INFRASTRUKTUR SEBAGAI PILAR PEMBANGUNAN PERTANIAN YANG EFISIEN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

DAFTAR ISI BAGIAN PERTAMA PRIORITAS NASIONAL DAN BAB 1 PENDAHULUAN PRIORITAS NASIONAL LAINNYA

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT: SEKTOR PERTANIAN-PERDESAAN

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

BAB 5: INDIKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR

Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018

PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI)

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

Matriks Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun MISI 4 : Mengembangkan Interkoneksitas Wilayah

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

Jakarta, 10 Maret 2011

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menggambarkan bahwa adanya peningkatan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota. Rujak Center for Urban Studies

PENDAHULUAN. Latar Belakang

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH NUSA TENGGARA

PENDAHULUAN Latar Belakang

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

tersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang.

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

Terdiri dari 7 Pusat Ekonomi: Timika Jayapura Marauke Sofifi Ambon Sorong Manokwari

MODA TRANSPORTASI IDEAL DALAM PERCEPATAN MP3EI 1. Dr. Harry Azhar Azis, MA. 2

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

Sambutan Presiden RI Pd Peresmian Jln Tol Nusa Dua-Ngurahrai-Benoa di Bali tgl. 23 Sept 2013 Senin, 23 September 2013

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

Analisis Indikator Pembangunan Ekonomi Inklusif dalam Sektor Pertanian dan Perkebunan di Indonesia

PENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

KESIAPAN KABUPATEN MAROS MELAKSANAKAN SDGs. Ir. H. M. HATTA RAHMAN, MM (BUPATI MAROS)

Oleh : Iman Sugema. Membangun Ekonomi Mandiri & Merata

BAB VI LANGKAH KEDEPAN

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

RANGKUMAN HASIL RAKOR PANGAN NASIONAL, FEED INDONESIA FEED THE WORLD II JAKARTA, 26 JULI 2011

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA BAB 1: PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Ketahanan Pangan. Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

O L E H : D r. I r. S u m a r j o G a t o t I r i a n t o, M. S., D. A. A D i r e k t u r J e n d e r a l P r a s a r a n a d a n S a r a n a P e r t

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

Transkripsi:

INFRASTRUKTUR SEBAGAI PILAR PEMBANGUNAN PERTANIAN YANG EFISIEN Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec Guru Besar Ilmu Ekonomi, Fakultas FEM IPB Wakil Rektor Bidang Sumberdaya dan Pengembangan, IPB Heni Hasanah, SE, MS Asisten Peneliti dan Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas FEM IPB 4

Pendahuluan Siapa yang bisa menyangkal peranan penting infrastruktur dalam pembangunan? Infrastruktur merupakan unsur vital dari berbagai proses pembangunan. Dari sisi makro, infrastruktur juga merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi suatu negara. Bagaimanapun, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa pastinya tidak dapat dipisahkan dengan ketersediaan infrastruktur di negara tersebut. Selain menjadi faktor penentu penting dari growth, jaringan infrastruktur yang baik secara luas dapat memperbaiki ketimpangan pendapatan dan kemiskinan. Dari sisi ekonomi mikro, infrastruktur juga menjadi elemen penting dan utama yang menunjang mobilitas manusia sebagai agen ekonomi dalam melakukan semua kegiatan ekonomi mulai dari proses produksi, distribusi, dan konsumsi serta memfasilitasi aliran input. Pengembangan infrastruktur yang ekstensif dan efisien merupakan determinan penting berjalannya fungsi perekonomian secara efektif. Infrastruktur yang berkualitas mengurangi efek perbedaan jarak antar wilayah, mengintegrasikan pasar domestik dan menghubungkan pasar domestik dengan internasional dengan biaya yang rendah. Salah satu isu utama terkait infrastruktur adalah bagaimana pembangunan dan pengembangan infrastruktur dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah/kawasan di Nusantara, baik kesenjangan antara Kawasan Indonesia Barat dengan Timur, antara Pulau Jawa dan lainnya, antara kawasan pedesaan dan perkotaan maupun antar kota misal Jakarta dengan kota lainnya. Satu hal lagi yang tidak kalah penting adalah pengembangan infrastruktur juga pada akhirnya haruslah dapat mengurangi kesenjangan antara kelompok miskin dan kelompok kaya. Semua sektor ekonomi pun tidak terlepas kaitannya dengan infrastruktur. Perdagangan, pariwisata, industri pengolahan, jasa, dan begitu pun dengan sektor pertanian. Bagaimana jadinya sektor pertanian kita yang merupakan sektor utama penopang hidup sekitar 40% penduduk Indonesia tanpa adanya infrastruktur yang baik? Sepertinya sebuah pertanyaan retorika yang tidak perlu mendapat jawaban tapi perlu mendapat alasan jelas. Infrastruktur yang kurang baik seperti sarana transportasi dan irigasi yang kurang akan menjadi kendala serius bagi petani yang tentunya menjadi kendala eksternal yang sulit dipecahkan olehnya sendiri. Volume 16 No 2 DESEMBER 2011 5

Infrastruktur yang kurang baik transportasi misalnya dapat menjadi faktor penghambat proses produksi dan distribusi pertanian khususnya dari segi efisiensi biaya. Transaction cost yang mahal menjadi rentetan masalah dari adanya pembangunan infrastruktur yang kurang baik. Di awal produksi, saat petani hendak membeli sarana produksi pertanian yang tidak tersedia dekat dengan rumahnya atau lahannya, biaya transportasi meningkat. Di akhir produksi, saat petani hendak menjual hasil taninya, kembali biaya transportasi meningkat. Bagaimana mau mengharapkan petani mendapat keuntungan besar dan sejahtera? Belum lagi masalah lain yang masih banyak dan belum terselesaikan di luar kaitannya dengan infrastruktur. Kondisi Infrastruktur Pertanian Indonesia Secara keseluruhan, daya saing infrastruktur Indonesia masih lemah. Menurut Global Competitiveness Report (GCI) tahun 2009 2010, daya saing infrastruktur Indonesia menduduki peringkat ke-96 dari 133 negara. Pada tahun 2010 2011, peringkatnya meningkat menjadi ke-82 dari 139 negara. Dan berdasarkan GCI 2011 2012 peringkatnya meningkat lagi menjadi ranking ke-76 dari 142 negara. Walaupun meningkat, namun dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN, peringkat Indonesia pada report 2011 2012 tersebut hanya lebih tinggi dari negara Philipina dan Kamboja (catatan: data Laos dan Myanmar, tidak tersedia). Negara ASEAN lainnya mempunyai daya saing infrastruktur yang lebih baik. Sebenarnya, lingkup infrastruktur pertanian sangat luas yaitu mencakup transportasi, energi, telekomunikasi, dan tentunya sumberdaya air khususnya irigasi. Tetapi, pada tulisan ini infrastruktur pertanian hanya dibatasi pada masalah transportasi dan irigasi, mengingat peranannya yang secara langsung dan berpengaruh besar terhadap sektor pertanian. Tentunya tanpa mengesampingkan peranan infrastruktur energi dan telekomunikasi yang tidak terelakkan juga pengaruhnya terhadap pertanian. Infrastruktur transportasi berupa jalan nasional memiliki panjang 38.565 km pada tahun 2010 (menurut survei RI Desember 2010). Persentase jalan nasional yang memiliki kondisi baik, sedang, rusak ringan, dan rusak berat berturut-turut adalah 40,92%, 41,35%, 8,97%, dan 8,76%. Jadi masih sekitar 60% kualitas jalan yang secara umum belum baik. Sumber: Data Kementerian Pekerjaan Umum Gambar 1. Panjang Jalan Nasional Berdasarkan Kondisi (Km) 6

Sumber: Data Kementerian Pekerjaan Umum Gambar 2. Capaian dan Target Pembangunan Infrastruktur Irigasi Dukungan Ketahanan Pangan Persentasi jalan yang rusak berat juga masih cukup tinggi di kisaran hampir 9% dari seluruh total jalan nasional. Sehingga, pekerjaan pemerintah juga masih dianggap cukup berat untuk perbaikan infrastruktur ke depannya. Jika dipilah ke dalam kondisi kemantapan jalan, 82% jalan berada dalam kondisi yang mantap dan sisanya (18%) berada dalam kondisi sebaliknya. Sekitar 15% dari total panjang jalan yang rusak berat berlokasi di Papua disusul 14,6% berada di wilayah Kalimantan Tengah. Sementara panjang jalan nasional yang memiliki kondisi baik, persentase terbesarnya berada di wilayah Sulawesi Tengah dan Jawa Timur. Gambar 1 memperlihatkan bahwa dibanding tahun 2006, pada tahun 2008 dan 2010 panjang jalan yang berkondisi baik meningkat, sementara jalan yang berkondisi sedang, menjadi menurun. Tetapi jika dibandingkan antara tahun 2008 dengan 2010, kondisi jalan yang baik panjangnya menurun sementara jalan yang berkondisi sedang dan rusak berat meningkat. Pada tahun 2010 ini, panjang jalan yang berkondisi baik paling banyak menurun di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Jika dilihat lebih lanjut, kedua provinsi tersebut merupakan provinsi di mana sektor pertambangan dan perkebunan justru berkembang. Terkait hal tersebut di atas, khusus untuk kawasankawasan di mana pertambangan dan perkebunan merupakan sektor utama, memang banyak ditemukan jalan yang rusak. Salah satu penyebabnya adalah pengangkutan batubara dan hasil tambang lain serta hasil perkebunan. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan kendaraan yang memiliki bobot melebihi daya dukung jalan. Kurangnya anggaran Pemda menyebabkan jalan yang masih rusak tidak bisa diperbaiki dengan baik. Terdapat salah satu alternatif pemecahan masalah yang bisa dilakukan yakni alokasi bea keluar. Hal yang dapat dilakukan misalnya bea keluar yang dipungut oleh pemerintah (Kementerian Keuangan) dari komoditas CPO dikembalikan ke daerah-daerah tersebut sebagian atau seluruhnya untuk perbaikan dan pengembangan infrastruktur. Pada gambar di atas dapat dilihat data pembangunan irigasi yang merupakan bagian dari infrastruktur sumberdaya air. Pembangunan irigasi tersebut mencakup 3 hal yaitu, peningkatan/pembangunan irigasi baru, rehabilitasi irigasi yang rusak, serta operasi dan pemeliharaan. Pada periode 2010 2011 luas pembangunan irigasi baru adalah 115.000 ha. Sementara target pembangunan irigasi baru pada tahun 2010 2014 adalah seluas 500.000 ha. Untuk pembangunan irigasi, Sumatera merupakan pulau yang memiliki pembangunan terbanyak dari periode 2005 2009. Sementara untuk rehabilitasi, operasi, dan pemeliharaan irigasi paling banyak dilakukan di Pulau Jawa dan Bali. Volume 16 No 2 DESEMBER 2011 7

Menurut data yang diambil dari RPJMN 2010 2014 (2010), dari 7,4 juta ha areal irigasi yang telah dibangun, hanya sekitar 11% yang ketersediaan airnya dapat dijamin melalui waduk, sedangkan sisanya masih mengandalkan debit sungai dan mata air. Sekitar 1,37 juta ha areal irigasi tidak berfungsi dengan optimal akibat bencana alam serta belum lengkapnya jaringan irigasi. Pengembangan lahan rawa sebagai alternatif lahan irigasi baru juga masih terbatas yaitu sekitar 5,4% atau sekitar 1,8 juta ha yang telah dikembangkan dari total potensi lahan 33,4 juta ha. Dalam RPJMN 2010 2014, infrastruktur pertanian merupakan bagian kegiatan dari Prioritas 5 yaitu Program Aksi di Bidang Pangan. Pada tahun 2012, pemerintah menargetkan tersedianya Jalan Usaha Tani dan Jalan Produksi sepanjang 2.867 km. Selain itu target pada tahun yang sama dari optimasi pemanfaatan air irigasi melalui perbaikan JITUT/JIDES dan TAM yang berfungsi seluas 490.000 ha. Luas layanan jaringan irigasi ditargetkan meningkat 2,4 ribu ha serta luas jaringan irigasi yang direhabilitasi serta dioperasikan dan dipelihara berturut-turut ditargetkan seluas 375 ribu ha dan 2,315 juta ha. Sementara itu, jumlah bendung yang tercatat hingga tahun 2010 adalah sebanyak 2.796, yang sebagian besar (82%) tersebar di pulau Jawa dan Bali. Khusus untuk lahan sawah, secara nasional, luas total lahan sawah pada tahun 2009 adalah 8.061.787 ha (Data Pusdatin). Dengan luas sekitar 4.898.822 ha (61%) diantaranya merupakan lahan sawah irigasi, sedangkan sisanya yaitu 39% merupakan lahan sawah non irigasi. Luas lahan sawah irigasi terbesar berada di Jawa Timur yaitu seluas 879.958 ha. Tetapi secara persentase, jika dibandingkan dengan total luas lahan sawah, maka persentase sawah irigasi paling besar berada di Provinsi Jawa Barat yaitu sekitar 81%. Terdapat beberapa propinsi dimana lahan sawah non irigasi lebih besar dari sawah irigasi, diantaranya; Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Riau. Baik dilihat dari angka level maupun persentasenya, Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas lahan dan presentase terbesar untuk jenis sawah non irigasi dengan nilai 413.289 ha (89%). Infrastruktur Pertanian dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 2025 MP3EI merupakan dokumen kerja yang bersifat komplementer terhadap dokumen-dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti RPJM Nasional. Penguatan konektivitas nasional menjadi kata kunci dalam MP3EI. Untuk mendapatkan manfaat yang konkret serta dampak yang terukur, langkah-langkah percepatan dan perluasan ini dirumuskan secara terfokus. Pertanian merupakan salah satu dari 8 program utama yang ditetapkan. Tujuh program lainnya antara lain pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, telematika, dan pengembangan kawasan strategis. Selain itu, telah ditetapkan 6 koridor ekonomi sebagai pusat-pusat pertumbuhan yang diharapkan dapat mendorong perkembangan ekonomi di seluruh wilayah Nusantara. Koridor yang dimaksud antara lain, Koridor Ekonomi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Kepulauan Maluku. Dalam MP3EI, pertanian sendiri khususnya tanaman pangan dikembangkan secara khusus di koridor Sulawesi dan Papua-Kepulauan Maluku, serta perikanan dan peternakan di koridor Bali Nusa Tenggara. Perbaikan iklim investasi menjadi salah satu agenda utama dalam MP3EI. Dalam jangka pendek akan dilakukan sejumlah perbaikan iklim investasi melalui debottlenecking, regulasi, pemberian insentif maupun percepatan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan oleh para pelaku ekonomi. 8

Satu hal yang harus mendapatkan perhatian utama adalah infrastruktur yang mendorong konektivitas antar wilayah sehingga dapat mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi Indonesia. Penyediaan infrastruktur yang mendorong konektivitas akan menurunkan biaya transportasi dan biaya logistik sehingga dapat meningkatkan daya saing produk, dan mempercepat gerak ekonomi termasuk seluruh regulasi dan aturan yang terkait dengannya. Not Business As Usual menjadi semangat utama dalam MP3EI yang juga harus direfleksikan dalam elemen penting pembangunan, terutama penyediaan infrastruktur. Pola pikir masa lalu mengatakan bahwa infrastruktur harus dibangun menggunakan anggaran pemerintah. Akibat anggaran pemerintah yang terbatas, pola pikir tersebut berujung pada kesulitan memenuhi kebutuhan infrastruktur yang memadai bagi perekonomian yang berkembang pesat. Saat ini telah didorong mindset yang lebih maju dalam penyediaan infrastruktur melalui model kerjasama pemerintah dan swasta atau Public-Private Partnership (PPP). Namun demikian, untuk mempercepat implementasi MP3EI, perlu juga dikembangkan metode pembangunan infrastruktur sepenuhnya oleh dunia usaha yang dikaitkan dengan kegiatan produksi. Peran pemerintah adalah menyediakan perangkat aturan dan regulasi yang memberi insentif bagi dunia usaha untuk membangun kegiatan produksi dan infrastruktur tersebut secara paripurna. Insentif tersebut dapat berupa kebijakan (sistem maupun tarif) pajak, bea masuk, aturan ketenagakerjaan, perizinan, pertanahan, dan lainnya, sesuai kesepakatan dengan dunia usaha. Perlakuan khusus diberikan agar dunia usaha memiliki perspektif jangka panjang dalam pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Selanjutnya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus membangun linkage semaksimal mungkin untuk mendorong pembangunan daerah sekitar pusat pertumbuhan ekonomi. Pengembangan kegiatan ekonomi utama pertanian pangan memerlukan dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) seperti berikut ini (dirangkum dari pengembangan Koridor Sulawesi, MP3EI): Peningkatan fasilitas irigasi, dimana kemampuan produksi sangat rentan terhadap perubahan cuaca jika terus bergantung pada irigasi sederhana yang bergantung pada hujan; Perbaikan akses jalan untuk mengurangi ketergantungan kepada pihak perantara dagang; Revitalisasi, peningkatan kapasitas gudang dan penyimpanan yang ada (saat ini BULOG membeli 5% produksi beras nasional, tetapi fasilitas penyimpanan yang dimiliki sudah tua dan memerlukan perbaikan), dan modernisasi fasilitas terkait dapat meningkatkan umur pangan dalam penyimpanan dan mengurangi kerugian yang disebabkan oleh penyimpanan yang tidak baik; Peningkatan akses jalan antara lahan pertanian dan pusat perdagangan, untuk dapat memfasilitasi petani dalam melakukan penjualan dan mengurangi ketergantungan pada perantara yang menaikkan harga jual hingga 30% dari harga final (diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani); dan Pembangunan/perbaikan Jaringan Irigasi Teknis Usaha Tani (JITUT), Jaringan Irigasi Desa (JIDES), dan Tata Air Mikro (TAM), pembangunan/perbaikan pompa, sumur, embung. Sementara untuk pengembangan MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate), Koridor Papua- Kepulauan Maluku juga memerlukan dukungan infrastruktur yang antara lain meliputi: Penyiapan rencana pemeliharaan dan pengembangan jaringan prasarana sumber daya air dan reklamasi rawa; Pengembangan pusat pelayanan dan pusat koleksidistribusi produksi pertanian; Pelabuhan laut di Merauke dan dermaga-dermaga di sepanjang Sungai Kalimaro, Sungai Bian; Konektivitas darat yang menghubungkan kebun kelapa sawit dengan lokasi penggilingan dan pelabuhan; Peningkatan dan pengembangan jalan & jembatan di masing-masing Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP); Rehabilitasi dan Pembangunan Jaringan Tata Air di masing-masing KSPP; Pembangunan Terminal Agribisnis, Pergudangan dan Pelabuhan Ekspor di Serapuh & Wogikel; Lanjutan Pembangunan Pelabuhan Samudera Perikanan Merauke dan Pelabuhan Merauke; Pembangunan Pabrik Pupuk Organik di Wasur, Serapuh, Tanah Miring SP VII, Wapeko, Onggaya, Sota dan Proyek Amoniak Urea di Tangguh; dan Pembangunan PLT Biomasa di Merauke & Tanah Miring. Volume 16 No 2 DESEMBER 2011 9

Penutup Infrastruktur merupakan unsur vital dalam suatu proses pembangunan, begitupun pada pembangunan pertanian. Baik dari sisi makro maupun mikro, peranan pentingnya tidak dapat terbantahkan. Penyediaan infrastruktur pertanian yang berkualitas dapat mendorong konektivitas sehingga dapat menurunkan biaya transportasi serta biaya logistik yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi sektor pertanian. Infrastruktur yang baik dapat meningkatkan daya saing produk dan mempercepat gerak ekonomi. Tentunya tujuan utama yang diharapkan adalah kesejahteraan petani. Untuk infrastruktur pertanian baik berupa transportasi jalan maupun irigasi, semangat pembangunan segera memang perlu. Tetapi yang tidak kalah penting adalah pembangunan dengan pola pikir tahan lama. Jangan sampai pembangunan infrastruktur dilaksanakan dengan segera tetapi beberapa waktu kemudian rusak. Sebagaimana yang terjadi pada kasus jembatan di Kabupaten Kutai Kartanegara yang roboh dan menyebabkan korban jiwa. Pengelolaan dan pemeliharaan juga merupakan kata kunci peningkatan fungsi semua jaringan infrastruktur pertanian. Khusus untuk jaringan irigasi, jaringan yang sudah dibangun tapi belum berfungsi perlu dioptimalkan serta rehabilitasi pada areal irigasi yang berfungsi tetapi mengalami kerusakan. Untuk mengoptimalkan anggaran, upaya peningkatan fungsi jaringan irigasi sebaiknya diprioritaskan pada areal yang ketersediaan airnya terjamin dan petani penggarapnya sudah siap, dengan prioritas areal irigasi di luar Pulau Jawa. Sementara untuk infrastruktur pertanian berupa prasarana transportasi, hal yang masih sangat diperlukan adalah perencanaan jaringan transportasi yang terintegrasi baik lintas sektor maupun lintas wilayah, sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara luas dan menyeluruh. REFERENSI Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 2014; Buku I Prioritas Nasional. Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 2014; Buku II Memperkuat Sinergi Antar bidang Pembangunan, Bab V Sarana dan Prasarana. Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 2025. Jakarta, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Kementerian Pekerjaan Umum. Rencana Strategis Kementerian PU 2010 2014. Jakarta, Kementerian Pekerjaan Umum. Schwab, K. 2010. The Global Competitiveness Report 2010 2011. Switzerland, SRO-Kundig.. 2011. The Global Competitiveness Report 2011 2012. Switzerland, SRO-Kundig. http:// www1.pu.go.id/site/view/72. 10