BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. adalah tujuan dari di buatnya rencana anggraran daerah.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah"

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

BAB II KAJIAN TEORI. pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi. rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu tentang Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan

ketentuan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berkaitan dengan variabel yang digunakan. Selain itu akan dikemukakan hasil

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peningkatan kesejahteraan (Tambunan, 2009 : 44). Proses pembangunan ekonomi

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keputusan, sosiologi, organisasi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maimunah (2006) pengertian flypaper effect adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Federalisme Fiskal (Fiscal Federalism)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran pajak dikenakan tarif pajak dalam proporsi yang sama dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut : Peneliti Judul Variabel Hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB 2 LANDASAN TEORI

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Timur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIS. Menurut Mardiasmo (2002: 132), pendapatan asli daerah adalah

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka Dalam Susunan Rencana Anggaran suatu daerah, belanja daerah merupakan komponen yang paling mendasar didalamnya, karena belanja daerah adalah tujuan dari di buatnya rencana anggraran daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Sedangkan menurut IASC Framework (Halim 2002 ; 73)Belanja daerah merupakan penurunan dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau deplesi asset, atau terjadinya utang yang mengakibatkan berkurangnya ekuitas dana, selain yang berkaitan dengan distribusi kepada peserta ekuitas dana. 1. Belanja modal Belanja Daerah yang menjadi salah satu komponen besar dalam Rencana anggaran suatu daerah,memiliki 2 jenis belanja yang sangat penting yang salah satunya yaitu belanja modal.

Dalam PP NO. 58 Tahun 2005 dan Permendagri No.13 Tahun 2006 disimpulkan bahwa belanja modal adalahpengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap dan lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 tahun untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah, seperti bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan pembangunan, njalan, irigasin dan jaringan dan aset lainnya. Dan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.2 Laporan Realisasi Anggaran mendefinisikan belaja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal terdiri dari belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan aset tak berwujud Sedangkan menurut Hafiz (2007:107) dalam PSAP 02 paragraf 37 di jelaskan belanja modal adalah anggaran untuk mempeoleh asset tetap dan asset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. 2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Arsyad (2010) mengartikan Pertumbuhan ekonomi daerah sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi dengan wilayah tersebut.

Adapun Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah : 1. Faktor Sumber Daya Manusia 2. Faktor Sumber Daya Alam 3. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 4. Faktor Budaya 5. Sumber Daya Modal Hal ini didukung dengan Teori Robert Solow bahwa Pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi modern dan hasil atau output. Adapun pertumbuhan penduduk dapat berdampak positif dan dapat berdampak negatif. Oleh karenanya, menurut Robert Solow pertambahan penduduk harus dimanfaatkan sebagai sumber daya yang positif. Jumlah penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi bila tidak diimbangi dengan peningkatan produksi, namun disisi lain, penduduk yang bertambah akan menambah jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan suatu daerah untuk menambah produksi. Jika pertambahan jumlah penduduk tidak seimbang dengan faktor produksi lain yang juga terjadi penambahan tenaga kerja maka tidak akan menimbulkan penambahan dalam tingkat produksi. Hal ini menunjukan bahwa Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasilhasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.

Proses kapasitas produksi suatu perekonomian dapat menaikan pendapatan nasional yang merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi, sedangkan Perekonomian dapat dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah balas jasa riil terhadap penggunaan Faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar dari pada tahun sebelumnya. Sementara sumber daya modal merupakan penunjang adanya proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita penduduk dalam jangka panjang.pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal yang berupa Barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi. Modal dapat dibagi berdasarkan sifatnya yaitu modal tetap dan modal lancar. Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-ulang. Sementara yang dimaksud dengan modal lancar adalah modal yang habis digunakan dalam satu kali proses produksi. Dalam konsepnya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi diperlukan investasi yang memadai. Atas dasar itulah maka selaku pengambil keputusan, pemerintah berkepentingan untuk mengetahui seberapa besar investasi yang dibutuhkan untuk mencapai perumbuhan yang diharapkan serta sejauh mana dampak investasi pada suatu sektor ataupun wilayah. Keberhasilan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah sangat berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki daerah. Oleh karena itu prioritas pembangunan daerah harus sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sehingga akan terlihat peranan dari sektor-sektor potensial terhadap pertumbuhan

perekonomian daerah, sebagaimana yang diperlihatkan pada perkembangan PDRB dan sektor-sektornya. 3. Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Menurut Warsito (2010:128) Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah. Sedangkan menurut Herlina Rahman(2005:38) Pendapatan asli daerah Merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah,hasil distribusi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomidaerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Dari Sumber di atas dapat disimpulkan Pendapatan Asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: a. Pendapatan Pajak Daerah b. Pendapatan Retribusi Daerah. c. Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

a. PendapatanPajak Daerah Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Wewenang pungutan pajak daerah berada di tangan pemerintah daerah. Menurut UU No 28 Tahun 2009, pajak yang dikelola daerah ada dua jenis: a. Pajak provinsi, yang terdiri dari: 1. Pajak kendaraan bermotor 2. Pajak bea balik nama kendaraan bermotor 3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, dan 4. Pajak air permukaan 5. Pajak rokok. b. Pajak kabupaten atau kota, terdiri dari: 1. Pajak hotel 2. Pajak restoran 3. Pajak hiburan 4. Pajak reklame 5. Pajak penerangan jalan 6. Pajak mineral bukan logam dan batuan 7. Pajak parker 8. Pajak air tanah

9. Pajak sarang burung wallet 10. Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, dan 11. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Tabel 2.1 Jenis Pajak Daerah menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah No Pajak Kabupaten Tarif Maksimum (%) 1 Pajak Hotel 10 2 Pajak Restorant 10 3 Pajak Hiburan 35 4 Pajak Reklame 25 5 Pajak Penerangan Jalan 10 6 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 25 7 Pajak Parkir 30 8 Pajak Air Tanah 20 9 Pajak Sarang Burung Walet 10 10 Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkantoran 0,3 11 Bea Perolehan Hak atas Tanah dana Bangunan 5 b. Pendapatan Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Objek retribusi daerahterbagi menjadi tiga, yaitu:

1. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh pribadi atau badan. 2. Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya jasa tersebut dapat disediakan oleh swasta, meliputi pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal. 3. Retribusi perizinan usaha adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. c. Pendapatan Hasil Pengelolaan Daerah yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari: 1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd 2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/bumn 3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan mencakup: 1. Hasil penjualan asset daerah yang dipisahkan 2. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan 3. Jasa giro 4. Bunga deposito 5. Penerimaan atas tuntutan ganti rugi 6. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah serta keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. 7. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanan pekerjaan. 8. Pendapatan denda pajak dan denda retribusi 9. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan 10. Pendapatan dari pengembalian 11. Fasilitas sosial dan faslitas umum 12. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan 13. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. Apabila pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di

sektor publik, maka mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) termasuk surcharge of taxes, pinjaman, maupun dana perimbangan dari pemerintah pusat. 4. Dana Alokasi Umum (DAU) Menurut Darsie (2007 : 84 ) Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBD yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sebagai equalization grant, DAU merupakan instrument transfer yang alokasinya ditujukan untuk meminimumkan ketimpangan fiscal antar daerah, sekaligus memeratakan kemampuan antar daerah. Sedangkan, Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengantujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaandesentralisasi. Menurut Simanullang (2013) penggunaan Dana Alokasi Umum dan penerimaan umum lainnya dalam APBD harus tetap pada kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yangsemakin baik, seperti pelayanan dibidang kesehatan danpendidikan.

Jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum ditetapkan sekurangkurangnya26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan danbelanja Negara. Dana Alokasi Umum untuk suatu Daerahdialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celahfiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kabupaten/kota dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah kabupaten/ kota. Bobot daerah kabupaten/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah kabupaten/kota. Berikut adalah formula dan perhitungan DAU untuk suatu daerah : Dimana: DAU = Dana Alokasi Umum CF AD CF = Celah Fiskal = Alokasi Dasar = Kebutuhan Fiskal Kapasitas Fiskal Formula dan penghitungan DAU dirumuskan atas dasar pertimbangan Menteri Keuangan. Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU Daerah yang

bersangkutan. Penyaluran DAU dilaksanakan sebelum bulan bersangkutan dengan cara pemindahbukuan dari rekening umum negera ke rekening kas umum daerah. 5. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) menurut Pemendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggran selama satu tahun periode anggaran. SiLPA tahun anggaran sebelumnya mencangkup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampaunan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan dan sisa dana kegiatan kelanjutan. SiLPA adalah suatu indikator yang menggambarkan efesiensi pengeluaran pemerintah. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efesiensi, karena SiLPA hanya terbentuk bila terjadi Surplus pada APBD dan sekaligus terjadi pembiayaan Neto yang positif, dimana komponen penerimaan lebih besar dari komponen Pengeluaran Pembiayaan/Menurut (Balai Litbang NTT, 2008 dalam Siswantoro, 2012) B. Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya No Judul Penelitian Peneiti Tahun Hasil Pengaruh Pengaruh 1 Maryadi 2014 PAD,DAU,DBH,SiLPA PAD,DAU,DBH,Si

DAN Luas LPA DAN Luas WilayahTerhadap WilayahTerhadap Belanja Modal (Studi Belanja Modal Empiris Pada Pemerintah (Studi Empiris Pada Provinsi Se Indonesia Pemerintah Provinsi Periode 2012) Se Indonesia Periode 2012) signifikan PAD berpengaruh Positif dan signifikan pada belanja modal di 2 Pengaruh PAD pada Belanja Modal Dengan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel Pemoderasi di kabupaten/kota povinsi bali tahun 2006-2011 I Putu Ngurah PAnji Kartika Jaya dan A.A.N.B Dwirandra. 2014 kabupaten/kota povinsi bali tahun 2006-2011. Sedangkan,pertumb uhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan pada belanja modal di kabupaten/kota povinsi bali tahun 2006-2011. Secara parsial Pengaruh Pengaruh DAU,DAK,PAD dan DAU,DAK 3 PDRB terhadap Belanja modal Pemerintah daerah Askam Tuasikal 2008 dan,pad berpengaruh positif Kabupaten/Kota di terhadap Belanja Indonesia. Modal Pemerintah daerah

Kabupaten/Kota di Indonesia. Sedang tidak denga PDRB, hal itu di karenakan belanja modal tidak terlalu mempertimbangkan PDRB sebagai salah satu determnan utama dalam belanja modal. Pengaruh PAD,SiLPA DAN Luas 4 Pengaruh DAU, PAD,SiLPA DAN Luas WilayahTerhadap Belanja Modal Kusnandar Dody Siswantoro 2012 Wilayahberpengaru hterhadap Belanja Modal sedangkan DAU tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal 5 Pengaruh pertumbuhan ekonomi, PAD. DAU dan DAK terhadap pengalokasian anggaran belanja modal (studi pada pemerintah kabupaten/kota di jawa tengah) Pungky Ardhani 2011 Secara parsial (PAD) dan (DAU) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Sedangkan, Pertumbuhan Ekonomi dan (DAK) tidak

berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, (PAD), (DAU), dan (DAK) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. C. Kerangka pemikiran dan Pengembangan Hipotesis Penelitian ini mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Kusnandar Dody Siswantoro (2012) dan Maryadi (2014)., variabel penelitian yang akan ditemui disini adalah variabel dependen yaitu belanja daerah dan variabel independen yang terdiri dari Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Daerah Terhadap Pengalokasian Belanja Daerah. Hipotesis merupakan gambaran sementara terhadap rumusan masalah penelitian karena jawaban yang diberikan masih berdasarkan teori yang relevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiono, 2003). Berdasarkan kerangka konseptual dan uraian teoritis tersebut, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap Pengalokasian Belanja Modal Belanja daerah adalah semua pengeluaran Pemerintah Daerah pada suatu periode Anggaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari tiga komponen utama, yaitu unsur penerimaan, belanja rutin dan belanja pembangunan. Ketiga komponen itu meskipun disusun hampir secara bersamaan, akan tetapi proses penyusunannya berada di lembaga yang berbeda (Halim, 2012). Sedangkan, Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting untuk mengetahui dan mengevaluasi hasil pembangunan yang dilaksanankan. Syaratan fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup pengeluaran yang sifatnya meningkatkan produktivitas (Ismerdekaningsih & Rahayu, 2002). Dalam Teori Robert Solow menerangkan bahwa Pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi modern dan hasil atau output. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita (Boediono, 1985). Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan Produk Domestik Regional Daerah / PDRB (Saragih, 2003 ; Kuncoro, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan Lin & Liu (2000) menunjukkan desentralisasi memberikan dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Oates (1995), Lin dan Liu (2000) yang membuktikan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara desentralisasi

fiskal dengan pertumbuhan ekonomi. Hasil ini mendukung sintesa yang menyatakan bahwa, pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik (Lin dan Liu, 2000; Mardiasmo, 2002; Wong, 2004) dalam Priya, (2011). Berdasarkan Landasan teoritis dan temuan-temuan empiris di atas menghasilkan hipotesis berikut: H1 : Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap alokasi Belanja Modal 2. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Pengalokasian Belanja Modal Dari hasil penelitian sebelumnya seperti Eka (2007) yang meneliti tentang kemampuan keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Tenggara memperoleh hasil bahwa Pendapatan Asli Daerah, Pajak Daerah, dan Retribusi Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah Kabupaten Aceh tenggara. Melihat hasil penelitian diatas telah menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya. Berdasarkan landasan teoritis dan temuan-temuan empiris di atas, Hipotesisnya adalah sebagai berikut: H2 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.

3. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Pengalokasian Belanja Modal Pemerintah daerah dalam melaksanakan Otonomi daerah harus memiliki sumber-sumber pembiayaan sehingga tujuan desentralisasi dapat terlaksanakan, dan tidak menyimpang dari Undang-undangNomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah secara proporsional, demokratis, adil,dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) adalahdana perimbangan yang memiliki tujuan utama untuk pengurangan kesenjangan fiskal antar daerah. Konsep kesenjangan fiskal untuk mengalokasikan DAU sudah dapat diadopsi di Indonesia, karena memperhitungkan dua aspek sekaligus, yaitu kebutuhan dan kemapuan fiskal pemerintah daerah. Formula DAU mungkin berbeda dengan model alokasi IRA (Internal Revenue Allotment) yang merupakan dana transfer di Filipina yang dimana alokasi transfer hanya didasarkan kebutuhan fiskal sajayaitu menggunakan variabel luas wilayah dan jumlah penduduk. Formula DAU juga mungkin berbeda dengan alokasi transfer di Kanada yang alokasi transfernya hanya berdasarkan kemampuan pemungutan pajak daerah (sisi kapasitas fiskal daerah) saja. Hasil Penelitian Siswantoro (2012) Menjelaskan bahwa DAU merupakan sumber dana yang dominan dan dapat meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.

Sebagai tujuan desentralisasi yaitu untuk mempercepat pembangunan disamping itu tetap memaksimalkan potensi daerah untuk pembiayaan kebutuhan daerah. Jadi DAU memiliki pengaruh terhadap belanja langsung. Berdasarkan landasan teoritis dan temuan-temuan empiris di atas, Hipotesisnya adalah sebagai berikut: H3 :Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal. 4. Pengaruh Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Daerah (SiLPA) terhadap Pengalokasian Belanja Modal. Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah sebagaimana yang dimaksud Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 bersumber dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan. Dana Perimbangan terdiri atas; a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi umum dan c. Dana Alokasi Khusus. Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat. Sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah (SiLPAD), penerimaan Pinjaman Daerah, Dana Cadangan Daerah dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. (Maryadi, (2012).

Selain dari PAD dan transfer dari pusat untuk membiayai kegiatannya, Pemda juga dapat memanfaatkan tahun sebelumnya. SiLPA adalah selisih lebih dari realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.dalam acara penyerahan DIPA 2012 di Istana Negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan bahwa pembangunan insfrastruktur di Indonesia yang belum memuaskan dan menghendaki agar sisa anggaran tidak di gunakan untuk keperluan yang tidak jelas namun dapat digunakan untuk membangun infrastruktur. Prasetyantoko dalam harian Seputar Indonesia (21 November 2012) yakin bahwa anggaran yang menganggur bisa dialokasikan untuk balnja yang memberikan nilai tambah dan mampu menstimulasi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Siswantoro, (2012) Berdasarkan landasan teoritis dan temuan-temuan empiris di atas, Hipotesisnya adalah sebagai berikut: H4 : Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Daerah berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.

D. Model Konseptual Penelitian Berdasarkan Kerangka Pemikiran dan Hipotesis yang di uraikan diatas maka model Konseptual Penelitian adalah sebagai berikut : PERTUMBUHAN EKONOMI H1 PENDAPATAN ASLI H2 DAERAH BELANJA DANA ALOKASI H3 MODAL UMUM H4 SISAH LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN Gambar 2.1 Model Konseptual