BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV RASIO KEUANGAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kinerja Perusahaan. Kinerja merupakan hal yang penting yang harus dicapai oleh setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa pengertian mengenai analisis, yaitu : 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. luas sebagai hak atau klaim terhadap pihak lain atas uang, barang dan jasa.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN. Laporan keuangan peruahaan merupakan sumber informasi bagi pihakpihak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. perusahaan serta proyeksi keuangan, dan harus mengevaluasi akuntansi. untuk meramalkan laba, deviden, dan harga saham.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. serta kondisi keuangan perusahaan. Melalui laporan keuangan perusahaan dapat

Menurut Hanafi dan Halim (1996), pada dasarnya analisis rasio bisa dikelompokkan kedalam lima macam kategori, yaitu:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Keuangan 2.2. Laporan Keuangan

ANALISIS PEMANFAATAN LAPORAN KEUANGAN.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Modal Kerja. dan biaya-biaya lainnya, setiap perusahaan perlu menyediakan modal

II. LANDASAN TEORI. dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Menurut Brigham dan Houston,

2.1.2 Jenis-jenis Persediaan Menurut Carter (2006:40) Jenis-jenis persediaan pada perusahaan manufaktur adalah sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Rasio Keuangan

Hasil akhir dari proses pencatatan keuangan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan cerminan dari prestasi manajemen pada satu periode

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN KEUANGNAN DAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN. Febriyanto, S.E., M.M.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RASIO LAPORAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akan meningkatkan daya saing antar perusahaan. Perusahaan yang

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA LAPORAN KEUANGAN CV. DUNIA WARNA KARANGANYAR TAHUN ELLISA dan SUPRIHATI STIE AAS Surakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penguji dari pekerjaan bagian pembukuan, tetapi untuk selanjutnya laporan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam menganalisa laporan keuangan terdapat beberapa metode yang bisa dijadikan tolak ukur untuk menilai posisi keuangan perusahaan antara lain:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pelaksanaan Analisis Laporan Keuangan pada PT. Pupuk Kalimantan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu,

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISIS

Bab II. Tinjauan Pustaka

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. PT. Kimia Farma Tbk merupakan salah satu perusahaan di Indonesia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau jangka waktu tertentu. Adapun tujuan dari laporan keuangan yaitu: perusahaan dalam menghasilkan laba.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio akan

BAB II BAHAN RUJUKAN. Setiap perusahaan, baik itu perusahaan jasa maupun perusahaan manufaktur,

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi dunia bisnis sekarang ini menuntut perusahaan-perusahaan yang ada

Bab 9 Teori Rasio Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) dalam Zaki Baridwan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KEUANGAN. o o

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. suatu proses untuk menghasilkan sesuatu (output) atau pencapaian suatu tujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membayar upah buruh dan gaji pegawai serta biaya-biaya lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebijakan dividen menjadi masalah menarik karena akan memenuhi harapan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada laporan keuangan PT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERHITUNGAN PERSEDIAAN MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DAN MENURUT PERPAJAKAN PADA CV ALAM ABADI MULIA PALEMBANG

BAB II LANDASAN TEORITIS. Istilah akuntansi untuk persediaan yang digunakan untuk menunjukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengukur likuiditas atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN. A. Pengertian dan Fungsi Manajemen Keuangan 1. Pengertian Manajemen Keuangan

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam

PENGGUNAAN ANALISIS RASIO KEUANGAN DENGAN METODE TIME SERIES UNTUK MENILAI KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. suatu perusahaan dalam periode tertentu. Salah satu cara dalam penilaian

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Tbk dari tahun 2002 hingga tahun 2004 dengan menggunakan metode analisis horizontal

Ade Heryana ANALISA LAPORAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka, Konstruksi, dan Variabel Penelitian. Menurut Carter dan Usry (2006:198) menyatakan bahwa pengertian biaya

BAB III PEMBAHASAN. Menurut Veithzal et al (2012:616), laporan keuangan adalah laporan periodik

PERTEMUAN KEEMPAT PERSEDIAAN BARANG (1) Pengertian Persediaan

BAB II LANDASAN TEORI

SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PERSEDIAAN BARANG DAGANG PADA KOSIKA AMIK INTeL Com GLOBAL INDO KISARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT. TOKO GUNUNG AGUNG, Tbk TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Persediaan Yang dimaksud dengan persediaan adalah sejumlah barang jadi, bahan baku, barang dalam proses yang dimiliki perusahaan dengan tujuan untuk dijual atau diproses lebih lanjut. Persediaan merupakan bagian yang sangat penting bagi perusahaan, khususnya perusahaan manufaktur karena persediaan merupakan komponen yang sangat berpengaruh dalam laporan keuangan suatu perusahaan. Pengertiaan persediaan menurut Zaki Baridwan (2009 : 149) secara umum adalah Persediaan barang dipakai untuk menunjukkan barang-barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan untuk memproduksi barang-barang yang akan dijual Jumlah (nilai) persediaan pada umumnya relatif besar di antara unsurunsur aktiva lancar, sehingga investasi pada persediaan memerlukan dana yang cukup besar. Sedangkan peranan persediaan adalah sebagai sumber utama pendapatan perusahaan melalui penjualan barang. Seperti kita ketahui, nilai persediaan yang terjual selama satu periode merupakan harga pokok penjualan yang dibebankan sebagai biaya dalam periode tersebut. Sedangkan harga jual dari persediaan tersebut merupakan pendapatan yang diperoleh. Pendapatan ini apabila dibandingkan dengan harga pokok penjualan akan menghasilkan selisih yang disebut laba kotor penjualan. Sementara itu, nilai persediaan yang belum terjual pada tanggal neraca dapat 4

dikompensasikan ke periode akuntansi selanjutnya sebagai komponen dari harga pokok penjualan pada saat persediaan itu dijual. Dengan demikian, persediaan mempunyai implikasi langsung pada neraca dan laporan perhitungan laba / rugi untuk perusahaan dimana nilai persediaan pada akhir periode akan digunakan dalam perhitungan harga pokok penjualan pada periode berikutnya. Oleh sebab itu, tiap kesalahan dalam menentukan nilai persediaan akan menyebabkan kesalahan dalam menghitung laba yang diperoleh. Definisi persediaan menurut PSAK No.14 (2007 : 03) adalah yang : 1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal. 2. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan, atau 3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. B. Jenis Persediaan Dalam perusahaan manufaktur persediaan barang yang dimiliki terdiri dari beberapa jenis yang berbeda. Masing-masing jenis diberi judul tersendiri agar dapat menunjukkan macam persediaan yang dimiliki. Jenis persediaan yang ada dalam perusahaan manufaktur untuk menurut Zaki Baridwan (2009 : 150) sebagai berikut : 1. Bahan baku dan penolong Bahan baku adalah barang-barang yang akan menjadi bagian dari produk jadi yang dengan mudah dapat diikuti biayanya. Sedangkan bahan penolong adalah barang-barang yang juga menjadi bagian dari produk jadi 5

tetapi jumlahnya relatif kecil atau sulit diikuti biayanya. Misalnya dalam perusahaan mebel, bahan baku adalah kayu, rotan, besi, siku. Bahan penolong adalah paku, dempul. 2. Supplies Pabrik Supplies Pabrik adalah barang-barang yang mempunyai fungsi melancarkan proses produksi, misalnya oli mesin, bahan pembersih mesin. 3. Barang dalam proses Barang dalam proses adalah barang-barang yang sedang dikerjakan (diproses) tetapi pada tanggal neraca barang-barang tadi belum selesai di kerjakan. Untuk dapat dijual masih diperlukan pengerjaan lebih lanjut. 4. Proses selesai Proses selesai adalah barang-barang yang sudah selesai dikerjakan dalam proses produksi dan menunggu saat penjualannya. Persediaan barang baik dalam usaha dagang maupun dalam perusahaan manufaktur merupakan jumlah yang akan mempengaruhi Neraca maupun laporan Laba Rugi, oleh karena itu persediaan barang yang dimiliki selama satu periode harus dapat dipisahkan mana yang sudah dapat dibebankan sebagai biaya (Harga Pokok Penjualan) yang akan dilaporkan dalam laporan Laba Rugi dan mana yang masih belum terjual yang akan menjadi persediaan dalam Neraca. C. Metode Pencatatan Persediaan Menurut Zaki Baridwan (2009 : 150) ada dua metode pencatatan persediaan yaitu : (1) Metode Fisik dan (2) Metode Buku (Perpectual). 6

1. Metode Fisik Penggunaan metode fisik mengharuskan adanya perhitungan barang yang masih ada pada tanggal penyusunan laporan keuangan. Perhitungan persediaan (stock opname) ini diperlukan untuk mengetahui berapa jumlah barang yang masih ada dan kemudian diperhitungkan harga pokoknya. Dalam metode ini, setiap pembelian barang dicatat dalam rekening pembelian. Karena tidak ada catatan mutasi persediaan barang, maka harga pokok penjualan juga tidak dapat diketahui sewaktu-waktu. Harga Pokok Penjualan baru dapat dihitung apabila persediaan akhir sudah dihitung. Perhitungan Harga Pokok Penjualan dilakukan dengan cara sebagai berikut : Persediaan barang awal Rp xxx Pembelian (neto) xxx (+) Tersedia untuk dijual Rp xxx Persediaan barang akhir xxx (-) Harga Pokok Penjualan Rp xxx Kelemahan dari metode fisik yaitu jika diinginkan menyusun laporan keuangan jangka pendek (interim) misalnya bulanan, merupakan keharusan mengadakan perhitungan fisik atas persediaan barang. Bila barang memiliki jenis dan jumlah yang banyak, maka perhitungan fisik akan memakan waktu yang cukup lama dan mengakibatkan laporan keuangan menjadi terlambat. Metode ini sangat sederhana pada saat pencatatan pembelian atau melakukan pencatatan penjualan karena tidak adanya mutasi persediaan. 7

2. Metode Buku (Perpetual) Dalam metode buku setiap jenis persediaan dibuatkan rekening sendirisendiri yang merupakan buku pembantu persediaan. Rekening yang digunakan persediaan untuk mencatat pembelian, penjualan dan saldo persediaan. Penggunaan metode buku akan memudahkan penyusunan Neraca dan laporan Laba Rugi jangka pendek, karena tidak perlu lagi mengadakan perhitungan fisik untuk mengetahui jumlah persediaan akhir. Walau tidak memerlukan perhitungan fisik atas barang, setidak-tidaknya setahun sekali perlu diadakan pengecekan apakah jumlah barang dalam gudang sesuai dengan jumlah dalam rekening persediaan. D. Metode Penilaian Persediaan Penilaian persediaan sangat penting dilakukan mengingat jumlah yang cukup besar, selain itu juga berguna untuk dapat mengetahui seberapa besar yang laku terjual, persediaan yang masih ada dan berapa besar harga pokok barang tersebut, sedangkan pengertian dari penilaian persediaan menurut Zaki Baridwan (2009 : 158) adalah menentukan nilai persediaan yang dicantumkan dalam Neraca. Persediaan akhir bisa dihitung harga pokoknya dengan menggunakan beberapa cara penentuan harga pokok persediaan akhir, tetapi nilai ini tidak selalu nampak dalam Neraca, jumlah yang dicantumkan dalam Neraca tergantung pada metode penilaian yang digunakan. 8

Penilaian persediaan menurut PSAK No.14 (2007 : 20), dihitung dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP atau FIF0), rata-rata tertimbang (weighted average cost method), atau masuk terakhir keluar pertama (MTKP atau LIF0). Menurut PSAK No.14 (2007 : 21), formula MPKP/FIF0 mengasumsikan barang dalam persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian. Dengan rumus biaya rata-rata tertimbang, biaya setiap barang ditentukan berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari barang serupa pada awal periode dan biaya barang serupa yang dibeli atau diproduksi selama periode. Perhitungan rata-rata dapat dilakukan secara berkala, atau pada setiap penerimaan kiriman, tergantung pada keadaan perusahaan. Rumus MTKP/LIF0 mengasumsikan barang yang dibeli atau diproduksi terakhir dijual atau digunakan terlebih dahulu, sehingga yang termasuk dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi terdahulu. Sedangkan penilaian persediaan menurut Zaki Baridwan (2009 : 158) dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu : 1. Metode Harga Pokok Dalam metode ini harga pokok persediaan akhir akan dicantumkan dalam neraca dan tidak terdapat perbedaan antara harga pokok persediaan dan nilai persediaan pada Neraca. Harga pokok persediaan barang dapat ditentukan dengan cara : Metode FIFO (barang yang masuk pertama, keluar pertama), Metode LIFO (masuk terakhir, keluar pertama), Metode rata-rata atau identifikasi khusus. 9

a. Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO) Metode ini menganggap bahwa barang yang lebih dahulu dibeli akan dijual lebih dahulu. Dengan demikian harga persediaan barang lebih dahulu dibeli dianggap menjadi harga pokok penjualan dahulu juga. Pada metode FIFO, persediaan akhir ditentukan dengan mengaruhi harga perolehan unit dari transaksi pembelian barang paling akhir dan bergerak mundur sampai semua unit dalam persediaan mendapat harga perolehan. Penerapan metode masuk pertama keluar pertama cocok digunakan pada masa inflasi karena jumlah persediaan akan naik seiring dengan kenaikan harga barang yang berakibat pada meningkatnya laba usaha, peningkatan laba yang terjadi pada metode FIFO bersifat semu, karena untuk memperoleh persediaan baru harga pokoknya juga mengalami kenaikan. Disisi lain pajak yang ditimbulkan dari penerapan metode ini cukup besar berakibat besarnya jumlah laba yang diperoleh. Contoh : Tanggal 1 Februari 2006 Pembelian 200 kg @ Rp 100,- Tanggal 9 Februari 2006 Pembelian 300 kg @ Rp 110,- Tanggal 10 Februari 2006 Penjualan 400 kg Tanggal 15 Februari 2006 Pembelian 400 kg @ Rp 116,- Tanggal 18 Februari 2006 Penjualan 300 kg Tanggal 24 Februari 2006 Pembelian 100 kg @ Rp 126,- 10

Tanggal Diterima Dikeluarkan Saldo Kuantitas Harga Jumlah Kuantitas Harga Jumlah Kuantitas Harga Jumlah 01-02-06 200 Rp 100 Rp 20.000 09-02-06 300 Rp 110 Rp 33.000 200 Rp 100 Rp 20.000 300 Rp 110 Rp 33.000 10-02-06 200 Rp 100 Rp 20.000 200 Rp 110 Rp 22.000 100 Rp 110 Rp 11.000 15-02-06 400 Rp 116 Rp 46.400 100 Rp 110 Rp 11.000 400 Rp 116 Rp 46.400 18-02-06 100 Rp 110 Rp 11.000 200 Rp 116 Rp 23.200 200 Rp 116 Rp 23.200 24-02-06 100 Rp 126 Rp 12.600 200 Rp 116 Rp 23.200 100 Rp 126 Rp 12.600 b. Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (LIFO) Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (LIFO) mendasarkan pada asumsi pada barang yang dibeli paling akhir adalah yang dijual atau dikeluarkan lebih dahulu, dengan demikian harga perolehan barang yang dibeli paling akhir akan dialokasikan lebih dahulu sebagai harga pokok penjualan. Oleh karena itu, nilai persediaan akhir ditentukan dengan mengambil harga pokok perolehan per unit dari barang-barang yang dibeli paling awal dan kemudian bergerak maju, sampai semua unit yang ada dalam persediaan mendapatkan harga perolehan. Dalam metode masuk terakhir keluar pertama (LIFO) ini laba yang ditampilkan terlihat nyata atau sesuai dengan keadaannya, dimana untuk memperoleh persediaan yang baru harga penjualan sama dengan harga sekarang. Laba yang ditampilkan dengan menggunakan metode LIFO ini lebih rendah jika 11

dibandingkan dengan metode FIFO, hal ini juga mengakibatkan penggunaan pajak dari metode LIFO lebih rendah dari metode lainnya, akibat jumlah laba yang kecil. Contoh : Tanggal 1 Februari 2006 Pembelian 200 kg @ Rp 100,- Tanggal 9 Februari 2006 Pembelian 300 kg @ Rp 110,- Tanggal 10 Februari 2006 Penjualan 400 kg Tanggal 15 Februari 2006 Pembelian 400 kg @ Rp 116,- Tanggal 18 Februari 2006 Penjualan 300 kg Tanggal 24 Februari 2006 Pembelian 100 kg @ Rp 126,- Tanggal Diterima Dikeluarkan Saldo Kuantitas Harga Jumlah Kuantitas Harga Jumlah Kuantitas Harga Jumlah 01-02-06 200 Rp 100 Rp 20.000 09-02-06 300 Rp 110 Rp 33.000 200 Rp 100 Rp 20.000 300 Rp 110 Rp 33.000 10-02-06 300 Rp 110 Rp 33.000 100 Rp 100 Rp 10.000 100 Rp 100 Rp 10.000 15-02-06 400 Rp 116 Rp 46.400 100 Rp 100 Rp 10.000 400 Rp 116 Rp 46.400 18-02-06 300 Rp 116 Rp 34.800 100 Rp 100 Rp 10.000 100 Rp 116 Rp 11.600 24-02-06 100 Rp 126 Rp 12.600 100 Rp 100 Rp 10.000 100 Rp 116 Rp 11.600 100 Rp 126 Rp 12.600 12

c. Metode Rata - Rata Metode Rata-rata didasarkan pada anggapan bahwa barang yang tersedia untuk dijual adalah homogen. Pada metode pencatatan persediaan secara fisik mengalokasian harga perolehan barang yang tersedia untuk dijual dilakukan atas dasar harga perolehan rata-rata tertimbang. Perhitungan harga pokok rata-rata tertimbang dilakukan dengan cara membagi harga perolehan barang tersedia untuk dijual dengan jumlah unit yang tersedia untuk dijual dan perhitungannya dilakukan dengan pada setiap akhir periode. Selanjutnya harga persediaan ratarata per unit dikalikan dengan jumlah unit yang ada didalam persediaan untuk menentukan harga perolehan persediaan akhir. Harga rata-rata juga dapat ditentukan dengan cara lain yaitu rata-rata sederhana yang perhitungannya dengan cara membagi jumlah harga perolehan dengan kuantitasnya. Metode rata-rata sederhana memiliki dan kelemahan pokok yaitu : 1. Tidak memperhitungkan jumlah unit yang dibeli 2. Bisa dipengaruhi oleh harga beli per unit yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Pada sistem perpectual, harga perolehan rata-rata tidak dilakukan pada akhir periode melainkan pada setiap terjadinya transaksi pembelian. Metode penilaiannya dinamakan dengan metode rata-rata bergerak, karena harga rata-rata pada sistem ini selalu berubah sering terjadi transaksi pembelian dengan harga perolehan per unit yang tidak sama dengan harga rata-rata per unit sebelumnya. 13

Contoh : Tanggal 1 Februari 2006 Pembelian 200 kg @ Rp 100,- Tanggal 9 Februari 2006 Pembelian 300 kg @ Rp 110,- Tanggal 10 Februari 2006 Penjualan 400 kg Tanggal 15 Februari 2006 Pembelian 400 kg @ Rp 116,- Tanggal 18 Februari 2006 Penjualan 300 kg Tanggal 24 Februari 2006 Pembelian 100 kg @ Rp 126,- Tanggal Diterima Dikeluarkan Saldo Kuantitas Harga Jumlah Kuantitas Harga Jumlah Kuantitas Harga Jumlah 01-02-06 200 Rp 100 Rp 20.000 09-02-06 300 Rp 110 Rp 33.000 500 Rp 106 Rp 53.000 10-02-06 400 Rp 106 Rp 42.400 100 Rp 106 Rp 10.600 15-02-06 400 Rp 116 Rp 46.400 500 Rp 114 Rp 57.000 18-02-06 300 Rp 114 Rp 34.200 200 Rp 114 Rp 22.800 24-02-06 100 Rp 126 Rp 12.600 300 Rp 118 Rp 35.400 d. Metode Identifikasi Khusus Metode identifikasi khusus didasarkan pada anggapan bahwa arus barang harus sama dengan arus biaya. Identifikasi khusus biaya adalah atribusi biaya barang tertentu yang dapat diidentifikasikan dalam persediaan, cara ini merupakan perlakuan yang sesuai bagi barang yang dipisahkan untuk proyek khusus, baik yang dibeli maupun yang dihasilkan. Untuk itu diperlukan pemisahan terhadap tiap-tiap jenis barang berdasarkan harga pokoknya dan untuk masing-masing kelompoknya dibuat kartu persediaan tersendiri, sehingga masing-masing jenis 14

barang harga pokoknya dapat diketahui. Harga pokok penjualan terdiri dari harga pokok barang-barang yang dijual dan sisanya merupakan persediaan akhir. Metode identifikasi khusus biasanya diterapkan pada perusahaan yang barang dagangannya mahal harganya tetapi jumlah yang jenisnya terbatas, sehingga dapat diidentifikasi dengan jelas sejak barang dibeli hingga barang terjual kembali. Metode ini adalah metode yang ideal, karena persediaan akhir dan harga pokok penjualan dapat ditentukan dengan harga pokok perolehan sesungguhnya, tetapi disisi lain metode ini memberikan peluang kepada pihak manajemen untuk memanipulasi laba bersih. Sedangkan menurut PSAK No.14 (2007 : 19), identifikasi khusus biaya adalah atribusi biaya ke barang tertentu yang dapat diidentifikasikan dalam persediaan. Cara ini merupakan perlakuan yang sesuai bagi barang yang dipisahkan untuk proyek khusus, baik yang dibeli maupun yang dihasilkan. Namun demikian identifikasi khusus biaya tidak tepat bagi sejumlah besar barang homogen yang dapat menggantikan satu sama lain (ordinarily interchangeable). Dalam keadaan demikian, metode pemilihan barang yang masih berada dalam persediaan dapat digunakan untuk menentukan di muka dampaknya terhadap laba rugi periode berjalan. 2. Metode Taksiran Pada sistem perpetual perubahan harga pokok persediaan dari hari ke hari dicatat dalam rekening persediaan. Dengan demikian, harga pokok penjualan selama satu periode dan harga pokok persediaan pada akhir periode mudah 15

ditentukan. Adapun pada sistem fisik, perubahan harga persediaan hanya dicatat apabila terdapat pembelian, tetapi perubahan sebagai akibat dari transaksi penjualan tidak dicatat. Harga pokok persediaan juga tidak dicatat setiap terjadi penjualan, dengan demikian harga pokok persediaan pada akhir periode atau tanggal tertentu tidak dapat diketahui, kecuali setelah dilakukan perhitungan fisik persediaan. Pada perusahaan-perusahaan tertentu atau suatu kondisi tertentu, penetapan secara fisik ini bila tidak dilakukan modifikasi akan memakai biaya yang cukup besar. Jika perusahaan menghendaki penentuan nilai harga pokok persediaan setiap akhir pekan yang berarti mengharuskan perusahaan untuk melakukan perhitungan fisik. Perhitungan fisik yang dilakukan setiap akhir pekan adalah tidak mungkin dari sudut pandang biaya dan waktu untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, maka dibutuhkan suatu prosedur tertentu dengan biaya yang relatif murah dan prosesnya cepat dalam melakukan penilaian persediaan pada akhir pekan, tanpa perlu melakukan perhitungan fisik. Prosedur yang dimaksudkan adalah dengan cara melakukan penaksiran, tetapi menghasilkan informasi yang handal dan nilai yang dihasilkannya pun diharapkan tidak jauh berbeda dengan hasil perhitungan fisik. Kebutuhan untuk melakukan penaksiran persediaan umumnya timbul dalam perusahaan yang menggunakan sistem persediaan fisik, karena tidak tersedianya catatan persediaan yang terinci. Dalam penaksiran persediaan ada dua 16

metode yang dapat digunakan untuk melakukan penaksiran jumlah persediaan pada tanggal tertentu yaitu : (a) Metode laba kotor dan (b) Metode harga eceran a. Metode laba kotor Penaksiran harga pokok persediaan dengan menggunakan metode laba kotor pada hubungan antara laba kotor dan penjualan. Metode ini dipakai apabila persentase laba kotor terhadap penjualan adalah relatif sama dari periode ke periode. Penggunaan metode ini sederhana, tetapi cukup efektif dalam penaksir persediaan-persediaan dalam metode laba kotor terhadap penjualan. Menurut Zaki Baridwan (2009 : 196), untuk menentukan jumlah persediaan dengan metode laba kotor, biasanya dilakukan dalam keadaan sebagai berikut : 1. Menaksir jumlah persediaan barang yang diperlukan dalam menyusun laporan jangka pendek, dimana perhitungan fisik tidak mungkin dijalankan. 2. Untuk menaksir jumlah persediaan barang yang rusak karena terbakar dan menentukan jumlah barang sebelum terjadinya kebakaran. Dalam keadaan seperti ini metode laba kotor dapat digunakan bila sebagian catatan-catatan yang diperlukan ada dan tidak musnah terbakar. 3. Untuk mengencek jumlah persediaan yang dihitung dengan cara-cara lain, disebut test laba bruto. 4. Untuk menyusun taksiran harga pokok penjualan, persediaan akhir, dan laba kotor, penaksirannya dihitung setelah dibuat budget penjualan. 17

Persentase yang handal didasarkan pada persentase menurut pengalaman periode-periode sebelumnya dan disesuaikan dengan variasi-variasi yang masih dianggap berlaku sekarang. Misalnya penyesuaian diperbaiki apabila terdapat perubahan harga atau kombinasi penjualan produk-produk yang berlaku pada periode sekarang. Penentuan-penentuan laba kotor didasarkan pada asumsi bahwa penentuan laba kotor tidak berubah dari tahun yang satu ke tahun yang berikutnya. Karena persentase tersebut berubah misalkan saja terjadi perubahan dalam kebijakan penjualan atau karena kondisi pasar, maka persentase tahunnya laba turun harus disesuaikan untuk mencerminkan kondisi saat ini. Metode laba kotor kadangkadang diharapkan hanya pada suatu departemen atau suatu produk tertentu. Penentuan persentase laba kotor dapat didasarkan pada (1) Penjualan atau (2) Harga pokok penjualan apabila yang menjadi dasar perhitungan laba kotor adalah penjualan, maka persentase harus dihitung dari penjualan dengan asumsi bahwa penjualan adalah 100 %. Apabila yang menjadi dasar perhitungan laba kotor adalah harga pokok penjualan, maka persentase harus dihitung dari harga pokok penjualan dengan asumsi bahwa harga pokok penjualan adalah 100 %. Penggunaan persentase tunggal dapat dilakukan bila produk yang dijual hanya satu jenis atau beberapa jenis saja, tetapi apabila yang dijual banyak jenisnya dan persentase laba kotornya berbeda-beda serta kombinasi penjualan produk-produk tersebut tidak stabil maka untuk menggunakan metode laba kotor, persediaan perlu terlebih dahulu menentukan empat elemen yang terdiri dari : 18

1. Harga pokok persediaan awal 2. Harga pokok pembelian Netto selama satu periode 3. Penjualan 4. Persentase laba kotor Apabila dari ke empat elemen tersebut dipenuhi, maka perhitungan persediaan dengan metode laba kotor dapat dilakukan. Metode laba kotor tidak dapat digunakan dalam menyusun laporan keuangan perusahaan akhir tahun, tetapi metode ini hanya dapat digunakan untuk penyusunan laporan keuangan intern atau bulanan dan biasanya hanya digunakan untuk intern perusahaan. Sedangkan untuk tujuan penyusunan laporan keuangan akhir tahun, perusahaan tetap harus mendasarkan pada hasil perhitungan fisik persediaan. b. Metode Harga Eceran (Retail Inventory Method) Metode harga eceran seringkali digunakan dalam perdagangan eceran untuk menilai persediaan jumlah besar barang yang pertumbuhannya dengan cepat dan memiliki marjin yang tidak jauh berbeda. Biaya persediaan ditentukan dengan mengurangi harga jual persedian dengan presentase marjin bruto yang sesuai. Persentase tersebut digunakan dengan memperhatikan persediaan yang telah diturunkan nilainya dibawah harga jual normal. Menurut Zaki Baridwan (2009 : 198), metode harga eceran biasanya digunakan dalam toko-toko yang menjual barang secara eceran, termasuk toko serba ada. Dalam perusahaan-perusahaan seperti itu biasanya digunakan metode 19

fisik untuk pencatatan persediaan karena metode buku akan menimbulkan banyak pekerjaan. Metode harga eceran ini memungkinkan dihitungnya jumlah persediaan akhir tanpa mengadakan perhitungan fisik. Metode harga eceran bisa digunakan untuk : 1. Menaksir jumlah persedian barang untuk penyusunan laporan keuangan jangka pendek. 2. Mempercepat pehitungan fisik, karena jumlah yang dihitung itu dicantumkan dengan harga jualnya, maka untuk mengubahnya keharga pokok ialah dengan mengalikannya dengan persentase harga pokok tanpa perlu memperhatikan masing-masing fakturnya. 3. Mutasi barang dapat diawasi yaitu dengan membandingkan hasil perhitungan fisik yang dinilai dengan harga jual dengan hasil perhitungan dari metode harga eceran. Dalam metode harga eceran persentase harga pokok yang dihitung merupakan persentase harga pokok periode yang bersangkutan. Untuk menentukan jumlah persedian akhir pertama kali dihitung persentase harga pokok yaitu perbandingan barang-barang yang tersedia untuk dijual dengan harga pokok dan harga jual. Kemudian barang yang tersedia untuk dijual (dengan harga jual) dikurangi jumlah penjualan akan menunjukkan persediaan akhir menurut harga jual. Persediaan akhir dengan harga pokok dihitung dengan mengalikan persentase harga pokok dengan persediaan akhir menurut harga jual. Agar metode harga eceran ini dapat digunakan maka catatan-catatan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan data sebagai berikut : 20

a. Persediaan awal yang dinilai dengan harga pokok dan harga jual. b. Pembelian yang dilakukan dengan harga pokok dan harga jual. c. Perubahan-perubahan terhadap harga jual pertama seperti : kenaikan harga, pembatalan kenaikan harga, penurunan harga, pembatalan penurunan harga dan potongan-potongan khusus. d. Data penyesuaian lain seperti transfer antar bagian dalam toko, pengembalian dan barang-barang rusak. e. Jumlah penjualan Apabila harga jual eceran mula-mula selalu disesuaikan dengan hasil turunnya permintaan konsumen, maka dalam metode harga jual eceran digunakan istilah-istilah berikut ini, antara lain : 1. Harga jual eceran mula-mula adalah harga jual eceran yang pertama kali ditetapkan, yaitu harga pokok ditambahkan dengan kenaikan harga (markup) mula-mula. 2. Markup tambahan adalah kenaikan harga diatas harga jual eceran mulamula. 3. Pembatalan Markup adalah penurunan markup tambahan yang tidak mengurangi harga jual dibawah harga jual eceran mula-mula. 4. Markdown adalah penurunan harga yang mengurangi harga jual dibawah harga jual eceran mula-mula. 5. Pembatalan markdown adalah penurunan dalam markdown yang tidak menaikkan harga jual diatas harga jual eceran mula-mula. 21

Kenaikan maupun penurunan harga selain dipengaruhi oleh hal-hal yang tersebut di atas juga dipengaruhi oleh potongan untuk pegawai, barang-barang yang rusak dalam kondisi normal akan diperlakukan sama dengan penurunan haga. Kenaikan barang yang tidak normal akan mengurangi jumlah tersedia untuk dijual dalam kolom harga pokok dan harga eceran. Perlakuan seperti ini digunakan agar persediaan yang tersedia untuk dijual tidak dinyatakan terlalu tinggi. Metode eceran menurut PSAK No.14 (2007 : 17) sering kali digunakan dalam perdagangan eceran untuk menilai persediaan sejumlah besar barang yang berubah dengan cepat dan memiliki margin yang tidak jauh berbeda sehingga tidak praktis kalau digunakan metode penetapan biaya lainnya. Biaya persediaan ditentukan dengan mengurangi harga jual persediaan dengan persentase margin bruto yang sesuai. Persentase tersebut digunakan dengan memperhatikan persediaan yang telah diturunkan nilainya (marked down) di bawah harga jual normal. Persentasi rata-rata sering digunakan untuk setiap departemen penjualan eceran yang menjual kelompok barang yang berbeda. E. Rasio Keuangan Untuk Pengukuran Kinerja Keuangan Cara ini adalah melakukan prediksi dengan mencari informasi melalui analisa terhadap laporan keuangan perusahaan dengan peralatan rasio-rasio keuangan seorang analis akan dapat memberikan prediksi kemungkinan terjadinya ketidakpastian disuatu perusahaan : 22

a. Rasio Cair (Quick Ratio / Acid Test Ratio) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar hutang jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai persediaan (inventory). Rasio Cair dapat dihitung dengan rumus yaitu : Rasio Cair = Aktiva Lancar - Persediaan Hutang Lancar b. Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam persediaan (inventory) berputar dalam satu periode. Perputaran persediaan dapat dihitung dengan rumus yaitu : Perputaran Persediaan = Harga Pokok Penjualan Rata-rata Persediaan c. Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turn Over) Untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva. Untuk itu perlu adanya keseimbangan yang layak antara penjualan dengan berbagai unsur. Bila aktiva terlalu besar, maka biaya bunga akan meningkat yang mengakibatkan berkurangnya laba, sebaliknya bila aktiva kurang maka kemungkinan akan kehilangan penjualan yang menguntungkan. Semakin tinggi rasio Total asset turn over makin baik karena akan menghasilkan 23

volume usaha yang cukup untuk ukuran investasi sebesar total aktivanya. Perputaran total Aktiva dapat dihitung dengan rumus yaitu : Perputaran Total Aktiva = Penjualan Total Aktiva d. Rasio Hutang terhadap Total Aktiva (Debt to Asset Ratio) Rasio ini digunakan untuk mengukur perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Dari hasil pengukuran, apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan dengan hutang semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi hutang-hutangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Demikian pula apabila rasionya rendah, semakin kecil perusahaan dibiayai dengan hutang. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu : Debt to Asset Ratio = Total Hutang Total Aktiva e. Rasio Hutang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) Merupakan rasio yang digunakan untuk menilai uang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh hutang, termasuk hutang lancar. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, 24

rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan hutang. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu : Debt to equity Ratio = Total Hutang Ekuitas f. Hasil Pengembalian Investasi (Return on Investment) Merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan dan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Return on Investment juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya. Di samping itu, hasil pengembalian investasi menunjukkan produktivitas dari seluruh dana perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin kecil (rendah) rasio ini, semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya. Hasil pengembalian Investasi dapat dihitung dengan rumus yaitu : Return on Investment = Laba sesudah bunga dan pajak (EAIT) Total Aktiva F. Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over) Definisi tentang perputaran persediaan (Inventory turn over) menurut Munawir (2007 : 77) yang mengatakan : 25

Inventory Turn over adalah rasio antara jumlah harga pokok barang yang dijual dengan nilai rata-rata persediaan yang dimiliki oleh perusahaan. Munawir menggambarkan perputaran persediaan dengan rumus sebagai berikut : Perputaran Persediaan = Harga Pokok Penjualan Rata-rata persediaan Setelah perputaran persedian dapat diketahui, maka untuk mengetahui rata-rata persediaan tersimpan dalam gudang dapat di tentukan dengan rumus : Rata-rata Persediaan = Persediaan Awal + Persediaan Akhir 2 Rumus perputaran persediaan tersebut diatas adalah menghitung perputaran persediaan pada perusahaan dagang. Untuk perusahaan industri, karena persediaannya terdiri dari tiga jenis, maka dihitung berdasarkan masing-masing jenis persediaan. Turn over ini menunjukkan berapa kali jumlah persediaan barang dagang dijual atau diganti dalam satu tahun. Untuk mengetahui rata-rata persediaan tersimpan dalam gudang dapat ditentukan dengan membagi jumlah hari-hari dalam satu tahun dengan turn over dari persediaan tersebut. Tingkat perputaran persediaan mengukur perusahaan dalam memutarkan barang dagangannya dan menunjukkan hubungan antara barang yang diperlukan untuk menunjang atau mengimbangi tingkat penjualan yang ditentukan. Perhitungan tingkat perputaran ini tidak hanya untuk barang dagang saja, tetapi dapat juga diterapkan dalam 26

persediaan bahan mentah maupun persediaan barang dalam proses. Apabila data harga pokok penjualan tidak diperoleh, maka perputaran persediaan dapat dihitung dari penjualan. Untuk perusahaan yang kegiatannya tidak membeli dan menjual barang dagang melainkan memproduksi barang, maka perusahaan ini pada akhir tahun akan mempunyai persediaan bahan mentah, barang dalam proses dan barang jadi. Terhadap persediaan-persediaan ini juga dapat dianalisa dengan prosedur yang sama dengan persediaan barang dagang. Persediaan merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar dimana terus-menerus mengalami perubahan, karena persediaan selalu mengalami perubahan, maka perusahaan perlu mengadakan evaluasi terhadap persediaan yang dimilikinya. Evaluasi ini akan membantu pihak perusahaan dalam melakukan analisis persediaan dengan mengetahui tingkat perputarannya. Perusahaan-perusahaan yang mempunyai tingkat perputaran persediaan yang tinggi akan mengikat dana perusahaan yang mungkin saja dapat di investasikan ke dalam bentuk investasi lainnya secara lebih menguntungkan, sedangkan tingkat persediaan yang rendah dapat menyebabkan kehabisan persediaan. Menurut Kasmir (2008 : 180) cara menghitung rasio perputaran persediaan dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Membandingkan antara harga pokok barang yang dijual dengan nilai persediaan. 2. Membandingkan antara penjualan dengan nilai persediaan. 27

Apabila rasio yang diperoleh tinggi, berarti menunjukkan perusahaan bekerja secara efisien dan likuid persediaan semakin baik, tetapi apabila perputaran persediaan rendah berarti perusahaan bekerja secara tidak efisien atau tidak produktif dan banyak persediaan barang yang menumpuk. Hal ini akan mengakibatkan investasi dalam tingkat pengembalian yang rendah. G. PROFITABILITAS 1. Pengertian Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Rasio profitabilitas disebut juga dengan rasio rentabilitas. Menurut Warren, et all (2008 : 70), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Menurut Arief Sugiono (2009 : 78) : Rasio profitabilitas bertujuan untuk mengukur efektivitas manajemen yang tercermin pada imbalan atas hasil investasi melalui kegiatan perusahaan atau dengan kata lain mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dan efisiensi dalam pengelolaan kewajiban dan modal. Dari pengertian diatas, dapat dikemukakan profitabilitas adalah salah satu ukuran kinerja perusahaan dalam memperoleh laba pada suatu periode tertentu dan efisiensi penggunaan aktiva perusahaan guna menghasilkan laba. 2. Rasio Pengukuran Profitabilitas Basis perhitungan profitabilitas ini dapat dikelompokan ke dalam tiga jenis menurut Toto Prihadi (2008 : 51), yaitu : 28

1. Tingkat profitabilitas yang dikaitkan dengan pendapatan penjualan yaitu : Return on Sales (ROS) 2. Tingkat profitabilitas yang dikaitkan dengan penggunaan asset yaitu : Return on Assets (ROA) 3. Tingkat profitabilitas yang dikaitkan dengan modal sendiri yaitu : Return on Equity (ROE) Sedangkan rasio profitabilitas menurut Darsono dan Ashari (2005 : 56) meliputi : a. Marjin Laba Kotor (Gross Profit Margin) Rasio Gross Profit Margin atau marjin keuntungan kotor dicari dengan penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan dibagi penjualan bersih. Rasio ini berguna untuk mengetahui keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. Gross Profit Margin = Laba Kotor Penjualan Bersih b. Marjin Laba Bersih (Net Profit Margin) Rasio ini menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Net Profit margin = Laba Bersih Penjualan Bersih c. Return On Asset (ROA) Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah asset yang digunakan. Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena 29

menunjukkan efektifitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan. ROA = Laba Bersih Total Aktiva d. Return On Equity (ROE) Rasio ini berguna untuk mengetahui besarnya pengembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. ROE = Laba Bersih Rata-rata Ekuitas e. Earning Per Share (EPS) Alat analisis yang dipakai untuk melihat keuntungan dengan dasar saham. Rasio ini menggambarkan besarnya pengembalian modal untuk setiap satu lembar saham. EPS = Laba Bersih Jumlah saham yang beredar f. Payout Ratio (PR) Rasio ini menggambarkan persentase dividen kas yang diterima oleh pemegang saham terhadap laba bersih yang diperoleh perusahaan. PR = Dividen Kas Laba Bersih g. Retention Ratio (RR) Rasio ini menggambarkan persentase laba bersih yang digunakan untuk penambahan modal perusahaan. 30

RR = Laba Ditahan Tahun Berjalan Laba Bersih h. Productivity Ratio (PR) Rasio ini menggambarkan kemampuan operasional perusahaan dalam menjual dengan menggunakan aktiva yang dimiliki. PR = Penjualan Bersih Rata-rata Aktiva Dalam penelitian ini, rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah Return On Asset (ROA). H. Pengaruh Perputaran Persediaan Terhadap Profitabilitas Persediaan barang adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar selalu dalam keadaan siap pakai dan ditatausahakan dalam buku perusahaan. Perputaran persediaan adalah rasio yang mengukur seberapa cepat perpindahan atau pergerakan barang dagang dalam satu tahun di dalam perusahaan. Perputaran yang cepat pada umumnya dilihat sebagai kecenderungan yang positif, yaitu meningkatkan arus kas dan mengurangi biaya gudang dan sebagainya. Sebagai kaidah umum, semakin tinggi rasio perputaran persediaan, maka : 1. Semakin efektif perusahaan dalam kegiatan usahanya 2. Semakin rendah jumlah investasi yang terbenam dalam persediaan 31

3. Semakin singkat siklus operasi yang dibutuhkan untuk mengisi kembali kas perusahaan Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Jadi pengaruh perputaran persediaan terhadap profitabilitas jika semakin tinggi atau besar tingkat perputaran persediaan dalam suatu perusahaan, maka semakin efisien perusahaan dalam mengelola persediannya, selain itu perusahaan juga memperoleh laba karena dapat meminimalisir biaya-biaya. Perputaran itu sendiri menunjukkan berapa kali dalam setahun sebuah perusahaan rata-rata menjual persediaan. Persediaan barang yang lebih banyak daripada yang dibutuhkan dapat menurunkan laba bersih perusahaan karena persediaan barang yang berlebihan mengharuskan perusahaan mengeluarkan dana lebih besar untuk gudang dan menyebabkan barang tersebut menjadi usang atau tidak laku dijual. Sebaliknya, persediaan barang yang lebih sedikit daripada yang dibutuhkan dapat pula memangkas laba bersih perusahaan dikarenakan penjualan dapat berpindah tangan ke perusahaan pesaing lainnya dikarenakan barang yang dibutuhkan tidak tersedia untuk dijual. Hal ini akan menyebabkan hilangnya kepercayaan dari langganan perusahaan sehingga akan mengganggu penjualan di masa yang akan datang. Dengan demikian persediaan menjadi sangat penting bagi perusahaan, apabila tidak dikelola dengan baik, maka konsumen akan pindah ke pesaing yang menyebabkan turunnya penjualan sehingga mempengaruhi profitabilitas. 32