BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial berkemampuan terbatas yang diciptakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam sektor ekonomi di Indonesia.

BAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengeluarkan produk pemberian kredit untuk keperluan konsumtif.

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kegiatan perekonomian yang berkesinambungan, banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. antara subjek dengan benda dan hak kebendaan 1. Selain itu pengertian hukum benda

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. dan menangkap setiap peluang untuk mendatangkan pendapatan. Pendapatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37

`BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari pergaulan sehariharinya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kepada kreditor (si berpiutang)). Berdasarkan Hukum Positif Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Balakang. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. mampu lagi untuk membayar hutang-hutangnya, maka pihak debitur ini

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA MENURUT UNDANG-UNDANG No. 37 TAHUN 2004 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. lembaga intermediasi ( financial intermediary) untuk menunjang kelancaran

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. 2

Indikator Insolvensi Sebagai Syarat Kepailitan Menurut Hukum Kepailitan Indonesia. Oleh : Lili Naili Hidayah 1. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin yaitu action yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB III PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT PERSONAL GUARANTEE

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan perekonomian dan perdagangan yang pesat di dunia serta

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dana yang diterima dari masyarakat, apakah itu berbentuk simpanan berupa

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET (Studi di Bank ARTA ANUGRAH Lamongan)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial berkemampuan terbatas yang diciptakan oleh Allah Subhana Wa Ta ala sehingga saling bergantung satu sama lain. Keterbatasan kemampuan ini menciptakan suatu keterampilan dan kebutuhan yang berbeda-beda, ada yang menciptakan suatu barang serba guna, ada yang menghasilkan kebutuhan sandang, kebutuhan pangan, dan lain sebagainya, sementara mereka tidak akan memberikannya dengan cuma-cuma kepada manusia lain, maka dibolehkannya bisnis oleh Allah Subhana Wa Ta ala untuk memenuhi kebutuhannya dan mendapatkan apa yang dia inginkannya secara baik 1. Berbisnis merupakan salah satu dari sekian banyak pilihan untuk menunjang peningkatan kondisi perekonomian juga mencari ridho Allah. Dalam perkembangan dunia bisnis seperti sekarang dibutuhkan biaya yang besar untuk membangun sebuah usaha agar menjadi besar, setiap resiko harus berani diambil hingga sebagian besar pengusaha akan berutang demi kegiatan usahanya yang lebih baik, namun tidak dapat dipungkiri bahwa setiap kegiatan usaha pasti akan menghadapi berbagai masalah, salah satunya kesulitan keuangan, sehingga pengusaha tersebut cenderung akan berutang atau ada beberapa yang tidak dapat membayar utang- utangnya. 2 1 Q.S. Albaqarah.2 ayat 275 2 Victor M. Situmorang & Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, h.1 1

2 Meminjam uang kepada pihak lain merupakan salah satu cara untuk dapat melaksanaakan kegiatan usaha dan terhidar dari krisis keuangan sehingga pengusaha dapat memenuhi kebutuhan usahanya, seperti bank yang memberikan pinjaman dengan penyertaan bunga. Memberi utang merupakan kebaikan yang dianjurkan, karena hal itu berarti membantu menunaikan hajat orang yang membutuhkan. Dalam dunia bisnis maupun hukum, kata yang biasa dipakai untuk pihak yang memeberikan pinjaman disebut kreditor atau si berpiutang, sedangkan pihak yang menerima pinjaman disebut debitor atau si berutang. Pemberian pinjaman ini dilakukan atas dasar kepercayaan bahwa debitor akan dapat mengembalikan pinjaman tersebut pada waktunya. Tanpa adanya kepercayaan dari kreditor, tidak mungkin kreditor mau memberikan pinjaman kepada debitor, hal ini yang disebut dengan kredit (credit) yang berasal dari kata Credere yang berarti kepercayaan atau Trust. 3 Salah satu pertimbangan yang sangat penting bagi kreditor dalam memberikan utang atau bank dalam memberikan kredit adalah adanya jaminan atau Guarantee yang diberikan oleh debitor terhadap kewajibannya. Adanya Guarantor untuk membayar kewajiban yang tidak dapat dipenuhi ini bagi kreditor sangat menguntungkan karena hal ini dapat mengurangi resiko kerugian. Hal ini sejalan dengan prinsip kehati-hatian bank dalam pelaksanaan pemberian kredit pada pihak-pihak terkait dengan bank atau debitor yang diatur dalam Pasal 2 yang dijabarkan lebih rinci oleh pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 10 3 Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2010, h.138

3 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) bahwa : (1) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah Debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan (2) Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Ketentuan di atas merupakan penjabaran dari prinsip kehati-hatian dalam rangka pemberian kredit yaitu tentang keyakinan bank atas kesanggupan debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan dengan melakukan penilaian terhadap watak, kemampuan, modal angunan dan prospek usaha dari debitor. 4 Dalam hukum jaminan ada beberapa jenis jaminan yang dapat dikelompokkan menurut sifatnya, berdasarkan obyek penguasaan benda, atau lembaga jaminan yang membebaninya. secara garis besar diantaranya yaitu 5 : Jaminan yang lahir karena undang-undang atau jaminan umum dan jaminan yang lahir karena perjanjian atau jaminan khusus. Jaminan khusus terdiri dari jaminan kebendaan dan jaminan perorangan (Borgtocht / Personal Guarantee ). Jaminan kebendaan adalah jaminan atas benda tertentu milik debitor atau milik pihak ke tiga yang diperuntukkan secara khusus bagi kepentingan kreditor. 4 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung, 2000, h. 68 5 Trisadini Prasastinah Usanti & Leonora Bakarbessy, Hukum Jaminan, PT Revka Petra Media, Surabaya, 2013, h.9

4 Ciri yang melekat pada jaminan kebendaan adalah hak kebendaan yang sifatnya : mutlak yaitu dapat dipertahankan pada siapapun, droit de suit yang artinya hak itu akan mengikuti bendanya dimanapun benda itu berada, memiliki asas prioritas yaitu hak yang lahir terlebih dahulu akan diutamakan dari pada hak yang yang lahir kemudian, droit de preference adanya preferensi 6 bahwa pihak yang memiliki hak kebendaan ini dalam hal pelunasannnya harus lebih didahulukan pembayarannya, dan gugatannya berupa gugatan kebendaan dimana pemegang jaminan berkedudukan sebagai kreditor preferen yaitu kreditor yang didahulukan pelunasannya 7. Personal Guarantee sebagaimana diatur dalam Pasal 1820 Burgelijk Wetboek (yang selanjutnya disebut sebagai BW) adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga demi kepentingan kreditor, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitor, bila debitor itu tidak memenuhi perikatannya. Personal Guarantee dalam istilah bahasa belanda disebut Borgtoch atau Penanggungan dalam bahasa Indonesia. Orangnya disebut sebagai Borg (istilah Belanda) atau Penanggung (istilah di Indonesia) Guarantor (istilah bahasa Inggris). Ciri yang melekat pada Personal Guarantee adalah hak perorangan yang bersifat: relatife yaitu hanya bisa ditegakkan pada pihak tertentu saja, kedudukan pemegang 6 Pasal 1133 BW 7 Ibid, h. 15-16

5 Personal Guarantee sebagai Kreditor konkuren 8 dan gugatannya disebut gugatan perorangan. 9 Personal Guarantee merupakan perjanjian accessoir atau perjanjian ikutan yang sifatnya tegas tidak dipersangkakan, 10 dan beralih kepada ahli waris. 11 Guarantor memiliki hak istimewa dan tangkisan-tangkisan seorang Guarantor adalah cadangan artinya Guarantor itu baru membayar utang jika debitor tidak memiliki kemampuan lagi karena sifatnya cadangan maka undang undang memberikan hak istimewa kepada seorang Guarantor yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 1832, 1836, 1837, 1847, 1848, 1849, 1850, BW namun dalam praktiknya oleh pihak yang ada didalam perjanjian pokok meminta untuk melepaskan hak istimewa yang dimiliki guarantor. Kewajiban guarantor bersifat subsider artinya bahwa kewajiban untuk memenuhi utang debitor terjadi manakala debitor tidak memenuhi kewajibannya, apabila debitor telah memenuhi kewajibannya maka Guarantor tidak perlu lagi memenuhi kewajiban sebagai seorang Guarantor, sebagaimana diatur dalam Pasal 1820, 1833, 1834 BW. 12 Untuk menjadi guarantor ada beberapa syarat yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan diantaranya yang paling pokok dalam Pasal 1827 BW adalah; 8 Pasal 1132 BW 9 Trisadini, Op.cit, h. 17 10 Pasal 1824 BW 11 Pasal 1826 BW 12 Trisadini, op.cit., h. 106-107

6 1. Cakap 2. Berdomisili di wilayah RI dan memiliki harta kekayaan di Indonesia 3. Mempunyai kemampuan membayar dan memiliki harta kekayaan Pada umumnya guarantor memiliki hubungan dan kepentingan dengan debitornya. Hubungannya dapat berupa hubungan keluarga, teman, atau hubungan bisnis atau ekonomi dengan debitor 13. Dalam Pasal 1131 BW dinyatakan bahwa semua benda bergerak maupun benda tidak bergerak baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dari seorang debitor menjadi tanggung jawab atas perikatan perikatan yang dibuatnya. Sedangkan dalam Pasal 1132 BW dinyatakan bahwa benda-benda itu dimaksudkan sebagai jaminan bagi para kreditornya bersama-sama, hasil penjualan benda-benda tersebut dibagikan secara seimbang diantara mereka menurut perbandingan tagihan mereka kecuali diantara para kreditor mungkin terdapat alasan yang sah untuk didahulukan. Sangat mungkin terjadi perselisihan antara kreditor dengan debitor maupun kreditor dengan kreditor atau debitor mengistimewakan seorang kreditor dengan kreditor lain dalam hal membagi hasil dari penjualan harta kekayaan debitor bahkan ada kemungkinan debitor akan menjual dan atau menyembunyikan hartanya, sehingga para kreditor tidak mendapatkan apapun. Untuk menghindari atau mencegah terjadinya hal yang demikian perlu diadakan eksekusi masal dari harta kekayaan debitor oleh orang-orang yang memiliki kemampuan untuk 13 Ibid h.107

7 memberi kepastian hukum pada para pihak, sehingga untuk keperluan ini ada lembaga yang menyediakan pengaturannya, yaitu lembaga kepailitan sebagai realisasi asas dalam Pasal 1131 BW dan 1132 BW. Secara etimologi istilah kepailitan berasal dari kata pailit. Kata kunci dari kepailitan adalah utang yaitu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih serta wajib dibayar. 14 Sebagaimana tertera dalam Pasal 1 angka 6 Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut sebagai UU Kepailitan dan PKPU ) : Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontingen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk dapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor. Istilah pailit berasal dari kata dalam bahasa belanda failliet, yang mempunyai arti rangkap, yaitu sebagai kata benda dan sebagai kata sifat. Kata failliet sendiri berasal dari kata dalam bahasa Perancis yaitu Faillite yang berarti pemogokan/pemacetan pembayaran sedangkan orang yang mogok atau berhenti membayar dalam bahasa Perancis disebut le failli. Kata kerja faillir dalam bahasa Perancis demikian pula kata kerja fallire dalam bahasa Latin berarti gagal. Untuk di negara yang berbahasa Inggris untuk pengertian yang sama dipergunakan istilah bankrupt. 15 14 Syamsudin M. Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, Tata Nusa, Jakarta, 2012, h.3 15 Siti Soemantri Hartono, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1981, h.4

8 Menurut Subekti dan R. Tjitrosoedibio pailit adalah keadaan dimana seorang debitor telah berhenti mambayar utang-utangnya. Setelah orang-orang yang demikian atas permintaan para kreditornya atau atas permintaan sendiri oleh pengadilan dinyatakan pailit, maka harta kekayaannya dikuasai oleh Balai Harta Peninggalan selaku curatrice (pengampu) dalam urusan kepailitan tersebut untuk dimanfaatkan bagi semua kreditor. 16 Hadi Subhan dalam bukunya mengatakan Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar yang biasanya disebabkan oleh kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan Debitor pailit baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari. 17 Umumnya ketika krisis melanda pengusaha dan ada utang yang masih ditangguhkan yang diketahui bahwa debitornya itu ternyata memiliki utang di lain tempat maka upaya yang dapat dilakukan oleh pengusaha ini adalah dengan melakukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri setempat, sebagai upaya terbaik dari para pihak agar mendapat pembayaran dari apa yang telah menjadi haknya dan melakukan pembayaran sebagaimana telah menjadi kewajibannya. 16 Subekti dan R.Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, 1978, h.89 sebagai mana dikutip oleh Syamsudin M. Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, Tata Nusa, Jakarta, 2012, h.4 17 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Kencana, Surabaya, 2008, h.1

9 Dalam perkembangannya di Indonesia para pengusaha baik itu berbentuk badan hukum maupun perorangan dalam mengatasi kepercayaan kreditor, mereka memberikan suatu jaminan dalam pelunasan utangnya. Hal ini menimbulkan hubungan keperdataan dalam bingkai perjanjian utang piutang. Konsep dasar hubungan keperdataan perjanjian utang piutang adalah antara debitor dan kreditor saja namun dari adanya perjanjian jaminan yang dibuat secara tegas inilah kemudian memberi keterikatan hubungan keperdataan antara kreditor, debitor, serta guarantor yang memiliki hak dan kewajiban masing-masing terhadap prestasi yang diperjanjikan hingga disepakati secara bersama. Dengan dasar hubungan ini dapat memberi konsekuensi yang besar bagi guarantor dalam hal menggantikan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 1840 BW jo Pasal 1402 (3) BW yaitu posisi guarantor adalah juga Debitor. Masalah yang terjadi kemudian adalah apakah dengan dasar Personal Guarantee bisa menjadi dasar kepailitannya guarantor bersama dengan debitor pailit atau debitor terlebih dahulu dipailitkan baru ketika harta debitor pailitnya tidak mencukupi kemudian baru guarantor yang dipailitkan atau guarantor dapat secara langsung dipailitkan tanpa memailitkan debitor pailit terlebih dahulu, atau dapatkah seorang guarantor mengajukan permohonan pailit Dalam prakteknya ada tiga tipe jenis putusan yang menjadi fokus acuan dalam penulisan ini yakni terhadap Putusan Pengadilan Niaga Nomor 04/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 570K/Pdt.Sus/2012 yaitu antara Sindu Dharmali melawan PT. Orix Indonesia Finance, Putusan Pengadilan Niaga Nomor 40/Pailit/1999/PN.Niaga/jkt.Pst jo

10 Putusan Mahkamah Agung Nomor 25/K/N/1999 antara PT. Bank Internasional Indonesia Melawan Optek Dkk, dan Putusan Pengadilan Niaga Nomor 79/pailit/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 04/K/N/2001 antara BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) melawan PT Ilmu Intiswadaya, dimana dari kesemua putusan tersebut penulis dapat melihat perbedaan langkah yang dilakukan kreditor dalam permohonan kepailitan Personal Guarantee dan perbedaan keputusan hakim yang diakibatkan oleh perjanjian yang ditandatangani oleh guarantor. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan apa yang telah di uraikan diatas, maka masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut : a. Apakah Pihak yang memberikan Personal Guarantee dapat dipailitkan? b. Apakah Pihak Personal Guarantee dapat dipailitkan tanpa memailitkan debitor pailit? 3. Tujuan Penulisan a. Untuk dapat mengetahui konsep kedudukan serta konsep kepailitan terhadap Personal Guarantee b. Menganalisis terkait mekanisme kepailitan terhadap Personal Guarantee 4. Metode Penilitiaan

11 Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif; a. Pendekatan Masalah yang diguanakan oleh penulis adalah conceptual approach, case approach dan statute approach. 18 Dalam menggunakan conceptual approach atau pendekatan konseptual beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Hal ini kemudian yang akan melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan materi kepailitan Personal Guarantee. 19 Dalam mengunakan case approach atau pendekatan kasus dalam hal ini dikaitkan dengan alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya yang dalam penulisan skripsi ini yaitu Putusan Pengadilan Niaga Nomor 04/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 570 K/ Pdt.Sus/2012 yaitu antara Sindu Dharmali melawan PT. Orix Indonesia Finance, Putusan Pengadilan Niaga Nomor 40/Pailit/1999/PN.Niaga/jkt.Pst jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 25/K/N/1999 antara PT. Bank Internasional Indonesia Melawan Optek Dkk, dan Putusan Pengadilan Niaga Nomor 79/pailit/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 04/K/N/2001 antara BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) melawan PT Ilmu Intiswadaya. Pendekatan undang-undang statute h.133 18 Peter Mahmud marzuki, 2005, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana, Jakarta, 19 Idem, h.177

12 approach, 20 merupakan pendekatan dengan menggunakan legislasi atau regulasi yang dilakukan dengan menelaah semua undang- undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang di tangani ini. b. Sumber bahan hukum Sumber-sumber yang menjadi rujukan dalam penulisan skripsi ini antara lain : 1) Bahan Hukum Primer Bahan-bahan hukum primer diambil dari Peraturan Perundangundangan dan Putusan Pengadilan yang terkait dengan permasalahan yang sedang dibahas. 2) Bahan Hukum Sekunder Sumber bahan hukum sekunder dalam skripsi ini dirujuk dari sumber yang berkaitan dengan permasalahan penilitan yang mana terdapat dalam buku-buku hukum, jurnal hukum, artikel, skripsi hukum maupun makalah yang dapat menjadi tambahan informasi dan referensi dalam menyempurnakan pembahasan permasalahan. 5. Pertanggungjawaban Sistematika Penulisan Pertanggunngjawaban sistematika ini dimaksudkan untuk memperjelas secara menyeluruh uraian singkat tulisan ini. Sistematika penulisan ini terdiri dari empat bab. 20 Peter mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, kencana, jakarta, 2008, h.92

13 Bab I merupakan bab pendahuluan yang akan membicarakan materi secara garis besar dari permasalahan yang ada dan merupakan pengantar untuk mengetahui dan memahami isi skripsi. Didalam Bab ini penulis membahas tentang latar belakang permasalahan, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Metode penelitian. Bab II akan membahas mengenai Tanggung Jawab Guarantor dalam kepailitan yang terdiri dari beberapa sub bab yaitu penanggungan utang dengan Personal Guarantee yang dimulai dengan definisinya serta konsep hubungan, Hakikat kepailitan, dan kududukan Personal Guarantee dalam Proses Kepailitan yang membahas terkait pihak dalam perkara pailit, peran dan tanggung jawab Personal Guarantee, dan pelepasan hak istimewa Guarantor. Bab III akan membahas mengenai pengajuan permohonan pailit Personal Guarantee, yang terdiri dari beberapa sub bab yakni terkait Hukum Acara Kepailitan. Jenis jenis Pengajuan Pailit terhadap Pihak Pemberi Personal Guarantee (Guarantor) dan Praktek di Pengadilan tentang Personal Guarantee Bab IV merupakan bagian penutup dan berisi kesimpulan serta sumbangan pemikiran berupa saran terhadap pokok permasalahan yang dibahas, diharapkan dapat dipergunakan untuk tambahan referensi di bidang hukum. Dengan demikian penulisan skripsi ini antara bab satu dengan bab yang lainnya saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan, sehingga

14 maksud, tujuan serta topik yang dibicarakan menjadi jelas dan mudah dimengerti oleh siapapun yang membacanya.