). Sempitnya habitat juga berarti semakin terbatasnya ruang gerak dan migrasi gajah yang bisa menimbulkan perkawinan antar kelompok atau inbreeding, sehingga kualitas dan kekayaan genetiknya pun menurun. Disamping itu, ancaman yang lain terhadap kelangsungan hidup gajah di Sumatera adalah peladangan berpindah, kebakaran hutan dan pembalakan liar. Pada dasarnya permasalahan konservasi gajah Sumatera adalah semakin menurunya daya dukung habitat untuk memenuhi keperluan hidup dari gajah, seperti kebutuhan pakan, air, dan pelindung bagi kelompok gajah yang cukup besar. Fragmentasi hutan menyebabkan menurunnya daya dukung dan menyempitnya habitat gajah untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga gajah keluar dari habitatnya untuk mendapatkan pengganti keperluan hidupnya ke wilayah perkebunan, perladangan, pemukiman, dan hutan produksi yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Terdapat empat kelompok yang hidup di luar kawasan TNBT. Menurut data dari FZS (Frankfurt Zoological Society) kelompok gajah Sumatera tersebut semuanya hidup di luar kawasan konservasi, rata-rata mereka hidup di lahan perusahaan, hutan produksi ataupun bekas HPH. Seperti contoh terdapat kelompok gajah Sumatera yang hidup dikawasan bekas HPH Dalek Hutani Esa. Hutan sekunder tersebut dalam kondisi 80% tertutup dan diperkirakan ada 30 ekor gajah berada di kawasan tersebut. Namun, kawasan hutan ini rentan terkonversi karena statusnya masih sebagai hutan produksi. Gajah
5 Sumatera di luar kawasan TNBT memiliki potensi untuk mengonsumsi biji dari buah tumbuhan alami maupun biji dari buah tumbuhan yang ditanam oleh masyarakat. Biji dari buah tumbuhan alami yang disebarkan oleh gajah melalui kotorannya tidak akan menyebabkan masalah bagi kawasan yang alami. Namun apabila gajah Sumatera mengonsumsi biji dari buah tumbuhan yang ditanam oleh masyarakat dan disebarkan kedalam TNBT, maka biji-biji tersebut potensial menjadi spesies invasif. Oleh karena itu penting untuk mengetahui jenis tumbuhan apa saja yang dimakan oleh gajah Sumatera dari luar kawasan TNBT agar dapat diantisipasi munculnya spesies invasif akibat disebarluaskan oleh gajah. Informasi tentang ada atau tidaknya jenis tumbuhan masyarakat yang dikonsumsi gajah Sumatera dan disebarluaskan merupakan informasi penting bagi pengelolaan habitat gajah Sumatera. Namun hingga saat ini sangat sedikit informasi tentang efektivitas penyebaran biji oleh gajah. Sebagian besar penelitian fokus pada kandungan biji yang ada. Potensi sebagai penyebaran biji spesies tumbuhan oleh gajah (Blake 2002; Vancuylenberg 1977), namun masih jarang yang menemukan jenis tumbuhan yang berhasil tumbuh dalam boli gajah (Padmanaba, 2003). Distribusi kotoran gajah dan tumbuhan yang berhasil tumbuh pada boli gajah Sumatera yang kaitannya dengan efektifitas gajah Sumatera dalam menyebarkan dan menumbuhkan biji-biji tumbuhan yang dimakan. Selain jenis-jenis tumbuhan yang tumbuh pada kotoran dan distribusi kotoran gajah, perlu juga diketahui perbedaan karakteristik kotoran gajah yang hidup di dua areal yang berbeda yaitu hutan dan non-hutan.
6 1.2 Rumusan Masalah Laju deforestasi yang terjadi di Sumatera khususnya di Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang diakibatkan dari pembalakan liar, konversi lahan menjadi perkebunan, dan ladang berpindah mengakibatkan berkurangnya tutupan hutan yang merupakan habitat dari fauna yang ada di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, salah satunya adalah gajah Sumatera. Gajah Sumatera menyukai hutan yang ditumbuhi pepohonan yang lebat, selain dapat dijadikan tempat berteduh untuk menstabilkan suhu tubuh saat cuaca panas, juga karena hewan raksasa Sumatera ini membutuhkan suplai makanan hijau untuk menu utama dan juga pelengkap untuk memenuhi asupan mineral kalsium untuk pertumbuhan gading, tulang serta gigi. Tidak hanya pepohonan yang lebat, mereka juga akan memilih habitat yang memiliki sumber air. Mereka adalah spesies yang sangat bergantung pada ketersediaan air untuk minum dan berkubang. Oleh karena itu, dengan adanya masalah seperti pembalakan liar, konversi lahan menjadi perkebunan, dan ladang berpindah yang menyebabkan semakin berkurangnya tutupan hutan sebagai habitat gajah Sumatera dan juga spesies fauna yang lain. Berkaitan dengan proses persebaran biji oleh gajah Sumatera yang penting untuk restorasi atau perbaikan habitat gajah Sumatera tersebut maka penelitian mengenai peran gajah Sumatera dalam penyebaran biji (seed dispersal) di kawasan sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh menjadi sangat penting. Selain jenis tumbuhan dan distribusi spasial boli gajah Sumatera, perlu diketahui juga mengenai karakteristik boli gajah tersebut. Hal tersebut penting karena setiap kotoran gajah Sumatera mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Selain bentuk, faktor penyusun dari boli tersebut juga berbeda-beda.
7 Dari gambaran yang ada, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Jenis tumbuhan apa saja yang dikonsumsi dan kemudian disebarkan oleh gajah Sumatera di kawasan sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh? 2. Bagaimanakah distribusi spasial boli gajah Sumatera yang berhasil menumbuhkan tumbuhan di kawasan sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh? 3. Bagaimanakah perbedaan karakteristik boli gajah Sumatera yang hidup di areal hutan dan non-hutan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang dikonsumsi dan kemudian disebarkan oleh gajah Sumatera di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh. 2. Mengetahui distribusi spasial boli gajah Sumatera yang berhasil menumbuhkan tumbuhan di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh. 3. Untuk mengatahui perbedaan karakteristik boli gajah Sumatera yang hidup di dua areal yang berbeda.
8 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan data mengenai jenis jenis tumbuhan yang dimakan oleh gajah Sumatera dan biji dari spesies tumbuhan apa yang disebarkan oleh gajah Sumatera yang dapat dijadikan sebagai strategi restorasi habitat gajah yang telah rusak di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh. 2. Dengan mengetahui distribusi spasial kotoran gajah Sumatera yang berhasil menumbuhkan tumbuhan, kita dapat mengetahui persebaran dari tumbuhan tersebut yang dapat berkaitan dengan persebaran spesies invasif yang dapat mengganggu tumbuhan asli yang ada di luar kawasan ataupun di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. 3. Dengan mengetahui perbedaan karakteristik boli gajah Sumatera, kita dapat membedakan karakteristik boli berdasarkan faktor penyusun, substrat dasar, tinggi dan diameter boli dari gajah Sumatera yang hidup di dua areal yang berbeda.