BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan subjek yang memiliki potensi untuk. mengembangkan pola kehidupannya, dan sekaligus menjadi objek dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. individu yang melibatkan proses belajar (Suryabrata, 1998).

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB II LANDASAN TEORI. emosional dengan adanya ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis, perasaan

Hubungan antara Self Regulated Learning Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB II LANDASAN TEORI. mengontrol diri sendiri. Self regulation merupakan penggunaan suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang menuntut pegawainya berpendidikan minimal sarjana,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Ada banyak sekagli pekerjaan,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mahasiswa adalah pemuda yang mempunyai peran besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. karakter setiap manusia. John Dewey (Hasbullah, 2005:2) mengatakan,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut pendapat Ryff (Widyati Ama & Utami, 2012) psychological well

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan.

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

BAB I Pendahuluan. Menengan Atas (SMA) saat beralih ke perguruan tinggi. Pada jenjang SMA untuk

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Santrock (Komalasari, 2005) mengatakan self regulatory learning

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

BAB II LANDASAN TEORI

Lampiran 1. Surat Pernyataan. 1. Tujuan dari kuesioner ini adalah pengambilan data untuk skripsi.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan dibidang akademik. Dalam dunia mahasiswa mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Umi Rahayu Fitriyanah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

HUBUNGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF- REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS VIII SMP N 1 TAMBUN SELATAN

Nama : Elsie Sasda NPM : Dosen Pembimbing : Ade Wijaya S.Psi,. M.Si

BAB I PENDAHULUAN. sama halnya yang dikemukakan oleh Purdi E. Chandra yang merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan

REGULASI BELAJAR PADA MAHASISWA PSIKOLOGI. Ermida Simanjuntak Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

kebutuhan khusus seperti itu saja, bisa terjadi juga pada anak yang sulit bersosialisasi dengan banyak orang. Anak dengan kesulitan sosialisasi sepert

BAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan pendidikan di Indonesia begitu pesat baik pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. program tertentu. Aktivitas mereka adalah belajar. Belajar ilmu pengetahuan,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Azwar

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan

1.1 Latar Belakang. Hubungan Antara..., Bagus, Fakultas Psikologi 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Manusia menurut kodratnya merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pendidikan adalah faktor yang berperan besar bagi kehidupan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbeda-beda. Setiap kebudayaan memiliki kekhasannya masing-masing. tarian, logat bahasa, sikap, norma, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bangsa yang mampu bertahan dan mampu memenangkan persaingan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya (Sanjaya,2005).

BAB I PENDAHULUAN. warga negara yang domokratis serta bertanggung jawab. sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghasilkan sumber daya manusia yang benar-benar berkulitas guna

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji (2001) mengemukakan bahwa mahasiswa adalah sebagian kecil dari generasi muda Indonesia yang mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuannya di perguruan tinggi dan mereka diharapkan akan mendapat manfaat yang sebesar-besarnya. Mereka yang terdaftar sebagai peserta didik di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008). Sejalan dengan defenisi tersebut, Budiman (2006) juga mengungkapkan bahwa mahasiswa adalah individu yang belajar ditingkat perguruan tinggi untuk mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana. Sebagian besar mahasiswa berada pada periode remaja akhir dan memasuki periode perkembangan dewasa awal dengan rentang usia 18 24 tahun (Newman & Newman, 2006). Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru, harapan-harapan sosial baru dan memainkan peran baru secara mandiri, baik mandiri secara ekonomi maupun mandiri dalam membuat keputusan. Selain itu, masa dewasa awal merupakan masa yang dianggap penuh berbagai masalah dan tekanan. Karena berbagai perubahan yang mereka alami yang kemudian diikuti dengan banyaknya tuntutan yang menyebabkan kemunculan beragam masalah (Santrock, 2002). 1

Berdasarkan uraian definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa merupakan seseorang yang sedang menempuh pendidikan untuk mengasah dan mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian salah satunya adalah tingkat sarjana di perguruan tinggi. Perguruan tinggi adalah suatu lembaga yang memberikan atau menyelenggarakan pelayanan berupa pendidikan kepada mahasiswa dalam rangka menaikkan kualitas hidup melalui pendidikan yang diselenggarakan dengan sistematis dan konsisten. Dalam pembelajaran di sekolah, siswa lebih banyak berperan sebagai penerima ilmu pengetahuan sementara guru dianggap sebagai pemberi ilmu pengetahuan sedangkan di perguruan tinggi, mahasiswa dituntut lebih aktif dalam mencari ilmu pengetahuan, sementara pengajar berfungsi sebagai fasilitator yang membantu mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran yang disepakati. Perbedaan tersebut menyebabkan banyak mahasiswa merasa kesulitan untuk menyesuaikan cara belajarnya di perguruan tinggi (Furchan, 2009). Salah satu perguruan tinggi negeri terbesar dan terkenal di kota Medan adalah (USU) yang terletak di kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Para mahasiswa yang ada bukan hanya dari Sumatera Utara tetapi juga dari wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) seperti Aceh, Riau, Sumatera Barat dan tidak sedikit juga berasal dari kota-kota lainnya yang mengecap pendidikan di (USU). Mahasiswa yang berasal dari luar kota Medan disebut dengan mahasiswa merantau sedangkan yang berasal dari kota Medan disebut dengan mahasiswa non merantau. Para mahasiswa merantau yang melanjutkan pendidikan di, datang dengan latar belakang budaya yang 2

berbeda, salah satu suku yang ada di adalah mahasiswa suku Batak Toba (Guntur, 2012). Mahasiswa suku Batak Toba pada umumnya (meskipun tidak seluruhnya) adalah mahasiswa yang menunjukkan tingkat keberhasilan belajar yang lebih tinggi daripada mahasiswa suku lain. Mahasiswa suku Batak Toba tidak hanya berusaha lulus, tetapi lulus dengan nilai yang baik. Gambaran keberhasilan suku Batak Toba dalam bidang pendidikan, sejalan dengan hasil penelitian Irmawati (2002) yang memperlihatkan bahwa suku Batak Toba meletakkan pendidikan sebagai hal yang utama dalam kehidupan mereka. Pendidikan pada keluarga suku Batak Toba dalam menyekolahkan anak-anaknya mereka sangat berkompetisi, hal ini dilandasi oleh nilai-nilai filsafat hidup suku Batak Toba, yaitu hagabeon anak, hamoraon kekayaan, dan hasangapon kehormatan. terdiri dari beberapa fakultas, salah satu fakultas yang cukup banyak diminati oleh mahasiswa suku Batak Toba adalah fakultas Psikologi. Fakultas Psikologi berdiri pada tanggal 17 November 2007. Fakultas ini pada awalnya merupakan program studi yang berada di bawah organisasi Fakultas Kedokteran sejak tanggal 7 April 1999. Fakultas Psikologi cukup banyak diminati oleh para mahasiswa suku Batak Toba merantau maupun non merantau. Berdasarkan data lulusan psikologi tahun 2010/2011 mahasiswa suku Batak Toba memiliki predikat prestasi akademik yang baik. Jumlah lulusan mahasiswa suku Batak Toba pada tahun 2010/2011 terdapat 15 mahasiswa, diantaranya 13 mahasiswa memiliki prestasi akademik yang memuaskan. 3

Fakultas psikologi juga cukup banyak diminati oleh mahasiswa suku Batak Toba Berdasarkan data yang ditemukan, jumlah mahasiswa pada program SI suku Batak Toba merantau dan non merantau dari Tahun Akademik 2008 2012 dalam tabel 1 sebagai berikut : Ket : Tabel 1. Jumlah persentase mahasiswa suku Batak Toba yang merantau dan non merantau di Fakultas Psikologi Merantau* Non Merantau** Angkatan Jumlah Persentase Jumlah Persentase 2008 9 50% 9 50% 2009 8 53% 7 47% 2010 10 50% 10 50% 2011 16 52% 15 48% 2012 17 53% 15 47% (Sumber : Bagian Akademik Kemahasiswaan Fakultas Psikologi USU) *) didapat data dengan menyebarkan kertas dikelas untuk diisi oleh mahasiswa yang suku Batak Toba merantau atau non merantau dan menanyakan perwakilan tiap angkatan. **) didapatkan data dengan menyebarkan kertas dikelas untuk diisi oleh mahasiswa yang suku Batak Toba merantau atau non merantau dan menanyakan perwakilan tiap angkatan. Tabel 1 menggambarkan bahwa mahasiswa angkatan 2008 jumlah mahasiswa suku Batak Toba terdapat sebanyak 18 orang diantaranya mahasiswa merantau berjumlah 9 orang dan non merantau 9 orang. Angkatan 2009 jumlah mahasiswa suku Batak Toba adalah 15 orang diantaranya mahasiswa merantau 8 orang dan non merantau 7 orang. Pada angkatan 2010 terdapat sejumlah 20 orang mahasiswa suku Batak Toba diantaranya 10 orang merantau dan 10 orang non merantau, angkatan 2011 jumlah mahasiswa suku Batak Toba adalah 31 orang diantaranya 16 orang 4

merantau dan 15 orang non merantau dan terakhir adalah angkatan 2012, jumlah mahasiswa suku Batak Toba adalah 32 orang, diantaranya 17 orang merantau dan 15 orang non merantau. Sebagian besar, para mahasiswa suku Batak Toba di fakultas Psikologi tidak hanya menghabiskan waktu dengan belajar dan mengerjakan tugas-tugas dari kampus, tetapi banyak juga mengikuti kegiatan-kegiatan di luar akademik, seperti UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang di dalamnya mencakup bidang organisasi, seni, olahraga, keagamaan dan kegiatan-kegiatan lainya, sehingga mahasiswa suku Batak Toba harus dapat membagi waktu antara belajar dengan kegiatan-kegiatan lain. Kebanyakan mahasiswa suku Batak Toba tidak mampu dalam mengatur waktunya yang mengakibatkan terganggunya proses belajar dan kurang memahami metode atau strategi belajar yang efektif (Muljono, 1999). Sehingga mengakibatkan terjadinya cara belajar yang instant yang dalam jangka panjang proses pembelajarannya menjadi kurang bermakna. Kondisi tersebut disebabkan mahasiswa suku Batak Toba kurang menggali kemampuan-kemampuan yang sebenarnya sudah mereka miliki, mereka sadar bahwa setiap tugas yang diberikan dapat dikerjakan dengan maksimal tetapi karena kemampuan mengatur waktu baik dalam mengerjakan tugas ataupun kegiatankegiatan di luar kampus masih sangat kurang sehingga menyebabkan mahasiswa suku Batak Toba kurang memahami dan menyadari bagaimana proses belajar yang sebenarnya, bagaimana cara belajar (how to learn) yang mencakup pemahaman tentang kemampuan berpikir dan motivasi untuk mencapai tujuan belajar. 5

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan secara tidak langsung kepada mahasiswa suku Batak Toba, didapatkan keterangan bahwa kebanyakan mereka tidak menyadari proses belajar karena banyaknya tugas dan kebiasaan menunda-nunda untuk mengerjakannya, belajar hanya pada saat kuis atau ujian dilaksanakan, sehingga tujuannya hanya untuk mendapatkan nilai yang tinggi tetapi tidak menyadari bagaimana makna dan proses belajarnya. Mahasiswa suku Batak Toba seharusnya menyadari kemampuan-kemampuan yang mereka miliki sehingga dapat mengaplikasikannya dalam proses belajar di kampus. Kemampuan kemampuan tersebut dalam istilah psikologi kognitif disebut dengan self regulated learning atau regulasi diri dalam belajar. Self regulated learning adalah proses yang membantu mahasiswa dalam mengatur pikiran, perilaku dan emosi mereka, agar berhasil mengarahkan pengalaman-pengalaman belajar mereka. Self regulated learning sangat penting untuk proses pembelajaran, dengan menerapkan 13 kategori self regulated learning yaitu evaluasi terhadap kemajuan tugas (self evaluating), mengatur materi pelajaran (organizing dan transforming), membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting and planning), mencari informasi (seeking information), mencatat hal penting (keeping record and monitoring), mengatur lingkungan belajar (environmental structuring), konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequences), mengulang dan mengingat (rehearsing and memorizing), meminta bantuan teman sebaya (seeking assistance from peers), meminta bantuan guru (seeking assistance from teacher), meninjau kembali buku teks (reviewing the textbook), meninjau kembali catatan (reviewing the notes), 6

meninjau kembali tes sebelumnya dan menyiapkan tes (reviewing the previous tests and assignment in preparation for a test) (Zimmerman & Martinez-Pons, 1986). Self regulated learning (regulasi diri dalam belajar) merupakan suatu strategi pendekatan belajar secara kognitif, Graham & Harris (dalam Latifah, 2010). Kemampuan kognitif dalam proses pembelajaran yaitu strategi belajar dalam memahami isi materi pelajaran, menyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap nilai-nilai yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efisien, hal ini dikemukakan oleh Love & Kruger (dalam Latifah, 2010). Strategi dalam pendekatan belajar dapat membantu peserta didik membentuk kebiasaan belajar yang lebih baik dan memperkuat kemampuan mereka dalam belajar, menerapkan strategi belajar untuk meningkatkan hasil akademik, memilih atau mengatur lingkungan fisik untuk mendukung belajar dan mengatur waktu mereka secara efektif, Zimmerman (dalam Maharani, 2009). Self regulated learning telah dikaji berdasarkan keterlibatan orangtua terhadap prestasi akademik. Hasilnya menunjukkan bahwa keterlibatan orangtua dapat meningkatkan self regulated learning anaknya sehingga prestasi akademiknya meningkat. Orangtua mengajarkan dan mendukung self regulated learning melalui modeling, memberi dorongan, memfasilitasi, me-reward, goal setting, penggunaan strategi yang baik dan proses-proses lainnya Martinez-Pons (dalam Latifah, 2010). Orang tua suku Batak Toba rela dan berusaha apabila anak mereka ingin melanjutkan kuliah ke kota-kota besar bahkan di luar Pulau Sumatera, dengan 7

harapan anaknya menjadi orang yang lebih sukses dari orangtuanya, memiliki pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik dibandingkan orangtuanya. Aritonang (1998) juga menyampaikan bahwa anak adalah sumber kehormatan (hasangapon) dalam keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan anak-anak dalam suatu keluarga, semakin dianggap terpandang (hasangapon) keluarga itu dalam masyarakatnya. Hal ini yang membuat suku Batak Toba banyak yang merantau untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Aritonang (dalam Irmawati, 2002) juga mengemukakan bahwa suku Batak Toba mengalami kemajuan yang cukup pesat setelah mendapatkan pendidikan. Kemajuan itu terlihat di bidang spiritual, ekonomi, politik, kebudayaan dan pendidikan. Kata merantau memiliki makna seorang individu yang melanjutkan pendidikan di luar daerah asal mereka, dengan pergi ke daerah lain untuk mencari ilmu sedangkan non merantau adalah seorang individu yang melanjutkan pendidikan di daerah asal mereka sendiri (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990). Mahasiswa suku Batak Toba yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia ini biasanya tinggal di rumah-rumah kos, asrama atau rumah kontrakan (Parmawati, 2007). Hal pertama yang dijumpai mahasiswa suku Batak Toba merantau adalah pola belajar yang baru, lingkungan sosial baru, bertemu dan bergaul dengan orang yang belum dikenalnya dengan latar belakang yang berbeda serta watak dan kebiasaan yang berbeda pula dan mungkin berbeda jauh dengan lingkungan yang pernah dijumpai ketika masih tinggal dengan orangtuanya, cukup banyak mahasiswa suku Batak Toba yang mengalami kesulitan dalam memenuhi pola belajar di perguruan 8

tinggi. Dilihat dari kondisi psikologis, mahasiswa suku Batak Toba yang merantau akan mengalami perubahan antara lain mengenai kemandirian, pertanggungjawaban terhadap diri sendiri, percaya diri, dan kemampuan bekerjasama dengan orang lain. Parmawati (2007) juga mengatakan bahwa perubahan pada lingkungan fisik terlihat pada mahasiswa suku Bata Toba yang merantau yang tinggal di daerah padat penghuninya, seperti kos atau asrama. Hal tersebut membatasi ruang gerak mereka, penggunaan sarana juga harus bergiliran, selain itu juga harus bertoleransi dengan penghuni yang lain. Sebaliknya bagi mahasiswa suku Batak Toba non merantau atau tinggal di daerah sendiri bersama keluarga akan lebih sering menerima bantuan dalam memecahkan masalah, masih dalam pengawasan dan kendali orangtua. Intensitas dalam mengambil keputusan, menentukan pilihan dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan cenderung masih dalam pengendalian orangtua. Pada mahasiswa bersuku Batak Toba yang merantau dan non merantau secara umum akan menghadapi perubahan dan pengalaman yang berbeda-beda. Mahasiswa suku Batak Toba yang merantau dan tinggal di tempat perantauan berarti terpisah dengan orangtua dan harus tinggal dengan orang lain yang berbeda daerah dengan beberapa aturan yang harus dipatuhi. Mahasiswa harus berusaha mengatasi segala sesuatunya sendiri dan dihadapkan pada kenyataan hidup sehari-hari seperti mengurus pakaian, manajemen keuangan, mengatur kamar, membagi waktu bermain termasuk memotivasi diri sendiri untuk mencapai keberhasilan dalam kuliahnya tanpa dukungan dari orangtua atau keluarga secara langsung. Berbeda halnya dengan mahasiswa non merantau dimana tuntutan kemandirian seperti mengatur kebutuhan 9

pokok, keuangan dan kebutuhan hidup lainnya masih cenderung lebih rendah daripada mahasiswa merantau, dukungan langsung dan pengawasan keluarga cenderung lebih tinggi, Parmawati (2007). Mahasiswa suku Batak Toba merantau dan non merantau sebagai pembelajar yang sudah melewati berbagai jenjang pendidikan formal, idealnya sudah memiliki keterampilan regulasi diri dalam belajar yang tinggi, Pada penelitian yang dilakukan oleh Deasyanti dan Armeini (2007) mengenai self-regulated learning pada mahasiswa di Universitas Negeri Jakarta, menyatakan bahwa pada kenyataannya banyak mahasiswa belum menyadari pentingnya meregulasi diri dalam proses belajar sehingga mengakibatkan cara belajar instan yang akan berdampak pada indeks prestasi dari mahasiswa. Berdasarkan pernyataan tersebut diasumsikan bahwa akan terjadi peningkatan motivasi belajar pada diri mahasiswa jika mereka menyadari dan melakukan bagaimana proses menuju self regulated learning karena mahasiswa dapat mengatur secara mandiri pola belajarnya sesuai dengan tingkat kecepatan belajar masingmasing. Mahasiswa suku Batak Toba masih memerlukan suatu proses belajar yang menuntut konfidensi dan ketekunan pembelajar, pembaharuan sumber belajar dan situasi belajar dimana peserta didik memiliki kontrol terhadap proses pembelajaran tersebut melalui pengetahuan dan penerapan strategi yang sesuai, pemahaman terhadap tugas-tugasnya, penguatan dalam pengambilan keputusan dan motivasi belajar. Self regulated learning menekankan pentingnya tanggung jawab personal, 10

mengontrol pengetahuan dan keterampilan keterampilan yang diperoleh (Zimmerman, 1990). Berbagai hasil penelitian menggambarkan pentingnya keterampilan self regulated learning dimiliki oleh mahasiswa karena berkorelasi dengan usaha belajar yang efektif dan efisien. Hasilnya akan diperoleh tingkat kepuasan akademik yang lebih tinggi yaitu prestasi akademik (Zimmerman, 1990). Prestasi akademik merupakan salah satu tolok ukur dari keberhasilan seseorang dalam dunia akademik hal ini dikemukakan oleh El-Anzi (dalam Latifah, 2010). Pengaruh positif lain yang diperoleh dari keterampilan self regulated learning adalah pembentukan karakter untuk meningkatkan motivasi belajar sepanjang hayat (life long learning) dan menjadi mandiri dalam berbagai konteks kehidupan lainnya. Oleh karena itu, berdasarkan paparan di atas peneliti ingin meneliti perbedaan self regulated learning pada mahasiswa yang bersuku Batak Toba merantau dan non merantau di Fakultas Psikologi (USU). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan self regulated learning pada mahasiswa yang bersuku Batak Toba merantau dan non merantau di Fakultas Psikologi (USU). 11

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana mahasiswa menyadari pentingnya self regulated learning dan apakah ada perbedaan self regulated learning pada mahasiswa yang bersuku Batak Toba merantau dan non merantau di Fakultas Psikologi (USU). D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan teori self regulated learning secara khusus dan memberi informasi mengenai perbedaan self regulated learning pada mahasiswa yang bersuku Batak Toba merantau dan non merantau di Fakultas Psikologi, sehingga dapat menambah literatur penelitian dalam bidang ilmu psikologi. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, antara lain : a. Memberikan gambaran umum mengenai self regulated learning pada mahasiswa suku Batak Toba yang merantau dan non merantau, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar bagi para mahasiswa untuk memperbaiki proses belajarnya dan menuntut mahasiwa untuk belajar yang lebih efektif. 12

b. Dapat digunakan oleh para ahli, khususnya bidang Psikologi Pendidikan dalam mengembangkan strategi belajar yang lebih efektif dengan menerapkan self regulated learning. c. Bagi mahasiswa suku Batak Toba yang merantau dan non merantau sebagai bahan informasi tentang pentingnya self regulated learning digunakan dan diterapkan dalam proses pembelajaran sehingga dapat mencapai dan mempertahankan prestasi akademik yang lebih baik. E. Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab yaitu bab I sampai bab V. Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I Pendahuluan Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II Landasan teori Bab ini memuat tinjauan teoritis dan teori-teori yang menjelaskan dan mendukung data penelitian, diantaranya adalah teori self regulated learning, tahap - tahap self regulated learning, strategi self regulated learning, faktor faktor yang mempengaruhi self regulated learning, prinsip prinsip dalam proses self regulated learning, defenisi mahasiswa, mahasiswa merantau dan non merantau, mahasiswa suku Batak Toba di Psikologi, dinamika 13

perbedaan self regulated learning pada mahasiswa yang bersuku Batak Toba merantau dan non merantau. BAB III Metode Penelitian Dalam bab ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, instrumen/alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisis data untuk melakukan pengujian hipotesis yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian. BAB IV Analisa data dan Pembahasan Analisa data dilakukan dengan menggunakan pengolahan data statistik kemudia disertai bagian pembahasan. BAB V Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dibuat berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data dan pada bagian kesimpulan dijabarkan jawaban atas masalah yang diajukan. Saran yang diajukan peneliti untuk penelitian selanjutnya dan juga saran untuk subjek penelitian. 14