I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. mempunyai ciri dan sifat khusus, karena anak merupakan titipan dari Tuhan yang

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul)

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

I. PENDAHULUAN. bukan lagi hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Salah satu penyebabnya

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. karena itu melindungi hak-hak anak dari segenap tindakan-tindakan buruk yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. serasi, selaras dan seimbang. Pembinaan dan perlindungan anak ini tak

BAB I PENDAHULUAN. Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa,

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kota Pematangsiantar)

Lex et Societatis, Vol. II/No. 7/Ags/2014. PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 1 Oleh: Judy Mananohas 2

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus. materiil spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

I. PENDAHULUAN. karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

I. PENDAHULUAN. demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi atas hak

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini

BAB II TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK. keadaan di bawah umur (minderjaringheid atau inferionity) atau kerap juga

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

kehidupan bangsa sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum pada alinea IV

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dalam melaksanakan pembangunan. Keberhasilan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang besar. Perubahan tersebut membawa dampak, yaitu munculnya problema-problema terutama dalam lingkungan pada

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan saat ini dimana moralitas masyarakat telah dihegomoni oleh perkembangan budaya negatif yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. bangsa, namun pada jaman globalisasi seperti sekarang ini terdapat banyak faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan. Kompetensi absolut atau wewenang mutlak adalah menyangkut kekuasaan antar badan-badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan, menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili, dalam bahasa Belanda disebut atributie van rechtsmachts. Kompetensi absolut atau wewenang mutlak, menjawab pertanyaan: badan peradilan macam apa yang berwenang untuk mengadili perkara. Kompetensi relatif atau wewenang relatif, mengatur pembagian kekuasaan mengadili antar pengadilan yang serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat. Dalam hal ini diterapkan asas Actor Sequitur Forum Rei, artinya yang berwenang adalah pengadilan negeri tempat tinggal tergugat. Kompetensi relatif atau wewenang relatif, menjawab pertanyaan: Pengadilan Negeri mana yang berwenang untuk mengadili perkara. Anak adalah putera kehidupan, masa depan bangsa dan negara serta bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita

perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategi dan mempunyai ciri dan sifat khusus. Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia indonesia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diperlukan perhatian dan pembinaan secara terus menerus serta perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial serta spiritualnya dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dimasa depan secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang. Perhatian terhadap anak sudah lama ada sejalan dengan peradapan manusia itu sendiri, yang dari ke hari semakin berkembang. Keyakinan untuk memberikan perhatian dan pembinaan pada generasi muda adalah suatu yang wajar dan merupakan tanggungjawab kita bersama, karena genersi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber instansi dalam pembangunan Indonesia. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan pembinaannya serta diarahkan menjadi keder penerus perjuangan bangsa dan manusia pembangunan yang berjiwa pancasila. Cara yang dilakukan dalam pembinaan dan pengembangan generasi muda dilakukan secara nasional, menyeluruh dan terpadu serta dimulai sedini mungkin dan mencakup tahap-tahap pertumbuhan generasi muda, remaja dan pemuda. Demi untuk meningkatkan kualitas generasi muda, pembinaan dan pengembangannya merupakan tanggungjawab bersama antara orang tua, keluarga, lingkungan pemuda serta pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa generasi muda diharapkan menjadi penerus perjuangan bangsa, namun pada kenyataannya anak sering melakukan perbuatan melanggar hukum baik yang sengaja maupun yang tidak disengaja, bahkan lebih dari itu terhadap anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Pengertian

anak, dalam UUPA diatur dalam Ketentuan pasal 1 angka (1), anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun t etapibelum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Penyimpangan tingkah laku anak atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi dibidang komunikasi dan informasi, kemjuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah menbawa sosial yang mendasar dalam kehidupan bermasyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam pengembangan sikap, prilaku, penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua, wali atau orang tua asuh akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungan yang kurang sehat dan merugikan perkambangan pribadinya. Dalam mengahadapi dan menggulangi berbagai perbuatan dan tingakah laku anak nakal, perlu dipertimbangkan kedudukan anak, segala ciri dan sifatnya yang khas, oleh sebab itu dalam menghadapi masalah anak nakal, orang tua dan masyarakat seharusnya lebih bertanggungjawab terhadap pembinaan, pendidikan dan pengembangan perilaku anak tersebut. Hal ini menyebabkan pemerintah perlu memikirkan langkah-langkah yang hrus diambil untuk menyelamatkan anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum. Pemerintah perlu untuk memberikan pendidikan, bimbingan, pembinaan serta perhatian khusus kepada mereka yang melakukan tindak pidana yang diarahkan kepada usaha mendidik, memperbaiki atau memulihkan tingkah laku anak tersebut agar dapat kembali ketengah-tengah masyarakat.

Menurut pasal 22 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, terhadap anak nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini. Pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal adalah pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan. Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap anak nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barangbarang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi (Pasal 23 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak). Penulis sependapat dengan Soerjono Soekamto yang mengatakan bahwa setiap orang berkeinginan hidup serasi, selaras, tentram, damai dalam menjalani kehidupannya. Akan tetapi dalam perjalanan memenuhi kebutuhannya, manusia terkadang terlibat dengan perbuatan yang melanggar hukum. Contohnya, seorang ibu (janda) yang memiliki 2 (dua) orang anak melakukan pencurian di sebuah supermarket di tanggerang karena alasan terdesak kebutuhan hidup yang terus meningkat (Acara Reportase Pagi, Televisi Transformasi Indonesia, Senin, Tanggal 4 juli 2009). Kejadian tersebut karena pengaruh faktor lain seiring dengan kebutuhan dalam perjalanan kehidupan manusia. Dalam proses dan penamaan peradilan untuk dapat disebut sebagai proses atau sidang peradilan anak menurut ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak menyebutkan bahwa sidang pengadilan anak yang selanjutnya disebut sidang anak, bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara anak sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini. Kebijakan ini akhirnya mengelompokan bahwa peradilan anak adalah sebuah badan peradilan yang khusus disediakan untuk menangani masalah anak

yang melakukan tindak pidana kejahatan dan atau pelanggaran. Dengan kata lain bahwa peradilan anak adalah sebagai alat Negara yang berfungsi sebagai perlindungan anak karena tidak hanya semata-mata untuk menetapkan adanya kesalahan dan menghukumnya, tetapi juga merupakan usaha untuk melakukan koreksi dan rehabilitasi moral, membentuk disiplin anak sehingga ia dapat kembali pada kehidupan masyarakat yang normal dan bukan untuk mengakhiri harapan dan masa depannya. Penanganan kasus anak pelaku tindak pidana dengan jumlah dan bentuk beragam, diperlukan usaha negara untuk menetapkan undang-undang peradilan anak yaitu Undang-Undang Nomor 3 Thaun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Setelah lahirnya UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak terdapat beberapa perbedaan dalam ketentuan tentang penanganan kejahatan yang dilakukan oleh anak, yaitu perlakuan khusus terhadap anak pelaku tindak pidana, di antaranya: 1. Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasihat hukum dan petugas lainnya dalam sidang anak tidak memakai toga atau pakaian dinas. 2. Sidang anak dilakukan secara tertutup. 3. Hakim sidang anak adalah hakim khusus. 4. Perkara anak diputus oleh hakim tunggal. 5. Adanya peran pembimbing pemasyrakatan dalam sidang perkara anak. 6. Penyidik terhadap anak nakal dilakukan oleh penyidik khusus. 7. Penyidik wajib memeriksa dalam suasana kekeluargaan dan wajib dirahasiakan. 8. Penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingnan anak. 9. Penempatan tahanan anak di ruang khusus anak.

10. Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus dipenuhi. 11. Setiap anak sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mandapat bantuan hukum. Secara internasional pelaksanaan peradilan pidana anak berpedoman pada Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules), yang memuat prinsip-prisip sebagai berikut: 1. Kebijakan sosial memajukan kesejahteraan remaja secara maksimal memperkecil intervensi sistem peradilan pidana. 2. Nondiskriminasi terhadap anak pelaku tindak pidana dalam proses peradilan pidana. 3. Penentuan batas usia pertanggungjawaban kriminal terhadap anak. 4. Penjatuhan pidana penjara merupakan upaya terakhir. 5. Tindakan diversi dilakukan dengan persetujuan anak atau orang tua/wali. 6. Pemenuhan hak-hak anak dalam proses peradilan pidana anak. 7. Perlindungan privasi anak pelaku tindak pidana. 8. Peraturan peradilan pidana anak tidak boleh bertentangan dengan peraturan ini. Prinsip-prinsip Beijing Rules di atas belum sepenuhnya dimasukkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, selain itu terdapat kekurangan dalam aturan Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak sehingga pelaksanaan peradilan anak masih terjadi perlakuan yang tidak mencerminkan perlindungan terhadap anak.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Adapun yang menjadi permasalahan penulisan skripsi ini adalah : 1. Bagaimanakah pelaksanaan kompetensi pengadilan anak ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak? 2. Apakah faktor-faktor penghambat pelaksanaan kompetensi pengadilan anak ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengandilan Anak? 2. Ruang Lingkup Penelitan ini hanya akan membahas tentang kajian yuridis mengenai kompetensi pengadilan anak ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Adapun tujuan penelitian skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui kompetensi pengadilan anak ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengandilan Anak. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat pelaksanaan kompetensi pengadilan anak ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengandilan Anak. 2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan hukum pidana tentang kompetensi pengadilan anak. b. Kegunaan Praktis Untuk menambah wawasan pengetahuan bagi penulis khususnya dan bahan tambahan perpustakaan atau bahan informasi bagi segenap pihak yang berkompeten mengenai kompetensi pengadilan anak. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Setiap penelitian akan ada kerangka teoritis yang menjadi kerangka acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasikan terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto, 1986:125). Untuk menjawab permasalahan ini, teori yang digunakan adalah teori dari Soerjono Soekanto, undang-undang yang bersifat bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum, apabila pembuatnya sama. Artinya, terhadap peristiwa khusus wajib diperlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa itu, walaupun bagi peristiwa khusus tersebut dapat pula diperlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa yang lebih luas ataupun lebih umum, yang juga dapat mencakup peristiwa khusus tersebut (Soerjono Soekanto, 1983:12). Masalah pokok penegak hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-undangnya saja. 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan. Yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegak hukum (Soerjono Soekanto, 1983:8). Tujuan peradilan anak dapat dipahami dari pengertian yang diberikan di dalam Beijing Rules, Rule 5.1 mengenai tujuan peradilan anak yaitu sebagai berikut: sistem peradilan anak harus mengutamakan kesejahteraan si anak dan harus menjamin bahwa apa saja reaksi kepada pelanggar remaja haruslah seimbang dengan keadaan pelanggar dan pelanggaran itu sendiri. Hal tersebut di atas menunjukan pada dua tujuan atau sasaran yang sangat penting yaitu: memajukan kesejahteraan anak dan prinsip proposional. 2. Konseptual Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang menjadi arti dan berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti (Soerjono Soekanto, 1986 : 132). Di dalam penulisan ini penulis akan menjelaskan pengertian-pengertian pokok yang akan digunakan dalam penulisan dan penelitian ini sehingga mempunyai batasan-batasan yang tepat

tentang istilah-istilah dan maksudnya mempunyai tujuan untuk menghindari kesalahpahaman dalam penulisan ini. Adapun pengertian-pengertian yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini adalah : 1. Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1990:35). 2. Pengadilan Anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan Peradilan Umum (Pasal 2 UUPA). 3. Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak). E. Sistematika Penulisan I. Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang penulisan, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan. II. Tinjauan Pustaka Bab ini menguraikan pengertian tentang pengadilan, sistem penjatuhan hukuman (sanksi) dalam UUPA, pengertian anak.

III. Metode Penelitian Merupakan bab yang menguraikan tentang langkah-langkah dalam pendekatan masalah, jenis dan sumber data, penentuan populasi dan sampel, metode pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data. IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam bab ini dikemukakan pembahasan dari permasalahan kompetensi pengadilan anak ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 dan sistem penjatuhan hukuman (sanksi) dalam UUPA. V. Penutup Merupakan bab penutup dari penulisan skripsi ini yang memuat kesimpulan secara rinci dari hal penelitian dan pembahasan serta memuat saran penulis dengan permasalahan yang dikaji. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta Joni, Muhammad. 2000. Analisis Kebijaksanaan Masalah Anak yang memerlukan perlindungan khusus. Tidak diterbitkan. Disampaikan pada konferensi Nasional III Kesejahteraan Anak di Jakarta tanggal 26-28 Oktober. Simandjutak, B. 1981. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. Tarsito. Bandung. Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Wadong. Maulana Hasan. 2000. Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak. Grasindo. Jakarta. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.