BAB I PENDAHULUAN. keramahtamahannya. Banyak orang dari berbagai daerah di Indonesia yang merantau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dan termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk

BAB II KERANGKA TEORI. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan.

BAB V PENUTUP. jeli dalam mengatur pengeluaran agar tidak berlebih. Kebutuhan atas pakaian sering

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam era-modernisasi negara Indonesia pada saat ini sudah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. akademis dengan belajar, yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

I. PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi dua macam. Pertama, kebutuhan primer, yaitu kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam memprediksikan perilaku pembelian konsumen terhadap suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. dipenuhi, baik kebutuhan yang bersifat jasmani maupun rohani. Kebutuhan adalah UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai calon-calon intelektual yang bersemangat, penuh dedikasi, enerjik, kritis,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang akan

BAB V PENUTUP. hanya bersifat fungsional untuk mengisi perut namun juga memenuhi lifestyle.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian di lapangan (Nasir,1998: 5). Tipe penelitian yang penulis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan persoalan akses informasi dan dunia internet. Online shopping merupakan

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini gaya hidup masyarakat kota semakin kompleks, dapat kita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengakses informasi melalui media cetak, TV, internet, gadget dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. terus menciptakan sesuatu yang akan membantu dan menunjang kehidupannya,

BAB I PENDAHULUAN. yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet.

PERMAINAN TIMEZONE BAGI KALANGAN REMAJA DI SOLO GRAND MALL (Studi Fenomenologi tentang Gaya Hidup Remaja yang Gemar Bermain di Timezone)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan dapat dibedakan menjadi Tiga bagian, yakni kebutuhan pimer, sekunder, dan

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi dan gaya hidup. Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang modern memberi pengaruh terhadap perilaku membeli

BAB IV PENUTUP. dalam hal ini yaitu kota Yogyakarta bertujuan untuk melihat pola-pola yang

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan pola kehidupan masyarakat yang mulai berkembang sejak

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui konstruksi budaya atas

PERILAKU KONSUMERIS PENGUNJUNG MALL LIPPO PLAZA KOTA KENDARI. Oleh: Rabia Jamil, Muh. Arsyad, dan Ambo Upe

BAB VI PENUTUP. namun memiliki keuangan yang terbatas. Saat berbelanja di Boutique

BAB I PENDAHULUAN. Semakin cepatnya perubahan dan perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang pesat

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang paling disukai adalah kegiatan berbelanja produk fashion. Produk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Universitas Negeri Medan sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki

I. PENDAHULUAN. Era globalisasi dan pasar bebas membuat kemajuan teknologi berkembang cepat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. harapkan. Bangsa Indonesia mengharapkan kehidupan yang lebih baik dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Pada era modern saatini, khususnya di bidang fashion yaitu istilah gaya atau

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi, gaya hidup dan pola pikir masyarakat berkembang yang. konsumen yang berhasil menarik konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan kepulauan yang berkembang dengan pesat, khususnya kota Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang no.

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sekarang ini sudah menjadikan belanja atau shopping bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bisnis untuk bisa tetap eksis di bidang usahanya. Secara umum tujuan dari pelaku

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. hingga tersier. Feist, Jess (2010) mengatakan bahwa salah satu kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini perkembangan bisnis pakaian fashion telah

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis ritel modern, khususnya di bidang fashion agar dapat memenangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbelanja adalah sesuatu yang umum yang dilakukan oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dan terkait dengan tren yang sedang berlaku. Masyarakat sudah menyadari

BAB I PENDAHULUAN. berpenampilan seadanya melainkan mulai bergeser menjadi kebutuhan fashion,

BAB I PENDAHULUAN. maupun elektronik, maka telah menciptakan suatu gaya hidup bagi masyarakat. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam bidang ritel yang saat ini tumbuh dan berkembang pesat seiring

Bab 5. Ringkasan. suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang dengan orang lain, yang berfungsi dalam interaksi dengan cara-cara yang

1 PENDAHULUAN. Latar belakang

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, Interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perilaku konsumen yang terjadi pada era globalisasi saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/ jati diri.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Makalah. Analisis Studi Kelayakan Bisnis-Usaha Distro. DI Susun oleh : Joko Purnomo

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pemasaran yang semakin global, persaingan yang hypercompetitive

BAB III METODE PENELITIAN. Boyolali yang terletak di jantung Kota Boyolali merupakan salah satu pasar

BAB I PENDAHULUAN. sekunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut dipenuhi melalui aktivitas

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu yang beranekaragam mendorong banyak orang mendirikan tempat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. membawa perubahan masyarakat dengan ruang pergaulan yang sempit atau lokal

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta adalah kota pelajar, kota pariwisata, kota yang dikenal dengan keramahtamahannya. Banyak orang dari berbagai daerah di Indonesia yang merantau ke kota ini, mereka biasanya merantau ke kota Yogyakarta bertujuan untuk menuntut ilmu di berbagai perguruan tinggi yang ada di kota ini. Selain menuntut ilmu yang dilakukan setiap hari, mahasiswa tersebut adakalanya mereka melepas penat dengan berbagai cara. Salah satunya dengan berbelanja. Awalnya berbelanja kebutuhan sehari-hari seperti peralatan mandi, makanan kecil, perlengkapan kuliah, hingga perlengkapan kost. Namun, seiring berjalannya waktu, mahasiswa tersebut juga berbelanja memenuhi kebutuhan sekunder seperti membeli tas, baju, peralatan make up, dan lain sebagainya. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki cukup banyak tempat publik dan berbagai tempat hiburan lain dimana mahasiswa dapat menghabiskan waktu luang mereka. Pada awalnya, belanja hanya merupakan suatu konsep untuk menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-harinya dengan jalan menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang tersebut. Pada saat ini konsep belanja itu sendiri telah berkembang sebagai sebuah cerminan gaya hidup dan rekreasi di kalangan masyarakat. Belanja adalah suatu gaya hidup tersendiri, bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang.

Belanja menjadi alat pemuas keinginan mahasiswa akan barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Karena pengaruh trend atau mode yang tengah berlaku, maka menjadi keharusan untuk memiliki dengan membeli barang-barang. Misalnya mahasiswa cenderung membeli barang yang lebih baru dan lebih bagus dari barang yang sama yang telah dimiliki sebelumnya, seperti tas, pakaian, sepatu, handphone maupun barang-barang lainnya secara berlebihan. Mereka ingin mendapat identitas atau penghargaan, dengan membeli barang yang lebih baru yang pernah ada sebelumnya, mempunyai harapan agar orang lain menilai atau memujinya. Contoh lain, orang mengkonsumsi barang bukan karena butuh secara fungsional, melainkan karena tuntutan prestige (gengsi), status, maupun sekedar gaya hidup. Seseorang yang sudah membeli motor atau mobil mewah bukan karena memenuhi kebutuhan fungsional sebagai alat transportasi, melainkan karena alasan status. Perilaku konsumerisme ini jika dibiarkan juga dapat mengakar di dalam gaya hidup mahasiswa. Dalam perkembangannya, mereka menjadi orang-orang dengan gaya hidup konsumtif (Sumijan, 2008). Setiap orang memiliki kebutuhan hidupnya masing-masing. Kebutuhan itu berusaha untuk dapat dipenuhi dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang memenuhi kebutuhannya secara wajar dan ada juga yang berlebihan dalam pemenuhan kebutuhannya. Hal tersebut menyebabkan orang-orang untuk berperilaku konsumtif. Perilaku konsumtif seperti ini terjadi pada hampir semua lapisan masyarakat. Tidak hanya pada orang dewasa, perilaku konsumtif pun banyak melanda mahasiswa. Perubahan gaya hidup pada mahasiswa juga berkaitan erat dengan perkembangan zaman serta teknologi karena teknologi dan zaman yang semakin berkembang dan canggih akan menciptakan perkembangan dan penerapan gaya hidup

seperti gaya berpakaian, gaya berbicara, gaya berbahasa, maupun gaya hidup yang konsumtif dalam kehidupan sehari-hari. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan cara mengalokasikan waktu. Seperti pola konsumtif yang terjadi pada masyarakat urban di kalangan mahasiswa. Perubahan pada gaya hidup mahasiswa selain konsumtif terhadap produk branded, juga seringnya keluar di malam hari menikmati dunia malam seperti clubbing, ngemall, jalan-jalan (hangout) atau nongkrong di Coffe Shop. Berdasarkan pengamatan peneliti, gaya hidup konsumtif tercermin dari cara berpakaian dan berpenampilan atau fashion pada mahasiswi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dalam hal ini terlihat kecenderungan mahasiswi yang mengikuti trend sehingga berdampak terhadap status sosial mereka di kampus. Berdasarkan fenomena tersebut dapat memicu terjadinya kompetisi di kalangan mahasiswi yang menunjukkan status sosialnya melalui fashion. Semakin fashionable penampilan yang mereka tunjukkan maka status sosial yang dimilikinya sehingga menunjukan bahwa mereka berada pada kelas menengah ke atas. Dalam memenuhi standar gaya hidup pada kalangan mahasiswi banyak cara yang dilakukan baik itu dalam bergaul, berpakaian hingga berpenampilan yang memperlihatkan sebuah identitas dari gaya hidup mahasiswi itu sendiri. Barang-barang yang menjadi fashion diantara mahasiswi saat sekarang yaitu barang tiruan. Barang tiruan merupakan barang yang sering diburu oleh mahasiswa. Hal ini dikarenakan uang jajan yang minim padahal ingin membeli barang-barang bermerek sebab hal ini dirasa dapat menaikkan gengsi seseorang apabila

menggunakan barang branded. Alhasil mahasiswa hanya mampu membeli barang tiruan. Pusat pertokoan yang menjual barang tiruan di Yogyakarta sudah sangat mudah ditemukan. Hal ini yang membuat mahasiswa merasa puas dan senang karena hasrat untuk berbelanja barang tiruan dapat mudah terpenuhi. Saat sekarang macam barang tiruan yang ditawarkan sangatlah beragam dari mulai pakaian, celana, aksesoris, tas maupun sepatu. Jaman era saat ini, penyuka tas tiruan cukup banyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Salah satu faktor yang cukup kuat yaitu saat ini tas tiruan yang persis seperti brand asli sudah banyak tersedia di pasaran dengan model, bahan, dan harga yang bervariasi. Jadi para mahasiswa khususnya mahasiswi penyuka tas sudah tidak perlu susah-susah mencari tas tiruan. Selain itu, penggunaan tas bagi kaum perempuan khususnya mahasiswi Universitas Gadjah Mada sangat menunjang gaya berpenampilan mereka agar terlihat semakin cantik dan modis. Seperti yang diketahui, mahasiswa memiliki berbagai macam kegiatan baik itu kegiatan di kampus maupun di luar organisasi kampus. Dengan beragamnya kegiatan yang diikuti tentu saja membuat para intelektual muda tersebut harus benar-benar pintar dalam membagi waktu antara kegiatan sebagai seorang mahasiswa yang harus aktif kuliah dan aktif di berbagai forum kegiatan kampus maupun diluar kampus. Terlepas dari cara mereka membagi waktu, mereka juga harus pintar memanage dalam urusan di luar itu semua, seperti saatnya bersenang-senang dengan cara shopping atau hanya untuk nongkrong bersama teman-temannya. Hal tersebut merupakan suatu permasalahan yang timbul dimana seharusnya mahasiswa memiliki tugas utama untuk belajar, menuntut ilmu pengetahuan, dan menjadi orang yang berwawasan luas. Namun, pada kenyataannya mereka juga

memikirkan apa yang dinamakan belanja. Bahkan kejadian ini terkadang menjadi hal yang utama untuk mendapatkan kebahagian serta kepuasaan hati. Adanya waktu luang di sela-sela kesibukannya untuk belajar digunakan untuk belanja kebutuhan untuk memenuhi gaya hidup mahasiswa jaman sekarang, yang dituntut untuk selalu update tentang fashion terkini agar dipandang lebih modern. Keadaan ini membuat waktu luang itu sangat berharga bagi mahasiswa sekarang, ia rela menyediakan waktu khusus hanya untuk dapat refreshing dengan cara berbelanja barang tiruan. Melihat keadaan seperti itu rasanya waktu luang terbuang dengan sia-sia, yang tadinya bisa menjadi bermanfaat tapi kenyataannya waktu terbuang sia-sia tanpa arti. Permasalahan ini menjadi penting, karena sesungguhnya mahasiswa merupakan intelektual muda dan aset untuk kelangsungan masa depan bangsa. Melihat permasalahan diatas, inilah yang menjadi pokok masalah bagi si peneliti yang akhirnya tertarik untuk mengetahui secara jelas sejauh mana fashion merubah gaya hidup para mahasiswi Universitas Gadjah Mada dengan adanya toko barang tiruan yang telah menjamur dimana-mana ini akan dapat membantu peneliti untuk mengetahui sampai sejauh mana perubahan gaya hidup ini telah menggejala di tengah-tengah mereka, sehingga dengan begitu peneliti bisa mengambil sikap-sikap yang tepat untuk dapat mengantisipasi dan mengatasi masalah ini secara lebih lanjut dan diharapkan dapat berguna bagi pihak- pihak yang membutuhkan untuk di teliti lebih lanjut dan mendalam, serta data-data deskripsi yang menunjang penelitian ini tentunya B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, dapat ditarik rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana perubahan gaya hidup mahasiswa Universitas Gadjah Mada? 2. Bagaimana perilaku konsumsi mahasiswa Universitas Gadjah Mada terhadap barang tiruan tas? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian sangatlah penting karena tujuan merupakan gambaran sebuah penelitian. Berikut beberapa hal yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui dan memberikan gambaran mengenai perubahan gaya hidup mahasiswa Universitas Gadjah Mada dalam konsumsi barang tiruan. 2. Mengetahui aspek serta alasan yang mendorong mahasiswa untuk berperilaku konsumtif dengan adanya barang tiruan. D. Landasan Teori Teori merupakan suatu kerangka berpikir untuk memperkuat penjelasan dan memberi warna lebih tajam dari analisis. Oleh karena itu teori digunakan sebagai pisau analisis untuk memahami persoalan yang diteliti. Dalam penelitian ini digunakan beberapa teori yang dijadikan pisau bedah untuk mengupas rumusan masalah yang dipaparkan dan dijelaskan agar hasil yang dicapai lebih jelas. Dalam penelitian ini teori yang tepat yaitu menggunakan teori dari Jean Baudrillard tentang Masyarakat Konsumsi dan konsep Gaya Hidup. Gaya hidup dalam perspektif sosiologi ini dibicarakan dalam teori sosial post modern yang tidak bisa dilepaskan dari karya-karya Jean Baudrillard (1929). Pernyataan pokok Baudrillard mengatakan bahwa objek (konsumsi) menjadi tanda (sign). Baudrillard (1998: 32-33) menyatakan, situasi masyarakat kontemporer dibentuk oleh kenyataan bahwa manusia sekarang dikelilingi oleh faktor konsumsi.

Pada kenyataannya manusia tidak akan pernah merasa terpuaskan atas kebutuhankebutuhannya. Teori konsumsi dari Baudrillard, mengatakan bahwa masyarakat konsumeris pada masa sekarang tidak didasarkan kepada kelasnya tetapi pada kemampuan konsumsinya. Siapapun bisa menjadi bagian dari kelompok apapun jika sanggup mengikuti pola konsumsi kelompok tersebut. Konsumsi menurut Baudrillard adalah tindakan sistematis dalam memanipulasi tanda, dan untuk menjadi objek konsumsi, objek harus mengandung atau bahkan menjadi tanda. Jean Baudrillard menjelaskan bahwa konsumsi diradikalkan menjadi konsumsi tanda. Menurutnya masyarakat konsumen tidak lagi terikat oleh suatu moralitas dan kebiasaan yang selama ini dipegangnya. Mereka kini hidup dalam suatu kebudayaan baru, suatu kebudayaan yang melihat eksistensi diri mereka dari segi banyaknya tanda yang dikonsumsi dan ditawarkan saat ini. Masyarakat konsumen akan melihat identitas diri ataupun kebebasan mereka sebagai kebebasan mewujudkan keinginan pada barang-barang industri. Konsumsi dipandang sebagai usaha masyarakat untuk merebut makna-makna sosial atau posisi sosial. Relasi bukan lagi terjadi antara manusia, tetapi antara manusia dengan bendabenda konsumsi. Oleh Baudrillard, moralitas hedonis yang mengedepankan individualisme ini dihubungkan dengan masyarakat konsumen, yang pasif dan mendasarkan identitasnya pada tanda yang berada di belakang barang komoditi yang dikonsumsinya. Hal ini tentunya menjadi mungkin karena dalam kapitalisme global kegiatan produksi sudah bergeser dari penciptaan barang konsumsi, ke penciptaan tanda (Baudrillard, 2004). Teori konsumsi oleh Jean Baudrillard menyatakan masyarakat modern adalah masyarakat konsumtif. Masyarakat yang terus menerus berkonsumsi. Namun

konsumsi yang dilakukan bukan lagi sekedar kegiatan pemenuhan kebutuhankebutuhan dasar dan fungsional manusia. Masyarakat tidak cukup hanya mengkonsumsi sandang, pangan, papan saja untuk bisa bertahan hidup. Walaupun secara biologis terpenuhinya kebutuhan makanan dan pakaian telah cukup, namun dalam tatanan pergaulan sosial dengan sesama manusia lainnya, manusia modern harus mengkonsumsi lebih daripada itu. Bisa dikatakan bahwa masyarakat modern sekarang hidup dalam budaya konsumen. Sebagai suatu budaya, konsumsi mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan menstruktur praktek keseharian masyarakat. Nilai-nilai, pemaknaan dan harga dari segala sesuatu yang dikonsumsi menjadi semakin penting dalam pengalaman personal dan kehidupan sosial masyarakat. Konsumsi telah terinternalisasi dalam rasionalitas berpikir masyarakat dan teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Secara nyata dapat dilihat dan dibuktikan bagaimana rasionalitas konsumsi telah beroperasi pada masyarakat berbudaya konsumtif. Setiap harinya, sekian banyak waktu biasa dihabiskan untuk berkonsumsi, berpikir tentang apa yang dikonsumsi dan menyiapkan apa yang akan dikonsumsi. Sebagian besar orang merasa memerlukan pekerjaan untuk bisa berkonsumsi, melanjutkan pendidikan demi bisa berkonsumsi lebih baik, menilai orang lain dengan apa-apa yang dikonsumsinya, menunjukkan identitas diri dengan benda-benda konsumsi, berafiliasi dengan orang lain berdasarkan keterikatan pada benda konsumsi, dan seterusnya. Bentuk sosialisasi dan afiliasi masyarakat saat ini, terutama di sekolah, di kampus dan di kantor, sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh pola konsumsi. Keinginan untuk bisa masuk dalam pergaulan sosial, tidak ingin dianggap aneh atau berbeda, tidak mengalami penolakan, bisa bertahan dan bahkan berupaya menunjukkan eksistensi diri dalam pergaulan tersebut membuat orang berupaya menjaga keselarasan. Orang berusaha mengikuti arus pergaulan, dan selalu takut

dianggap tidak gaul. Faktor tersebut mendorong pola konsumsi masyarakat. Untuk bisa masuk dalam pergaulan yang luas, orang harus punya modal, minimal pengetahuan tentang barang-barang konsumsi. Terlebih lagi jika memilki banyak pengalaman konsumtif, tentu saja itu akan meningkatkan nilai orang tersebut dimata orang-orang di sekitarnya. Baudrillard memandang konsumtif sebagai simbol. Jadi orang mengkonsumsi simbol bukan semata-mata untuk barang makanya barang tiruan dibeli. Karena adanya merek yang melekat untuk dikonsumsi. Secara simbol mereka bukan membeli barang konsumsinya namun membeli simbol/tanda dari barang tersebut. Banyak hal yang melatarbelakangi para mahasiswa mengikuti gaya hidup yang cenderung sering mengkonsumsi barang tiruan. Diketahui dari pernyataan mahasiswa tentang berapa kali dalam sebulan informan membeli barang tiruan yang akan dijelaskan keseluruhan jawaban informan tentang apa yang membuat mahasiswa ini tertarik pada barang tiruan khususnya pada hal fashion terkini, ternyata tertarik dengan harga, pilihan yang beragam, kualitas yang dirasa tidak jauh berbeda dengan merek asli dan suasana toko yang diberikan. Hal ini digunakan untuk menjawab permasalahan alasan secara sosialnya. Tetapi tanggapan dari mahasiswa penyuka barang tiruan memberi tanggapan yang positif setelah bersenang-senang di toko menjual barang tersebut. Tanggapan yang diberikan bermacam-macam tetapi secara keseluruhan menilai dari barang yang ditawarkan maka tidak ada kata bosan untuk pergi ke sana. Tanggapan setelah pergi ke toko ini bisa dijadikan salah satu jawaban yang bisa digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian. Mahasiswa penyuka barang tiruan menunjukkan dalam mengkonsumsi atau hanya sekedar melihat-lihat barang tiruan akan banyak mendapatkan manfaat bagi

mereka dari mulai refreshing dengan banyaknya barang-barang yang ditawarkan, mengisi waktu luang, serta lain sebagainya sehingga berbeda dengan pergi ke tempat yang lain. Berbagai produk dan merek ternama walaupun imitasi namun mahasiswa yang datang ke toko tersebut kebanyakan memang mencari barang tiruan yang hampir persis seperti yang asli dikarenakan keterbatasan uang saku bulanan mereka. Maka dari itu, toko yang menjual barang tiruan tersebut tidak pernah sepi pelanggan dikarenakan banyak mahasiswa yang tetap setia menjadi pelanggan mereka. Hal ini disebabkan oleh keinginan mahasiswa untuk dipandang mempunyai gaya hidup mewah yang dilihat dari barang-barang yang digunakan setiap harinya, salah satunya tas dengan berbagai model, ukuran, dan warna. Toko yang menjual barang tiruan menyediakan suasana tempat yang nyaman dan enak sehingga mahasiswa mempunyai alasan secara sosial untuk tertarik pada toko tersebut. Barang yang ditawarkan dari mulai yang dipakai di kepala sampai bawah tersedia sangat lengkap di toko, inilah alasan sosial berikutnya yang bisa membuat toko penjual barang tiruan ini menarik mahasiswa dalam menghabiskan waktu luangnya. Dilihat dari status sosial mahasiswa penikmat shopping dari berbagai macam kalangan ada yang biasa saja sampai yang tinggi tetapi yang bisa dilihat kalau ke suatu pusat pertokoan tidak juga menaikkan status sosial tetapi memuaskan keinginannya untuk menikmati suasana yang ditawarkan oleh toko tersebut. Sehingga tidak memperhatikan status sosial yang nantinya bisa dihasilkan tetapi lebih kepada kepuasan hati. Alasan secara ekonominya, dimana dilihat dari uang saku yang diperoleh untuk dipergunakan mengkonsumsi belanja atau hanya untuk sebagai tempat refreshing. Apabila mengambil dari teori masyarakat konsumeris dari Baudrillard

bahwa kemampuan konsumsi mahasiswa dalam menghabiskan waktu luang dengan kegiatan belanja di toko itu tidak lagi didasarkan pada kelas sosialnya. Dibuktikan dengan jumlah uang saku yang diperoleh mahasiswa penyuka pusat pertokoan barang tiruan yang rata-ratanya satu juta dalam sebulan. Dengan rata-rata satu juta ini tidak lebih dari dua juta, dengan uang saku yang besarnya segitu masih bisa melakukan kegiatan belanja di pertokoan penjual barang tiruan. Diketahui bahwa harga yang diberikan toko barang tiruan sangat terjangkau, namun dilihat dari daya beli mahasiswa setiap bulannya dapat mengakibatkan timbulnya perilaku konsumtif, apalagi masih berstatus mahasiswa yang belum bekerja yang hanya mengandalkan pada uang saku yang diperoleh. Sesuai dengan teori Baudrillard yang mengatakan bahwa siapapun yang berada dalam bagian kelompok sosial apapun, kelompok sosial ini yaitu, mahasiswa dalam menghabiskan waktu luang yang memperoleh uang saku rata-rata satu juta dan termasuk dalam kelompok sosial menengah ke atas. Walaupun berada di kelompok sosial menengah ke atas ini menunjukkan bahwa sanggup mengikuti pola konsumsi dalam melakukan kegiatan belanja di toko yang menjual barang tiruan. Bila dikaitkan dengan budaya konsumen, gaya hidup sendiri bisa diartikan yang merupakan bentuk individualitas, ekspresi diri serta kesadaran diri yang stylistik. Indikator dari individualitas selera konsumen ini salah satunya berupa tempat belanja yang dinikmati mahasiswa. Bisa dikatakan bahwa masing-masing individu dari mahasiswa penyuka barang tiruan ini memiliki selera yang berbeda-beda dengan memberikan tanggapan setelah melakukannya. Budaya konsumen itu merupakan bentuk dari individualitas selera konsumen yang berbeda-berbeda, yang menjadi konsumen tentunya mahasiswa penyuka barang tiruan yang memiliki tanggapan setelah merasakan apa yang habis dikonsumsi di toko yang menjual barang tiruan.

Dapat dikatakan bahwa gaya hidup bagi mahasiswa ini karena merasakan kenyamanan tempat dan bermacam-macam barang yang ditawarkan dari pusat pertokoan yang menjual barang tiruan. Gaya hidup mahasiswa dalam menghabiskan waktu luang ini karena tidak harus belanja di luar yang kadang tempatnya jauh dengan tidak banyak barang lengkap yang diberikan. Sedangkan apabila belanja di pusat pertokoan barang tiruan bisa dikataan sudah dingin, nyaman dan berbagai macam barang yang ditawarkan tanpa harus pindah-pindah tempat karena di toko ini sudah lengkap semua kebutuhan ada disana. E. Kajian Pustaka Perbedaan kelas sosial dalam masyarakat bisa terlihat dari perbedaan kepemilikan modal ekonomi dan modal sosial. Semakin tinggi kepemilikan modal maka semakin tinggi pula kelas sosial yang disandangnya, begitu juga sebaliknya, semakin rendah kepemilikan modal maka semakin rendah pula kelas sosialnya. Kelas atas memiliki kecenderungan untuk membedakan diri dengan kelas sosial di bawahnya, sedangkan kelas menengah cenderung membentuk diri seperti seakan-akan kelas atas. Karakterisik masing-masing kelas sosial ini memunculkan pola perilaku konsumsi fashion yang berbeda. Penelitian ini merumuskan dua masalah. Pertama, faktor pembeda yang mempengaruhi perilaku konsumsi fashion antara mahasiswa. Rumusan kedua adalah bentuk perilaku konsumsi fashion masing-masing kelas sosial yaitu mahasiswa kelas atas dan mahasiswa kelas menengah, serta motivasi apa yang melatarbelakangi pembentukan perilaku konsumsi fashion pada kedua kelas sosial tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, faktor pembeda yang mempengaruhi perilaku konsumsi fashion didasarkan pada modal ekonomi dan modal sosial. Faktor pembeda berdasarkan modal ekonomi dilihat dari aktivitas konsumsi yang meliputi: aktivitas di

waktu luang, aktivitas makan, dan aktivitas belanja produk fashion. Sedangkan pada modal sosial, faktor pembeda dilihat dari relasi pertemanan. Faktor pembeda tersebut kemudian dijadikan acuan untuk menggolongkan informan menjadi kelas atas dan kelas menengah. Selanjutnya dari penggolongan kelas sosial, ditemukan perbedaan perilaku konsumsi. Mahasiswa kelas atas lebih sering mengkonsumsi produk fashion dengan brand impor dan asli, sedangkan mahasiswa kelas menengah lebih memilih produk fashion bermerek yang tiruan. Kesimpulan yang dapat dimbil dari penelitian ini adalah konsumsi produk fashion yang dilakukan mahasiswa kelas atas maupun mahasiwa kelas menengah sama-sama bentuk dari konsumsi simbol. Perbedaannya adalah mahasiswa kelas atas selain juga mempertimbangan kenyamanan dari sebuah produk fashion sehingga mereka memilih produk fashion yang asli. Pemilihan brand import bagi mahasiswa kelas atas untuk menunjukkakn simbol atas kepemilikan modal ekonomi yang besar. Sedangkan bagi mahasiswa kelas menengah, kenyamanan bukanlah aspek penting dalam memilih produk fashion. Bagi mereka merek mahal yang menempel pada produk fashion-lah yang terpenting agar mereka dipandang seakan-akan sebagai bagian dari kelas atas, walaupun produk yang mereka pakai adalah barang tiruan. Penelitian yang dilakukan oleh Pristiqa Ayun Wirastami (2013) dengan judul Kelas Sosial & Perbedaan Konsumsi Fashion di Kalangan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada membuahkan kesimpulan seperti yang telah dijabarkan di atas yaitu menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan perilaku tersebut dan bentuk perilaku konsumsi fashion yang membedakan antara mahasiswa kelas atas dan mahasiswa kelas menengah, namun belum disebutkan mengenai gaya hidup yang terjadi pada mahasiswa Universitas Gadjah Mada dari jaman dahulu hingga sekarang yang sudah mengalami perubahan. Selain itu, pembahasan perilaku konsumtif yang

terjadi di kalangan mahasiswa Universitas Gadjah Mada terhadap barang tiruan tas. Selain itu, maraknya penggunaan barang tiruan yang berkembang di antara para mahasiswa, maka banyak toko dan pedagang yang bermunculan serta menjamur tumbuh di daerah kampus Universitas Gadjah Mada. Penelitian ini bertujuan untuk melengkapi analisis yang telah dikemukakan sebelumnya terkait dengan dua hal tesebut. F. Metodologi Penelitian Metode penelitian yang sistematis sangat diperlukan untuk mencapai tujuan dan mempermudah penelitian, yaitu dengan menentukan terlebih dahulu metode penelitian, teknik pengumpulan data, lokasi penelitian, informan, jenis dan sumber data dan analisis data. F.1. Metode Penelitian Penelitian menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Melalui studi deskriptif, hal-hal yang belum dipaparkan dan dideskripsikan dengan jelas dapat dipaparkan lebih terperinci dengan fakta fakta yang ada. Penelitian ini memfokuskan pada studi deskriptif yang lebih menggambarkan fenomena dan fakta yang terjadi. Penelitian ini tidak dapat dianalisa dengan statistik atau angka-angka melainkan dengan menggunakan narasi dan penjabaran. Dalam mendapatkan data, dilakukan dengan cara melakukan penelitian lapangan serta penelitian kepustakaan atau studi pustaka. Alasan penulis menggunakan metode ini karena berdasarkan rumusan

masalah yang telah dirumuskan, maka penulis mengkaji permasalahan yang ada dalam masyarakat yang bersifat umum, dan kemudian dikaji menuju kesimpulan yang bersifat khusus. Usaha mendeskripsikan fakta-fakta ada mulanya adalah usaha dalam menangkap gejala-gejala sosial yang terjadi, sehingga metode deskripsi adalah metode yang menangkap fakta yang terjadi. Pemikiran dalam metode ini harus dikembangkan dengan memberikan penafsiran dan analisa yang kuat agar tidak dianggap hasil penelitiannya hanya sekedar menangkap fakta yang terjadi tanpa dasar pemikiran dan kerangka konseptual yang kuat. Metode deskriptif dipilih karena mampu menganalisa dan mengeksplorasi perbedaan perilaku konsumsi barang tiruan di kalangan mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Fakta-fakta yang terjadi di lapangan yang berhubungan dengan pola konsumsi barang tiruan mahasiswa kemudian menjadi analisis penelitian. F.2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data atau informasi merupakan bagian penting dalam setiap bentuk penelitian. Karena itu, berbagai hal yang merupakan bagian dari keseluruhan proses pengumpulan data harus benar-benar dipahami oleh setiap peneliti sehingga data-data yang didapat dapat disimpulkan untuk ditulis dalam proposal skripsi ini. F.2.1. Observasi Pertama, pengumpulan data dalam penelitian melalui pengamatan. Pengamatan ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui lebih dalam obyek penelitiannya. Peneliti melihat secara langsung kegiatan yang terjadi di tempat

penelitian dan dapat turut serta dalam kegiatan di tempat penelitian. Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap subyek dimana sehari-hari mereka berada dan biasa melakukan aktivitasnya (Khairuddin, 2002). Observasi ini dilakukan untuk mendalami lokasi yang diteliti dan mengetahui medan permasalahan yang diteliti. Beberapa informasi yang diperoleh melalui observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu dan perasaan. Observasi yang dilakukan menggunakan observasi partisipan yaitu peneliti ikut terlibat dalam keseharian informan. Observasi ini dapat mengetahui dan menggambarkan keadaan sosial setempat khususnya kelompok masyarakat. Observasi dalam penelitian ini dilakukan di lingkungan kampus Universitas Gadjah Mada, dimana mahasiswa melakukan kegiatan perkuliahan dan bersosialisasi antar sesama mahasiswa. Melalui observasi dapat diperoleh data perilaku mahasiswa saat kuliah dan pemetaan kelompok sosial mahasiswa. Selain di area kampus, penelitian ini juga dilakukan di pusat pertokoan produk barang tiruan, seperti toko Outlet Blue dan beberapa pertokoan di sepanjang jalan Babarsari, Seturan maupun di sepanjang jalan Gejayan. Tempat-tempat tersebut dipilih karena tempat tersebut sering dikunjungi oleh mahasiswa, khususnya informan dalam penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk memahami pola aktivitas konsumsi mahasiswa Universitas Gadjah Mada. F.2.2. Wawancara

Wawancara yaitu metode pengumpulan data melalui tanya jawab secara lisan, wawancara dilakukan dalam bentuk pertanyaan, baik yang telah direncanakan sebelumnya maupun yang nantinya muncul secara spontan. Data yang diperoleh dari wawancara diharapkan menjadi data primer dari penelitian ini. Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan frekuensi tinggi (berulang-ulang) secara intensif. Selanjutnya dibedakan antara responden dengan informan, karena itu disebut juga wawancara intensif, biasanya menjadi alat utama pada riset kualitatif yang dikombinasikan dengan observasi partisipan. Wawancara mendalam mempunyai karakteristik yang unik: 1. Digunakan untuk subjek yang sedikit atau bahkan satu dua orang saja. Mengenai banyaknya subjek, tidak ada ukuran pasti, berbeda dengan riset kuantitatif yang mensyaratkan sampel harus dapat mewakili populasi, pada wawancara mendalam periset berhenti mewawancarai hingga periset bertindak dan berpikir sebagai anggota-anggota kelompok yang sedang di riset. 2. Menyediakan latar belakang secara detail mengenai alasan informan memberikan jawaban tertentu, dari wawancara ini terelaborasi beberapa elemen dalam jawaban, yaitu opini, nilainilai, motivasi, pengalaman-pengalaman, maupun perasaan informan.

3. Wawancara mendalam memperhatikan bukan hanya jawaban verbal informan tapi juga observasi yang panjang mengenai respons-respon non verbal informan. 4. Wawancara mendalam biasanya dilakukan dalam waktu lama dan berkali-kali. 5. Memungkinkan memberikan pertanyaan yang berbeda atas informan yang satu dengan yang lain. 6. Wawancara mendalam sangat dipengaruhi oleh iklim wawancara, semakin kondusif iklim wawancara antara periset dengan informan maka wawancara dapat langsung terus. F.3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kota Yogyakarta, khususnya kampus Universitas Gadjah Mada dan tempat berbelanja barang tiruan. Yogyakarta terkenal dengan sebutan kota pelajar, maka tak dapat dipungkiri yang banyak pendatang dari kota lain yang ingin menimba ilmu di kota ini. Hal ni membuat adanya keberagaman di Yogyakarta. Banyaknya pendatang dari kota lain sedikit banyak akan memberikan dampak dan pengaruh terhadap gaya hidup di Yogyakarta. Penelitian yang melihat pada lokasi-lokasi yang digunakan mahasiswa untuk berbelanja dapat membedakan posisi kelas sosial mahasiswa yang berguna untuk menganalisis kecenderungan perilaku konsumsi barang tiruan mereka berdasarkan kelas sosial. Peneliti juga menggunakan asas KUWAT (Kesempatan, Uang, Waktu, dan Tenaga) yang memungkinkan dapat meminimalisir penelitian di tempat tersebut. Selain itu agar dapat membantu kelancaran penelitian.

F.4. Informan Pengambilan informan merupakan bagian penting dalam penelitian karena akan mempengaruhi valid atau tidaknya hasil penelitian yang dilakukan. Informan adalah subyek yang akan memberi informasi selama penelitian berlangsung. Dalam penelitian, informan menjadi sasaran penelitian untuk menjawab rumusan masalah. antara lain ; Informan dalam penelitian ini dipilih karena memiliki kriteria tertentu yang a) Berstatus mahasiswa Universitas Gadah Mada. Mahasiswa menjadi perwakilan dari dua kelas sosial yang diteliti yaitu mahasiswi yang secara ekonomi mampu namun penyuka barang tiruan dan mahasiswi yang tingkat perekonomiannya menengah ke bawah. Beberapa aspek yang menjadi pembeda yaitu tentang uang saku dalam sebulan, aktivitas di waktu luang, pemilihan tempat belanja barang tiruan, dan biaya yang dihabiskan dalam sekali belanja. Universitas Gadjah Mada dipilih karena merupakan kampus terbesar dan ternama di Indonesia, maka banyak mahasiswa dari luar kota Yogyakarta yang ingin menimba ilmu di kampus ternama ini. Sehingga terdapat banyak karakteristik mahasiswa yang menjadi hal utama untuk mempermudah peneliti memilih informan sesuai dengan indikator yang telah ditentukan.

b) Mahasiswa yang dimaksud menjadi informan peneliti yaitu para mahasiswi dikarenakan pemakaian serta pembelian barang tiruan lebih banyak dilakukan oleh para perempuan. Alasannya karena para wanita jauh lebih suka shopping dibandingkan kaum laki-laki. Selain itu, para perempuan lebih suka mengikuti mode tentang fashion terkini. c) Mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang rutin melakukan konsumsi barang tiruan minimal sebulan sekali. Hal ini bertujuan untuk membentuk dan melihat pola kegiatan konsumsi barang tiruan mahasiswa Gadjah Mada yang menjadi informan dalam penelitian ini. F.5. Jenis dan Sumber data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data dari sumber informan pertama yaitu hasil wawancara dengan informan. Data primer didapat dari hasil wawancara dengan informan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan perilaku konsumtif mahasiswa baru. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana salah satu ciri dari metode ini adalah pengambilan informan menggunakan teknik purposive. Memilih informan secara purposive adalah teknik memilih informan dengan pertimbangan dan kriteria tertentu seperti yang telah dijelaskan di F.4. Peneliti melakukan pengamatan kepada calon-calon informan yang dianggap memenuhi syarat dan mengerti topik penelitian. Purposive berarti teknik pengambilan sampel secara sengaja. Maksudnya, peneliti menentukan sendiri informan yang diambil karena ada pertimbangan tertentu. Jadi, informan diambil tidak secara acak, tapi ditentukan sendiri oleh peneliti. Dengan menggunakan purposive, diharapkan kriteria informan yang diperoleh benar-benar sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.

Sedangkan, data sekunder adalah data pendukung dari data primer sebagai informasi tambahan. Selain itu, data sekunder merupakan sumber data pelengkap yang fungsinya untuk melengkapi data yang diperlukan oleh data primer, sehingga diperoleh hasil yang lebih valid. Data sekunder ini berupa catatan atau dokumen, literatur, dan foto yang relevan dengan rumusan masalah serta tujuan penelitian. Data sekunder bisa didapatkan dari internet, media massa dan buku-buku yang mendukung dalam penelitian dan sumber-sumber lain yang relevan dengan masalah yang dibahas. F.6. Analisis Data Proses analisis data penelitian kualitatif dapat dilakukan pada saat mulainya pengumpulan data di lapangan dan secara berkelanjutan sampai pada penulisan laporan penelitian. Menurut Milles dan Huberman ada tahapan atau alur kegiatan dalam analisis data, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Partini dan Raharjo, 2011). Maka, penelitian berlangsung peneliti sudah dapat melakukan tahap seperti : a) Reduksi data Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah. Peneliti melakukan pemilihan dan penyederhanaan data hasil penelitian di lapangan. Catatan-catatan tertulis yang masih bersifat kasar diubah menjadi data yang bersifat halus kemudian membuang data yang tidak diperlukan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama penelitian dilakukan. b) Penyajian Data (Display data) Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian data dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam melihat hasil penelitian. Karena banyaknya data yang diperoleh, peneliti kesulitan dalam menganalisisnya, kemudian dapat melihat hubungan antara detail yang ada. Sehingga dapat dipahami apa yang sedang terjadi, apa yang harus dilakukan peneliti lebih jauh lagi dalam menganalsis pengambilan tindakan selanjutnya. c) Penarikan kesimpulan Setelah display data, langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dengan pencarian arti, pola-pola penjelasan konfigurasi alur sebab-akibat dari proposisi. Tahapan ini merupakan serangkaian sajian data yang dituangkan dalam bentuk kalimat yang ringkas, singkat dan padat (Soeprapto dan Sumarah, 2002). Analisis kualitatif fokusnya pada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan data pada konteksnya masing-masing, dan seringkali melukiskannya didalam kata-kata daripada didalam angka-angka. Oleh karenanya, catatan harian yang dihasilkan dalam pengumpulan data, apakah hasil wawancara atau hasil observasi, perlu direduksi dan dimasukkan ke dalam pola, kategori, fokus atau tema yang hendak dipahami dan dimengerti duduk soalnya. Akhirnya peneliti dapat mengambil kesimpulan tertentu dari hasil pemahaman dan pengertiannya. Pengumpulan data, reduksi data, display data, dan pengambilan kesimpulan bukanlah sesuatu yang berlangsung secara linear, melainkan merupakan suatu siklus yang interaktif (Sanapiah, 2007).