BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata latin communicatio dan bersumber dari kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Proses belajar tidak

BAB II KAJIAN TEORI. aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal. yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Hamalik (2009: 155) hasil belajar tampak sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. perlu dilakukan usaha atau tindakan untuk mengukur hasil belajar siswa. Hamalik

BAB V PEMBAHASAN. Fiqih dengan melalui penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe picture and

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2) belajar merupakan suatu kegiatan di mana seseorang membuat atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belajar. Menurut Ahmadi (2002 : 45) Hasil belajar adalah hasil yang dicapai

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI. berlangsung secara efektif dan efisien. pengetahuan, keterampilan, maupun sikap.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH DAN HASIL BELAJAR MEMBACA SURAH AN NASR. Make a Match akan riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003:

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan yang berperan sebagai ratu dan pelayan ilmu. James dan James

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa

Ilmu Pendidikan,Universitas Sebelas Maret Surakarta

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. Dalam tinjauan pustaka ini akan memaparkan pengertian-pengertian konsep yang

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN TIPE KANCING GEMERINCING

aspek saja, tetapi terjadi secara menyuluruh yang meliputi aspek kognitif, afektif,

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II.TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENINGKATAN PEMAHAMAN KERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KANCING GEMERINCING

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJARMATEMATIKA SISWA KELAS IV SD NEGERI KEPATIHAN PURWOREJO DENGAN METODE PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional yang saat ini diberlakukan mempunyai tuntutan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Joice & Weil dalam Rusman (2012: 133), model pembelajaran adalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk selalu berfikir dan mencari hal-hal yang baru. Pendidikan tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada masa Golden Age (keemasan), sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kewajiban sebagai warga negara yang baik. Untuk mengetahui

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

III. METODE PENELITIAN. eksperimen. Penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang

I. PENDAHULUAN. prasarana pendidikan, pengangkatan tenaga kependidikan sampai pengesahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE KANCING GEMERINCING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORITIS. 1. Belajar dan Pembelajaran Matematika. memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Slameto (2003:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat,

PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA MATERI EKOSISTEM MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN MAKE A MATCH

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP/MTs kelas VII terdapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi.

BAB II KAJIAN TEORITIS. Eggen dan Kauchak (dalam Trianto, 2007: 42) mengemukakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Slameto, 2010). Menurut Gredler dalam Aunurrahman. sebelumnya tidak mengetahui sesuatu menjadi mengetahui.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar

BAB I PENDAHULUAN. terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Hal ini menjadi tuntutan dalam dunia

616 Seminar Nasional dan Launching ADOBSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori Pengertian Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

materi tidak terpusat. Selain itu siswa cenderung ramai dan tidak memperhatikan guru dalam menyampaikan materi. Dalam proses belajar mengajar siswa

Pusvyta Sari 1 Institut Pesantren Sunan Drajat Lamongan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Menurut Suprijono (2012:5), hasil belajar adalah bentuk-bentuk perbuatan, nilai-nilai, pemahaman, sikap, penghargaan dan keterampilan yang dimana hasil belajar ini mencakup perubahan perilaku di seluruh aspek. Hal yang sama diungkapkan Gagne & Briggs dalam Suprihatiningrum (2013:37), hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan siswa yang timbul akibat belajar dan diamati melalui penampilan siswa. Hal ini juga didukung oleh Sudjana (2010:22) yang menyatakan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar. Menurut Purwanto (2009:46) hasil belajar yaitu perubahan tingkah laku yang terjadi setelah seseorang mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa setelah melaksanakan aktivitas belajar. Hal tersebut sependapat dengan Susanto (2013:5) yang mengungkapkan hasil belajar adalah perubahan-perubahan pada diri siswa yang menyangkut berbagai aspek sebagai hasil dari kegiatan belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar yaitu siswa yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Cara untuk mengetahui apakah hasil belajar telah dicapai oleh siswa sesuai tujuan pembelajaran yaitu dengan evaluasi. Peran evaluasi yaitu dapat dijadikan tindak lanjut dan cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Penilaian atau evaluasi hasil belajar siswa mencakup segala sesuatu yang dipelajari di sekolah yaitu menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diberikan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Hamalik (2006:30) yang menyatakan hasil belajar adalah perubahan perilaku seseorang dari tahu menjadi tidak tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti serta tolak ukurnya berupa nilai yang diperoleh. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan hasil belajar adalah perubahanperubahan pada diri siswa yang menyangkut berbagai aspek sebagai hasil dari kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan diukur dengan evaluasi atau penilaian. 5

6 b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Munadi dalam Rusman (2012:124) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu: faktor internal yang terdiri dari faktor fisiologis, meliputi: kondisi kesehatan yang baik, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan faktor psikologis, meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa. Faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan, meliputi: faktor lingkungan fisik dan faktor lingkungan sosial dan faktor instrumental, yaitu faktor yang penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diinginkan berupa kurikulum, sarana, dan guru. Hal yang sama diungkapkan oleh Sudjana (2004:39-40) yang menyebutkan ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu: faktor yang datang dari dalam diri siswa meliputi: motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik, dan faktor psikis serta faktor yang datang dari luar diri siswa (faktor lingkungan) seperti kualitas pengajaran yang mencakup efektivitas proses pembelajaran dalam mencapai tujuan pengajaran. Hal ini juga didukung oleh Baharuddin (2010:19-28) yang menyebutkan hasil belajar siswa dibedakan menjadi dua faktor, yaitu: 1)faktor yang berasal dari dalam individu (faktor internal) meliputi : faktor fisiologis berhubungan dengan kondisi fisik, apabila kondisi fisik sehat maka berpengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu dan sebaliknya apabila kondisi fisik lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal; faktor psikologis berhubungan keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar, diantaranya kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat, 2)faktor yang berasal dari luar individu (faktor eksternal) yang terdiri dari faktor lingkungan sosial meliputi faktor lingkungan sosial sekolah seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas, faktor lingkungan sosial masyarakat seperti kondisi lingkungan tempat tinggal, faktor lingkungan sosial keluarga seperti ketegangan keluarga, sifat-sifat orang tua, pengelolaan keluarga, letak rumah, dan lainnya; faktor lingkungan non sosial meliputi: faktor lingkungan alamiah seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar tidak terlalu silau atau terlalu gelap, suasana sejuk dan tenang; faktor instrumental yaitu perangkat belajar seperti gedung sekolah, alatalat belajar, fasilitas belajar, kurikulum sekolah, peraturan sekolah, buku-buku pelajaran,silabus, dan lainnya; faktor materi pelajaran perlu disesuaikan dengan usia perkembangan siswa. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor yang datang dari dalam diri siswa (faktor

7 internal) yang meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis serta faktor yang datang dari luar diri siswa (faktor eksternal) yang meliputi faktor lingkungan dan faktor instrumental. c. Ranah Hasil Belajar Hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek sesuai dengan taksonomi taksonomi tujuan pembelajaran yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah yang terdiri dari enam tingkatan yang membahas tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan mental dari tingkat pengetahuan sampai evaluasi. Aspek afektif berhubungan dengan sikap, nilai, minat, dan apresiasi yang terdiri dari lima tingkatan yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi, dan pembentukan pola hidup. Aspek psikomotorik berhubungan dengan keterampilan yang bersifat manual atau motorik. Urutan tingkatan psikomotorik yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan, dan kreativitas (Suprihatiningrum, 2013:38-44). Hal yang sama diungkapkan oleh Bloom dalam Sudjana (2004:22-23) yang membagi hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu: ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif berkaitan dengan intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif berkaitan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkaitan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, serta gerakan ekspresif dan interpretatif. Hal ini juga didukung oleh Bloom dalam Arikunto (2007:116) yang menyebutkan hasil belajar dibagi tiga yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif meliputi mengenal (recognition), mengungkap/mengingat kembali (recall), pemahaman (comprehension), penerapan/aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Ranah afektif meliputi pandangan/pendapat (opinion) dan sikap/nilai (attitude/value). Ranah psikomotorik berhubungan dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh dan bagian-bagiannya. Berdasarkan uraian di atas, ranah hasil belajar diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan taksonomi Bloom yaitu ranah kognitif yang menekankan pada aspek intelektual, ranah afektif yang menekankan pada sikap, perasaan, emosi serta

8 karakteristik moral, dan ranah psikomotorik yang menekankan pada gerakangerakan fisik. 2. Model Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Suprijono (2012:54-55) mengungkapkan model pembelajaran kooperatif yaitu suatu model yang memiliki konsep kerja kelompok yang lebih diarahkan oleh guru. Peran guru yaitu memberikan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang diberikan. Guru biasanya memberikan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Solihatin dan Raharjo (2011:4), yang menyatakan model pembelajaran kooperatif sebagai suatu model yang menerapkan perilaku bekerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan dipengaruhi oleh keterlibatan dati tiap anggota kelompok itu sendiri. Hal di atas juga didukung oleh Hamruni (2012:161) yang mengemukakan model pembelajaran kooperatif sebagai serangkaian kegiatan belajar yang dilakukan siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang ditetapkan di mana dalam pembelajaran kooperatif ini terdapat empat unsur penting yaitu adanya peserta, aturan, upaya belajar setiap anggotanya, dan tujuan yang dicapai. Hal yang sama diungkapkan oleh Rusman (2011:209) yang mengungkapkan model pembelajaran kooperatif adalah model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil-kecil yang tingkat kemampuannya berbeda-beda dan setiap anggota saling bekerja sama dalam membantu untuk memahami materi pelajaran dan menyelesaikan tugas kelompok. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran, yaitu : hasil belajar akademik, penerimaan keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Hal di atas sesuai dengan pendapat Yanda, dkk, (2013) yang mengungkapkan model pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran dimana siswa dibagi dalam kelompok-kelompok beranggotakan 4-6 orang dan memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur. Hal yang sama diungkapkan oleh Lie (2003:31) yang mengatakan model pembelajaran yang mengelompokan siswa dalam bekerja atau membantu diantara teman dalam struktur kerjasama yang teratur didalamnya dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompoknya namun, tidak semua belajar kelompok dianggap sebagai model pembelajaran kooperatif. Terdapat beberapa unsur yang perlu diterapkan kepada siswa agar model

9 pembelajaran kooperatif berjalan dengan lancar, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok. Hal tersebut didukung oleh Majid (2013:174) yang mengungkapkan model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yaitu kelompok yang terdiri dari 4-6 orang, kelompok bersifat heterogen, dan siswa memiliki dua tanggung jawab yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota untuk belajar. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan model pembelajaran kooperatif yaitu model pengajaran dimana siswa dalam kelompok kecil yang terdiri 4-5 orang yang tingkat kemampuannya berbeda saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu hasil belajar akademik. b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tampak pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tahap Tahap 1 : Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Tahap 2 : Menyajikan informasi Tahap 3 : Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar Tahap 4 : Membimbing kelompok dalam bekerja dan belajar Tahap 5 : Evaluasi Tingkah Laku Guru Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar. Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau bahan bacaan. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil karyanya. Tahap Tingkah Laku Guru Tahap 6 : Guru mencari cara untuk menghargai upaya dan Memberikan hasil belajar baik individu maupun kelompok. penghargaan Sumber: Rusman (2011:211)

10 Berdasarkan Tabel 1 di atas, terdapat enam langkah atau tahapan di dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif. Fase pertama, guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa agar siswa memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran. Fase kedua, guru menyampaikan informasi kepada siswa yaitu berupa isi materi pelajaran. Fase ketiga, guru menjelaskan siswa harus bekerja sama di dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Fase ini terpenting karena jangan sampai ada anggota kelompok yang bergantung kepada anggota lain karena sering terjadi di dalam kerja kelompok hanya beberapa siswa saja yang bekerja sedang sisa anggota hanya ikut jawaban temannya. Fase keempat, guru mendampingi siswa dalam bekerja kelompok dan memberi arahan maupun petunjuk dalam mengerjakan tugas. Fase kelima, guru melakukan evaluasi pembelajaran. Fase keenam, guru memberikan penghargaan atas usaha individu maupun kelompok (Rusman, 2011:211). c. Teknik-teknik Model Pembelajaran Kooperatif Guru perlu memiliki strategi dan teknik-teknik pembelajaran yang bervariasi dengan alasan agar siswa tidak bosan, karena tidak semua strategi pembelajaran dapat diterapkan di kelas serta mengikuti perkembangan zaman. Terdapat bermacam-macam teknik model pembelajaran kooperatif diantaranya : Teknik Mencari Pasangan, Teknik Bertukar Pasangan, Teknik Berpikir Berpasangan Berempat, Teknik Berkirim Salam dan Soal, Teknik Kepala Bernomor, Teknik Kepala Bernomor Terstruktur, Teknik Dua Tinggal Dua Tamu, Teknik Keliling Kelompok, Teknik Kancing Gemerincing, Teknik Keliling Kelas, Teknik Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, Teknik Tari Bambu, Teknik Jigsaw, dan Teknik Bercerita Berpasangan (Lie, 2003:53-72). Proses belajar mengajar dengan model pembelajaran kooperatif dapat berjalan baik apabila guru mengetahui teknik-teknik yang bisa digunakan dalam model pembelajaran tersebut. Hal tersebut didukung oleh Huda (2011:134-153) yang menyebutkan setidak-tidaknya ada 14 teknik model pembelajaran kooperatif yang diterapkan di ruang kelas yaitu: Mencari Pasangan (Make a Match), Bertukar Pasangan, Berpikir Bepasangan Berbagi (Think Pair Share), Berkirim Salam dan Soal, Kepala Bernomor (Number Heads Together), Kepala Bernomor Terstruktur (Structured Numbered Heads), Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray), Keliling Kelompok, Kancing Gemerincing, Keliling Kelas, Lingkaran Dalam Lingkaran Luar (Inside Outside Circle), Tari Bambu, Jigsaw, dan Bercerita Berpasangan (Paired

11 Story Telling). Teknik ini dapat divariasikan sesuai dengan kebutuhan dalam belajar mengajar di kelas. 3. Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Talking Chips a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Talking Chips Kancing gemerincing dikenal dengan istilah Talking Chips, yang dimaksud Chips di sini dapat berupa benda berwarna-warni yang ukurannya kecil. Menurut Kagan dalam Pardiani (2013) Talking Chips yaitu teknik yang menekankan pada strukturstruktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dan mengembangkan hubungan timbal balik antar anggota kelompok yang didasari adanya kepentingan yang sama. Cara kerjanya yaitu setiap anggota mendapatkan chips yang harus digunakan setiap kali mereka ingin berbicara mengenai pertanyaan, bertanya, mengungkapkan ide, mengklarifikasi pernyataan, mengklarifikasi ide, merespon ide, merangkum, mendorong partisipasi anggota lainnya serta memberikan penghargaan untuk ide yang dikemukakan anggota lainnya dengan mengatakan hal yang positif. Hal yang sama diungkapkan oleh Millis and Cottel dalam Agustina (2012) yang menyatakan Talking Chips sebagai model pembelajaran kooperatif dengan cara siswa diberikan chips yang berfungsi sebagai tiket yang memberikan izin kepada pemegangnya untuk berbagi informasi, berkontribusi dalam diskusi, atau membuat titik debat. Hal tersebut didukung oleh Lie (2003:62) yang mengatakan teknik Talking Chips adalah suatu teknik pembelajaran kooperatif yang menggunakan kancing-kancing atau benda-benda kecil lain sebagai media untuk pola interaksi siswa dalam kelompok belajar. Teknik ini sangat efisien (mudah) dan penggunaannya fleksibel (cocok untuk semua mata pelajaran dan tingkatan usia anak didik). Model pembelajaran kooperatif dengan teknik Talking Chips merupakan salah satu model yang dapat meningkatkan keaktifan siswa untuk bekerja sama dan memberikan kesempatan berbicara kepada siswa lain agar keaktifan kelas merata. Hal di atas sesuai dengan pendapat Djamarah (2010:407) yang menyebutkan dalam kegiatan Talking Chips, masing-masing anggota kelompok berkesempatan memberikan pendapat dan mendengarkan pandangan anggota yang lain. Teknik ini memastikan setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk berperan serta dan berkontribusi pada kelompoknya masing-masing. Hal tersebut didukung oleh Yanda, dkk (2013) yang menyatakan teknik Talking Chips adalah teknik pembelajaran yang menggunakan benda-benda kecil sebagai syarat sebelum memulai pembicaraan atau aktivitas dalam belajar.

12 Berdasarkan uraian di atas, teknik Talking Chips adalah suatu teknik dalam model pembelajaran kooperatif yang menggunakan media kancing atau benda kecil lainnya sebagai media dalam diskusi kelompok dengan tujuan agar setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk berperan serta dan berkontribusi pada kelompoknya masing-masing. b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Talking Chips Langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips menurut Huda (2011: 142-143) yaitu: guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing (benda-benda kecil lainnya), masing-masing anggota dari setiap kelompok mendapatkan 2 atau 3 buah kancing sebelum memulai tugasnya, setiap kali anggota selesai berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya di tengah-tengah meja kelompok, jika kancing yang dimiliki salah seorang habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya menghabiskan kancingnya masing-masing, jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali. Hal tersebut didukung oleh Lie (2003:63) yang menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips yaitu : guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing (bisa juga benda kecil lainnya seperti kacang merah, biji kenari, potongan sedotan, batang-batang lidi, sendok es krim, dan sebagainya), setiap siswa dalam masing-masing kelompok mendapatkan 2 atau 3 buah kancing sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya di tengah-tengah, jika kancing yang dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua temannya dalam kelompok menghabiskan kancing mereka, jika semua kancing telah habis dan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya seperti awal. Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips yaitu siswa dibagi dalam beberapa kelompok, setiap siswa dalam satu kelompok diberi 2 atau 3 kancing, setiap kali siswa selesai berbicara atau mengeluarkan pendapat, harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya di tengah tengah meja kelompok, jika kancing telah habis maka siswa tidak boleh berbicara lagi sampai kancing yang dimiliki temannya juga habis, jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh

13 mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali. c. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Talking Chips Menurut Djamarah (2010:407) kelebihan model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips yaitu, dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik, mengatasi hambatan pemeratan kesempatan mengeluarkan pendapat yang sering mewarnai kerja kelompok, masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi dan mendengarkan pandangan atau pemikiran anggota yang lainnya, pemerataan tanggung jawab bisa tercapai karena siswa yang pasif akan mandiri dan tidak bergantung pada siswa yang lebih dominan, teknik ini memastikan setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk berperan serta. Hal tersebut didukung oleh Lie (2003:62) yang menyebutkan kelebihan teknik Talking Chips yaitu: masing-masing anggota kelompok berkesempatan memberikan pendapat dan mendengarkan pendapat anggota yang lain, mengatasi hambatan pemerataan kesempatan berpendapat dalam kerja kelompok, teknik ini memastikan setiap siswa berperan menyelesaikan tugas sehingga tidak ada yang dominan maupun yang pasif dan tergantung kepada temannya, dapat mengembangkan potensi siswa, seperti terjadinya hubungan saling ketergantungan positif, mengembangkan semangat kerja kelompok dan semangat kebersamaan, menumbuhkan komunikasi yang efektif dan semangat kompetisi diantara anggota kelompok. Berdasarkan uraian di atas, kelebihan model kelebihan model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips yaitu mengatasi hambatan pemeratan kesempatan mengeluarkan pendapat yang sering mewarnai kerja kelompok, masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi dan mendengarkan pandangan atau pemikiran anggota yang lainnya, dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik, pemerataan tanggung jawab bisa tercapai karena siswa yang pasif akan mandiri dan tidak bergantung pada siswa yang lebih dominan, mengembangkan semangat kerja dan semangat kebersamaan. B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang pernah dilakukan oleh Fitri, dkk (2012) dengan judul Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Kancing Gemerincing terhadap Pemahaman Konsep Matematis siswa Kelas XI SMAN 1 Koto Balingka

14 Pasaman Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemahaman konsep siswa dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik kancing gemerincing lebih baik daripada pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional kelas XI SMAN 1 Koto Balingka Pasaman Barat. Hasil penelitian menyatakan rata-rata tes akhir kelas eksperimen adalah 65,74 sedang rata-rata tes akhir kelas kontrol adalah 58,95. Disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematis dengan teknik Talking Chips lebih baik daripada pemahaman konsep matematis siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional pada siswa kelas XI SMAN 1 Koto Balingka Pasaman Barat Tahun Pelajaran 2012/2013. Penelitian yang dilakukan oleh Pardiani, dkk (2013) dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Teknik Talking Chips terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD di Gugus 1 Pupuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran teknik Talking Chips dengan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional hasil belajar IPS siswa kelas V SD di Gugus 1 Pupuan. Hasil penelitian menyatakan hasil belajar kelompok siswa yang dibelajarkan terhadap menggunakan model pembelajaran teknik Talking Chips lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional yaitu siswa yang mengikuti pembelajaran dengan teknik Talking Chips nilai rata-ratanya 31,30, sedangkan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional nilai rata-ratanya 26,71. Penelitian lainnya yaitu oleh Yanda, dkk (2013) dengan judul Pengaruh Teknik Talking Chips terhadap Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Kelas VII SMPN 1 IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan teknik Talking Chips terhadap hasil belajar IPA Fisika siswa kelas VII SMPN 1 IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan. Hasil penelitian menyatakan hasil belajar siswa yang menggunakan teknik Talking Chips lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang tidak menggunakan teknik Talking Chips. Berdasarkan penelitian sebelumnya, para peneliti telah menggunakan teknik Talking Chips pada tingkat SD, SMP maupun SMA. Tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik talking Chips terhadap hasil belajar siswa kelas VIII. Penelitian ini dilakukan pada tingkat SMP dan pada mata pelajaran matematika. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini mengambil materi dari mata pelajaran matematika sedangkan kebanyakan penelitian sebelumnya menggunakan model Talking Chips ini pada mata pelajaran IPA maupun IPS. Walaupun ada penelitian sebelumnya

15 pada mata pelajaran matematika, tetapi untuk melihat pemahaman konsep siswa, sedangkan penelitian ini akan melihat pengaruh teknik Talking Chips terhadap hasil belajar siswa. C. Kerangka Berpikir Hasil belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya faktor psikologis, faktor fisiologis, faktor lingkungan, dan faktor instrumental. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah faktor instrumental, yaitu faktor yang penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diinginkan berupa kurikulum, guru, dan sarana prasarana. Penerapan model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika. Model pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan yaitu mewadahi siswa dapat bekerja sama dalam kelompok, siswa tidak terlalu menggantungkan jawaban kepada guru tetapi dapat belajar dari siswa lain, dan siswa dapat mengungkapkan idenya di dalam diskusi kelompok. Model pembelajaran kooperatif yang dapat membantu mengatasi tidak meratanya kesempatan berpendapat dalam berkelompok adalah model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips. Pemilihan teknik Talking Chips karena di dalam proses kerja kelompok sering terjadi ketidakmerataan proses penyampaian pendapat, yaitu ada siswa yang terlalu dominan dalam meyampaikan pendapat sedangkan siswa lainnya hanya ikut pendapat temannya tanpa menyebutkan pendapatnya (pasif). Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka berpikir penelitian ini dipaparkan pada Gambar 1 berikut. Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Talking Chips (X) Hasil Belajar Siswa (Y) Gambar 1. Paradigma Penelitian D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips terhadap hasil belajar siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah Salatiga tahun ajaran 2013/2014.