Lampiran A. Kromatogram Metil Ester RBDPO dan Minyak Jarak Pagar C 16:0 C 18:1 C 18:2 C 12:0 C 14:0 C 18:0 C 20:0 Kromatogram Metil Ester RBDPO
C 18:1 C 18:2 C 16:0 C 14:0 C 18:0 C 12:0 Kromatogram Metil Ester Minyak Jarak Pagar
Lampiran B. Prosedur Penentuan Bilangan Iodium dan Bilangan Penyabunan Prosedur Penentuan Bilangan Iodium 1. Pembuatan Larutan Wijs Larutan Wijs dibuat dari 13 gram Iod yang dilarutkan dalam 1000 ml asam asetat glasial, kemudian dialiri gas klor sampai terlihat perubahan warna dari coklat tua menjadi coklat kekuningkuningan yang menunjukkan bahwa jumlah gas klor yang dimasukkan sudah cukup. Pembuatan larutan agak sukar dan bersifat tidak tahan lama. Larutan Wijs sangat peka terhadap cahaya dan panas serta udara sehingga harus disimpan ditempat yang gelap, sejuk dan tertutup rapat (Ketaren, 1986), 2. Pembuatan Larutan KI 15% Ditimbang dengan tepat 7,5 gram kristal KI kemudian dimasukkan kedalam beaker glass dan dilarutkan dengan sedikit air. Larutan KI tersebut selanjutnya dimasukkan kedalam labu takar volume 50 ml dan ditambahkan aquadest sampai garis tanda kemudian diaduk supaya homogen. 3. Pembuatan Larutan Na 2 S 2 O 3 0,1 N Ditimbang dengan tepat 24,8 gram Na 2 S 2 O 3 kemudian dimasukkan kedalam beaker glass dan dilarutkan dengan sedikit aquadest. Larutan Na 2 S 2 O 3 tersebut selanjutnya dimasukkan kedalam labu takar volume 1000 ml dan ditambahkan aquadest sampai garis tanda kemudian diaduk supaya homogen. 4. Pembuatan Indikator Amilum 1%. Ditimbang dengan tepat 1 gram bubuk amilum kemudian dimasukkan kedalam beaker glass dan dilarutkan dengan aquadest hingga volume 150 ml. Larutan diuapkan sambil diaduk dengan pengaduk magnetik hingga volumenya menjadi 100 ml dan kemudian dipindahkan kedalam botol tertutup. 5. Standarisasi Larutan Na 2 S 2 O 3 0,1 N Ditimbang 0,16 0,22 gram K 2 Cr 2 O 7 yang sudah dihaluskan dan dikeringkan (pada suhu 110 0 C) kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml dan dilarutkan dengan 25 ml aquadest. Ditambahkan 20 ml larutan KI 15% dan 5 ml larutan HCl pekat kemudian dikocok dan didiamkan selama 5 menit.
Campuran larutan dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 sampai terjadi warna kuning larutan hampir hliang kemudian ditambahkan 2 3 ml larutan amilum 1%. Titrasi dilanjutkan dengan larutan Na 2 S 2 O 3 sampai warna biru hilang dan dicatat volume larutan Na 2 S 2 O 3 yang digunakan. Normalitas larutan Na 2 S 2 O 3 diketahui melalui perhitungan dibawah ini: 20,394 x m N 1 = V Dimana: N = Normalitas Na 2 S 2 O 3 M = Berat K 2 Cr 2 O 7 (mg) V = Volume Na 2 S 2 O 3 6. Penentuan Bilangan Iodin Ditimbang dengan tepat 0,4 gram sampel kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan dengan 15 ml campuran larutan sikloheksana dan asam asetat (perbandingan 1:1) serta 25 ml larutan Wijs kemudian diaduk. Campuran disimpan dalam tempat gelap selama 60 menit kemudian ditambahkan 20 ml larutan KI 15% dan 40 ml aquadest. Dititrasi dengan larutan larutan Na 2 S 2 O 3 0,1 N hingga warna kuning hampir hilang kemudian ditambahkan 1 2 ml indikator amilum 1% (warna larutan menjadi biru tua). Dititrasi kembali hingga warna biru hilang dan lapisan sikloheksana berwarna merah muda. Dilakukan penetapan blanko. 12,69 x N x (V 0 V 1 ) Bilangan Iodin = m Dimana: N = Normalitas larutan Na 2 S 2 O 3 V 0 = Volume Na 2 S 2 O 3 untuk titrasi blanko (ml) V 1 = Volume Na 2 S 2 O 3 untuk titasi sampel (ml) m = Berat sampel (gram) 12,69 = Konstanta.
Prosedur Penentuan Bilangan Penyabunan 1. Pembuatan Larutan HCl 0,5 N Kedalam labu takar volume 1 liter dimasukkan 44,5 ml HCl (35 37%) dan ditambahkan aquadest sampai garis tanda. 2. Standarisasi Larutan HCl 0,5 N Ditimbang dengan tepat 0,75 gram boraks kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan aquadest. Larutan ditambahkan 3 tetes indikator merah metil 1% (1 gram dalam 100 ml etanol 70%) dan di titrasi dengan larutan HCl 0,5 N yang akan distandarisasi hingga larutan menjadi merah muda. Normalitas larutan HCl diketahui melalui perhitungan dibawah ini: m N = 190,6 x V Dimana: N = Normalitas larutan HCl (mol eq/l) m = Berat boraks (mg) V = Volume HCl yang digunakan (ml) 190,6 = Konstanta yang menyatakan berat molekul boraks. 3. Pembuatan Larutan Alkohol KOH Kedalam labu reaksi ukuran 1500 ml yang telah berisi 1,2 liter alkohol 95% dimasukkan 10 gram KOH dan 6 gram butiran alumunium (alumunium foil). Campuran reaksi direfluks selama 30 menit kemudian didestilasi sampai diperoleh alkoholnya sebanyak 1 liter setelah dibuang 50 ml destilat pertama. Larutkan 40 gram KOH kedalam 1 liter alkohol hasil destilasi (dilakukan pada suhu < 15 0 C) kemudian disimpan pada botol coklat kering bertutup karet. Dihaluskan 40 gram KOH dalam lumpang porselein 185 mm kemudian ditambahkan 45 gram butiran CaO, diaduk dan digerus hingga menjadi tepung. Dari 1 liter alkohol diambil 100 ml dan dimasukkan kedalam lumpang kemudian tuangkan kedalam labu takar. Bilas lumpang beberapa kali dan tuangkan sisa alkohol kedalam labu ukur, dikocok beberapa kali selama 5 menit setiap pengocokan kemudian dibiarkan semalam, disaring dan dimasukkan kedalam botol coklat yang kering.
4. Penentuan Bilangan Penyabunan Ditimbang dengan tepat 5 gram sampel kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml yang telah dilengkapi dengan pendingin bola dan penangas air. Ditambahkan 50 ml larutan alkohol KOH dan beberapa butir batu didih. Campuran reaksi direfluks selama 1 jam sampai selesai penyabunan (harus terlihat jernih dan homogen serta tidak mengalami perubahan bila diencerkan dengan air). Bilas alat pendingin bola dengan sedikit aquadest, larutan didinginkan kemudian ditambahkan 1 ml indikator PP dan dititrasi dengan larutan HCl 0,5 N sampai warna indikator berubah menjadi tidak berwarna. Dilakukan penetapan blanko Untuk menghitung bilangan penyabunan digunakan rumus perhitungan berikut: 56,1 x N x (V 0 V 1 ) Bilangan Penyabunan = m Dimana: N = Normalitas KOH V 0 = Volume HCl 0,5 N untuk titrasi blanko (ml) V 1 = Volume HCl 0,5 N untuk titasi sampel (ml) m = Berat sampel (gram) 56,1 = Konstanta yang menyatakan berat molekul KOH.
Lampiran C. Spektrum FTIR Biodiesel Spektrum FTIR RBDPO Spetrum FTIR Minyak Jarak Pagar
Spektrum FT IR Etil Ester RBDPO Spektrum FTIR Etil Ester Minyak Jarak Pagar
Spektrum FT IR Isopropil Ester RBDPO Spektrum FT IR Isopropil Ester Minyak Jarak Pagar
Spektrum FT IR 2Butil Ester RBDPO Spektrum FT IR 2Butil Ester Minyak Jarak Pagar
Lampiran D. Keputusan Direktur Jenderal Minyak Dan Gas Bumi Nomor: 13A83 K/24/Djm/2006 Tentang Standar Dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel Sebagai Bahan Bakar Lain yang Dipasarkan Di Dalam Negeri NO. KARAKTERISTIK SATUAN NILAI METODE UJI 1 Mass jenis (40 0 C) Kg/m 3 850 890 ASTM D 1298 2 Viskositas kinematik (40 0 C) mm 2 /s 2,3 6,0 ASTM D 445 3 Angka setana Min. 51 ASTM D 613 4 Titik nyala (mangkok tertutup) 0 C Min. 100 ASTM D 93 5 Titik kabut 0 C Maks. 18 ASTM D 2500 6 Korosi lempeng tembaga (3 Maks. No. 3 ASTM D 130 jam pada 50 0 C) 7 Residu karbon dalam contoh asli, atau dalam 10% ampas distilasi % massa Maks. 0,05 Maks. 0,30 ASTM D 4530 8 Air dan sedimen ASTM D 2709 atau % vol Maks. 0,05 ASTM D 1796 9 Temperatur distilasi 90% 0 C Maks. 360 ASTM D 1160 10 Abu tersulfatkan % massa Maks. 0,02 ASTM D 874 11 Belereng ASTM D 5453 atau mg/kg Maks. 100 ASTM D 1266 12 Fosfor mg/kg Maks. 10 AOCSCa 1255 13 Angka asam mg KOH/g 14 Gliserol bebas % massa 15 Gliserol total % massa Maks. 0,8 Maks. 0,02 Maks. 0,24 AOCS Cd. 3D63 atau ASTM D 664 AOCSCa. 1456 atau ASTM D 6584 AOCSCa. 1456 atau ASTM D 6584 16 Kadar ester alkil % massa Min. 96,5 Dihitung 17 Angka iodium % massa Maks. 115 AOCS Cd. 125 18 Up Halpen Negatif AOCS Cb. 125
Lampiran E. Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No. 3675 K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret 2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri. Spesifikasi Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar 48 NO KARAKTERISTIK SATUAN 1 Bilangan Cetana Angka Cetana atau Indeks Cetana BATASAN Min. Maks. METODE UJI 48 45 D 613 95 D 4737 96a 2 Berat Jenis (pada suhu 15 0 C) kg/m 3 815 870 D 1298 atau D 4052 96 3 Viskositas (pada suhu 40 0 C) mm 2 /s 2,0 5,0 D 445 97 4 Kandungan Sulfur %m/m 0,35 D 2622 98 5 Distilasi: T 95 C 370 D 85 99a 6 Titik Nyala C 60 D 93 99a 7 Titik Tuang C 18 D 97 8 Residu Karbon %m/m 0,1 D 4530 93 9 Kandungan Air mg/kg 500 D 1744 92 10 Biological Growth Nihil 11 Kandungan FAME %v/v 10 12 Kandungan Metanol dan Etanol %v/v Tak Terdeteksi D 4815 13 Korosi Bilah Tembaga mant Kelas 1 D 130 94 14 Kandungan Abu %m/m 0,01 D 482 95 15 Kandungan Sedimen %m/m 0,01 D 473 16 Bilangan Asam Kuat mg KOH/g 0 D 664 17 Bilangan Asam Total mg KOH/g 0,6 D 664 18 Partikulat mg/l D 2276 99 19 Penampilan Visual Jernih dan Terang 20 Warna No. ASTM 3,0 D 1500
Spesifikasi Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar 51 NO KARAKTERISTIK SATUAN 1 Bilangan Cetana Angka Cetana atau Indeks Cetana BATASAN Min. Maks. METODE UJI 51 48 D 613 95 D 4737 96a 2 Berat Jenis (pada suhu 15 0 C) kg/m 3 820 860 D 4052 96 3 Viskositas (pada suhu 40 0 C) mm 2 /s 2,0 4,5 D 445 97 4 Kandungan Sulfur %m/m 0,05 D 2622 98 5 Distilasi: T 90 T 95 0 C 0 C 0 C 340 360 370 D 85 99a Titik Didih Akhir 6 Titik Nyala C 55 D 93 99a 7 Titik Tuang C 18 D 97 8 Residu Karbon %m/m 0,30 D 4530 93 9 Kandungan Air mg/kg 500 D 1744 92 10 Stabilisasi Oksidasi g/m 3 25 D 2274 94 11 Biological Growth Nihil 12 Kandungan FAME %v/v 10 13 Kandungan Metanol dan Etanol %v/v Tak Terdeteksi D 4815 14 Korosi Bilah Tembaga mant Kelas 1 D 130 94 15 Kandungan Abu %m/m 0,01 D 482 95 16 Kandungan Sedimen %m/m 0,01 D 473 17 Bilangan Asam Kuat mg KOH/g 0 D 664 18 Bilangan Asam Total mg KOH/g 0,3 D 664 19 Partikulat mg/l 10 D 2276 99 20 Lubrisitas (HFFR wear scar dia @ 60 0 C mikron 460 D 6079 99 21 Penampilan Visual Jernih dan Terang 22 Warna No. ASTM 1,0 D 1500
Lampiran F. Standar Biodiesel di Eropa, Amerika Serikat dan Oceania KARAKTERISTIK UNI EROPA EN 14214:2003 AMERIKA SERIKAT ASTM D675107b AUSTRALIA Fuel Quality Standards Act 2000 SELANDIA BARU NZS 7500:2005 Cetane Number, min 51 47 51 51 Ester Content, wt%, min 96.5 96.5 96.5 Sulfur, ppm, max 10 15 / 500 10 50 or 10 Density at 15 0 C, kg/m 3, minmax 860 900 860 890 860 900 Viscosity at 40 0 C, cst, minmax 3.5 5.0 1.9 6.0 3.5 5.0 2.0 6.0 Flash point, 0 C, min 120 93 120 100 CCR, 100%, wt%, max 0.050 0.05 0.05 CCR, 10%, wt%, max 0.3 0.3 0.3 Water and sediment, vol%, max 0.050 0.05 Water, ppm, max 500 500 Ash, wt%, max 0.02 0.020020 0.02 0.02 Total contamination, ppm 24 24 24 Cooper corrosion (3hr at 50 0 C), Class 1 No. 3 Class 1 Class 1 max Acid value, mg KOH/g, max 0.5 0.50 0.8 0.5 Methanol, wt%, max 0.2 0.2 vol% 0.2 0.2 Monoglycerides, wt%, max 0.8 0.8 Diglycerides, wt%, max 0.2 Triglycerides, wt%, max 0.2 Free glycerol, wt%, max 0.02 0.020 0.02 0.02 Total glycerol, wt%, max 0.25 0.240 0.25 0.24 Linolenic acid methyl ester, wt%, 12 12 max Polyunsaturated methyl ester, wt%, 1 max Iodine number, max 120 120 Phosphorus, ppm, max 10 10 10 10 Alkali, (Na+K), ppm, max 5 5 5 5 Metals, (Ca+Mg), ppm, max 5 5 5 5 Distilation T90, 0 C, max 360 360 CFPP, 0 C, max +5 to 44 Oxidation stability at 110 0 C, hr, 6 3 6 6 min Cloud point, 0 C Report Sumber: Hart Energy Consulting, 2007, Establishment of the Guidelines for the Development of Biodiesel Standards in the APEC Region, Final Report Presented to Asia Pacific Economic Cooperation: Energy Working Group.