BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

2016 LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB I PENDAHULUAN. ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan, termasuk polio, dan lumpuh ( Anak_

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

Kata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.

www. psld. uin-suka.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

EVALUASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF TINGKAT SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KOJA JAKARTA UTARA (Studi Pada SDN Tugu Utara 11)

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Semua individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Realita Kehidupan Difabel dalam Masyarakat

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

penyelenggaraan pendidikan khusus, pendidikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

Educational Psychology Journal

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

Penerapan Manajemen Pelayanan Inklusif Abstrak

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat merasakan upaya pemerintah ini, dengan tidak memandang

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4

JURNAL SKIPSI IMPLEMENTASI PEMENUHAN HAK AKSESIBILITAS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PENDIDIKAN DASAR DI KOTA YOGYAKARTA STUDI KASUS

BAB III METODE PERANCANGAN. daksa yang dapat menerima segala umur dan kelas sosial, memudahkan

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang akan dieksplorasi. SD Negeri 2 Bendan merupakan salah satu sekolah

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of Productive Employement and Social Integrationyaitu Promote equal access to all levels of education and skills development for persons with disabilities (www.undocuments.net/ha-4c.htm poin 121-E), ada beberapa kebijakan dari pemerintah untuk meningkatkkan pengembangan masyarakat pada berbagai aspek salah satunya adalah mempromosikan kesetaraan akses pendidikan dan ketrampilan bagi kaum disabilitas. Data Pemerintah terkait dengan jumlah anak berkebutuhan khusus yang ada di Jakarta mengalami peningkatan yang cukup signifikan, salah satunya menurut data Susenas pada Tahun 2012 pada jenjang pendidikan sekolah dasar yang mengalami distribusi penyandang disabilitas yang tinggi dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya. Dengan kata lain, adanya program pemerintah mengenai pendidikan inklusif yaitu pendidikan yang memberikan aksesibilitas ruang yang baik yang dapat mewadahi anak-anak kaum disabilitas untuk memperoleh kesetaraan akses pendidikan di Jakarta. Gambar1. Distribusi Penyandang Disabilitas Menurut JenisPendidikanBerdasarkan Data Susenas Tahun 2012 Sumber: Badan Survey Sosial Ekonomi Nasional, diakses tanggal 1 Oktober 2015 Kebijkan pendidikan inklusif merupakan system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Permendiknas,Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidkan Inklusif). 1

2 Sesuai dengan Permendiknas No. 70 Tahun 2009 Pasal 2, pendidikan inklusif bertujuan: 1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. 2. Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Selama ini anak anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusif bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Tembok eksklusif tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas minor dari dinamika sosial di masyarakat. Data dari pemerintah pada sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia di Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa kabupaten atau kota dengan penduduk kaum disabilitas umur dibawah dan sama dengan 10 tahun terbanyak ada di wilayah Jakarta Timur (tabel terdapat di bagian lampiran). Kelima data ini merupakan sumber yang diambil dari Badan Pusat Statistik Indonesia. Kelima data ini juga merupakan indikasi awal untuk mengetahui jumlah penderita cacat (functional disability) atau ketidakmampuan seseorang melakukan aktivitas normal sehari-hari. Ada 5 (lima) kenormalan fungsi fisik dan psikis yang diukur berdasarkan sumber dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, yaitu: 1. melihat 2. mendengar 3. berjalan 4. mengingat, berkonsentrasi, atau berkomunikasi 5. mengurus diri sendiri.

3 1.2 Rumusan Masalah Di Indonesia, proses menuju pendidikan inklusif dimulai pada awal tahun 1960-an yang dipelopori oleh beberapa orang siswa tunanetra di Bandung dengan dukungan organisasi pada tunanetra sebagai satu kelompok penekan. Pada akhir tahun 1970-an pemerintah mulai menaruh perhatian terhadap pentingnya pendidikan integrasi dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan nomor 002/U/1986 tentang Pendidikan Terpadu bagi Anak Cacat. Pada tahun 2010 angka partisipasi murni Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk jenjang pendidikan dasar baru mencapai 30%. Dengan demikian, jumlah ABK yang belum merasakan jaminan pendidikan masih cukup banyak, yaitu 70%. Hal ini juga disebabkan salah satunya karena minimnya kemudahan akses bagi para anakanak berkebutuhan khusus untuk dapat belajar dengan nyaman di sekolah-sekolah reguler (sumber: data partisipasi ABK pada jenjang sekolah dasar oleh BPS tahun 2010). Berdasarkan survey dan observasi yang dilakukan di lapangan pada beberapa sekolah inklusi yang ditunjuk oleh pemerintah di Jakarta Timur, terdapat 3 dari 5 kenormalan fungsi fisik dan psikis yang lebih menonjol untuk tingkat jenjang pendidikan SD yaitu: 1. Kesulitan Berjalan atau Naik Tangga 2. Kesulitan Melihat dan 3. Kesulitan Mengingat, Berkonsentrasiatau Berkomunikasi Ketiga kenormalan fungsi fisik dan psikis inilah yang kemudian menjadi acuan desain aksesibilitas yang baik dan nyaman pada bangunan sekolah inklusi, khususnya untuk sekolah dasar yang ada di Jakarta Timur. Mengacu pada data dari Badan Pusat Statistik Indonesia bahwa kabupaten atau kota dengan penduduk kaum disabilitas umur dibawah 10 tahun terbanyak ada di Jakarta Timur, maka adanya sekolah inklusi di kawasan tersebut akan sangat membantu.namun jumlah tersebut berbanding terbalik dengan kondisi sekolah inklusi yang ada di Jakarta Timur. Masih banyak sekolah yang baru ditunjuk pemerintah untuk menerapkan pendidikan inklusif pada awal tahun 2014, hal ini membuat persiapan sekolah menjadi belum maksimal dan kondisi sekolah yang ditunjuk belum memenuhi standar ketentuan yang ada. Salah satunya terdapat di daerah Rawamangun, PuloGadung yaitu SDN 09 Rawamangun.

4 Tabel 1. Daftar Sekolah Inklusi di Pulo Gadung, Jakarta Timur Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, diakses tanggal 1 Oktober 2015 Selain itu terdapat beberapa kendala yang ditemukan, salah satunya adalah terkait dengan luasan ruang kelas dengan aksesibilitas pengguna kursi roda dan kapasitas siswa per kelas. Hasil dari analisa menunjukkan bahwa terdapat selisih kebutuhan ruang yang cukup besar yaitu sekitar 18.25m2 pada ruang kelas. Selisih ruang tersebut yang dijadikan acuan untuk menambah kapasitas ruang kelas dengan membangun bangunan baru pada lahan kosong yang terdapat di bagian depan bangunan sekolah tersebut (Bab 4: Analisis Bentuk Massa Bangunan dan Kapasitas Ruang Kelas). Terlepas dari masalah pelayanan kurikulum pendidikan formal yang harus dihadapi, bangunan-bangunan sekolah yang ada juga harus dibenahi agar setiap aspek penting terciptanya program pendidikan inklusif yang baik juga dapat terlaksana dan dapat dinikmati baik oleh anak-anak berkebutuhan khusus ataupun anak-anak normal lainnya. berikut: Berdasarkan fakta diatas, maka rumusan masalah dapat dijelaskan sebagai 1. Bagaimana karakteristik pelajar berkebutuhan khusus dan hubungannya dengan ruang gerak pada sekolah inklusi? 2. Bagaimana menciptakan desain aksesibilitas sekolah inklusi yang dapat mewadahi karakteristik pelajar berkebutuhan khusus sehingga dapat diakses oleh pelajar berkebutuhan khusus maupun pelajar normal?

5 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan aksesibilitas yang tepat dan baik bagi ruang sekolah anak sehingga dapat diakses dengan mudah bagi anak berkebutuhan khusus maupun anak normal agar tercipta suasana belajar mengajar yang berkualitas.beberapa tujuan penelitian yang akan dibahas lebih mendalam terkait dengan rumusan masalah diatas adalah: 1. Mengidentifikasi dan mengetahui karakteristik pelajar berkebutuhan khususserta ruang geraknya pada sekolah inklusi. 2. Mengidentifikasi dan menganlisa desain aksesibilitas pada sekolah inklusi yang dapat mewadahi dan memfasilitasi pelajar berkebutuhan khusus dan pelajar normal. 1.4 Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup materi studi yang akan dikaji dalam penyusunan laporan ini dibatasi mengenai identifikasi dan analisis aspek-aspek sebagai berikut: Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Terutama Pada Aspek Pergerakan dan Ruang Geraknya Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik anak-anak berkebutuhan khusus serta kebutuhan ruang gerak mereka agar tercipta suasana belajar mengajar yang baik. Aksesibilitas Pola Ruang Untuk Sekolah Inklusi Mengidentifikasi dan Menganalisis bentuk bangunan sekolah-sekolah reguler dan pola ruang yang ada khususnya agar dapat diakses dengan baik dan mudah oleh pelajar berkebutuhan khusus maupun pelajar normal. Analisis bentuk bangunan sekolah juga berorientasi terhadap lingkungan sekolah, ruang gerak bagi pelajar berkebutuhan khususdan elemen material yang digunakan.

6 1.5 State Of The Art Tabel 2.State of The Art No. Judul dan Penulis Pembahasan Kesimpulan Tahun Fenomena N. Jurnal ini Berdasarkan 1 Penyelengaraan Praptiningrum membahas kenyataandi Pendidikan bagaimana lapangan, Inklusif Bagi fenomena penyelenggaraan Anak pendidikan sekolah inklusif Berkebutuhan inklusif yang masih memiliki Khusus, Jurnal terjadi di hambatan yang Pendidikan Indonesia cukup berarti. Khusus selama beberapa Tidak Vol.7,No.2. tahun terakhir. didukungnya November 2010 Kasus yang sarana dan muncul seperti prasarana minimnya fasilitas sekolah sarana dan kurikulum penunjang yang belum sistem matang menjadi pendidikan hal yang harus inklusif hingga diperhatikan. terbatasnya Adanya pengetahuan dukungan dari dan ketrampilan semua pihak guru. akan membuat program pendidikan inklusif menjadi lebih baik.

7 No. Judul dan Penulis Pembahasan Kesimpulan Tahun 2 Proses Rona Fitria Hasil survey Terdapat Pembelajaran yang telah beberapa solusi Dalam Setting dilakukan pada permasalahan Inklusi Di SDN 18 Kota tersebut, Sekolah Dasar, Luar. diantaranya Jurnal Ilmiah Pengumpulan metode Pendidikan data yang pembelajaran Khusus dilakukan yang dibuat lebih Vol.1,No.1 berupa teknik kreatif dan Januari 2012 observasi, inovatif, teknik pengaturan wawancara dan tempat duduk dokumentasi. siswa yang Hasilnya sebaiknya merupakan bervariasi seperti analisa proses duduk pembelajaran di berkelompok, sekolah inklusif dan bentuk berlangsung. bangunan Ada beberapa sekolah yang hambatan dapat menunjang seperti materi semua fasilitas pelajaran, agar dapat pengaturan diakses semua ruang kelas dan siswa. tempat duduk.

8 No. Judul dan Penulis Pembahasan Kesimpulan Tahun 3 Inclusive Dr. Ankur Jurnal ini Dr. Ankur dan Education for Madan and Dr. membahas Dr. Neerja Children with Neerja Sharma tentang sistem mengungkapkan Disabilties: pendidikan bahwa Preparing inklusif yang menciptakan Schools to Meet sangat didukung sebuah sekolah the Challenge, oleh pemerintah inklusif adalah Electronic lokal di India, tanggung jawab Journal for namun masih bersama. Setiap Inclusive banyak sekolah- aspek persiapan Education sekolah yang dasar harus Vol.3,No.1 belum dilakukan (Fall/Winter menerapkan seperti membuat 2013) program materi pendidikan pembelajaran inklusif. yang dapat Diharapkan diterima semua sekolah-sekolah golongan anak, reguler dapat guru menerapkan pembimbing program inklusif yang berkualitas dengan inisiatif serta dan inovasi infrastruktur mereka sendiri sekolah seperti lewat persiapan ramp, tangga, yang matang. pengaturan tempat duduk, ruang bermain, dan lain lain.

9 No. Judul dan Penulis Pembahasan Kesimpulan Tahun 4 Accessibility for Dr. Robert D. Jurnal ini Ada beberapa People With Atkinson and membahas bangunan umum Disabilities, Daniel D. aspek apa saja yang belum Journal of Castro yang dapat memiliki Technology Vol membuat aksesibilitas 1,No.2, October aksesibilitas yang baik bagi 2008 para para kaum penyandang disabilitas. cacat terutama Pentingnya pada bangunan- peranan bangunan umum arsitektur dan dapat diterapkan pemerintah dengan baik. untuk bersama- Beberapa aspek sama peduli dan yang dimaksud menerapkannya antara lain ruang pada bangunan gerak yang dan fasilitas bebas, akses umum. masuk seperti Aksesibilitas ramp atau lift yang dimaksud untuk bangunan tidak hanya umum dan meliputi pedestrian jalan bangunan atau yang aman dan infrastuktur fisik nyaman. tetapi juga semua bentuk pelayanan umum dapat dinikmati kaum disabilitas.

10 No. Judul dan Penulis Pembahasan Kesimpulan Tahun 5 Children with Ashima Das Konsep dasar Di dalam Disabilities in Ph.D. and dalam sebuah sekolah Private Inclusive Ruth membangun berbasis Schools in Kattumuri sekolah pendidikan Mumbai: inklusif. inklusif, ada Experiences and Terdapat beberapa Challanges, penelitian konsep dasar. Electronic terhadap 10 Ada 3 hal Journal for anak kaum penting Inclusive disabilitas diantaranya Education dengan kisaran adalah kaum Vol.2,No.8 umur 7-15 disabilitas, (Summer/Fall tahun dengan pendidikan 2011) tujuan agar inklusi dan dapat konsep memahami pengembangan karakteristik diri. Ketiga hal mereka ini menjadi sehingga bahan penelitian tercipta yang kemudian sekolah menjadi inklusif yang kerangka dasar menjawab sebuah sekolah kebutuhan baik inklusif yang secara baik menurut bangunan fisik Ashima Das hingga Ph.D. dan Ruth kurikulum Kattumuri. pendidikan.

11 Kesimpulan: Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada kenyataan yang terjadi di lapangan penyelenggaraan pendidikan inklusif pada beberapa sekolah yang ditunjuk oleh pemerintah masih memiliki beberapa hambatan seperti fasilitas atau sarana dan prasana sekolah yang kurang mendapat perhatian khusus terutama bagi pada penyandang cacat fisik serta metode pembelajaran yang harus disesuaikan bagi anak anak berkebutuhan khusus. Terdapat juga beberapa pertimbangan dalam mempersiapkan sebuah sekolah inklusi.ada 3 hal penting yang harus diperhatikan dalam menciptakan sebuah sekolah inklusi yang baik menurut Ashima Das Ph.D. dan Ruth Kattumuri dalam jurnal yang berjudul Children with Disabilities in Private Inclusive Schools inmumbai,diantaranya adalah kaum disabilitas, pendidikan inklusi dan konseppengembangan diri. Ketiga hal ini menjadi bahan penelitian yang kemudian menjadi kerangka dasar sebuah sekolah inklusif yang baik. Selain dari materi dan metode pembelajaran yang harus disesuaikan, bangunan sekolah dan fasilitas yang ada di dalamnya juga harus dapat mewadahi anak-anak berkebutuhan khusus maupun anak-anak normal lainnya sehingga muncul sebuah desain aksesibilitas sekolah inklusi yang baik.

12