BAB II LANDASAN TEORI. penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASSAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Prasetya, NIM , tahun 2010 dengan judul Konsep Penamaan Rumah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

BAB II KAJIAN TEORI. pada bidang semantik yang mengkaji tentang nama diri. Perbedaannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAHASA INDONESIA KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA. Drs. SUMARDI, M. Pd. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS

BAB II LANDASAN TEORI

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Makna Referensial Pemakaian Nama Panggilan Mahasiswa Kos di

ANALISIS MAKNA DENOTATIF DAN KONOTATIF PADA TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI KARANGAN SISWA KELAS VII MTs NEGERI SURAKARTA II

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. manusia atau kelompok (Kridalaksana, 2001:1993). Makna kata merupakan bidang

BAB I PENDAHULUAN. atau label terhadap benda atau peristiwa yang ada di sekelilingnya karena terlalu

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia membutuhkan orang lain untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nani Astuti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat hidup bermasyarakat. Dengan bahasa orang dapat. lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat.

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.)

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Silfi Pitriyanti, 2014 Penggunaan Abreviasi Pada Ranah Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak ahli yang berpendapat mengenai makna kata. Soedjito (1990: 51)

M.K SEMANTIK Pertemuan Ke-4 RAGAM MAKNA

BAB II KAJIAN TEORI. teori makna yang dimiliki seseorang pengguna bahasa telah memadai dan cukup.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan menyampaikan maksud kepada lawan bicaranya. Bahasa terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. hasratnya sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat berupa bahasa. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retno Eko Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kata, baik berbentuk gramatikal maupun leksikal. Bahasa yang digunakan seharihari

BAB I PENDAHULUAN. bidang otomotif yang disajikan oleh majalah Oto Plus. Majalah ini terbit setiap

BAB I PENDAHULUAN. lambang bunyi yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN

BAB II LANDASAN TEORI. masyarakat untuk tujuan komunikasi (Sudaryat, 2009: 2). Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tulus Rusyidi dalam Album Tulus, Gajah, dan Monokrom sebagai kajiannya.

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

ANALISIS MAKNA DALAM KATA MUTIARA PADA ACARA TELEVISI HITAM PUTIH DI TRANS7 BULAN AGUSTUS 2011: TINJAUAN SEMANTIK NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan salah satu cabang seni, yang menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Chaer (2003:53) mengatakan bahwa bahasa adalah satu-satunya milik

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Kontribusi Penguasaan Semantik terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman Mahasiswa IIPK Universitas Negeri Padang

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

BAB 2 GAYA BAHASA IKLAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dilahirkan di dalam dunia sosial yang harus bergaul dengan

BAB II LANDASAN TEORI. Rubik Ekonomi Majalah Tempo Edisi Bulan Maret 2016 berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya. Berkomunikasi merupakan cara manusia saling

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi dalam bertukar pendapat. Bahasa dapat diartikan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SEMANTIK DR 414

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. dilakukan oleh Dwikustanti (2010) yang berjudul Sarkasme pada Wacana Spanduk

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

PERBEDAAN KOSAKATA BAHASA JAWA DI KABUPATEN NGAWI DAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN MAGETAN (SUATU TINJAUAN DIALEKTOLOGI) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi penting bagi manusia. Bahasa dapat

BAHASA INDONESIA. Karakteristik Bahasa Indonesia. Sri Rahayu Handayani, S.Pd. MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Akuntansi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. tidak mungkin tidak terlihat secara nyata berbicara, tetapi pada hakikatnya, ia

REALISASI STRUKTUR SINTAKSIS PROSES PEMBELAJARAN MAHASISWA IA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA STKIP PGRI BANGKALAN TAHUN AJARAN

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi,

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya bukan hanya sebagai makhluk individu tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan peradaban dan kebudayaan serta satuan lambang bunyi yang

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk

PENGUNGKAPAN MAKNA KIASAN DAN NILAI EDUKATIF DALAM KATA-KATA MUTIARA PADA WEBSITE di Google.

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki

Jurnal SAP Vol. 1 No. 1 Agustus 2016 ISSN: X PENGARUH MINAT MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA TERHADAP KETERAMPILAN BERPIDATO

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi, sebab bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam berkomunikasi manusia memerlukan. komunikator (pembicara atau penulis) maupun sebagai komunikan

Transkripsi:

6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian ini berjudul Kajian Penamaan Tempat Fotokopi di Sekitar Lingkungan Kampus di Purwokerto Tahun 2015. Untuk membedakan penelitian sekarang dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya, maka peneliti meninjau penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul Kajian Semantik pada Nama-Nama Tempat Kos di Desa Dukuhwaluh Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas oleh Rifa Nofiyanti (2013). penelitian tersebut menghasilkan analisis berupa latar belakang, tujuan, jenis penamaan, dan makna yang terkandung pada nama-nama tempat kos di Desa Dukuhwaluh Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas. Dalam tahap penyediaan data digunakan metode cakap yang memiliki teknik dasar pancing dan lanjutan, yaitu teknik cakap semuka, teknik rekam, dan teknik catat. Data penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah nama-nama tempat kos di Desa Dukuhwaluh Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas. Data yang digunakan berjumlah 92 data, terdiri dari 38 data (RT 1 sampai RT 5 RW 4), 5 data (RT 1 sampai RT 2 RW 7), 26 data (RT 1 sampai RT 4 RW 9), 23 data (RT 1 sampai RT 4 RW 10). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang sekarang dengan penelitian sebelumnya mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah pada penggunaan teori makna, teori penamaan, dan tahap penyediaan data. Perbedaannya adalah pada data penelitian. Data yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu nama-nama tempat kos di Desa Dukuhwaluh Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas,

7 sedangkan pada penelitian yang sekarang data penelitiannya adalah nama-nama tempat fotokopi di sekitar lingkungan kampus di Purwokerto tahun 2015. Penelitian yang relevan selanjutnya berjudul Konsep Penamaan Rumah Makan di Daerah Purwokerto Kabupaten Banyumas oleh Danang Eko Prasetyo (2010). Penelitian tersebut berisi tentang jenis penamaan dan konsep penamaan rumah makan di daerah Purwokerto Kabupaten Banyumas. Hasil analisis dari penelitian tersebut berupa jenis makna, jenis penamaan, tujuan, inspirasi, dan asal bahasa yang digunakan dalam penamaan rumah makan di daerah Purwokerto Kabupaten Banyumas. Tahap penyediaan data menggunakan tiga metode yaitu observasi, dokumentasi, dan wawancara. Data yang digunakan yaitu nama-nama rumah makan di daerah Purwokerto Kabupaten Banyumas. Data yang digunakan berjumlah 47 data. 22 data menggunakan bahasa Indonesia, 18 data menggunakan bahasa Jawa, 2 data menggunakan bahasa Jawa Banyumas, 2 data menggunakan bahasa Padang, dan 3 data menggunakan bahasa Inggris. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang sekarang dengan penelitian sebelumnya mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah pada penggunaan teori makna dan teori penamaan. Perbedaannya adalah pada data penelitian dan metode penyediaan data. Data yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu nama-nama rumah makan di daerah Purwokerto Kabupaten Banyumas, sedangkan pada penelitian sekarang data peneltitiannya adalah nama-nama tempat fotokopi di sekitar lingkungan kampus di Purwokerto tahun 2015. Metode penyediaan data pada penelitian sebelumnya menggunakan metode observasi sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan metode cakap dengan teknik dasar pancing.

8 Untuk menegaskan perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya, peneliti meninjau skripsi lain yang berjudul Sistem Penamaan Toko di Purwokerto Kabupaten Banyumas oleh Shodiq Hami M. (2010). Penelitian tersebut menghasilkan analisis berupa klasifikasi penamaan toko berdasarkan asal bahasa, jenis makna, dan jenis penamaan toko yang ada di Purwokerto Kabupaten Banyumas. Tahap penyediaan data digunakan tiga metode yaitu observasi, dokumentasi, dan wawancara. Data yang digunakan yaitu nama-nama toko di Purwokerto Kabupaten Banyumas yang berjumlah 35 data. 17 data menggunakan bahasa Indonesia, 13 data menggunakan bahasa Jawa, dan 5 data menggunakan bahasa Inggris. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah pada pembahasan yaitu membahas mengenai asal bahasa, jenis makna, dan jenis penamaan. Perbedaannya ada pada data penelitian dan teknik penyediaan data. Data yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu nama-nama toko di Purwokerto Kabupaten Banyumas, sedangkan pada penelitian yang sekarang data peneltitiannya adalah nama-nama tempat fotokopi di sekitar lingkungan kampus di Purwokerto tahun 2015. Teknik penyediaan data pada penelitian sebulumnya menggunakan metode observasi, dokumentasi, dan wawancara, sedangkan pada penelitian yang sekarang teknik penyediaan data menggunakan metode cakap. B. Bahasa 1. Pengertian Bahasa Bahasa pada dasarnya merupakan sistem simbol yang ada di alam ini. Seluruh fenomena simbolis yang ada di alam semesta ini pada dasarnya adalah bahasa (Hidayat, 2014: 23). Menurut Alwasilah (2010: 14), bahasa adalah alat untuk

9 mengejawantahkan pikiran tentang fakta dan realitas yang direpresentasi lewat simbol bunyi. Menurut Dardjowidjojo (1991: 21), bahasa dalam pengertian sempit ialah sarana komunikasi antar individu yang diucapkan. Dalam pengertian luas bahasa ialah sarana komunikasi antar individu yang pada umumnya mencakup tulisan, isyarat, dan kode-kode lainnya. Chaer (2003: 32) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Menurut Hockett (dalam Chaer, 2003: 284-285), bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaankebiasaan. Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa bahasa adalah sistem simbol berupa bunyi-bunyi ujaran yang mempunyai makna. Sebagai suatu simbol, bahasa dapat berupa apa saja yang ada di alam ini. Bahasa dalam kehidupan manusia dapat dimaknai sebagai sarana komunikasi antar individu maupun kelompok yang berupa ucapan, tulisan, isyarat, dan kode-kode lainnya. Bahasa digunakan oleh anggota kelompok untuk berkomunikasi dan bekerja sama. 2. Fungsi Bahasa Bahasa dan fungsi bahasa sering kali memiliki kesamaan arti, sehingga keduanya sangat sulit dibedakan. Mana yang pengertian bahasa dan mana yang pengertian fungsi bahasa. Menurut Hidayat (2014: 26), fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Menurut Tarigan (2009: 3), fungsi bahasa adalah sebagai sarana komunikasi vital dalam kehidupan. Menurut Chaer (2003: 33), bahasa berfungsi sebagai alat interaksi sosial.

10 Dari pendapat-pendapat di atas mengenai fungsi bahasa, peneliti menyimpulkan bahwa bahasa pada dasarnya berfungsi sebagai alat komunikasi atau sarana bercakap-cakap antar manusia. Bahasa sangat berperan dalam setiap kehidupan manusia. Segala aktivitas makhluk hidup (terutama manusia) sangat membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi antara satu sama lain. Seiring perkembangannya, bahasa tidak lagi hanya sebagai alat komunikasi biasa, namun sudah masuk ke taraf vital. Fungsi bahasa berkembang sebagai keperluan administrasi pemerintahan, perdagangan antarnegara, maupun aktivitas-aktivitas lainnya yang berkaitan dengan hubungan antarnegara. 3. Jenis Bahasa Bahasa mempunyai kedudukan penting dalam kehidupan manusia sebagai alat komunikasi yang menghubungakan individu satu dengan yang lainnya. Peranan bahasa yang tidak mungkin tergantikan memaksa manusia untuk dapat menguasai bahasa. Namun demikian, dengan banyaknya manusia yang tersebar di seluruh dunia menyebabkan ketidakseragaman dalam berbahasa, sehingga muncullah berbagai ragam bahasa. Masing-masing negara mempunyai bahasanya sendiri dan berupaya agar dapat melestarikan bahasa asli negaranya. Bahkan dalam suatu negara tidak jarang dijumpai bahasa-bahasa lain yang digunakan oleh penduduk yang mendiami suatu tempat sebagai bahasa daerah tempat tersebut. Alwi, dkk (2010: 3) mengemukakan bahwa banyaknya jenis bahasa seperti bahasa Indonesia dipengaruhi oleh luas wilayah pemakainya dan bermacam-macam penuturnya yang tersebar ke dalam daerah-daerah yang bebeda. Kondisi geografis yang bersekat-sekat dipisahkan oleh pegunungan, laut, atau selat, ditambah lagi

11 dengan kurangnya hubungan komunikasi antar penutur menyebabkan peluang hadirnya bahasa baru semakin tinggi. Hal itu menyebabkam masing-masing daerah memiliki beragam bahasa yang saling berbeda. Fenomena keanekaragaman bahasa tidak hanya muncul di Indonesia. Semua negara di dunia memiliki beranekaragam bahasa, da bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa mandarin, bahasa Arab, dan lain sebagainya. C. Semantik Semantik merupakan istilah yang digunakan dalam bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya, atau dengan kata lain ilmu yang mempelajari makna atau arti bahasa (Chaer, 2013: 2). Djajasudarma (2012: 1) menyebut semantik sebagai bagian ilmu bahasa (linguistik) yang mempelajari makna. Verhaar (2010: 385) berpendapat bahwa semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Sedangkan Palmer (dalam Aminuddin, 2011: 15) menyebutkan bahwa semantik berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian studi tentang makna. Yule (2006: 5) mengemukakan bahwa semantik adalah studi tentang hubungan antara bentukbentuk linguistik dengan entitas di dunia; yaitu bagaimana hubungan kata-kata dengan sesuatu secara harfiah. Morris (dalam Budiman, 1999: 106), mengemukakan bahwa semantik merupakan salah sebuah aspek semiotik yang mempelajari relasirelasi di antara tanda dan objek yang diacunya atau makna tanda-tanda sebelum digunakan dalam tuturan tertentu. Parera (2004: 42) mengemukakan bahwa semantik adalah ilmu tentang makna.

12 Dari pendapat-pendapat di atas mengenai semantik, maka peneliti menyimpulkan bahwa semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang seluk beluk makna. Semantik merupakan teori yang mengkaji makna atau arti bahasa. Bagaimana hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dengan simbol yang ada di alam ini. Makna yang dikaji dalam ilmu semantik meliputi makna kata yang hadir dari kata itu sendiri dan makna yang hadir akibat hubungan gramatikal. Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan makna lain. D. Makna 1. Pengertian Makna Makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri terutama kata-kata (Djajasudarma (2012: 7). Menurut Aminuddin (2011: 52-53), makna adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Ada tiga unsur pokok yang tercakup di dalam batasan pengertian makna, yaitu (1) makna adalah hasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar, (2) penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai, serta (3) perwujudan makna dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling dimengerti. Menurut Parera (2004: 42-46), Makna merupakan hubungan antara bahasa (ujaran), pikiran, dan realitas di alam. Konsep makna lebih luas dari pada arti, arti tidak mempunyai kedudukan di dalam makna, sedangkan makna mempunyai kedudukan di dalam arti. Menurut Kridalaksana (2008: 148), pengertian makna dibagi menjadi empat antara lain: (1) maksud pembicara agar mudah dimengerti oleh lawan bicara, (2) pengaruh

13 satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia, (3) hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya, (4) cara menggunakan lambang-lambang bahasa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna adalah hubungan antara bahasa (ujaran) dengan unsur di luar bahasa yang merupakan kesepakatan oleh para pemakai bahasa. 2. Jenis Makna Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis makna. Chaer (2013: 60-78) membagi jenis makna menjadi 16, yaitu: (1) makna leksikal, (2) makna gramatikal, (3) makna referensial, (4) makna nonreferensial, (5) makna denotatif, (6) makna konotatif, (7) makna kata, (8) makna istilah, (9) makna konseptual, (10) makna asosiatif, (11) makna idiomatikal, (12) makna peribahasa, (13) makna kias, (14) makna kolusi, (15) makna ilokusi, dan (16) makna perlokusi. Menurut Pateda (2010: 96-132) terdapat 29 jenis makna, yaitu: (1) makna afektif, (2) makna denotatif, (3) makna deskriptif, (4) makna ekstensi, (5) makna emotif, (6) makna gereflekter, (7) makna gramatikal, (8) makna ideasional, (9) makna intensi, (10) makna khusus, (11) makna kiasan, (12) makna kognitif, (13) makna kolokasi, (14) makna konotatif, (15) makna konseptual, (16) makna konstruksi, (17) makna kontekstual, (18) makna leksikal, (19) makna lokusi, (20) makna luas, (21) makna piktorial, (22) makna proposisional, (23) makna pusat, (24) makna referensial, (25) makna sempit, (26) makna stilistika, (27) makna tekstual, (28) makna tematis, dan (29) makna umum.

14 Sedangkan Djajasudarma (2013: 8-20) membagi jenis makna ke dalam 14, yaitu (1) makna sempit, (2) makna luas, (3) makna kognitif, (4) makna konotatif, (5) makna emotif, (6) makna referensial, (7) makna kontruksi, (8) makna leksikal, (9) makna gramatikal, (10) makna idesional, (11) makna proposisi, (12) makna pusat, (13) makna piktorial, dan (14) makna idiomatik. Dari pendapat di atas, peneliti perlu membatasi jenis makna yang akan digunakan dalam penelitian ini. Batasan-batasan yang digunakan disesuaikan dengan hasil temuan dari data-data yang ada. Peneliti lebih condong ke pendapat Pateda tentang jenis makna, karena sesuai dengan hasil temuan. Peneliti menggunakan beberapa jenis makna yang secara umum pernah digunakan dalam penelitianpenelitian terdahulu. Namun, ada beberapa jenis makna seperti, makna luas dan makna emotif, yang belum pernah digunakan dalam penelitian-penellitian sebelumnya. Berkaitan dengan data penelitian, ada enam jenis makna yang digunakan oleh peneliti, yaitu (1) makna luas, (2) makna sempit, (3) makna referensial, (4) makna denotatif, (5) makna konotatif, dan (6) makna emotif. a. Makna Luas Menurut Pateda (2010: 120), makna luas menunjukkan bahwa makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang dipertimbangkan. Semua kata yang tergolong kata berkonsep, dapat dikatakan memiliki makna luas. Sejalan dengan itu, Djajasudarma (2013: 10) menyebutkan bahwa makna luas adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang diperkirakan. Kata-kata berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari makna yang sempit. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna luas adalah makna kata yang lebih luas dari yang diperkirakan. Contoh: kursi (luas) - kursi roda, kursi goyang, (sempit).

15 b. Makna Sempit Menurut Pateda (2010: 126), makna sempit adalah makna yang berwujud sempit pada keseluruhan ujaran. Djajasudarma (2013: 8) mengemukakan bahwa makna sempit adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Makna yang asalnya lebih luas dapat menyempit, karena dibatasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna sempit adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Contoh: kaca jendela maknanya lebih sempit dibandingkan dengan kata kaca. Kaca jendela maksudnya kaca yang digunakan khusus untuk jendela dan bukan kaca yang digunakan untuk bidang lain. c. Makna Referensial Menurut Pateda (2010: 125), makna referensial adalah makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata. Referen dapat berupa benda, peristiwa, proses, atau kenyataan. Djajasudarma (2013: 14) mengemukakan bahwa makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau referent (acuan). Menurut Chaer (2013: 63-64), sebuah kata dapat bermakna referensial apabila kata tersebut mengacu pada sesuatu di luar bahasa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau sesuatu yang ditunjuk oleh suatu kata. Dapat berupa benda, peristiwa, atau kenyataan. Contoh: kata meja mempunyai referen (acuan) yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut meja. d. Makna Denotatif Menurut Pateda (2010: 98-99), makna denotatif adalah makna polos, makna apa adanya, sifatnya objektif. Makna denotatif disebut juga makna sebenarnya,

16 makna yang tidak dihubungkan faktor-faktor lain, baik yang berlaku pada pembicaraan maupun pada pendengar. Chaer (2013: 65-66) mengemukakan bahwa makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai menurut hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Makna denotatif menyangkut informasi-informasi faktual objektif yang kemudian disebut juga sebagai makna sebenarnya. Barthes (dalam Budiman, 1999: 22) menyebutkan bahwa denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang sesungguhnya, (penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap). Verhaar (2010: 390) mengemukakan bahwa denotasi adalah referensi pada sesuatu ekstralingual menurut makna kata yang bersangkutan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna denotatif adalah makna yang mengacu pada makna asli atau makna sebenarnya dari sebuah kata. Makna denotatif bersifat objektif berdasarkan makna lugas suatu kata. Contoh: kata perempuan bermakna denotasi yaitu manusia dewasa yang bukan laki-laki, kata uang bermakna denotatif yaitu benda kertas atau logam yang digunakan dalam transaksi jual beli. e. Makna Konotatif Menurut Pateda (2010: 112), makna konotatif muncul akibat asosiasi perasaan pemakai bahasa terhadap kata yang didengar atau kata yang dibaca. Menurut Chaer (2013: 65), sebuah kata dapat disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai nilai rasa, baik positif maupun negatif. Barthes (dalam Budiman, 1999: 65), menyebutkan bahwa konotasi biasanya mengacu pada makna yang menempel pada suatu kata karena sejarah pemakainya. Menurut Djajasudarma

17 (2013: 12), makna konotatif muncul akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau apa yang didengar. Makna konotatif muncul dari makna kognitif yang ditambahi komponen lain. Sedangkan menurut Verhaar (2010: 390), makna konotatif atau konotasi adalah arti yang dapat muncul pada penutur akibat penilaian afektif atau emosional. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna konotatif adalah makna yang mengandung nilai rasa atau mengandung anggapan-anggapan pendengar maupun pembaca. Contoh: kata perempuan mempunyai nilai rasa rendah negatif, sedangkan kata wanita mempunyai nilai rasa tinggi positif. f. Makna Emotif Menurut Djajasudarma (2013: 12), makna emotif adalah makna yang bersifat positif. Makna emotif adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar; penulis dan pembaca) ke arah yang positif. Menurut Pateda (2010: 102), makna emotif adalah makna yang terdapat dalam kata yang menimbulkan emosi. Sedangkan menurut Shiply (dalam Pateda, 2010: 101), makna emotif adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai apa yang dipikirkan atau dirasakan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna emotif adalah makna yang bersifat positif yang timbul dari reaksi pembicara atau pendengar terhadap sesuatu yang dirasakan. Contoh: kalimat Si Ali mampus, dengan kalimat Si Ali meninggal. Orang yang mendengar ujaran ini mengasosiasikan sifat Ali karena nilai rasa meninggal dan mampus berbeda. Kata meninggal lebih cocok digunakan untuk seseorang yang baik, berkedudukan tinggi positif, sedangkan kata mampus lebih cocok digunakan kepada hewan negatif.

18 E. Penamaan 1. Pengertian Penamaan Menurut Chaer (2013: 43), penamaan adalah proses pelambangan suatu konsep untuk mengacu kepada sesuatu referen yang berada di luar bahasa. Penamaan itu sendiri merupakan kegiatan pengganti benda, proses, gejala, aktivitas, sifat. Menurut Poerwadarminta (2007: 793 ), nama merupakan (kata menyatakan) panggilan atau sebutan orang (barang, tempat, dst). Menurut Sudaryat (2011: 59), proses penamaan berkaitan dengan acuannya. Penamaan bersifat konvensional dan arbitrer. Konvensional berdasarkan masyarakat pemakainnya sedangkan arbitrer berdasarkan kemauan masyarakat. Menurut Djajasudarma (2012: 47-49), penamaan tidak lepas dari bahasa, dan studi bahasa pada dasarnya adalah peristiwa budaya. Jika dalam suatu wilayah mempunyai budaya yang beraneka ragam, maka bahasa yang muncul akibat peristiwa budaya juga akan beraneka ragam. Termasuk di dalamnya ada penamaan dan pemaknaan. Contoh: penamaan dalam bahasa Indonesia pepaya, bahasa Sunda gedang, bahasa Jawa gandhul. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penamaan adalah proses pelambangan suatu benda, proses, gejala, aktivitas, serta sifat. 2. Jenis Penamaaan Menurut Chaer (2013: 44-51), proses penamaan dibagi menjadi 9, yaitu: penamaan berdasarkan (1) peniruan bunyi, (2) penyebutan bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penemu dan pembuat, (5) tempat asal, (6) bahan, (7) keserupaan, (8) pemendekan, dan (9) penamaan baru, sedangkan menurut Sudaryat (2011: 59-60), ada 10 cara dalam proses penamaan, yaitu: (1) peniruan bunyi, (2) penyebutan

19 bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penyebutan apelativa, (5) penyebutan tempat asal, (6) penyebutan bahan, (7) penyebutan keserupaan, (8) penyebutan pemendekan, (9) penyebutan penemuan baru, dan (10) penyebutan pengistilahan. Dari pendapat di atas, peneliti perlu membatasi jenis penamaan yang akan digunakan dalam penelitian ini. Peneliti lebih condong ke pendapat Chaer tentang jenis penamaan, karena sesuai dengan hasil temuan. Penelitian ini menggunakan jenis penamaan, yaitu penamaan berdasarkan: (1) penyebutan sifat khas, (2) penemu dan pembuat, (3) penyebutan tempat asal, (4) penyebutan pemendekan, dan (5) penyebutan bagian. a. Penyebutan Sifat Khas Penyebutan sifat khas adalah penamaan sesuatu benda berdasarkan sifat khas yang ada pada benda itu. Gejala ini merupakan peristiwa semantik karena dalam peristiwa itu terjadi transposisi makna dalam pemakaian yaitu perubahan dari kata sifat menjadi kata benda. Ciri makna yang disebut dengan kata sifat mendesak kata bendanya karena sifatnya sangat menonjol, sehingga kata sifat itulah yang menjadi kata bendanya (Chaer, 2013: 46). Sudaryat (2011: 59) mengemukakan bahwa penyebutan sifat khas yakni penamaan suatu benda dengan berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda itu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penamaan berdasarkan penyebutan sifat khas adalah penamaan suatu benda berdasarkan sifat khas atau ciri paling dominan yang ada pada benda itu. Contoh: orang yang mempunyai badan bersar lazim disebut si Gendut. Orang yang mempunyai badan kurus lazim disebut si kurus ata si Krempeng.

20 b. Penemu dan Pembuat Banyak nama benda dalam kosakata bahasa Indonesia yang dibuat berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam peristiwa sejarah. Nama-nama benda yang demikian disebut dengan istilah appelativa (Chaer, 2013: 47). Sudaryat (2011: 59) menyatakan bahwa penyebutan apelativa adalah penamaan suatu benda berdasarkan nama penemu, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam peristiwa sejarah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penamaan berdasarkan penemu dan pembuat adalah penamaan suatu benda yang diambil dari nama penemu atau pembuat, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam peristiwa sejarah. Contoh: Volt nama satuan kekuatan aliran listrik yang diturunkan dari nama penciptanya yaitu Volta seorang sarjana fisika bangsa Italia. c. Tempat Asal menyebutkan bahwa penamaan suatu benda dapat dipengaruhi dan ditelusuri berdasarkan tempat asal benda tersebut (Chaer, 2013: 48). Sudaryat (2011: 59) menyatakan bahwa penyebutan tempat asal adalah penamaan suatu benda berdasarkan nama tempat asal benda tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penamaan berdasarkan penyebutan tempat asal adalah penamaan suatu benda berdasarkan tempat asal benda tersebut. Contoh: sarden berasal dari nama tempat di Italia, yaitu Pulau Sardinia. Kentang Kledung berasal dari nama tempat penangkaran benih kentang yang ada di Desa Kledung, Wonosobo. d. Pemendekan Dalam perkembangan bahasa terakhir ini banyak kata-kata dalam bahasa Indonesia yang terbentuk sebagai hasil penggabungan unsur-unsur huruf awal atau

21 suku kata dari beberapa kata yang digabungkan menjadi satu (Chaer, 2013: 51). Menurut Sudaryat (2011: 60), pemendekan adalah penamaan suatu benda dengan cara memendekkan ujaran atau kata lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penamaan berdasarkan penyebutan pemendekan adalah kata-kata yang terbentuk dari gabungan huruf atau suku kata lain yang menghasilkan kata baru. Menurut Kridalaksana (2010: 162-163), bentuk-bentuk kependekan meliputi: (1) singkatan, (2) penggalan, (3) akronim dan kontraksi, dan (4) lambang huruf. 1) Singkatan Menurut Lingga (2011: 72), istilah singkatan adalah bentuk istilah yang tulisannya dipendekan. Singkatan adalah salah satu hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf. Baik yang dieja huruf demi huruf seperti: UMP (Universitas Muhammadiyah Purwokerto), KKN (Kuliah Kerja Nyata), DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta), atau yang tidak dieja huruf demi huruf seperti: dng. (dengan), dst. (dan seterusnya). 2) Penggalan Penggalan yaitu proses pemendekan yang mengekalkan salah satu bagian dari leksem. Penggalan mempunyai beberapa sub klasifikasi, yaitu: (1) penggalan suku kata pertama dari suatu kata, misalnya Dok. (dokter), Sus. (suster). (2) penggalan suku terakhir dari suatu kata, misalnya Pak. (bapak), Bu (ibu). (3) penggalan tiga huruf pertama dari suatu kata, misalnya Ust. (ustadz). (4) penggalan empat huruf pertama dari suatu kata, misalnya Helm. (helmet). (5) penggalan kata terakhir dari suatu frasa, misalnya Harian (surat kabar harian).

22 3) Akronim dan Kontraksi Akronim adalah proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang sedikit banyak memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia. Menurut Lingga (2011: 72), istilah akronim merupakan gabungan huruf awal, gabungan suku kata, atau gabungan kombinasi huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata. Akronim merupakan gabungan huruf atau kata untuk menghasilkan kata baru namun masih dapat dilisankan secara keseluruhan. Contoh: FKIP (efkip dan bukan /ef/, /ka/, /i/, /pe/), ABRI (abri dan bukan /a/, /be/, /er/, /i/). Sedangkan kontraksi adalah proses pemendekan yang meringkaskan leksem dasar atau gabungan leksem. contoh: tak (tidak), sendratari (seni drama dan tari). 4) Lambang Huruf Lambang huruf adalah proses pemendekan yang menghasilkan satu huruf atau lebih yang menggambarkan konsep dasar kuanlitas, satuan atau unsur. Huruf lambang tidak diberi titik di belakangnya. Contoh: cm (sentimeter), m (meter), g (gram). Bentuk ini disebut lambang karena dalam perkembangannya tidak dirasakan lagi asosiasi linguistik antara dengan kepanjangannya. Lambang-lambang tersebut sudah menjadi kesepakatan dalam konsep dasar ilmiah. e. Penyebutan Bagian Penyebutan bagian adalah gaya bahasa yang menyebutkan bagian dari suatu benda atau hal, padahal yang dimaksud adalah keseluruhannya (Chaer, 2013: 45). Sudaryat (2011: 59) mengemukakan bahwa penyebutan bagian adalah penyebutan

23 atau penamaan suatu benda dengan cara menyebutkan bagian dari suatu benda padahal yang dimaksud keseluruhannya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyebutan bagian adalah penyebutan sebagian untuk mewakili keseluruhan. Contoh: ketika seseorang pergi ke warung dan memesan kopi pasti yang disodorkan oleh pemilik warung bukan kopi saja, melainkan sudah dalam bentuk siap minum, sudah diseduh dengan air panas, diberi gula, dan ditempatkan dalam cangkir. f. Penamaan Berdasarkan Temuan Baru oleh Peneliti Dalam penelitian ini, tidak semua jenis penamaan yang telah disebutkan oleh beberapa pendapat di atas sesuai dengan latar belakang penamaan fotokopi, sehingga peneliti membuat argumentasi dengan menambahkan jenis penamaan baru sesuai dengan daya pikir peneliti. Temuan baru oleh peneliti didasarkan pada beberapa data yang akan diteliti memiliki latar belakang penamaan yang tidak sesuai dengan teori penamaan yang ada. Jenis penamaan berdasarkan temuan baru oleh peneliti dapat dipaparkan sebagai berikut: 1) Penamaan Berdasarkan Harapan atau Tujuan Harapan yaitu suatu cita-cita, keinginan, penantian, kerinduan supaya sesuat terjadi. Penamaan berdasarkan harapan atau tujuan adalah jenis penamaan yang memiliki maksud atau tujuan tertentu berupa keinginan atau cita-cita yang ingin dicapai oleh si pemberi nama. Pemberian nama yang mengandung harapan dimaksudkan agar apa yang diinginkan dalam suatu usaha dapat tercapai. Contoh nama tempat fotokopi yang mengandung penamaan berdasarkan harapan atau tujuan yaitu, Sukses. Nama Sukses mengandung harapan atau tujuan agar usaha

24 fotokopi tersebut tetap lancar, beruntung, dan berhasil dalam menjalankan usaha fotokopi. 2) Penamaan Berdasarkan Nama Benda Penamaan berdasarkan nama benda yaitu penamaan yang menggunakan nama suatu benda untuk mengingat benda tersebut. Nama benda digunakan sebagai bentuk kekaguman atau kecintaan terhadap suatu benda. Dengan demikian, nama benda yang digunakan sebagai nama tempat fotokopi akan selalu diingat oleh si pemberi nama. Contoh nama tempat fotokopi yang menggunakan nama suatu benda yaitu, kencana. Nama Kencana mempunyai makna emas. Pemberian nama tersebut sebagai bentuk kecintaan si pemberi nama terhadap benda emas.