2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap payang

dokumen-dokumen yang mirip
TINGKAT PENDAPATAN USAHA PENANGKAPAN IKAN AKIBAT KENAIKAN HARGA BBM PADA NELAYAN PAYANG DI PPI BANDENGAN KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

KAPAL IKAN PURSE SEINE

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Cantrang Alat tangkap cantrang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

SISTEM BAGI HASIL USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT. Oleh

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Sampel 3.5 Jenis Data yang Dikumpulkan

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

TINJAUAN PUSTAKA. Alat ini umumnya digunakan untuk menangkap ikan menhaden (Brevoortia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Minyak

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA KELAYAKAN USAHA PENANGKAPAN IKAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PAYANG (SEINE NET) DI PANTAI MALABERO KOTA BENGKULU

STUDI PEMANFAATAN TEKNOLOGI RUMPON DALAM PENGOPERASIAN PURSE SEINE DI PERAIRAN SUMATERA BARAT. Oleh : Universitas Bung Hatta Padang

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa

BAB III BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

6 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN

Jaring Angkat

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *)

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE 9 GT DAN 16 GT DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) MORODEMAK, DEMAK

PURSE SEINE (PUKAT CINCIN)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM PENELITIAN. Kecamatan Labuhan Haji merupakan Kecamatan induk dari pemekaran

BUPATI JEMBRANA KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 656 TAHUN 2003

Lampiran 1 Layout PPN Prigi

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

C E =... 8 FPI =... 9 P

BAB III USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT DAN ZAKATNYA DI KECAMATAN PEKALONGAN UTARA. memiliki luas wilayah 77098,8297 Ha, yang terdiri dari

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN PAYANG JABUR (Boat Seine) DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI ASEMDOYONG KABUPATEN PEMALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap

EFFECT OF PRODUCTION FACTORS ON PURSE SEINE FISH CAPTURE IN THE LAMPULO COASTAL PORT, BANDA ACEH

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE

4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

POLA ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN CUACA PADA PERIKANAN PAYANG DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN NELAYAN PUKAT CINCIN (PURSE SEINE) DAN PANCING TONDA (TROLL LINE) DI PPP TAMPERAN PACITAN, JAWA TIMUR

PSPK STUDENT JOURNAL, VOL. I NO. 1 pp UNIVERSITAS BRAWIJAYA Recieved 18 January 2013, Accepted 16 May 2013

3 METODOLOGI PENELITIAN

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

ANALISIS FAKTOR PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHA ALAT TANGKAP PAYANG DI GILI KETAPANG KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA TIMUR

Usaha Perikanan Tangkap Multi Purpose di Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 16 KABUPATEN TAHUN Subsektor Perikanan - Tangkap

5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU

Transkripsi:

5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang 2.1.1 Alat tangkap payang Payang termasuk alat tangkap yang memiliki produktivitas relatif cukup tinggi karena termasuk alat tangkap aktif, payang dikenal hampir di seluruh perairan laut Indonesia. Nama payang di berbagai daerah berbeda-beda antara lain payang (Jakarta, Tegal dan Pekalongan), payang uras (Bali), payang gerut (Bawean), atau jala lompo (Kaltim, Sulsel) (Anonymous, 2004). Melihat sudah lamanya alat penangkap ikan ini digunakan, payang dapat digolongkan sebagai alat penangkap ikan tradisional. Keberadaan unit penangkapan payang di dalam perikanan laut Indonesia dianggap penting baik dilihat dari produktivitas maupun jumlah tenaga kerja yang terlibat. Payang merupakan pukat kantong lingkar yang secara garis besar terdiri atas bagian kantong (bag), badan (body) dan sayap (wing). Menurut Subani dan Barus (1989) menyatakan bahwa bagian kantong payang umumnya terdiri atas bagian kecil yang tiap bagian mempunyai nama sendiri yang tiap daerah umumnya berbeda. Dua buah sayap yang terletak di sebelah kanan dan kiri badan payang, setiap sayap berukuran panjang 100-200 meter, bagian badan jaring sepanjang 36-65 meter dan bagian kantong terletak di belakang bagian badan payang yang merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan ikan adalah sepanjang 10-20 meter. Deskripsi payang yang diterangkan oleh Subani dan Barus (1989) adalah sebagai berikut; besar mata mulai dari ujung kantong sampai ujung kaki berbedabeda, bervariasi mulai dari 1 cm atau kurang sampai sekitar 40 cm. Berbeda dengan trawl dasar yang memiliki tali ris atas yang lebih pendek daripada tali ris bawah, payang memiliki tali ris bawah yang lebih pendek. Hal ini untuk mencegah kemungkinan ikan lolos ke arah bawah, karena pada umumnya payang digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang biasanya hidup di bagian lapisan atas perairan dan mempunyai sifat cenderung bergerak ke lapisan bawah bila terkurung jaring.

6 Menurut Monintja (1991), jaring pada payang terdiri atas kantong, dua buah sayap, dua tali ris, tali selambar, serta pelampung dan pemberat. Kantong merupakan satu kesatuan yang berbentuk kerucut terpancung, semakin ke arah ujung kantong jumlah mata jaring semakin berkurang dan ukuran mata jaringnya semakin kecil. Ikan hasil tangkapan akan berkumpul di bagian kantong ini. Semakin kecil ukuran mata jaring maka akan semakin kecil kemungkinan ikan meloloskan diri. Von Brandt (1984) menjelaskan bahwa payang termasuk ke dalam kelompok seine net atau danish seine. Seine net adalah alat penangkap ikan yang mempunyai bagian badan, sayap dan tali penarik yang sangat panjang dengan atau tanpa kantong. Alat penangkap ikan ini dioperasikan dengan cara melingkari area seluas-luasnya dan kemudian menarik alat ke kapal atau pantai. Payang merupakan salah satu dari seine net yang dioperasikan dengan cara melingkari kawanan ikan lalu ditarik ke atas kapal yang tidak bergerak. Bentuk dan bagian-bagian alat tangkap payang dapat dilihat pada Gambar 1. Tali ris Sayap Badan Kantong http://auxis.tripod.com/fishing.htm Gambar 1 Bentuk dan bagian-bagian pada alat tangkap payang. 2.1.2 Kapal/perahu payang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 pasal 1 tahun 2004 tentang perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi

7 penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang mencakup penggunaan dalam aktivitas penangkapan ikan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, pengelolaan usaha budidaya, serta penggunaan dalam beberapa aktivitas seperti riset, training dan inspeksi sumberdaya perairan. Pada kapal perikanan dilakukan kerja menangkap, menyimpan dan mengangkat ikan (Nomura dan Yamazaki, 1977). Kapal perikanan yang umum digunakan pada pengoperasian unit penangkapan payang adalah perahu, dengan menggunakan mesin penggerak berupa motor tempel atau outboard engine. Perahu ini mempunyai konstruksi khusus, yaitu mempunyai tiang pengamat yang disebut kakapa (Monintja, 1991). Perahu yang digunakan pada pengoperasian payang di berbagai daerah di Indonesia memiliki ukuran yang berbeda-beda. Selain itu, mesin yang dipakai serta jumlah nelayan yang mengoperasikan juga berbeda. Misalnya kapal payang di Bengkulu memiliki ukuran rata-rata kapal payang 2,68 GT, mesin 12,9 HP dan jumlah nelayan 11 orang (Ta alidin Z, 2003). Adriani (1995) menjelaskan bahwa dengan bertambahnya kekuatan mesin akan mempercepat kapal menuju fishing ground, mempercepat waktu untuk kembali ke fishing ground, mempercepat waktu kembali ke fishing base, mempercepat kapal dalam melakukan pelingkaran gerombolan ikan pada saat operasi penangkapan ikan sehingga operasi penangkapan ikan menjadi lebih efisien. 2.1.3 Metode Pengoperasian Payang Alat tangkap payang biasanya dioperasikan di lapisan permukaan air (water surface) dengan tujuan untuk menangkap jenis ikan pelagis yang membentuk kelompok (schooling). Metode pengoperasian payang dapat dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap penurunan dan tahap penarikan jaring (Ayodhyoa, 1981). Dalam operasi penangkapan ikan dengan payang, nelayan terlebih dahulu melakukan persiapan sebelum berangkat dari fishing base menuju fishing ground. Persiapan tersebut meliputi penyusunan alat tangkap diatas perahu dan persiapan bahan bakar serta perbekalan (Monintja, 1991).

8 Tahap pengoperasian payang terdiri atas penurunan jaring (setting) dan penarikan jaring (hauling). Tahap setting dilakukan setelah gerombolan ikan ditemukan dengan cara menduga-duga keberadaan gerombolan ikan. Setting dilakukan dengan cara menurunkan tali selambar depan dengan pelampung tonda yang dibawa oleh seorang perenang. Perahu dengan kecepatan penuh melingkari kelompok ikan hingga seluruh jaring terentang dan mengurunginya (Monintja, 1991). Setelah dilakukan setting maka segera dilakukan hauling. Pada waktu penarikan jaring semua nelayan berada di sisi kiri perahu dan terbagi menjadi kelompok. Kelompok pertama menarik sayap kiri jaring dari arah haluan perahu dan kelompok kedua menarik sayap kanan jaring dari arah buritan perahu. Kecepatan penarikan jaring antara kedua kelompok harus sama, yaitu dengan mengetahui jumlah pelampung yang sudah naik ke atas perahu. Setelah seluruh bagian jaring dinaikkan ke atas perahu, kemudian dilakukan pemindahan ikan dari kantong ke palka perahu (Monintja, 1991). Penangkapan ikan menggunakan payang dapat dilakukan baik pada siang hari maupun malam hari. Untuk meningkatkan hasil tangkapan saat pengoperasian alat tangkap payang digunakan alat bantu berupa lampu petromaks (kerosene pressure lamp) dan atau rumpon atau payaos (fish agregating device). Alat bantu petromaks biasa digunakan jika pengoperasian alat tangkap payang dilakukan pada malam hari. Alat bantu rumpon atau payaos biasa digunakan jika pengoperasian alat tangkap payang dilakukan pada siang hari. Kadangkala pengoperasian alat tangkap payang dilakukan tanpa menggunakan alat bantu, yaitu dengan cara menduga-duga keberadaan ikan atau mencari gerombolan ikan (Subani dan Barus, 1989). Menurut Ayodhyoa (1981), indikator yang digunakan dalam menduga keberadaan gerombolan ikan adalah dengan melihat : 1) Adanya perubahan warna permukaan air laut karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan air; 2) Adanya ikan yang melompat-lompat di permukaan air laut; 3) Adanya riak-riak kecil karena gerakan renang ikan di bagian permukaan air laut;

9 4) Adanya buih-buih di permukaan air laut akibat udara yang dikeluarkan ikan; 5) Adanya burung yang menukik dan menyambar ke permukaan laut. Jenis ikan yang biasanya tertangkap oleh payang di perairan Laut Jawa adalah tongkol (Auxis sp), cakalang (Katsuwonus pelamis), kembung (Rastrelliger sp), peperek (Leiognathus sp), tembang (Clupea sp), layang (Decapterus sp) dan lainlain. Sebagian besar ikan yang tertangkap dengan payang tergolong sumberdaya ikan pelagis, yaitu ikan yang hidup di permukaan laut atau didekatnya (Subani dan Barus, 1989). Alat bantu pendeteksi gerombolan ikan fish finder, umumnya di Indonesia belum digunakan untuk perikanan payang. 2.2 Pendapatan usaha penangkapan dan analisisnya Biaya atau cost adalah pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu barang ataupun jasa yang diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang, melalui tukar menukar ataupun melalui pemberian jasa (Rony,1990). Biaya operasional penangkapan ikan terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan komponen biaya yang tidak berubah besarannya dan tidak dipengaruhi oleh besaran tingkat produksi penangkapan ikan. Sementara biaya variabel adalah komponen biaya yang sangat dipengaruhi oleh besaran tingkat produksi penangkapan ikan. Biaya produksi dalam usaha nelayan terdiri atas dua kategori, yaitu biaya berupa pengeluaran nyata dan biaya yang tidak merupakan pengeluaran nyata. Pengeluaran-pengeluaran nyata ada yang kontan dan tidak kontan. Menurut Mulyadi (2005), pengeluaran-pengeluaran kontan adalah : (1) Bahan bakar dan oli (2) Bahan pengawet (es dan garam) (3) Pengeluaran untuk makanan/ konsumsi awak (4) Pengeluaran untuk reparasi (5) Pengeluaran untuk retribusi dan pajak Pengeluaran-pengeluaran yang tidak kontan adalah upah/gaji awak nelayan pekerjaan yang umumnya bersifat bagi hasil dan dibayar sesudah hasil dijual. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak nyata adalah penyusutan dari perahu, mesin dan alat tangkap karena pengeluaran ini hanya merupakan penilaian yang tidak pasti.

10 Soekartawi (1986), mengemukakan beberapa definisi yang berkaitan dengan pendapatan yaitu : 1) Penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk 2) Pengeluaran tunai, yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi industri 3) Pendapatan tunai, yaitu selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai 4) Penerimaan kotor, produk total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual 5) Pengeluaran total usaha, yaitu nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. 6) Pendapatan bersih usaha, yaitu selisih antara penerimaan kotor usaha dan pengeluaran total usaha. 2.2.1 Analisis biaya kebutuhan melaut Biaya kebutuhan melaut per trip penangkapan merupakan total biaya yang dikeluarkan nelayan untuk melakukan satu trip penangkapan terkait kebutuhan nelayan dalam operasi penangkapan ikan. Perhitungan volume kebutuhan BBM per trip penangkapan dilakukan dengan rumus pengkonsumsian bahan bakar yang dikeluarkan Pertamina tahun 2001 yaitu : F = W H c Keterangan : F : Konsumsi BBM per trip (ton/trip) W : Daya mesin kapal/perahu (HP) H : lama waktu mesin beroperasi per trip (jam) c : Fuel Consumption Rate (0,16) Biaya konsumsi BBM per trip (Fuel Consumption Cost) dihitung dari : FCC = V HET Dimana : FCC = Fuel Consumption Cost / biaya konsumsi BBM per trip (Rp) V = Volume BBM per trip (ton/trip) HET = Harga Eceran Tertinggi BBM (Rp).

11 2.2.2 Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat dalam usaha penangkapan ikan dan besar keuntungan (π) yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan untuk melakukan operasi penangkapan ikan yaitu dengan rumus (Soekartawi, 1995) dimana : π = TR TC TR (Total Reveneu) per satuan waktu = Pendapatan total per satuan waktu TC (Total Cost) per satuan waktu π = Keuntungan Apabila : TR > TC maka usaha menguntungkan TR < TC maka usaha mengalami kerugian TR = TC maka usaha impas. = Biaya total per satuan waktu Biaya total (Total Cost) terdiri atas biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya variabel (Variabel Cost). Biaya tetap (Fixed Cost) terdiri atas investasi, penyusutan dan komponen biaya tetap lain seperti perizinan, retribusi dan perawatan. Biaya variabel terdiri atas biaya operasional melaut dan biaya upah bagi hasil. Dalam menghitung penyusutan digunakan metode garis lurus (stright line) yaitu biaya penyusutan benda setiap tahun dibebankan dalam jumlah yang sama, secara matematis perhitungan nilai penyusutan ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2002) : penyusutan = NB NA T Keterangan : NB = Nilai beli NA = Nilai akhir/nilai jual T = Tahun atau umur teknis 2.2.3 Analisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi volume hasil tangkapan Uji korelasi urutan Spearman (The Rank Correlation Test) digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel atau data ordinal. Hal ini dikarenakan data yang digunakan bersifat homogen dalam distribusi populasi sehingga digunakan analisis uji korelasi urutan Spearman (Hasan, 2001). Untuk

12 suatu variabel A yang memiliki hubungan yang erat atau kuat dengan variabel B lainnya yang diuji, maka dapat diduga variabel A bersifat mempengaruhi variabel B lainnya tersebut; sehingga dapat dikatakan variabel A merupakan faktor yang termasuk mempengaruhi variabel B. Dalam konteks penelitian ini, maka variabel-variabel yang diukur dan kemudian diuji melalui uji korelasi urutan spearman diharapkan menjadi faktor yang termasuk mempengaruhi volume hasil tangkapan. Menurut Iqbal Hasan (2001) koefisien korelasi urutan Spearman dirumuskan : r s = Keterangan : 2 6 d n( n 1) 1 2 d = beda urutan dalam satu pasangan data n = banyaknya pasangan data Adapun langkah-langkah pengujian korelasi urutan Spearman adalah sebagai berikut : 1) Menentukan formulasi hipotesis H 0 : tidak ada hubungan antara urutan variabel yang satu dengan urutan dari variabel lainnya dan H 1 : ada hubungan antara urutan variabel yang satu dengan urutan dari variabel lainnya. 2) Menentukan taraf nyata (α) dan nilai ρ s tabel Taraf nyata dan nilai ρ s tabel ditentukan sesuai dengan besarnya n (n 30). Pengujiannya dapat berupa pengujian satu sisi dan dua sisi. 3) Menentukan kriteria pengujian : H 0 diterima apabila r s ρ s (α) dan H 0 ditolak apabila r s > ρ s (α) 4). Menentukan nilai uji statistic yaitu merupakan nilai r s situ sendiri 5) Membuat kesimpulan yaitu menyimpulkan H 0 diterima atau ditolak 2.3 Nelayan Menurut UU Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan (Anonymous, 2004). Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan, untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

13 Berdasarkan status penguasaan modal, nelayan dapat dibagi menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik atau juragan adalah orang yang memiliki sarana penangkapan seperti kapal/perahu, jaring dan alat tangkap, sedngkan nelayan buruh adalah orang yang menjual jasa tenaga kerja sebagai buruh dalam kegiatan penangkapan ikan di laut, atau sering disebut anak buah kapal (ABK) (Satria, 2002). Berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, maka nelayan juga dapat dibedakan menjadi : 1) Nelayan penuh ; adalah orang yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan di laut; 2) Nelayan sambilan utama adalah orang yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan ikan, nelayan kategori ini dapat mempunyai pekerjaan lain; dan 3) Nelayan sambilan tambahan adalah orang yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan (Anonymous, 2002). Menurut Hermanto (1986), kelompok pelaku dalam usaha penangkapan ikan bila ditinjau dari bagian yang diterima oleh pelaku, diantaranya: juragan/pemilik dan ABK. 1) Juragan/pemilik adalah orang yang mempunyai perahu dan alat penangkapan ikan tetapi tidak ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut. Juragan darat hanya menerima bagi hasil tangkapan yang diusahakan oleh orang lain. Pada umumnya juragan darat menanggung seluruh biaya operasi penangkapan. 2) ABK adalah orang yang tidak memiliki unit penangkapan dan hanya berfungsi sebagai buruh atau pandega, umumnya menerima bagi hasil tangkapan dan jarang diberi upah harian. Kedua kelompok diatas juga terdapat pada perikanan payang. Jumlah nelayan dalam pengoperasian unit penangkapan payang berkisar antara 10-20 orang. Biasanya nelayan payang telah membentuk satu kesatuan kerja yang tetap dan

14 dipimpin oleh juru mudi yang sekaligus bertindak sebagai fishing master (Monintja, 1991). 2.4 Bahan Bakar Minyak dan Dampak Kenaikan Harganya Bahan bakar minyak (BBM) adalah salah satu hasil pertambangan yang mempunyai nilai sangat strategis bagi kehidupan suatu negara. Bahan bakar minyak dijabarkan dalam berbagai bentuk dan memiliki harga tertentu sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1. Kenaikan harga BBM memberikan dampak yang cukup besar bagi sektor perikanan dan kelautan terutama nelayan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar kebutuhan melaut nelayan adalah BBM. Selain harga bahan bakar untuk pengoperasian kapal semakin tidak terjangkau, kenaikan harga BBM juga berdampak pada kenaikan biaya operasional lain seperti bahan kebutuhan pokok selama melaut yang mencapai 20 hingga 30 persen dari biaya produksi, serta penyediaan es balok. Kenaikan harga solar dari Rp 4.300,00 menjadi Rp 5.500,00 pada tanggal 23 Mei 2008 (Tabel 1) menjadikan kondisi ekonomi nelayan semakin miskin, terlebih karena tanpa kenaikan harga BBM, nelayan sudah menerima harga yang melebihi harga pasar. Hal ini terjadi karena biaya pengangkutan solar dari distributor ke daerah sekitar pesisir membutuhkan biaya yang besar yang disebabkan jarak tempuh dalam pendistibusian BBM tersebut cukup jauh. Dengan kenaikan harga BBM, nelayan harus menerima harga yang begitu tinggi, yaitu harga BBM yang secara resmi dinaikkan oleh pemerintah ditambah dengan biaya pendistribusian yang semakin tinggi.

15 Tabel 1 Perkembangan harga BBM di Indonesia tahun 2008 Diesel V10 Pertamina Dex Tanggal Premium M.Tanah M.Solar M.Diesel M. Bakar Eceran (Rp/Lt) 6.000 2.500 5.500 - - - - WILAYAH 1 (Rp/KL) 9.136.000 11.229.000 11.277.000 10.984.000-6.783.500 11.560.000 (US$/KL) 981,48 1.206,3 1.211,41 1.179,95-728,64 1.241,82 WILAYAH 2 (Rp/KL) 9.487.000 11.474.000 11.701.500 11.224.000-6.931.500-1 Juli (US$/KL) 1.019,18 1.232,62 1.257,02 1.205,73-744,54 - WILAYAH 3 (Rp/KL) 9.688.000 11.717.500 11.949.500 11.462.000-7.078.500 (US$/KL) 1.040,78 1.258,77 1.283,66 1.231,30-760,33 - WILAYAH 4 (Rp/KL) 9.136.000 11.229.000 11.133.045 10.984.000 9.708.000 6.783.500 11.560.000 (US$/KL) 981,48 1.206,3 1.195,95 1.179,95 1.042,88 728,64 1.241,82 15 Mei Eceran (Rp/Lt) 4.500 2.000 4.300 - - - - WILAYAH 1 (Rp/KL) 7.870.090 9.572.482 9.369.985 9.231.973-5.947.446 9.797.829 (US$/KL) 852,16 1.036,49 1.014,54 999,58-644 1.060,87 WILAYAH 2 (Rp/KL) 8.172.412 9.781.201 9.897.883 9.516.016-6.076.862 - (US$/KL) 884,89 1.059,09 1.071,7 1.030,33-658,01 - WILAYAH 3 (Rp/KL) 8.345.762 9.988.676 10.107.833 9.717.866-6.205.762 - (US$/KL) 903,66 1.081,55 1.094,43 1.052,19-671,97 - WILAYAH 4 (Rp/KL) 7.870.090 9.572.482 9.313.886 9.231.973 8.206.333 5.947.446 9.797.829 (US$/KL) 852,16 1.036,49 1.008,47 999,58 888,6 644 1.060,87 Catatan : Harga Tanpa Pajak Wilayah 1 : Harga berlaku Ex. Suplai Point (Depot/Transit Terminal) selain Batam, Wilayah 4, UPmsVII Makasar, Upms VIII Jayapura dan Propinsi NTT Wilayah 2 : Harga berlaku Ex. Suplai Point (Depot/Transit Terminal) di UPmsVII Makasar Wilayah 3 : Harga berlaku Ex. Suplai Point (Depot/Transit Terminal) di UPmsVIII Jayapura dan Propinsi NTT Wilayah 4 : Harga berlaku Ext. Inst. Medan Grup, Depot Panjang TT. TG. Gerem, Depot Pelumpang, Depot Cikampek, Inst. Tanjung Priok, Int. semarang/pengampon, Int. Surabaya Grup

16 Kenaikan harga BBM akan meningkatkan biaya operasional nelayan. Seperti pada perikanan payang di Cirebon jumlah melaut 21 kali per bulan menurun tajam menjadi 8 kali per bulan. Sebagaimana diketahui, pada kenyataannya kebanyakan nelayan di Indonesia hanya menggantungkan sumber penghasilan dari hasil melaut. Peningkatan biaya untuk BBM juga berpengaruh secara berantai terhadap komponen biaya lain yang merupakan bagian dari biaya operasional. Biaya lain yang turut meningkat adalah biaya kebutuhan pokok selama melaut, biaya penyediaan es balok, serta biaya lain yang terpengaruh karena kenaikan harga BBM tersebut. Sejauh ini belum terdapat energi alternatif bagi nelayan selain BBM (solar dan minyak tanah). Nelayan melakukan penghematan BBM dengan cara mencampur solar dengan minyak tanah, oli atau zat lain yang persentasenya tetap lebih kecil dibandingkan solar yang digunakan. Pengoplosan bahan bakar tersebut akan memperpendek usia mesin perahu nelayan.