BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Otonomi Daerah Pengertian Otonomi Daerah Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) menyebutkan bahwa pengertian otonomi daerah adalah sebagai berikut : "Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia." Lebih lanjut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) menyebutkan bahwa pengertian daerah otonom adalah sebagai berikut : "Daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia." Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proporsional dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah (Adisasmita, 2011:3). 13

2 Arah Kebijakan Otonomi Daerah Menurut Adisasmita (2011:119) menyebutkan bahwa arah kebijakan peningkatan otonomi daerah adalah sebagai berikut : 1. Mengembangkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab 2. Melakukan pengkajian atau kebijakan tentang berlakunya otonomi daerah provinsi, kabupaten/kota dan desa 3. Mewujudkan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara adil dengan mengutamakan kepentingan daerah yang luas melalui desentralisasi perizinan dan investasi serta pengelolaan sumberdaya; serta 4. Memberdayakan Dewan Perwakilan Daerah dalam rangka melaksanakan fungsi dan perannya guna penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah yaitu meningkatkan daerah bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal tersebut demi terciptanya peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan (Siregar, 2004:291).Otonomi daerah yang dicanangkan sekarang ini diharapkan akan mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah, disamping itu juga menciptakan keseimbangan pembangunan antar daerah di Indonesia (Syaukani dkk, 2009:217).

3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa pengertian anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah sebagai berikut : "Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah." Menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa pengertian anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah sebagai berikut : "Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah." Menurut Yani (2008:369) menyatakan bahwa pengertian anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah sebagai berikut : "Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah."

4 16 Menurut Halim dan Kusufi (2012:21) menyatakan bahwa pengertian anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah sebagai berikut : "APBD didefiniskan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah yang menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran serta menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber penerimaan daerah untuk membiayai pengeluaran." Berdasarkan pengertian-pengertian di atas bahwa anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa fungsi anggaran pendapatan dan belanja daerah adalah sebagai berikut : 1) Fungsi Otorisasi Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. 2) Fungsi Perencanaan Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

5 17 3) Fungsi Pengawasan Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 4) Fungsi Alokasi Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. 5) Fungsi Distribusi Anggaran daerah harus mengandung arti/memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan 6) Fungsi Stabilisasi Anggaran daerah harus mengandung arti/harus menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian Prinsip-Prinsip Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan anggaran daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan anggaran negara/daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu sebagai berikut :

6 18 1. Kesatuan Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran. 2. Universalitas Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran. 3. Tahunan Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu. 4. Spesialitas Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya. 5. Akrual Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas. 6. Kas Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Undang Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja daerah terdiri dari :

7 19 1. Sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah terdiri atas : 1) Pajak Daerah 2) Retribusi Daerah 3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah b. Pendapatan Transfer Pendapatan transfer terdiri atas : 1) Transfer pemerintah pusat Transfer pemerintah pusat terdiri atas : a) Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus b) Dana Otonomi Khusus c) Dana Keistimewaan d) Dana Desa 2) Transfer Antar-Daerah Transfer antar-daerah terdiri atas : a) pendapatan bagi hasil b) bantuan keuangan. c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

8 20 2. Sumber belanja daerah terdiri atas: Menurut Peraturan Pemerintah No 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menyebutkan bahwa klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu sebagai berikut : 1) Belanja Pegawai 2) Belanja Barang 3) Belanja Modal 4) Bunga 5) Subsidi 6) Hibah 7) Bantuan Sosial 8) Belanja Lain-Lain. Sedangkan klasifikasi ekonomi untuk pemerintah daerah meliputi : 1) Belanja Pegawai 2) Belanja Barang 3) Belanja Modal 4) Bunga 5) Subsidi 6) Hibah 7) Bantuan Sosial 8) Belanja Tak Terduga

9 Pendapatan Asli Daerah Pengertian Pendapatan Asli Daerah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan bahwa pengertian pendapatan asli daerah adalah sebagai berikut : "Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan." Menurut Darise (2007:43) menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah adalah sebagai berikut : Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Halim dan Kusufi (2012: 101) menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah adalah sebagai berikut : "Pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah." Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerahuntuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.

10 Sumber Pendapatan Asli Daerah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan bahwa sumber pendapatan asli daerah adalah sebagai berikut : 1. Pajak Daerah Undang Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah meyebutkan bahwa pengertian pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak daerah terbagi menjadi 2 (dua) yaitu pajak yang dipungut oleh provinsi dan pajak yang dipungut oleh kabupaten/kota. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa pajak yang dikelola pemerintah provinsi terdiri dari: a. Jenis pajak provinsi terdiri atas: 1) Pajak Kendaraan Bermotor 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4) Pajak Air Permukaan 5) Pajak Rokok.

11 23 b. Jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas: 1) Pajak Hotel 2) Pajak Restoran 3) Pajak Hiburan 4) Pajak Reklame 5) Pajak Penerangan Jalan 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 7) Pajak Parkir 8) Pajak Air Tanah 9) Pajak Sarang Burung Walet 10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan 11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2. Restribusi Daerah Undang Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah meyebutkan bahwa pengertian retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa objek retribusi adalah: a. Jasa Umum Retribusi jasa umum adalah retribusi atau jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan

12 24 pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis retribusi jasa umum adalah: 1) Retribusi Pelayanan Kesehatan 2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan 3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda 4) Penduduk dan Akta Catatan Sipil 5) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat 6) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum 7) Retribusi Pelayanan Pasar 8) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 9) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 10) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta 11) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus 12) Retribusi Pengolahan Limbah Cair 13) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang 14) Retribusi Pelayanan Pendidikan b. Jasa Usaha Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya jasa tersebut dapat disediakan oleh swasta, meliputi pemberian pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Jenis retribusi jasa usaha adalah:

13 25 1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan 3) Retribusi Tempat Pelelangan 4) Retribusi Terminal 5) Retribusi Tempat Khusus Parkir 6) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa 7) Retribusi Rumah Potong Hewan 8) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan 9) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga 10) Retribusi Penyeberangan di Air 11) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah c. Perizinan Tertentu Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis retribusi perizinan tertentu adalah: 1) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan 2) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol 3) Retribusi Izin Gangguan 4) Retribusi Izin Trayek

14 26 5) Retribusi Izin Usaha Perikanan 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Untuk mencukupi kebutuhan pembiayaan rumah tangga daerah yang relatif cukup besar, maka kepada daerah juga diberikan sumber-sumber pendapatan berupa hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sesuai denganaturan Undang-Undang Nomor 32 Tahun Pengelolaan kekayaan daerah tersebut berasal dari perusahaan daerah yang didirikan berdasarkan undang-undang yang modal seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan. Yang termasuk dalam jenis pendapatan ini yaitu deviden atau bagian laba yang diperoleh oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dibagikan bagi pemegang saham, dalam hal ini merupakan pendapatan bagi pemerintah daerah pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan menurut Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, terdiri dari: a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/bumn c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat

15 27 4. Lain-lain PAD yang sah Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah berbunyi lain-lain PAD yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah terdiridari: a. Hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan b. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan c. Jasa giro d. Bunga deposito e. Penerimaan atas tuntutan ganti rugi f. Penerimaan komisi atau potongan maupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah serta keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing Pengukuran Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah dalam peneliti diukur dengan menggunakan rasio pertumbuhan. Rasio pertumbuhan (growth ratio) dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang dicapai dari periode ke periode berikutnya (Halim, 2007:128). Rasio pertumbuhan dikatakan baik, jika setiap tahunnya

16 28 mengalami pertumbuhan positif atau mengalami peningkatan. Adapun rasio yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan keuangan pemerintah daerah adalah sebagai berikut : Rasio pertumbuhan PAD = PAD t - PAD t-1 x 100% Dana ALokasi Umum Pengertian Dana Alokasi Umum PAD t-1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan bahwa pengertian dana alokasi umum adalah sebagai berikut : "Dana alokasi umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi." Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah menyebutkan bahwa pengertian dana alokasi umum adalah sebagai berikut : "Dana alokasi umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi." Menurut Darise (2007:84) menyebutkan bahwa pengertian dana alokasi umum adalah sebagai berikut : "Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi."

17 29 Dana alokasi umum bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Dana alokasi umum suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh dana alokasi umum relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi dana alokasi umum relatif besar Dasar Perhitungan Dana Alokasi Umum Menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan bahwa dasar penghitungan dana alokasi umum adalah sebagai berikut : 1. Jumlah keseluruhan dana alokasi umum ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. 2. Dana alokasi umum untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. 3. Celah fiskal yang dimaksud adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah. 4. Alokasi dasar yang dimaksud dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah.

18 Pengukuran Dana Alokasi Umum Dana alokasi umum dalam peneliti diukur dengan menggunakan rasio rasio pertumbuhan. Rasio pertumbuhan (growth ratio) dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang dicapai dari periode ke periode berikutnya (Halim, 2007:128). Rasio pertumbuhan dikatakan baik, jika setiap tahunnya mengalami pertumbuhan positif atau mengalami peningkatan. Adapun rasio yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan keuangan pemerintah daerah adalah sebagai berikut : Rasio pertumbuhan DAU = DAU t - DAU t-1 x 100% Pertumbuhan Ekonomi Pengertian Pertumbuhan Ekonomi DAU t-1 Menurut Prasetyo (2009:237) menyebutkan bahwa pengertian pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut : "Pertumbuhan ekonomi (economic growth) secara paling sederhana dapat diartikan sebagai pertambahan output atau pertambahan pendapatan nasional agregat dalam kurun waktu tertentu misalkan satu tahun." Menurut Arsyad (2010:12) menyebutkan bahwa pengertian pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut : "Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak."

19 31 Menurut Sukirno (2011:9) menyebutkan bahwa pengertian pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut : "Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah." Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk domestik bruto riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Arsyad (2010:270) menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor penting yaitu sebagai berikut : 1. Akumulasi Modal Akumulasi modal adalah seluruh investasi baru yang masuk berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal dan sumber daya manusia, akan terjadi bila ada bagian dari pendapatan sekarang yang ditabung dan selanjutnya dinvestasikan yang bertujuan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal akan menambah sumber daya baru dan meningkatkan sumber daya yang telah ada. 2. Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk dan seluruh hal yang berkaitan dengan peningkatan jumlah angkatan kerja dianggap sebagai faktor positif dalam memacu pertumbuhan ekonomi, namun kemampuan tersebut tergantung

20 32 pada kemampuan sistem ekonomi yang berlaku dalam menyerap dan memperkerjakan tenaga kerja secara produktif. 3. Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi adalah faktor yang paling penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan teknologi dipengaruhi oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang dibenahi dalam melakukan pekerjaan tradisional Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Purnastuti dan Mustikawati (2008:119) menyebutkan bahwa produk domestik regional bruto adalah sebagai berikut : "Produk domestik regional bruto merupakan nilai pasar semua barang dan jasa yang dihasilkan selama kurun waktu satu tahun pada suatu wilayah regional." Menurut Arifin (2007:92) menyebutkan bahwa produk domestik regional bruto adalah sebagai berikut : "Produk domestik regional bruto merupakan nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh masyarakat di suatu wilayah (region), baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota." Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa produk domestik regional bruto merupakan nilai barang dan jasa yang di produksi oleh seluruh masyarakat yang tinggal di suatu daerah (region) yaitu provinsi, Kabupaten/Kota.

21 Pengukuran Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan produk domestik regional bruto. Produk domestik bruto didasarkan atas dasar harga berlaku dan harga konstan. Produk domestik bruto atas dasar harga berlaku adalah produk domestik bruto total yang nilai berdasarkan harga-harga sekarang (harga yang sedang berlaku) (Trikunawaningsih dan Pracoyo2005:49). Sedangkan produk domestik bruto atas harga konstans harus ditentukan tahun dasar terlebih dahulu, yaitu tahun ketika perekonomian berada dalam kondisi baik sehingga harga-harga tetap stabil atau konstan (Arifin, 2007:97). Penilitian menggunakan produk domestik regional bruto dengan didasarkan atas harga berlaku. Produk domestik regional bruto dapat dirumuskan sebagai berikut : Growth = x 100% Growth = Tingkat pertumbuhan ekonomi daerah PDRBs = PDRB riil tahun sekarang PDRBk = PDRB riil tahun kemarin Belanja Modal Pengertian Belanja Modal Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menyebutkan bahwa pengertian belanja modal adalah sebagai berikut : "Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud."

22 34 Menurut Mardiasmo (2009:67) menyebutkan bahwa pengertian belanja modal adalah sebagai berikut : "Belanja modal yaitu pengeluaran yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan dapat menambah aset pemerintah yang selanjutnya meningkatkan biaya pemeliharaan." Menurut Halim dan Kusufi (2012:107) menyebutkan bahwa pengertian belanja modal adalah sebagai berikut : Belanja modal merupakan pengeluaran untuk perolehan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari periode akuntansi." Menurut Erlina dan Rasdianto (2013:121) menyebutkan bahwa pengertian belanja modal adalah sebagai berikut : Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Nilai aset tetap dalam belanja modal yaitu sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/ pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang meberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi, digunakan dalam kegiatan pemerintahan dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum Jenis Belanja Modal Menurut Halim dan Kusufi (2012:107) menyebutkan bahwa jenis belanja modal adalah sebagai berikut : 1. Belanja tanah

23 35 2. Belanja peralatan dan mesin 3. Belanja modal gedung dan bangunan 4. Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan 5. Belanja aset tetap lainnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menyebutkan bahwa jenis belanja modaladalah sebagai berikut: 1. Belanja Modal Tanah Semua biaya yang diperlukan untuk pengadaan/pembelian/ pembebasan/ penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat tanah dan pengeluaranpengeluaran lain yang bersifat administratif sehubungan dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah pada saat pembebasan/pembayaran ganti rugi tanah. 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Jumlah biaya yang digunakan untuk pengadaan alat-alat dan mesin yang dipergunakan dalam pelaksanaan kegiatan sampai siap untuk digunakan. Dalam jumlah belanja ini termasuk biaya untuk penambahan, penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin dan diharapkan dapat meningkatkan nilai aktiva, serta seluruh biaya pendukung yang diperlukan. 3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja modal gedung dan bangunan adalah jumlah biaya yang digunakan untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan dalam rangka kegiatan

24 36 pembangunan gedung yang persentasenya mengikuti Keputusan Direktur Jenderal Cipta Karya untuk pembangunan gedung dan bangunan. 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah biaya untuk pengembalian penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan prasejarah dan sarana yang berfungsi atau merupakan bagian dari jaringan pengairan (termasuk jaringan air bersih), jaringan instalasi distribusi listrik dan jaringan telekomunikasi serta jaringan lain yang berfungsi sebagai prasarana dan sarana fisik distribusi instalasi. 5. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja modal fisik lainnya adalah jumlah biaya yang digunakan untuk perolehan melalui pengadaan/pembangunan belanja fisik lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan dalam perkiraan belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan (jalan, dan irigasi) dan belanja modal non fisik, yang termasuk dalam belanja modal ini antara lain: kontrak sewa beli (leasehold), pengadaan/pembelian barang-barang kesenian (art pieces), barang-barang purbakala dan barang-barang museum, serta hewan ternak, buku-buku dan jurnal ilmiah Pengukuran Belanja Modal Belanja modaldalam peneliti diukur dengan menggunakan rasio-rasio pertumbuhan. Rasio pertumbuhan (growth ratio) dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang dicapai dari periode ke periode berikutnya

25 37 (Halim, 2007:128). Rasio pertumbuhan dikatakan baik, jika setiap tahunnya mengalami pertumbuhan positif atau mengalami peningkatan. Adapun rasio yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan keuangan pemerintah daerah adalah sebagai berikut : Rasio pertumbuhan BM = BM t - BM t-1 x 100% BM t Kerangka Pemikiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (sebagai pengganti Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1999) merupakan sebagai titik awal adanya otonomi daerah. Kedua landasan tersebut merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dengan pemerintah pusat dalam upaya meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat serta telah membuka jalan bagi pelaksanaan reformasi sektor publik di Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 6 menyebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah yaitu meningkatkan daerah bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Ini demi terciptanya peningkatan efisiensi dan efektivitas

26 38 penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan (Siregar, 2004:291). Otonomi daerah diterapkan pada setiap pemerintah daerah baik Kota dan Kabupaten termasuk di Provinsi Jawa Barat, yang semula sentrasilasi fiskal menjadi desentralisasi fiskal. Diterapkannya otonomi daerah baik di Provinsi, Kabupaten/Kota memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah setempat untuk menggali potensi-potensi sumber keuangan di daerahnya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan sekaligus dapat mengalokasikan sumber daya ke belanja daerah sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat di daerahnya. Salah satu belanja daerah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah adalah belanja modal. Menurut Peraturan Pemerintah No 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menyebutkan bahwa pada dasarnya belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) menyebutkan bahwa sumber pembiayaan dalam membiaya Belanja Daerah yaitu pendapatan daerah yang terdiri dari pendapatan asli daerah, Transfer pemerintah pusat, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dalam penelitian ini hanya diteliti dua sumber pendapatan yaitu pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum yang bersumber dari transfer pemerintah pusat. Undang-Undang

27 39 Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan dana alokasi umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selain itu pemberian otonomi daerah juga berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, karena memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk membuat rencana keuangannya sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat berpengaruh pada kemajuan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan dengan masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang akan memepengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004:46). Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan gross domestic product (GDP) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 2010:12). Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud membuat suatu bagan kerangka pemikiran sebagai bentuk alur pemikrian peneliti yaitu sebagai berikut :

28 40 Pendapatan Asli Daerah (X1) Dana Alokasi Umum (X2) Pengalokasian Belanja Modal (Y) Pertumbuhan Ekonomi (X3) Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Peneliti Terdahulu Di bawah ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan dan Perbedaan 1. Wertianti dan Pengaruh Hasil penelitian menunjukan Persamaan dalam penelitian Dwirandra pertumbuhan ekonomi bahwa pertumbuhan ekonomi, ini adalah sama-sama pada belanja PAD dan DAU secara parsial menggunakan variabel (2013) Modal dengan PAD berpengaruh positif dan pertumbuhan ekonomi dan DAU sebagai signifikan sebagai variabel independen variabel moderasi terhadap belanja modal. dan belanja modal sebagai Analisis selanjutnya variabel dependen. menunjukkan bahwa PAD Perbedaannya dalam mampu penelitian ini adalah pada meningkatkan pengaruh penelitian sebelumnya positif pertumbuhan ekonomi menggunakan variabel PAD terhadap belanja modal, dan DAU sebagai variabel sedangkan moderating, sedangkan DAU tidak mampu dalam penelitian ini variabel meningkatkan pengaruh PAD dan DAU sebagai positif pertumbuhan ekonomi variabel independen. terhadap belanja modal. 2. Wandira Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan DBH Hasil penelitian menunjukan bahwa DAU dengan arah Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama

29 41 3. Sumarmi (2013) terhadappengalokasian belanja modal (2010) 4. Putro (2010) 5. Susetyo (2011) Pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus terhadap alokasi belanja modal Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap pengalokasian anggaran belanja modal Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus negatif, DAK dan DBH berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Sedangkan PAD tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Secara simultan variabel PAD, DAU, DAK, dan DBH berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Bagi Pemerintah daerah diharapkan lebih memperhatikan proporsi DAU yang di alokasikan ke anggaran belanja modal. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara simultan variabel PAD,DAU, dan DAK berpengaruh secara signifikan terhadap variabel alokasi belanjamodal. Sedangkan secara parsial, variabel PAD dan DAK berpengaruhpositif signifikan terhadap alokasi belanja modal daerah. Sedangkan variabeldependen DAU berpengaruh negatif terhadap alokasi bela nja modal daerah dalamapbd, sehingga hipotesis kedua ditolak. Hasil penelitian menunjukan bahwa hanya dana alokasi umum yang berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal sedangkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan asli daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Hasil penelitian menunjukan bahwa dana alokasi umum berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal, sedangkan ekonomi dan pendapatan asli menggunakan variabel PAD dan DAU sebagai variabel independen dan variabel pengalokasian belanja modal sebagai variabel dependen. Perbedaannya dalam penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya menggunakan variabelindependen lainnya yaitu DAK dan DBH, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan variabel prtumbuhan ekonomi. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel PAD dan DAU sebagai variabel independen dan variabel pengalokasian belanja modal sebagai variabel dependen. Perbedaannya dalam penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya menggunakan variabel independen lainnya yaitu DAK, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan variabel prtumbuhan ekonomi. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel PAD DAU, pertumbuhan ekonomi sebagai variabel independen dan variabel pengalokasian belanja modal sebagai variabel dependen. Perbedaannya dalam penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya menggunakan subjek penelitian pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, sedangkan dalam penelitian ini padapemerintah Daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel PAD DAU, pertumbuhan ekonomi sebagai variabel independen dan variabel

30 42 terhadap pengalokasian anggaran modal belanja daerah tidak berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. pengalokasian belanja modal sebagai variabel dependen. Perbedaannya dalam penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya menggunakan subjek penelitian pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, sedangkan dalam penelitian ini padapemerintah Daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. 2.3 Hipotesis Penelitian Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pengalokasian Belanja Modal Menurut Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan asli daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan belanja daerah salah satu diantaranya adalah belanja modal. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud. Daerah yang ditunjang dengan sarana dan prasarana memadai akan berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarikinvestor untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada akhirnya akan menambah pendapatan asli daerah. Peningkatan pendapatan asli daerah diharapkan mampu memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal oleh pemerintah (Putro, 2010).

31 43 Peningkatan investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangun yang tercermin dari adanya peningkatan pendapatan asli daerah (Mardiasmo, 2009:68). Peningkatan pendapatan asli daerah diharapkan mampu mendorong peningkatan alokasi belanja modal daerah (Wertianti dan Dwirandra, 2013). Jadi semakin tinggi pendapatan asli daerah, maka semakin tinggi pengalokasi belanja modal. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk adalah sebagai berikut : H 01 : Pendapatan asli daerah tidak berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal. H a1 : Pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal Pengaruh Dana Alokmasi Umum Terhadap Pengalokasian Belanja Modal Menurut Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan bahwa dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana alokasi umum merupakan salah satu sumber pembiayaan belanja daerah salah satu diantaranya adalah belanja modal. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud.

32 44 Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan. Pelaksanaan desentralisasi dilakukan dengan pemerintah pusat menyerahkan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya. Wujud desentralisasi yaitu pemberian dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Dana perimbangan ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Undang Nomor 33 Tahun 2004). Hal ini disebabkan kemandirian daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat masih belum merata. Untuk itu dalam hal ini pemerintah pusat juga membantu mengatasi hal tersebut dengan adanya transfer pemerintah pusat salah satunya berupa dana alokasi umum. Pemberian dana alokasi umum kepada daerah bertujuan untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dalam semangat pemerataan ekonomi yang dicanangkan pemerintah (Wertianti dan Dwirandra, 2013). Dengan adanya dana alokasi umum dari pemerintah pusat maka daerah bisa menggunakannya untuk menambah dalam membiayai belanja modal dalam menunjang tujuan pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik (Putro, 2010). Jadi semakin tinggi dana alokasi umum, maka semakin tinggi pengalokasi belanja modal. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk adalah sebagai berikut : H 02 : Dana alokasi umum tidak berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal. H a2 : Dana alokasi umum berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal.

33 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengalokasian Belanja Modal Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan gross domestic product (GDP) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 2010:12). Adanya otonomi daerah juga berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, karena memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk membuat rencana keuangannya sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat berpengaruh pada kemajuan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan dengan masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang akan memepengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004:46). Bertambahnya infrastruktur dan perbaikannya oleh pemerintah daerah diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk (Putro, 2010). Pertumbuhan ekonomi semestinya mampu mendorong pembangunan daerah yang nantinya dapat meningkatnya alokasi belanja modal daerah (Wertianti dan Dwirandra, 2013). Jadi semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka semakin tinggi pengalokasi belanja modal. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk adalah sebagai berikut :

34 46 H 03 : Pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal. H a3 : Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengalokasian Belanja Modal Pendapatan asli daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan belanja daerah salah satu diantaranya adalah belanja modal. Daerah yang ditunjang dengan sarana dan prasarana memadai akan berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik investor untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada akhirnya akan menambah pendapatan asli daerah. Peningkatan pendapatan asli daerah diharapkan mampu memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal oleh pemerintah (Putro, 2010). Peningkatan investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan pendapatan asli daerah (Mardiasmo, 2009:68). Dana alokasi umum juga merupakan sumber pembiayaan belanja daerah salah satu diantaranya adalah belanja modal. Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan. Dana perimbangan ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara

35 47 pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Undang Nomor 33 Tahun 2004). Dengan adanya dana alokasi umum dari pemerintah pusat maka daerah bisa menggunakannya untuk menambah dalam membiayai belanja modal dalam menunjang tujuan pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik (Putro, 2010). Selain itu pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan berbanding lurus dengan pengalokasian belanja modal daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan gross domestic product (GDP) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 2010:12). Pertumbuhan ekonomi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan dengan masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang akan memepengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004:46). Bertambahnya infrastruktur dan perbaikannya oleh pemerintah daerah diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk (Putro, 2010). Pertumbuhan ekonomi semestinya mampu mendorong pembangunan daerah yang nantinya dapat meningkatnya alokasi belanja modal daerah (Wertianti dan Dwirandra, 2013). Jadi semakin tinggi pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan pertumbuhan ekonomi, maka semakin tinggi pengalokasi belanja modal. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk adalah sebagai berikut :

36 48 H 04 : Pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal. H a4 : Pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran

Lebih terperinci

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan

Lebih terperinci

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih, APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Belanja Daerah Menurut PSAP No.2, Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kinerja Keuangan 1.1 Definisi Kinerja Keuangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut secara logis dinilai wajar karena jumlah peningkatan pajak berbanding lurus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH A. Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, telah diatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung merupakan salah satu daerah otonom yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat yang tidak lepas dari dampak penerapan otonomi daerah. Kota

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH www.clipartbest.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Teori 2.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif,

Lebih terperinci

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 JENIS DATA 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Satuan Data XIX. RINGKASAN APBD I. Pendapatan Daerah - 584244829879

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 1.1 Tinjauan Teoretis 1.1.1 Otonomi Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumbersumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang 8 II. LANDASAN TEORI 2.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mempercepat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya, penelitianpenelitian tersebut adalah : Darwanto dan Yustikasari (2014) yang meneliti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah sebagai wujud nyata dari pelaksanaan otonomi daerah memberikan konsekuensi

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI SUMBER PENDAPATAN DAERAH 1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia tumbuh semakin pesat seiring dengan adanya otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Pembangunan daerah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang dijalankan selama ini. Keberhasilan akan ditentukan dari bagaimana kemampuan

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DI KOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Adapun tinjauan teori dalam penelitian ini meliputi: (i) Otonomi Daerah, (ii) Keuangan Daerah, (iii) Analisis Kinerja dan Kemampuan Keuangan Daerah. Penjelasan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1. PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah administrasi dan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Akuntansi Pemerintahan Saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keputusan, sosiologi, organisasi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan di

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keputusan, sosiologi, organisasi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan di BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Menurut Halim dan Abdullah (2006) Teori Keagenan yakni teori yang mengaitkan hubungan prinsipal dengan agen yang berasal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 13 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Anggaran Daerah Perencanaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkkan dari proses manajemen organisasi. Demikian juga

Lebih terperinci

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995 : 16), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 43 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Penerimaan Daerah Salah satu kemampuan yang dituntut terhadap daerah adalah kemampuan daerah tersebut untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (self supporting)

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2015 Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Upaya Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Penajam Paser Utara. Ditetapkannya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi. rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur

BAB II KAJIAN TEORI. pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi. rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tanjung (2012: 89) berpendapat Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan pendekatan-pendekatan yang menjelaskan pengertian Belanja Modal, Fiscal Stress, Dana Bagi Hasil

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR : 08 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 3 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 3 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 3 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGALOKASIAN BAGIAN DARI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA DESA DENGAN

Lebih terperinci

ketentuan perundang-undangan.

ketentuan perundang-undangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan Nomor 2 adalah: Semua pengeluaran dari Rekening kas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Di masa orde baru pengaturan pemerintahan daerah ditetapkan dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, tapi belum memberikan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dana Alokasi Umum (DAU) Diera otonomi daerah ini ternyata juga membawa perubahan pada pengelolaan keuangan daerah. Diantaranya dalam hal sumber-sumber penerimaan pemerintahan

Lebih terperinci

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam Kebijakan otonomi daerah lahir dengan tujuan untuk menyelamatkan pemerintahan dan keutuhan negara, membebaskan pemerintah pusat dari beban yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah adanya otonomi daerah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah adanya otonomi daerah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah adanya otonomi daerah. Otonomi daerah ditunjukkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK 63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peningkatan kesejahteraan (Tambunan, 2009 : 44). Proses pembangunan ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peningkatan kesejahteraan (Tambunan, 2009 : 44). Proses pembangunan ekonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH SALINAN BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 BUPATI KUDUS, Menimbang melalui :

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Belanja Modal Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar mendefinisikan belanja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim & Kusufi (2012) yaitu: Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN TEORITIS 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2.1.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2007:96), Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Otonomi Daerah Suparmoko (2002: 18) Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

Lebih terperinci

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah 1. Kondisi Pendapatan Saat Ini a. Pendapatan Asli Daerah Secara akumulatif, Pendapatan Asli Daerah kurun waktu 2006-2010 mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Pendapatan Asli Daerah 2.1.1.1 Pendapatan Asli Derah Setiap daerah memiliki wewenang dan kewajiban untuk menggali sumber sumber keuangannya sendiri

Lebih terperinci