Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu 130 ± 3 C selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Sekitar 1-2 g sampel tapioka ditimbang ke dalam sebuah cawan alumunium yang sudah diketahui bobotnya (cawan harus dikeringkan dahulu dalam oven sebelum digunakan untuk penimbangan) kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105ºC selama 3 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang konstan ( 0.05 g). Kadar air (dalam g/1 g bahan) dihitung dengan rumus sebagai berikut: g g ) ) dimana w = bobot sampel awal (g); w 1 = bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan (g); dan w 2 = bobot cawan kosong (g). b. Analisis kadar abu (923.03 AOAC 1998) Analisis kadar abu tapioka dilakukan dengan metode gravimetri. Cawan porselin kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven bersuhu 105 C selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator. Cawan porselin kering tersebut ditimbang dan dicatat bobotnya sebelum digunakan. Sebanyak 3,0 5,0 gram sampel tapioka ditimbang di dalam cawan porselin tersebut dan dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 550 C sampai proses pengabuan sempurna. Setelah pengabuan selesai, cawan contoh didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Penimbangan diulangi kembali hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan kadar abu (dalam g/1 g bahan kering) dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut: g g ) g g g ) g g ) ) dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) 161
c. Analisis kadar protein (960.52 AOAC 1998) Analisis kadar protein tapioka dilakukan dengan metode Kjeldahl. Sebanyak 1,0 250,0 mg sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl kemudian ditambahkan dengan 1,9 ± 0,1 g K 2 SO 4, 40,0 ± 10 mg HgO, 2,0 ± 0,1 ml H 2 SO 4 pekat dan 2 3 butir batu didih. Sampel dipanaskan dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai mendidih selama 1 1,5 jam sampai diperoleh cairan jernih. Setelah didinginkan, isi labu dipindahkan ke dalam labu destilasi dengan dibilas menggunakan 1 2,0 ml air destilata sebanyak 5 6 kali. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi kemudian ditambahkan dengan 8 10,0 ml larutan 60% NaOH 5% Na 2 S 2 O 3. Di tempat yang terpisah, 5,0 ml larutan H 3 BO 3 dan 2 4 tetes indikator merah metil biru metil dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Labu erlenmeyer kemudian diletakkan dibawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di bawah larutan H 3 BO 3. Proses destilasi dilakukan sampai diperoleh sekitar 15,0 ml destilat. Destilat yang diperoleh diencerkan sampai 50,0 ml dengan akuades, kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N yang telah distandarisasi sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Volume larutan HCl 0,02 N terstandar yang digunakan untuk titrasi dicatat. Tahap yang sama dilakukan untuk larutan blanko sehingga diperoleh volume larutan HCl 0,02 N untuk blanko. Kadar protein dihitung berdasarkan kadar nitrogen (N dalam g/1 g bahan). Kadar protein (dalam g/1 g bahan kering) dihitung menggunakan faktor koreksi 6,25 dengan rumus sebagai berikut: g g ) g g ) g g ) g g g g g dimana V 1 = volume larutan HCl untuk sampel (ml), V 2 = volume larutan HCl untuk blanko (ml); N HCl = konsentrasi larutan HCl (0,02N); w = berat sampel (mg). 162
d. Analisis kadar lemak (SNI 01-2891-1992) Kadar lemak tapioka dianalisis dengan menggunakan metode soxhlet. Labu lemak dikeringkan di dalam oven suhu 105 C selama 15 menit, didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sebelum digunakan. Sebanyak 1 2 gram sampel tapioka dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas. Bagian atas selongsong kertas yang telah berisi sampel disumbat dengan kapas lalu dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80 C selama ± 1 jam. Selongsong kertas tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak. Lemak sampel diekstrak dengan heksana selama ± 6 jam. Heksana kemudian disuling sehingga diperoleh ekstrak lemak. Ekstrak lemak di dalam labu lemak kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama 12 jam. Labu berisi lemak sampel kemudian didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang bobotnya. Pengeringan diulangi hingga diperoleh bobot tetap. Kadar lemak (dalam g/1 g bahan kering) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: g g ) g g g) g g ) ) dimana a = bobot labu lemak setelah proses ekstraksi (g); b = bobot labu lemak sebelum proses ekstraksi (g); dan c = bobot sampel (g). 163
Lampiran 2. Analisis kadar pati (Dubois et al, 1956 disitasi dari Faridah, 2010) Kadar pati sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode fenol sulfat yang mencakup tahap pembuatan kurva standar larutan glukosa, persiapan sampel dan analisis sebagai berikut: Pembuatan kurva standar larutan glukosa Larutan glukosa murni (0,5 ml) yang masing-masing mengandung 0,0; 10,0; 20,0; 30,0; 40,0; 50,0; 60,0; 70,0 dan 80,0 µg larutan glukosa ditempatkan di dalam tabung reaksi. Ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut ditambahkan 0,5 ml fenol 5% kemudian diaduk dengan menggunakan vorteks. Sebanyak 2,5 ml larutan H2SO4 pekat ditambahkan secara cepat ke dalam tabung reaksi tersebut (terjadi reaksi eksoterm yang menghasilkan panas). Larutan tersebut lalu didiamkan selama 10 menit, kemudian diaduk kembali dengan vorteks. Sampel disimpan pada suhu ruang selama 20 menit lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 490 nm. Persamaan dan kurva standar larutan glukosa dibuat sebagai hubungan antara konsentrasi larutan glukosa (pada sumbu x) dan absorbansi (pada sumbu y). Analisis sampel Sebanyak 0,5 ml sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 0,5 ml fenol 5% dan dihomogenkan dengan menggunakan vorteks. Larutan H2SO4 pekat sebanyak 2,5 ml ditambahkan secara cepat ke dalam tabung reaksi (terjadi reaksi eksoterm yang menghasilkan panas). Larutan lalu didiamkan selama 10 menit di suhu ruang, kemudian diaduk dengan vorteks dan disimpan kembali pada suhu ruang selama 20 menit. Nilai absorbansi kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 490 nm. Kadar glukosa (µg/ml) ditentukan dengan menggunakan kurva standar dan kadar pati (g/1 g bahan) dihitung dengan mengalikan kadar gula dengan faktor 0,9. 164
Lampiran 3. Analisis kadar amilosa (Juliano, 1971) Analisis dilakukan berdasarkan kemampuan amilosa membentuk kompleks amilosa-iodin berwarna biru yang ditentukan secara spektrofotometri. Analisis mencakup tahap pembuatan kurva standar larutan amilosa dan analisis sampel. Pembuatan kurva standar amilosa Sebanyak 40,0 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam labu takar 1 ml, lalu dilakukan penambahan 1,0 ml etanol 95% dan 9,0 ml larutan NaOH 1 N. Labu takar lalu dipanaskan dalam penangas air pada 1 C selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel amilosa yang terbentuk ditambah akuades sampai tanda tera. Larutan amilosa ini digunakan sebagai larutan stok amilosa standar. Larutan stok amilosa standar tersebut dipipet masing-masing 1,0; 2,0; 3,0; 4,0 dan 5,0 dan dipindahkan masing-masing ke dalam labu takar 1 ml. Kedalam masing-masing labu takar tersebut lalu ditambahkan 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 ml larutan asam asetat 1 N. Sebanyak 2,0 ml larutan iod (0,2 g I2 dan 2,0 g KI yang dilarutkan dalam 1,0 ml air destilata) dipipet ke dalam setiap labu lalu ditambahkan air destilata hingga tanda tera. Larutan dibiarkan selama 20 menit dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 625 nm. Persamaan dan kurva standar dibuat sebagai hubungan antara kadar amilosa (sumbu x) dan absorbansi (sumbu y). Analisis sampel Sebanyak 1,0 mg sampel tapioka dimasukkan ke dalam labu takar 1 ml lalu ditambahkan dengan 1,0 ml etanol 95% dan 9,0 ml NaOH 1 N. Campuran lalu dipanaskan dalam penangas air suhu 1 C selama 10 menit untuk menggelatinisasi pati. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilata hingga tanda tera dan dihomogenkan. Sebanyak 5,0 ml larutan tersebut lalu dipipet dan dimasukkan dalam labu takar 1 ml, ditambahkan 1,0 ml larutan asam asetat 1 N, 2,0 ml larutan iod, ditepatkan hingga tanda tera dengan air destilata dan dihomogenkan. Setelah didiamkan pada suu ruang selama 20 menit, absorbansinya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 625 nm. Konsentrasi amilosa (dalam persen) ditentukan dengan menggunakan persamaan kurva standar larutan amilosa. 165
Lampiran 4. Daya cerna pati gelatinasi (modifikasi Muchtadi et al, 1992) Dilakukan secara spektroskopi, mencakup pembuatan kurva standar maltosa dan analisis sampel. Pembuatan kurva standar larutan maltosa Sebanyak 1,0 ml larutan maltosa standar yang mengandung 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 mg maltosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup lalu masing-masing ditambahkan dengan 2,0 ml larutan dinitrosalisilat (DNS). Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit lalu segera didinginkan dengan air mengalir. Ke dalam larutan ditambahkan 10 ml akuades, lalu diaduk hingga homogen menggunakan vortex. Absorbansi sampel diukur dengan UV-Vis spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Analisis sampel Sampel pati 1,0 g dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml lalu ditambahkan 10,0 ml akuades. Erlenmeyer lalu ditutup dengan aluminium foil dan dipanaskan dalam penangas air hingga mencapai suhu 90 C sambil terus diaduk, lalu didinginkan. Sebanyak 2,0 ml larutan sampel dipipet kedalam tabung reaksi bertutup lalu ditambahkan 3,0 ml akuades dan 5,0 ml larutan buffer fosfat ph 7,0. Masingmasing sampel dibuat dua kali, salah satu digunakan sebagai blanko. Tabung ditutup dan diinkubasi pada 37 C selama 15 menit. Larutan sampel dan blanko diangkat dan ditambah 5 0 z α s g ff fosfat ph 7,0). Kedua tabung diinkubasi kembali selama 30 menit lalu dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup berisi 2,0 ml larutan DNS. Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit lalu segera didinginkan dengan air mengalir. Sebanyak 10,0 ml akuades kemudian ditambahkan dan diaduk hingga homogen dengan menggunakan vortex. Larutan sampel dan blanko tersebut kemudian diukur absorbansinya dengan UV-Vis spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Daya cerna pati (%) dihitung dengan rumus sebagai berikut: dimana A = maltosa dalam sampel (mg); a = maltosa dalam blanko (mg); B = maltosa dalam pati murni (mg); b = maltosa dalam blanko pati murni (mg). 166