BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari Matematika berarti belajar mengemukakan, merumuskan, menentukan hubungan antara konsep-konsep, menyusunnya dalam suatu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika. Oleh Nila Kesumawati FKIP Program Studi Pendidikan Matematika Universitas PGRI Palembang

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal semacam itulah yang

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. (Langeveld, dalam Hasbullah, 2009: 2). Menurut Undang-Undang Republik. Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. guru yang melaksanakan kegiatan pendidikan untuk orang-orang muda

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan melalui kegiatan matematika. Matematika juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL MAKE A MATCH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN.

Tri Muah ABSTRAK. SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. dengan semboyan learning by doing. Berbuat untuk mengubah tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN. adalah nilai yang melebihi dari KKM. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. bimbingan, pengajaran dan latihan bagi perannya dimasa mendatang. Pendidikan di Indonesia diselenggarakan guna memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai kata kunci untuk menguak kemajuan bangsa. Tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah merancang, mengelola dan mengevaluasi pembelajaran.

PENERAPAN PAKEM UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA SDN- 8 LANGKAI PALANGKARAYA. Oleh : Rita Rahmaniati *

Kata-kata Kunci : Model Numbered Head Together (NHT), Media Manik-manik, Aktifitas, Hasil Belajar, Pembelajaran Matematika, Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. baru tentang proses belajar mengajar di sekolah telah muncul dan berkembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk lebih maksimal saat mengajar di sekolah. adalah matematika. Pembelajaran matematika di sekolah dasar dirancang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan utama bagi setiap individu. Melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evi Nurul Khuswatun, 2013

I. PENDAHULUAN. sebagai alat bantu dalam kehiduan sehari-hari. Standar Kompetensi kelas V. pelajaran matematika SD/MI adalah :

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke 4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. cita manusia yang berkualitas, juga melatih ketrampilan di dalam bidang

I. PENDAHULUAN. Sejak ditetapkannya Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pengetahuan dan keterampilan, serta manusia manusia yang

PENINGKATAN PEMAHAMAN MENGHITUNG PERKALIAN DENGAN MEDIA BENDA-BENDA TERDEKAT PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 KRANGGAN TAHUN AJARAN 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kecerdasan, (2) pengetahuan, (3) kepribadian, (4) akhlak mulia, (5)

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Imam Hanafi, Muh. Hasbi, dan Akina. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui kegiatan interaksi dengan lingkungannya. Perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. memegang peranan penting pola pikirnya dalam membentuk siswa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307).

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta nilai-nilai sehingga sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengajar berjalan dengan baik dan efektif, diperlukan usaha yang sungguhsungguh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KPK DAN FPB MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Hubungan antar individu ini membentuk kehidupan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. mendasar kegunaanya. Setiap ilmu pengetahuan tidak pernah lepas dari ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, dunia pendidikan sangat berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (1): Pendidikan adalah usaha sadar dan. akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

KOREKSI PEMBELAJARAN BERBASIS SISWA (STUDENT CENTERED LEARNING) DALAM PENERAPAN METODE KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran siswa dapat memahami konsep yang dipelajarinya. mengingat dan membuat lebih mudah dalam mengerjakan soal-soal

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1. belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, sekarang ini makin banyak digunakan dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Balakang Masalah. Pendidikan berfungsi untuk mendorong suatu perubahan agar

BAB I PENDAHULUAN. didik sebagai manusia yang berkepribadian luhur dan berakhlak mulia. mendengarkan ketika proses pembelajaran berlangsung.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya. Dalam pasal 1

Sujariyah. SD Negeri Pagedangan 01 Adiwerna Tegal

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional meghadapi tantangan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah adalah salah satu pranata sosial yang memiliki tugas khusus untuk menyelenggarakan pendidikan. Sekolah Dasar merupakan tempat paling dasar sebagai pencetak generasi penerus bangsa. Tanggung jawab tugas seorang Guru SD terhadap anak didiknya lebih berat dibanding dengan guru jenjang selanjutnya, dimana guru SD adalah orang yang sangat berperan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, mampu bersaing dan ber akhlak mulia. M.J. Langeveld (Syaripudin dan Kurniasih, 2008 : 5) mengemukakan pendidikan dalam artinya yang hakiki, ialah pemberian bimbingan dan bantuan rohani kepada orang yang belum dewasa. Maka pendidikan tidak dapat berjalan jika pemberi bimbingan dan penerima bimbingan sama-sama orang yang belum dewasa. Pada usia anak SD cara berpikir mereka belum formal bahkan pada kelas rendah cara berpikir mereka masih berada dalam tahapan (pra konkret). Menurut penelitian yang di lakukan oleh Peaget dan teman-temannya ( dalam Karso dkk, 2007 : 1.5) menunjukkan bahwa anak tidak bertindak dan berpikir sama seperti orang dewasa. Lebih-lebih pada pembelajaran matematika di SD, sesuatu yang abstrak dapat saja di pandang sederhana menurut kita yang sudah formal, namun dapat saja menjadi sesuatu yang sulit dimegerti oleh anak yang belum formal. Mempelajari Matematika berarti belajar mengemukakan, merumuskan, menentukan hubungan antara konsep-konsep, menyusunnya dalam suatu

2 struktur, mengembangkannnya dan menggunakannya dalam menyelesaikan masalah, baik masalah dalam matematika itu sendiri maupun masalah dalam ilmu lain, termasuk masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pemahan konsep matematika merupakan kemampuan yang dimiliki anak untuk dapat menggungkapkan kembali apa yang telah dia pahami dan dapat menyelesaikan semua masalah dengan benar. (Depdiknas, 2003: 2) [online] mengungkapkan bahwa, pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika yaitu dengan menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajarinya, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Menurut Duffin & Simpson (dalam Kesumawati, 2008) [online] pemahaman konsep sebagai kemampuan siswa untuk: (1) menjelaskan konsep, dapat di artikan siswa mampu untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya. (2) menggunakan konsep pada berbagai situasi yang berbeda, (3) mengembangkan beberapa akibat dari adanya konsep, dapat diartikan bahwa siswa paham terhadap suatu konsep akibatnya siswa mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan setiap masalah dengan benar. Keberhasilan atau kegagalan pemahaman konsep yang dimiliki peserta didik tergantung dari peran Guru. Saat ini masih banyak siswa yang belum memahami konsep pembelajaran yang disampaikan guru terutama pada mata pelajaran matematika, ini terlihat dari cara siswa mengerjakan tugas dengan cara asal-asalan atau mencontek pada temannya sehingga nilai yang diperoleh siswa masih jauh di bawah KKM. Berdasarkan pengamatan peneliti,

3 rendahnya pemahaman siswa pada mata pelajaran matematika disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Dalam proses pembelajaran guru selalu mengunakan model pembelajaran yang bersifat tradisional (teacher-centered). Padahal banyak model yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi lebih aktif, kreatif dan menyenangkan. 2. Guru tidak mengunakan media dalam proses pembelajaran, guru hanya menjelaskan konsep dan cara penyelesaian suatu soal dipapan tulis setelah itu siswa diberikan soal untuk dikerjakan. Padahal media bisa didapat dari lingkungan sekitar kita. 3. Penjelasan yang terlalu cepat dan bahasa guru yang kurang dipahami oleh siswa, terkadang tanpa sadar guru menjelaskan materi sangat cepat dan pengunaan bahasa yang terlalu tinggi untuk anak-anak (bukan bahasa anak) yang tidak dapat dimengerti anak, sehingga tidak adanya keaktifan dan kreatifitas siswa dalam belajar (kurang antusia), siswa merasa jenuh dan merasa ruwet dengan pelajaran matematika yang disampaikan guru. 4. Siswa kurang tertarik dengan pembelajaran yang diberikan oleh guru karena siswa tidak ikut terlibat langsung dalam pembelajaran, informasi hanya bersumber dari guru dan siswa hanya menjadi pendengar. 5. Anak tidak hafal perkalian sehingga menyulitkan anak dalam melakukan pembagian. 6. Siswa diarahkan pada kemampuan cara menggunakan rumus, menghafal rumus, matematika hanya untuk mengerjakan soal, jarang diajarkan untuk menganalisis dan menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

4 Lemahnya guru dalam memanfaatkan dan meciptakan media akan mempersulit siswa dalam memahami materi yang disampaikan guru. Pemilihan model pembelajaran dan media yang tepat sangat mempengaruhi keberhasilan siswa untuk memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Penggunaan model pembelajaran dan media yang tepat sangat mempengaruhi pemahaman siswa terhadap apa yang akan disampaikan oleh pendidik, dimana peserta didik akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan. Untuk itu guru hendaknya dapat terus meningkatkan kemampuaan profesionalnya termasuk juga meningkatkan kemampuan memanfaatkan media pembelajaran yang ada baik yang telah tersedia maupun yang berasal dari alam serta mampu mengembang (memilih) model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Mengemaskan pembelajaran menjadi menarik tidak cukup sulit, guru hanya dituntut lebih kreatif. Pembelajaran yang tadinya bersifat tradisional (berpusat pada guru) diganti dengan belajar sambil bermain dengan media belajar yang sederhana yang dapat dibuat oleh guru. Berdasarkan observasi awal pada pembelajaraan Matematika di SD Negeri 1 Karanggan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor menunjukkan pemahaman konsep siswa terhadap pembelajaran Matematika pada materi Pecahan desimal masih rendah, ini terlihat dari data hasil belajar siswa yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1.1 Rekap hasil Tes Formatif Pada Mata Pelajaran Matematika Perolehan Skor Jumlah Siswa

5 85-100 5 75-84 4 65-74 5 55-64 9 <55 9 Jumlah Siswa 32 KKM yang telah ditetapkan adalah 65. Data diatas menunjukkan hanya 43,8% atau 14 orang siswa yang berhasil mencapai KKM dan 56,2% atau 18 orang siswa masih berada dibawah KKM. Hal ini merupakan suatu masalah yang dianggap peneliti merupakan masalah dan perlu diatasi. Kemudian peneliti melakukan analisis untuk mengatasi penyebab rendahnya hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika. Dalam proses pembelajaran sehari-hari pembelajaran yang disajikan bersifat tradisional (teacher-centered ) guru juga tidak menggunakan media pembelajaran serta siswa tidak ikut terlibat langsung dalam proses pembelajaran, sehingga siswa merasa bosan dalam proses belajar. Saat guru menjelaskan materi yang disampaikan siswa cenderung kurang tertarik untuk menyimak pembelajaran, sehingga saat diadakan evaluasi seputar materi pembelajaran masih banyak siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebagai penanggung jawab keberhasilan belajar siswa, guru harus selalu mampu mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya ke arah yang positif, termasuk mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi dan menarik. Agar potensi siswa dapat dikembangkan secara optimal berdasarkan

6 perkembangan aspek kognitif, menurut Ebbutt dan Straker (dalam Kesumawati, 2008) [online] asumsi tentang karakteristik siswa dan implikasi terhadap pembelajaran matematika diberikan sebagai berikut:. 1. Siswa akan mempelajari matematika jika mereka mempunyai motivasi. Implikasi pandangan ini bagi guru adalah: (1) menyediakan kegiatan yang menyenangkan, (2) memperhatikan keinginan siswa. (3) membangun pengertian melalui apa yang diketahui oleh siswa, (4) menciptakan suasana kelas yang mendukung kegiatan belajar, (5) memberikan kegiatan belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, (6) memberikan kegiatan yang menantang, (7) memberikan kegiatan yang memberikan harapan keberhasilan, dan (8) menghargai setiap pencapaian siswa. 2. Siswa mempelajari matematika dengan caranya sendiri. Implikasi pandangan ini adalah (1). Siswa belajar yang berbeda dengan kecepatan yang berbeda, (2). Tiap siswa memiliki memerlukan pengalamaan sendiri yang berhubungan dengan pengalaman diwaktu lampau, (3). Tiap siswa memiliki latar belakang sosial ekonomi yang berbeda. Oleh karena itu guru perlu: (1) mengetahui kelebihan dan kekurangan para siswanya, (2) merencanakan kegiatan yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, (3) membangun pengetahuan dan keterampilan siswa, baik yang dia peroleh disekolah maupun di rumah, (4) menggunakan catatan kemajuan siswa (assessment). 3. Siswa mempelajari matematika baik secara mandiri maupun melalui kerja sama dengan temannya. Implikasi pandangan ini bagi usaha guru adalah: (1) memberikan kesempatan belajar dalam kelompok untuk melatih kerjasama, (2) memberikan kesempatan belajar secara klasikal untuk memberi kesempatan saling bertukar gagasan, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatannya secara mandiri., (4)

7 melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan tentang kegiatan yang akan dilakukannya, dan (5) mengajarkan bagaimana cara mempelajari matematika. 4. Siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam mempelajari matematika. Implikasi pandangan ini bagi usaha guru adalah: (1) menyediakan dan menggunakan berbagai alat peraga, (2) memberikan kesempatan belajar matematika diberbagai tempat dan keadaan, (3) memberikan kesempatan menggunakan matematika untuk berbagai keperluan, (4) mengembangkan sikap menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan problematika baik disekolah maupun dirumah, menghargai sumbangan tradisi, budaya dan seni dalam pengembangan matematika, dan (6) membantu siswa menilai sendiri kegiatan matematikanya. Berdasarkan aspek kognitif yang di kemukakan oleh Ebbutt dan Straker asumsi tentang karakteristik siswa dan implikasi terhadap pembelajaran matematika maka pembelajaran Matematika disekolah sebaiknya dipelajari dengan cara meningkatkan motivasi siswa, mempelajari Matematika secara sendiri atau kerjasama dan menyediakan alat peraga. Perubahan model pembelajaran secara tradisional ke model pembelajaran kooperatif learning akan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan memicu guru manjadi fasilitator, mediator, director-motivation, dan evaluator. Pola pembelajaran tradisional (berpusat pada guru) yaitu guru adalah satu-satunya sumber belajar bagi siswa dapat diganti dengan menggunakan model belajar sambil bermain akan mendorong motivasi dan keaktifan siswa untuk terlibat langsung dalam proses belajar, dimana siswa akan lebih aktif dalam belajar dan merasa senang belajar, siswa dapat bekerjasama dengan temannya. Sehingga pemilihan model pembelajaran

8 kooperatif tipe make a match dianggap cocok untuk menjadi pembelajaran yang menyenangkan yang dapat meningkatkan motivasi siswa dan melatih siswa untuk bekerjasama dengan temannya. Dimana siswa akan dilibat secara langsung dalam sebuah permainan mencari pasangan kartu, dengan begitu siswa tidak akan merasa bosan dengan proses pembelajaran, siswa akan merasa tertantang dalam sebuah permainan yang telah dirancang guru dan siswa akan lebih aktif untuk menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan (soal) yang dihadapinya, dan diharapkan dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari. Adapun kelebihan dalam model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (mencari pasangan) (dalam Juryanti, 2013) [online] adalah sebagai berikut. 1. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik. 2. Karena ada unsur permainan, maka model pembelajaran ini menyenangkan. 3. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. 4. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi. 5. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. Oleh karena itu PTK yang kami laksanakan menggambil judul Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk meningkatkan pemahaman konsep pecahan desimal siswa. B. Rumusan Masalah

9 Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dikelas IV SDN 1 Karanggan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor? 2. Bagaimanakah peningkatan pemahaman konsep pecahan desimal siswa kelas IV SDN 1 Karanggan Kecamatan Gunung putri Kabupaten Bogor setelah mempraktekan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian tindakan kelas ini (PTK) adalah untuk mendeskripsikan: 1. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. 2. Peningkatan pemahaman konsep pecahan desimal siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru, dan sekolah. 1. Bagi siswa Diharapkan dapat meningkatkan pemahaman materi, dan meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar matematika sehingga pemahaman konsep matematikapun akan meningkat. 2. Bagi guru

10 Diharapkan hasil penelitian ini guru dapat meningkatkan dan memperbaiki mutu pendidikan dikelasnya dan mampu mengembangkan kemampuannya dalam mengelola proses belajar dikelas. 3. Bagi sekolah Diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan dan menciptakan lembaga pendidikan yang berkualitas, meningkatkan profesionalisme guru yang akan menjadi guru-guru profesional kepercayaan masyarakat serta pemerintah. 4. Bagi Peneliti Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penelitian ulang para peneliti selanjutnya. E. Definisi Operasional Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini yang perlu dijelaskan secara operasional, yaitu: 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Yang dimaksud dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang mempunyai langkahlangkah sebagai berikut: a. Guru menjelaskan materi pecahan desimal b. Guru dan siswa mencoba menyelesaikan soal bersama-sama c. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok d. Guru membagikan kartu yang berisikan pertanyaan atau jawaban kepada setiap siswa e. Siswa mencari pasangan kartu

11 f. Siswa secara berpasangan mempresentasikan hasil pekerjaan dari kartu yang dipegangnya dipapan tulis g. Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang dapat menemukan pasangan kartu yang dipegangnya sebelum batas waktu yang ditentukan. 2. Pemahaman Konsep Dalam penelitian ini pemahaman konsep yang dimaksud adalah kemampuan siswa menyelesaikan soal-soal tentang konten bilangan pecahan biasa dan pecahan desimal. 3. Bilangan Pecahan Bilangan pecahan adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk dengan a,b bilangan bulat, b 0, b 1, dan FPB (a,b) = 1. Didalam penelitian ini, yang dimaksud bilangan pecahan adalah bilangan pecahan biasa dan bilangan pecahan desimal. Bilangan pecahan biasa adalah bilangan yang dinyatakan dalam bentuk, sedangkan bilangan desimal adalah pecahan yang menggunakan koma. Sebagai contoh: 0,5. 4. Siswa Yang dimaksud siswa dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas IV SDN 1 Karanggan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor. F. Hipotesis Tindakan Jika siswa memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match maka pemahaman konsep siswa tentang pecahan desimal akan meningkat.