BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 10 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis Penelitian dengan judul Kajian Semantik pada Slogan Iklan Rokok di Televisi Nasional pernah dilakukan oleh Diana Susiana (2012). Penelitian yang dilakukan oleh Diana Susiana bertujuan (1) menemukan aspek-aspek situasi tuturan yang terdapat dalam wacana slogan iklan rokok, (2) menemukan proses semiosis tanda dalam wacana slogan iklan rokok, dan (3) menjelaskan makna kontekstual yang terdapat dalam wacana slogan iklan rokok. Landasan teori dalam penelitian tersebut adalah (1) bahasa, (2) semantik, (3) tanda, (4) makna kontekstual, dan (5) iklan. Metode penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif kualitatif. Datanya berupa slogan yang terdapat dalam iklan rokok yang ditayangkan pada televisi. Dari hasil penelitian milik Diana Susiana, peneliti belum pernah menemukan penelitian mengenai Analisis Makna pada Slogan Stasiun Televisi Nasional di Indonesia. Dengan demikian, maka peneliti melakukan penelitian mengenai makna dalam slogan stasiun televisi nasional di Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada tujuan penelitian, landasan teori, sumber data. Dalam penelitian ini tujuannya adalah (1) mendeskripsikan jenis makna dari slogan yang dimiliki oleh stasiun televisi nasional di Indonesia, dan (2) mendeskripsikan faktor perubahan makna yang terdapat pada slogan stasiun televisi nasional di Indonesia. Landasan teori penelitian ini adalah (1) bahasa, (2) semantik, (3) jenis makna, (4) faktor perubahan makna, dan (5) 10

2 11 slogan. Sumber data dalam penelitian ini adalah tayangan mengenai slogan dan website dari stasiun televisi nasional di Indonesia. B. Bahasa 1. Pengertian Bahasa Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu pengertian. Selama ini kita mengartikan bahasa sebagai alat komunikasi karena bahasa pada dasarnya bahasa adalah sebuah alat. Menurut Chaer (2012: 32) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Menurut Dardjowidjodjo (2012: 16) bahasa adalah sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama. Keraf (2004: 2) menyatakan bahwa bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Bolinger (dalam Aminuddin, 2011: 29) menyatakan bahwa bahasa merupakan sesuatu yang bersistem, maka bahasa sebenarnya bersifat arbitrer sekaligus nonarbitrer. Dengan terdapatnya sistem dan sekaligus kesepakatan itulah, bahasa akhirnya dapat digunakan untuk berinteraksi. Poerwadarminta (2007: 80) memberikan pengertian bahwa bahasa diartikan sebagai sistem lambang (tanda yang berupa sebarang bunyi) yang dipakai orang untuk melahirkan pikiran dan perasaan. Bahasa menurut Kridalaksana (2011: 24) adalah sistem lambang bunyi

3 12 yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi atau simbol lisan yang arbitrer yang dapat diperkuat dengan gerak gerik badaniah yang nyata dan digunakan oleh para anggota kelompok sosial atau suatu masyarakat sebagai alat komunikasi untuk bekerja sama, berinteraksi, mengidentifikasi diri. Bahasa juga dipakai orang untuk melahirkan pikiran dan perasaan. Pada akhirnya bahasa dapat digunakan untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari. Oleh karena itu masyarakat menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya. 2. Fungsi Bahasa Selama ini kita mengartikan bahwa bahasa memiliki fungsi sebagai alat komunikasi karena bahasa pada dasarnya adalah sebuah alat. Menurut Keraf (2004: 3-7) fungsi bahasa terdiri atas empat fungsi yaitu (a) untuk menyatakan ekspresi diri, (b) sebagai alat komunikasi, (c) sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan (d) sebagai alat mengadakan kontrol sosial. Finnocchiaro (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 15-17) membagi fungsi bahasa atas enam bagian yaitu (a) fungsi personal atau pribadi, (b) fungsi direktif, (c) fungsi interpersonal, (d) fungsi referensial, (e) fungsi metalingual atau metalinguistik, dan (f) fungsi imaginatif. Halliday (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 15-17) membagi fungsi bahasa atas lima bagian yaitu (a) fungsi

4 13 personal atau pribadi, (b) fungsi instrumental, (c) fungsi intractional, (d) fungsi representational, dan (e) fungsi imaginatif. Menurut Jakobson (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004: fungsi bahasa dibedakan menjadi enam bagian yaitu (a) fungsi emotif, (b) fungsi retorikal, (c) fungsi fatik, (d) fungsi kognitif, (e) fungsi metalingual atau metalinguistik, dan (f) fungsi poetic speech. Dari beberapa pendapat yang sudah dikemukakan mengenai fungsi bahasa tersebut, peneliti menggunakan pendapat yang dikemukakan Keraf (2004: 3-7) yang membagi bahasa menjadi empat fungsi yaitu untuk menyatakan ekspresi diri, sebagai alat komunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial dan sebagai alat mengadakan kontrol sosial. a. Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri. Bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. b. Sebagai alat komunikasi. Bahasa merupakan sarana perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita. c. Sebagai alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Bahasa di samping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu serta belajar berkenalan dengan orang lain. Melalui bahasa seorang anggota masyarakat perlahan-lahan belajar mengenal istiadat, tingkah laku dan tatakrama masyarakatnya. Bahasa-bahasa

5 14 menunjukkan perbedaan antara satu dengan yang lainnya, tetapi masingmasing tetap mengikat kelompok penuturnya dalam satu kesatuan. d. Sebagai alat mengadakan kontrol sosial. Kontrol sosial adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang lain. Semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena dapat diatur dengan menggunakan bahasa. Dalam mengadakan kontrol sosial, bahasa itu mempunyai relasi dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat. B. Wacana 1. Pengertian Wacana Istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/fak, artinya berkata, berucap (Douglas dalam Mulyana, 2005: 3). Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tinggi atau terbesar (Chaer, 2012: 267). Wacana menurut Kridalaksana (2011: 259) adalah satuan terlengkap dalam hierarki gramatikal tertinggi atau terbesar, direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh, paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Wacana adalah wujud atau bentuk bahasa yang bersifat komunikatif, interpretatif dan kontekstual (Mulyana, 2005: 21). Menurut Eriyanto (2008: 5) wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap, yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan yang utuh, paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang

6 15 lengkap. Wacana juga bersifat komunikatif, interpretatif dan kontekstual dan untuk mengungkapkan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Wacana merupakan satuan gramatikal yang tinggi atau terbesar. Satuan gramatikal wacana dinyatakan dalam bentuk karangan utuh (novel, buku, seri ensiklopedi). Wacana mencakup bukan hanya percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan di muka umum dan juga tulisan. Dalam penelitian ini wacana yang dimaksud adalah wacana slogan yang berupa tulisan atau pembicaraan di muka umum. 2. Unsur Internal Wacana a. Kata Menurut Ramlan (2012: 34) yang dimaksud kata adalah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satuan-satuan bebas merupakan kata. Menurut Kridalaksana (2011: 110) kata adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Pendapat lain mengatakan bahwa kata adalah kesatuan kumpulan fonem atau huruf terkecil yang mengandung pengertian (Alisyahbana dalam Putrayasa, 2010: 44). Selain itu, Bloomfield (dalam Putrayasa, 2010: 44) mengatakan, kata adalah minimal free from, yaitu sebagai bentuk yang dapat diujarkan tersendiri dan bermakna, tetapi bentuk tersebut tidak dapat dipisahkan atas bagian-bagian yang satu di antaranya (bermakna). Menurut Poerwadarminta (2007: 527) kata adalah apa-apa yang dilahirkan dengan ucapan, ujar, bicara, cakap. Menurut Putrayasa (2010: 43) kata

7 16 merupakan bentuk yang ke dalam mempunyai susunan fonologis stabil yang tidak berubah dan ke luar mempunyai kemungkinan mobilitas di dalam kalimat. Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulakan bahwa kata merupakan satuan bebas yang paling kecil (satuan bahasa) yang dapat berdiri sendiri. Kata terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem dan kumpulan fonem atau huruf terkecil yang mengandung pengertian. Kata juga dapat diujarkan tersendiri dan bermakna. Kata dilahirkan melalui ucapan, ujar, bicara dan cakap. Susunan fonologis kata berbentuk stabil dan tidak berubah serta mempunyai kemungkinan mobilitas di dalam kalimat. b. Frasa Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif (Chaer, 2012: 222). Menurut Kridalaksana (2011: 66) frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, gabungan itu dapat rapat, dapat renggang. Parera (2009: 54) mengatakan bahwa frasa adalah suatu konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua kata atau lebih. Sebuah frasa sekurangkurangnya mempunyai dua anggota pembentuk. Menurut Tarigan (2009: 96) frasa adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa atau yang tidak melampaui batas subjek atau predikat, dengan kata lain sifatnya tidak predikatif. Dari pengertian beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih. Frasa mempunyai sifat nonpredikatif yang berupa gabungan kata yang dapat rapat

8 17 dan dapat renggang. Gabungan tersebut terbentuk oleh dua kata atau lebih. Frasa tidak mempunyai ciri-ciri klausa atau tidak melampaui batas subjek atau predikat. Jadi, sebuah frasa sekurang-kurangnya mempunyai dua anggota pembentuk yang bersifat nonpredikatif. c. Kalimat Menurut Parera (2009: 21) kalimat adalah sebuah bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari sebuah konstruksi ketatabahasaan yang lebih besar dan lebih luas. Kalimat adalah kata atau kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan yang mengutarakan suatu pikiran dan perasaan (Poerwadarminta, 2007: 513). Fokker (dalam Mulyana, 2005: 8) menyatakan bahwa kalimat adalah ucapan bahasa yang memiliki arti penuh dan batas keseluruhannya ditentukan oleh intonasi (sempurna). Menurut Tarigan (2009: 6) kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa. Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa (Kridalaksana, 2011: 103). Menurut Chaer (2012: 240) kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah sebuah bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari sebuah konstruksi ketatabahasaan yang lebih besar dan lebih luas. Konstruksi ketatabahasaan tersebut data berupa kata atau kelompok kata. Kalimat merupakan

9 18 suatu kesatuan yang mengutarakan pikiran dan perasaan. Kalimat memiliki arti penuh dan batas keseluruhannya ditentukan oleh intonasi. Kalimat dibentuk dari kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. d. Teks Menurut Kridalaksana (2011: 238) teks adalah satuan bahasa terlengkap yang bersifat abstrak. Halliday (1992: 13) berpendapat bahwa teks adalah bahasa yang berfungsi, bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi, berlainan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat lepas yang mungkin dituliskan di papan tulis. Menurut Eriyanto (2008: 9) teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya. Santoso (2003: 17) mengemukakan bahwa teks adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas untuk mengekspresikan fungsi atau makna sosial dalam suatu konteks situasi dan konteks kultural. Menurut Budiman (dalam Sobur, 2009: 53) teks adalah seperangkat tanda yang ditransmisikan dari seorang pengirim pada seorang penerima melalui medium tertentu dan dengan kode-kode tertentu. Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa teks adalah satuan bahasa terlengkap yang bersifat abstrak. Teks merupakan bahasa yang berfungsi untuk melaksanakan tugas tertentu dalam kontes situasi yang di dalamnya terdapat kata-kata atau kalimat-kalimat. Sebuah teks bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, gambar, efek

10 19 suara, citra dan sebagainya. Teks ditransmisikan dari seorang pengirim pada seorang penerima melalui medium tertentu dan dengan kode-kode tertentu. Dalam hal ini dikhususkan pada teks slogan yang berupa kata-kata, gambar dan efek suara. 3. Unsur Eksternal Wacana Konteks adalah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab atau alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Oleh karena itu konteks sangat berpengaruh dalam menentukan makna suatu wacana. Syafi e (dalam Mulyana, 2005: 24) membedakan konteks menjadi: (1) konteks linguistik, (2) konteks epistemis, (3) konteks fisik, dan (4) konteks sosial. Menurut Halliday (1992: 66-67) konteks dibedakan menjadi: (1) konteks situasi, (2) konteks budaya, (3) konteks intertektual, dan (4) konteks intratekstual. Setelah merangkum pendapat kedua pakar, peneliti membatasi teori tentang konteks sosial, konteks budaya dan konteks situasi untuk mendeskripsikan makna yang terdapat pada slogan stasiun televisi nasional di Indonesia. a. Konteks Sosial Konteks sosial (social context) yaitu relasi sosio-kultural yang melengkapi hubungan antara pelaku atau partisipan dalam percakapan (Syafi ie dalam Mulyana, 2005: 24). Menurut Lobov (dalam Parera, 2004: 224) ada kaidah-kaidah tertentu dalam wacana yang tidak dapat dideskripsikan tanpa rujukan ke konteks sosial. Setiap wacana harus dianalisis secara atau sesuai dengan konteks sosial dan

11 20 konteks keterjadian. Menurut Poerwadarminta (2007: 613&1141) konteks adalah apa yang ada di depan atau di belakang (kata, kalimat, ucapan) yang membantu menentukan makna. Sosial adalah segala sesuatu mengenai masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa konteks sosial adalah yaitu relasi sosio-kultural yang melengkapi hubungan antara pelaku atau partisipan dalam percakapan. Wacana percakapan tertentu tidak dapat dideskripsikan tanpa rujukan ke konteks sosial. Setiap wacana harus dianalisis sesuai dengan konteks sosial dalam wacana tersebut. Konteks sosial membantu menentukan makna yang berkaitan dengan masyarakat yang melengkapi hubungan antara pelaku atau partisipan dalam percakapan. Masayarakat berpengaruh terhadap penggunaan slogan yang digunakan stasiun televisi nasional. b. Konteks Kultural (Budaya) Konteks budaya adalah keseluruhan kebudayaan atau situasi nonlinguistis di mana sebuah komunikasi terjadi (Kridalaksana, 2011: 135). Halliday (1992: 66) menyatakan bahwa konteks budaya adalah latar belakang kelembagaan dan ideologis yang memberi nilai pada teks dan mendayakan penafsirannya. Latar belakang tersebut lebih luas dan diacu untuk menafsirkan teks. Budaya menurut Poerwadarminta (2007: 180) adalah akal, budi pekerti, jiwa yang telah berkembang, beradab atau maju. Menurut Parera (2004: 227) konteks adalah satu situasi yang terbentuk karena terdapat setting, kegiatan dan relasi. Dapat disimpulkan bahwa konteks budaya adalah keseluruhan kebudayaan atau situasi non linguistis di mana sebuah komunikasi terjadi. Komunikasi

12 21 tersebut terjadi karena adanya akal, budi pekerti, jiwa, yang telah berkembang berdab atau maju. Konteks budaya terbentuk karena terdapat setting, kegiatan dan relasi. Konteks budaya merupakan latar belakang kelembagaan dan ideologis. Konteks budaya memberi nilai pada teks dan mendayakan penafsirannya. c. Konteks Situasi Konteks situasi (context of situation) adalah lingkungan nonlinguistis ujaran yang merupakan alat untuk memperinci ciri-ciri situasi yang diperlukan untuk memahami makna ujaran (Kridalaksana, 2011: 135). Menurut Halliday (1992: 62) konteks situasi adalah lingkungan langsung tempat teks itu benar-benar berfungsi. Menurut Poerwadarminta (2007: 613 & 1135) konteks adalah apa yang ada di depan atau di belakang (kata kalimat, ucapan) yang membantu menentukan makna (kata kalimat, ucapan, dsb). Situasi adalah keadaan. Dari pengertian beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa konteks situasi adalah lingkungan atau keadaan nonlinguistis ujaran yang merupakan alat. Konteks situasi digunakan untuk memperinci ciri-ciri situasi yang diperlukan untuk memahami makna ujaran. Makna ujaran yang dipahami meliputi kata, kalimat, ucapan dan sebagainya. Konteks situasi adalah keadaan yang membantu menentukan makna baik kata, kalimat, ucapan dan sebagainya. Selain itu, konteks situasi merupakan lingkungan langsung tempat teks itu benar-benar terjadi. D. Semantik 1. Pengertian Semantik Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris : semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti tanda atau lambang. Kata

13 22 kerjanya adalah semaio yang berarti menandai atau melambangkan. Yang dimaksud tanda atau lambang di sini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik. Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, semantik merupakan cabang linguistik yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu sosial-soial lain seperti sosiologi dan antropologi, bahkan juga dengan filsafat dan psikologi (Chaer, 2013: 2-4). Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Oleh karena itu, semantik mencakup makna-makna kata, perkembangan dan perubahannya (Tarigan, 2009 :7). Menurut Kridalaksana (2011: 216) semantik merupakan bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara. Dari pendapat beberapa ahli maka dapat disimpulkan bahwa semantik adalah telah makna. Semantik merupakan cabang linguistik yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu sosial lain yang menyatakan makna. Salah satu cabang linguistik yang memiliki hubungan dengan semantik adalah sosiologi, hal ini dikarenakan sering dijumpai bahwa penggunaan kata-kata tertentu untuk mengatakan sesuatu makna dapat menandai kelompok dalam masyarakat. Semantik berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara serta pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Dalam penilitian ini semantik digunakan untuk mengkaji slogan televisi yang ditujukan oleh pihak televisi kepada masyarakat.

14 23 2. Jenis Semantik Seperti yang telah dijelaskan bahwa yang menjadi objek studi semantik adalah makna bahasa. Lebih tepat lagi, makna dari satuan-satuan bahasa seperti kata, frasa, klausa, kalimat, wacana. Untuk mempelajari makna tersebut semantik dibagi menjadi beberapa jenis. Menurut Verhaar (1985: ), semantik memiliki 3 jenis, yaitu: (a) semantik leksikal, (b) semantik gramatikal, dan (c) semantik maksud. Berikut adalah uraian dari ketiga jenis semantik tersebut. a. Semantik Leksikal Semantik leksikal yaitu tataran atau bagian dari bahasa yang menyelidiki makna pada leksem-leksem dari bahasa tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem itu disebut makna leksikal (Chaer, 2013: 8). Leksem adalah istilah yang lazim digunakan dalam istilah studi semantik untuk menyebut satuan bahasa bermakna. Setiap leksem atau unsur leksikal memiliki arti atau makna tertentu. Bila makna tersebut diuraikan untuk setiap kata (dalam bahasa tertentu) hal itu merupakan tugas ahli leksikologi atau leksikografi (Verhaar, 1985: 127). b. Semantik Gramatikal Tataran tata bahasa atau gramatika dibagi menjadi dua subtataran, yaitu morfologi dan sintaksis. Morfologi adalah cabang dari linguistik yang mempelajari struktur intern kata, serta proses-proses pembentukannya, sedangkan sintaksis adalah studi mengenai hubungan kata dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar yaitu frasa, klausa dan kalimat. Satuan-satuan morfologi yaitu morfem dan kata, maupun satuan sintaksis yaitu kata, frasa, klausa dan

15 24 kalimat jelas ada maknanya. Baik proses morfologi dan proses sintaksis juga mempunyai makna. Oleh karena itu, pada tataran ini ada masalah-masalah semantik yaitu yang disebut semantik gramatikal karena objek studinya adalah makna-makna gramatikal dari tataran tersebut (Chaer, 2013: 9). Jadi, dapat disimpulkan bahwa semantik gramatikal adalah tataran atau bagian dari bahasa yang menyelidiki makna karena terjadinya proses grmatikal. c. Semantik Maksud Semantik maksud yaitu tataran atau bagian bahasa yang berkenaan dengan pemakaian bentuk-bentuk gaya bahasa seperti metafora, ironi, litotes dan sebagainya. Lazim diartikan sebagai bidang studi semantik yang mempelajari makna ujaran yang sesuai dengan konteks situasinya (Chaer, 2013: 10). Semantik maksud harus menyangkut bahasa. Dalam hal metafora jelas menyangkut bahasa. Kadang-kadang sulit dibedakan maksud linggual dan maksud ekstralinggual, khususnya dalam hal nada suara (Verhaar, 1985: 131). E. Makna 1. Pengertian Makna Menurut Djajasudarma (2009: 7) makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Grice dan Bolinger (dalam Aminuddin, 2011: 52-53) mengatakan bahwa makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Menurut pandangan Ferdinand de

16 25 Saussure (dalam Chaer, 2012: 287) bahwa makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Menurut Pateda (2010: 79) makna (meaning) merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang linguistik. Dari pendapat beberapa ahli maka dapat disimpulkan pengertian makna yaitu hubungan antar bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa. Hubungan para pemakai bahasa harus disepakati agar saling dimengerti. Makna merupakan konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Makna juga dapat diartikan pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri. Sebuah makna juga merupakan istilah yang membingungkan. 2. Jenis Makna Bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa menjadi bermacam-macam bila dilihat dari kriteria dan sudut pandang yang berbeda. Menurut Chaer (2013: 60-78) jenis makna meliputi: (1) makna leksikal dan gramatikal, (2) makna referansial dan nonreferensial, (3) makna denotatif dan makna konotatif, (4) makna konseptual dan makna asosiatif, (5) makna idiomatikal dan peribahasa (6) makna kias, dan (7) makna lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Selanjutnya menurut Pateda (2010: ) jenis makna dibedakan menjadi: (1) makna afektif, (2) makna denotatif, (3) makna deskriptif, (4) makna ekstensi, (5) makna emotif, (6) makna gereflekter, (7) makna gramatikal, (8) makna idesional, (9) makna intensi,

17 26 (10) makna khusus, (11) makna kiasan, (12) makna kognitif, (13) makna kolokasi, (14) makna konotatif, (15) makna konseptual, (16) makna kontruksi, (17) makna kontekstual, (18) makna leksikal, (19) makna lokusi, (20) makna luas, (21) makna piktorial, (22) makna proporsional, (23) makna pusat, (24) makna referensial, (25) makna seempit, (26) makna stilistika, (27) makna tekstual, (28) makna tematis, dan (29) makna umum..hal serupa juga dikemukakan oleh Djajasudarma (2009: 8-20) jenis makna meliputi: (1) makna sempit, (2) makna luas, (3) makna kognitif, (4) makna konotatif dan emotif, (5) makna referensial, (6) makna kontruksi, (7) makna leksikal dan gramatikal, (8) makna idesional, (9) makna proposisi, (10) makna pusat, (11) makna piktorial, dan (12) makna idiomatik. Setelah merangkum pendapat ketiga pakar, peneliti membatasi teori tentang makna asosiatif, makna denotatif, makna ekstensi, makna emotif dan makna kiasan untuk mendeskripsikan jenis makna yang terdapat pada slogan stasiun televisi nasional di Indonesia. Hanya kelima jenis makna itu yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini. a. Makna Asosiatif Chaer (2013: 72) mengatakan bahwa makna asosiatif adalah adalah makna yang dimilki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Makna asosiatif ini sesungguhnya sama dengan perlambangperlambang yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Maka dengan demikian, dapat dikatakan melati digunakan sebagai perlambang kesucian. Merah digunakan sebagai perlambang keberanian (dalam dunia politik sebagai lambang golongan komunis). Srikandi digunakan sebagai perlambangan kepahlawanan wanita.

18 27 b. Makna Denotatif Makna denotatif (denotative meaning) adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat. Makna denotatif adalah makna polos, makna apa adanya, sifatnya objektif. Makna denotatif didasarkan atas petunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan pada konvensi tertentu. Makna denotatif dapat disebut makna sebenarnya (Pateda, 2010: 98). Menurut Chaer (2012: 292) makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Makna denotatif menurut Djajasudarma (2009: 11) adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Dari pengertian para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa makna denotatif yaitu makna asli atau sebenarnya, yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan dan bersifat objektif. Misalnya kata uang yang mengandung makna benda kertas atau logam yang digunakan dalam transaksi jual beli. Kita memaknakan uang tanpa mengasosiasikannya dengan halhal lain. Makna yang terkandung dalam uang tidak dihubungkan dengan hal-hal lain, tidak ditafsirkan dalam kaitannya degngan benda atau peristiwa lain. Makna denotatif dapat disebut makna sebenarnya. c. Makna Ekstensi Makna ekstensi (extensional meaning) adalah makna yang mencakup semua ciri-ciri obyek atau konsep (Kridalaksana dalam Pateda, 2010: 100). Makna ini meliputi semua konsep yang ada pada kata. Makna Ekstensi mencakup

19 28 semua makna atau kemungkinan makna yang muncul dalam kata. Misalnya kata ayah dapat dimaknakan (i) orangtua anak-anak, (ii) laki-laki, (iii) telah beristri, (iv) tidak memakai BH, (v) sebagai kepala rumah tangga, dan (vi) orang yang berusaha keras mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Setiap kata dapat diuraikan komponen-komponen maknanya. Semua komponen yang membentuk pemahaman kita tentang kata tersebut, itulah makna ekstensinya (Pateda, 2010: 100). d. Makna Emotif Makna emotif (emotive meaning) adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai atau terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan (Shipley dalam Pateda, 2010: 101). Menurut Djajasudarma (2009: 13) makna emotif adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar, penulis dan pembaca) ke arah yang positif. Makna emotif menunjuk sesuatu yang lain yang tidak sepenuhnya sama dengan yang terdapat dalam dunia kenyataan. Makna emotif cenderung mengacu kepada halhal (makna) yang positif. Dari pengertian beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa makna emotif adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi atau sikap terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan (pembicara dan pendengar, penulis dan pembaca) ke arah yang positif. Misalnya, kata kerbau yang muncul dalam urutan kata engkau kerbau. Kata kerbau ini menimbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar, atau dengan kata lain kata kerbau mengandung makna emotif. Kata kerbau dihubungkan dengan perilaku yang malas, lamban dan dianggap sebagai penghinaan. Orang

20 29 yang mendengarnya merasa tersinggung, perasaannya tidak enak. Tidak heran jika orang yang mendengar kata itu akan mengambil sikap melawan, dan kalau orang itu tidak terlalu memahami hal-hal yang berhubungan dengan hukum maka kemungkinan ia akan meninju orang yang berkata atau mengatai kerbau tersebut. e. Makna Kiasan Makna kiasan (transferred meaning atau figurative meaning) adalah pemakain kata yang maknanya tidak sebenarnya (Kridalaksana dalam Pateda, 2010: 108). Menurut Pateda (2010: 108) makna kiasan tidak sesuai lagi dengan konsep yang terdapat di dalam kata tersebut. Makna kiasan sudah bergeser dari makna sebenarnya, namun kalau dipikir secara mendalam, masih ada kaitan dengan makna sebenarnya. Makna kiasan banyak tedapat di dalam idiom, peribahasa dan ungkapan. Dalam Bahasa Indonesia terdapat kata batang yang muncul dalam ungkapan: Jangan berdiri di situ seperti batang, berbuatlah sesuatu. Kata batang di sini tidak dihubungkan lagi dengan batang pohon, batang pisang, tetapi dihubungkan dengan orang yang tegak saja, diam, tidak bekerja. 3. Perubahan Makna a. Pengertian Perubahan Makna Menurut Parera (2004: 107) perubahan makna adalah gejala pergantian rujukan dari simbol bunyi yang sama, ini berarti dalam konsep perubahan makna terjadi pergantian rujukan yang berbeda dengan rujukan semula. Sedangkan menurut Chaer (2013: 130) secara sinkronis makna sebuah kata tidak akan berubah; tetapi secara diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Maksudnya

21 30 dalam masa yang relatif singkat makna sebuah kata akan tetap sama, tidak berubah. Tetapi, dalam waktu yang relatif lama ada kemungkinan makna sebuah kata akan berubah. Selanjutnya menurut Pateda (2010: 158) perubahan terjadi karena manusia sebagai pemakai bahasa menginginkannya; pembicara membutuhkan kata; manusia membutuhkan kalimat untuk berkomunikasi; membutuhkan kata-kata baru dan lain sebagainya. Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa perubahan makna adalah pergantian rujukan yang berbeda dengan rujukan semula. Manusia sebagai pemakai bahasa menginginkannya, membutuhkan kata, membutuhkan kalimat untuk berkomunikasi, membutuhkan kata-kata baru untuk mengungkapkan konsep-konsep baru. Makna sebuah kata tiak akan berubah artinya secara sinkronis sedangkan secara diakronis kemungkinan dapat berubah. Maksudnya dalam masa yang relatif singkat makna sebuah kata akan tetap sama, tidak berubah. Tetapi, dalam waktu yang relatif lama ada kemungkinan makna sebuah kata akan berubah. b. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Makna Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Pemakaian bahasa diwujudkan di dalam bentuk kata-kata dan kalimat. Manusialah yang menggunakan kata dan kalimat itu dan manusia pula yang menambahkan kosakata yang sesuai dengan kebutuhannya (Pateda, 2010: 158). Ada kemungkinan ini bukan berlaku untuk semua kosakata yang terdapat dalam sebuah bahasa, melainkan hanya terjadi pada sejumlah kata saja. Dengan demikian, perubahan makna dalam lingkungan masyarakat dapat terjadi dan banyak faktor yang menyebabkannya.

22 31 Membicarkan perubahan makna, orang tidak melepaskan diri dari pembicaraan tentang lambang dan acuan. Perubahan makna yang menampak dalam kata-kata adalah akibat perkembangan kebutuhan manusia sebagai pemakai bahasa. Menurut Pateda (2010: ) faktor yang memudahkan terjadinya perubahan makna antara lain: (1) kebetulan, (2) kebutuhan baru, (3) tabu. Selanjutnya menurut Chaer (2013: ) faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna di antaranya: (1) perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, (2) perkembangan sosial dan budaya, (3) perkbedaan bidang pemakaian, (4) adanya asosiasi, (5) pertukaran tanggapan indra, (6) perbedaan tanggapan, (7) adanya penyingkatan, (8) proses gramatikal, (9) pengembangan istilah. Hal serupa juga dikemukakan oleh Ullmann (dalam Pateda, 2010: ) yang menyebutkan beberapa hal sebagai faktor perubahan makna antara lain: (1) faktor kebahasaan, (2) faktor kesejarahan, (3) faktor sosial, (4) faktor psikologis, (5) pengaruh bahasa asing, dan (6) kebutuhan kata baru. Penelitian ini menggunakan rangkuman ketiga pakar dan membatasi menjadi: (1) perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, (2) perkembangan sosial dan budaya, (3) adanya asosiasi, (4) kebutuhan kata yang baru, (5) pengaruh bahasa asing. 1) Perkembangan dalam Bidang Ilmu dan Teknologi Perkembangan dalam ilmu dan kemajuan dalam teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang terkandung telah berubah sebagai akibat dari

23 32 pandangan baru, atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi (Chaer, 2013: 131). Menurut Parera (2004: 117) kemajuan kebudayaan, ilmu dan teknologi dengan temuan dan pikiran baru memerlukan kosakata secukupnya untuk sarana komunikasi. Lahirlah banyak kosakata baru, inovasi kata baru, inovasi kata lama dengan makna baru, perluasan makna yang sudah ada dan akhirnya juga digunakan metafora-metafora baru. Sebagai akibat perkembangan teknologi kita lihat kata berlayar yang pada awalnya bermakna perjalanan di laut (di air) dengan menggunakan perahu atau kapal yang digerakan dengan tenaga layar. Walaupun kini kapal-kapal besar tidak lagi menggunakan layar, tetapi sudah menggunakan tenaga mesin, malah juga tenaga nuklir, namun kata berlayar masih digunakan. Nama perusahaanya pun masih bernama pelayaran seperti Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI). Malah lebih jauh lagi bagi umat Islam di Indonesia kata berlayar diberi makna pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Kini pun, meskipun perjalanan ke Mekkah sudah tidak lagi menggunakan kapal laut, sudah diganti dengan kapal terbang, masih terdengar ucapan Insya Allah tahun depan kami akan berlayar belum terdengar ucapan Insya Allah tahun depan kami akan terbang. 2) Perkembangan Sosial dan Budaya Perekembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna (Chaer, 2013: 132). Perkubahan makna yang disebabkan oleh faktor sosial dihubungkan dengan perkembangan makna kata dalam masyarakat (Pateda, 2010: 165). Menurut Parera (2004: 112) masyarakat pemakai bahasa mempengaruhi pergeseran dan perubahan makna. Berdasarkan pengalaman, pemakai bahasa Indonesia mempengaruhi makna kata untuk

24 33 menggambarkan pengalaman mereka sedekat dan senyata mungkin. Menurut Chaer (2012: 311) perkembangan dalam masyarakat berkenaan dengan sikap sosial dan budaya yang menyebabkan terjadinya perubahan makna. Misalnya kata saudara bermakna seperut atau orang yang lahir dari kandungan yang sama. Tetapi kini kata saudara digunakan juga untuk menyebut orang lain, sebagai kata sapaan, yang diperkirakan sederajat, baik usia maupun kedudukan sosial. Pada zaman feodal dulu, untuk menyebut orang lain yang dihormati, digunakan kata tuan. Kini, kata tuan yang berbau feudal itu, kita ganti dengan kata bapak, yang terasa lebih demokratis. 3) Adanya Asosiasi Menurut Chaer (2012: 313) yang dimaksud dengan adanya asosiasi di sini adalah adanya hubungan antara sebuah bentuk ujaran dengan sesuatu yang lain yang berkenaan dengan bentuk ujaran itu, sehingga dengan demikian bila disebut ujaran itu maka yang dimaksud adalah sesuatu yang lain yang berkenaan dengan ujaran itu. Umpamanya, kata amplop. Makna amplop sebenarnya adalah sampul surat. Tetapi dalam kalimat Supaya urusan cepat beres, beri saja amplop, amplop itu bermakna uang sogok. Amplop yang sebenarnya harus berisi surat, dalam kalimat ini berisi uang sogok. Jadi, dalam kalimat itu kata amplop berasosiasi dengan uang sogok. 4) Kebutuhan Kata yang Baru Perubahan makna karena faktor kebutuhan terhadap kata baru dapat dijelaskan dari segi kebutuhan pemakai bahasa. Telah diketahui bahwa pemikiran manusia berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut

25 34 memerlukan nama atau kata baru, karena bahasa adalah alat komunikasi. Kadangkadang konsep baru itu belum ada lambangnya. Dengan kata lain manusia berhadapan dengan ketiadaan kata atau istilah baru yang mendukung pemikirannya. Kebutuhan tersebut bukan saja kata atau istilah tersebut belum ada, tetapi oang merasa bahwa perlu menciptakan kata atau istilah baru untuk suatu konsep hasil penemuan manusia (Pateda, 2010: 167). Misalnya kata bui, penjara, tutupan, diganti dengan kata lembaga pemasyarakatan. Orang yang di dalamnya disebut napi atau orang lembaga. Penggantian kata tutupan menjadi lembaga pemasyarakatan berhubungan pula dengan konsep kata tersebut. Orang yang mendekam di lembaga pemasyarakatan bukan saja ditahan, tetapi mereka sekaligus disadarkan agar mereka dapat menjalankan fungsi kemanusiaan yang wajar di tengah-tengah masyarakat. Mereka diberi aneka ketrampilan, diberikan hiburan, diberikan santapan rohani berupa penerangan agama, diberikan kesempatan olahraga yang semuanya tidak pernah ada ketika masih ada di zaman penjajahan Belanda. 5) Pengaruh Bahasa Asing Perubahan bahasa satu terhadap bahasa yang lain tidak dapat dihindarkan. Hal itu disebabkan oleh interaksi antara sesama bangsa. Itu sebabnya pengaruh bahasa asing terhadap Bahasa Inonesia, juga tidak dapat dihindarkan (Pateda, 2010: 166). Misalnya kata keran yang berasal dari bahasa Inggris crank yang kemudian dalam Bahasa Indonesia bermakna keran, pancuran air leding yang dapat dibuka dan ditutup. Selain itu, terdapat kata paper yang berasal dari bahasa Inggris paper yang bermakna kertas, namun dalam Bahasa Indonesia, makna kata

26 35 paper dikaitkan dengan karya ilmiah yang disusun untuk didiskusikan dalam forum ilmiah berupa seminar atau kongres. c. Jenis Perubahan Makna Perubahan makna yang terjadi akibat adanya berbagai faktor memunculkan beberapa jenis perubahan makna. Menurut Chaer (2013: ) membagi jenis peruahan makna menjadi: (1) meluas, (2) menyempit, (3) perubahan total, (4) penghalusan, (5) pengasaran. Menurut Tarigan (2009: 79-90) membagi jenis perubahan makna menjadi: (1) generalisasi, (2) spesialisasi, (3) ameliorasi, (4) peyorasi, (5) sinestesia, (6) asosiasi. Dalam penelitian ini pembahasan perubahan makna dijadikan satu dengan faktor-faktor perubahan makna karena adanya pembatasan pada pembahasan faktor-faktor perubahan makna. Setiap kata yang mengalami perubahan makna akibat faktor yang mempengaruhi perubahan makna memiliki jenis makna tersendiri. 1) Generalisasi (Meluas) Generalisasi atau perluasan adalah suatu proses perubahan makna kata dari yang lebih khusus kepada yang lebih umum, atau dari yang lebih sempit kepada yang lebih luas. Dengan kata lain, bahwa cakupan makna pada masa kini lebih luas daripada makna pada masa lalu (Tarigan, 2009: 79). Gejala ini terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena karena berbagai faktor menjadi memiliki makna lain (Chaer, 2013: 140). Umpamanya kata saudara pada mulanya hanya bermakna seperut atau sekandung, kemudian maknannya berkembang menjadi siapa

27 36 saja yang sepertalian darah. Lebih jauh lagi, selanjutnya siapa pun yang masih mempunyai kesamaan asal-usul disebut juga saudara. 2) Spesialisasi (Menyempit) Yang dimaksud dengan perubahan menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja (Chaer, 2013: 142). Proses spesialisasi mengacu pada suatu perubahan makna menjadi lebih khusus atau lebih sempit. Kata tertentu pada suatu waktu dapat diterapkan pada suatu kelompok umum, tetapi belakangan mungkin semakin terbatas atau kian sempit dan khusus dalam maknanya. Dengan kata lain, cakupan makna pada masa lalu lebih luas daripada masa kini (Tarigan, 2009: 81). Contoh adalah kata preman, pada masa lalu berarti partikelir, bukan tentara, sedangkan pada masa kini berarti brandalan. 3) Perubahan Total Mennurut Chaer (2013: 142) yang dimaksud perubahan total adalah berubahnya makna sebuah kata dan makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, tetapi sangkut pautnya ini tampak sudah jauh sekali. Misalnya kata pena pada mulanya berarti bulu. Kini maknannya sudah berubah total karena kata pena berarti alat tulis yang menggunakan tinta. Memang sejarahnya ada, yaitu dulu orang menulis dengan tinta menggunakan bulu ayam atau bulu angsa sebagai alatnya, sedangkan bulu ini dalam bahasa Sansekerta disebut pena.

28 37 4) Ameliorasi (Penghalusan) Kata ameliorasi (yang berasal dari bahasa Latin melior lebih baik ) berarti membuat menjadi lebih baik, lebih tinggi, lebih anggun, lebih halus. Dengan kata lain, perubahan ameliorasi mengacu kepada peningkatan makna kata. Makna baru dianggap lebih baik atau lebih tinggi nilainya daripada makna dulu (Tarigan, 2009: 83). Menurut Chaer (2013: 143) penghalusan (eufemia) merupakan gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, atau lebih sopan daripada yang akan digantikan. Misalnya kata penjara atau bui diganti dengan kata ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus yaitu lembaga pemasyarakatan. 5) Peyorasi (Pengasaran) Menurut Tarigan (2009: 85) peyorasi adalah suatu proses perubahan makna kata menjadi lebih jelek atau lebih rendah daripada makna semula. Kata peyorasi berasal dari bahasa Latin pejor yang berarti jelek, buruk. Menurut Chaer (2013: 144) pengasaran (disfemia) yaitu usaha untyk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan. Misalnya kata mendepak dipakai untuk mengganti kata mengeluarkan seperti dalam kalimat Juventus berhasil mendepak Real Madrid di semifinal. 6) Sinestesia Menurut Tarigan (2009: 88) sinestesia adalah perubahan makna yang terjadi akibat pertukaran tanggapan antara dua indra yang berbeda. Alat indra

29 38 manusia yang berjumlah lima, sebenarnya sudah mempunyai tugas-tugas tertentu untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Dalam pemakaian bahasa Indonesia secara umum banyak sekali terjadi gejala sinestesia. Misalnya kata sedap pada kalimat Suaranya sedap didengar. Kata sedap adalah urusan indra perasa lidah, tetapi dalam alimat tersebut digunakan untk tanggpan indra pendengar. 7) Asosiasi Menurt Tarigan (2009: 90) ada perubahan yang terjadi sebagai akibat persamaan sifat. Perubahan makna seperti itu disebut asosiasi. Makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Misalnya kata garuda pada kalimat Saya naik Garuda ke Medan. Kata garuda yang bermakna sejenis burung elang besar diasosiasikan dengan pesawat terbang. F. Slogan 1. Pengertian Slogan Kata slogan berasal dari kata sluagghairm (bahasa Gaelik) yang artinya teriakan bertempur. Slogan adalah kata-kata yang menarik atau mencolok dan mudah diingat yang dipakai untuk mengiklankan sesuatu (Poerwadarminta,2007 :1136). Menurut Tim Penulis (dalam Materi Inti dan Soal-Soal Bahasa Indonesia 2, 2009: 79) slogan adalah perkataan atau kalimat pendek yang menarik atau mencolok dan mudah diingat untuk menginformasikan atau menjelaskan tujuan suatu golongan, organisasi, ideologi, partai politik dan sebagainya. Slogan

30 39 menurut TIM MGMP Kabupaten Banyumas (2013: 71) adalah perkataan atau kalimat pendek yang menarik atau mencolok atau mudah diingat untuk memberitahukan sesuatu. Slogan juga sering diartikan sebagai motto di dalam masyarakat kita sehingga kita sering menjumpai banyak organisasi yang memiliki motto atau slogan. Setelah mengetahui beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa slogan adalah perkataan atau kalimat pendek yang menarik, mencolok dan mudah diingat untuk memberitahukan atau menyampaikan sesuatu. Umumnya orang melihat sebuah slogan dalam bentuk iklan, penjual atau produsen membuat slogan untuk menjelaskan dan mempromosikan produk dan jasanya kepada masyarakat luas. Slogan berupa ungkapan yang khas, indah, unik dan mudah dikenali. Banyak sekali poster atau iklan jasa maupun barang yang menggunakan slogan-slogan tertentu untuk memikat pelanggan atau pembelinya. Saat ini penggunaan slogan sudah meluas kepada hal-hal lain seperti kampanye anti korupsi, kampanye anti narkoba dan lain-lain. 2. Fungsi Slogan Dibuatnya sebuah slogan tentu berdasarkan tujuan-tujuan tertentu, yaitu: a. menyampaikan suatu informasi kepada khalayak ramai, b. mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu, c. menghimbau orang lain agar mau melakukan suatu hal, d. memotivasi orang lain agar senantiasa bersemangat, e. menyadarkan orang lain akan sesuatu yang berbahaya (

31 40 3. Ciri-ciri Slogan Slogan juga memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan yang lain, yaitu: a. merupakan sebuah frasa, kata-kata, kalimat ataupun motto, b. merupakan sebuah ide atau gagasan yang memiliki tujuan tertentu, c. terdiri dari beberapa kata singkat, menarik dan mudah diingat, d. di dalamnya terdapat ajakan atau informasi yang tersirat, e. bisa berupa motto atau semboyan individu maupun organisasi (

32 Peta Konsep Analisis Makna pada Slogan Stasiun Televisi Nasional di Indonesia 41 Bahasa Semantik Pengertian Bahasa Fungsi Bahasa Teks Wacana Pengertian Semantik Jenis Semantik Pengertian Wacana Unsur Internal 1. Kata 2. Frasa 3. Kalimat 4. Teks Unsur Eksternal 1. Konteks Sosial 2. Konteks Kultural 3. Konteks Situasi Semantik Leksikal Semantik Gramatikal Makna Semantik Maksud Pengertian Slogan Fungsi Slogan Ciri-ciri Slogan Slogan Pengertian Makna Jenis Makna 1. Makna Asosiatif 2. Makna Denotatif 3. Makna Ekstensi 4. Makna Emotif 5. Makna Kiasan Faktor Perubahan Makna 1. Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi 2. Perkembangan Sosial dan Budaya 3. Adanya Asosiasi 4. Kebutuhan kata yang baru 5. Pengaruh Bahasa Asing 41

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota

BAB II LANDASAN TEORI. Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Bahasa Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Prasetya, NIM , tahun 2010 dengan judul Konsep Penamaan Rumah

BAB II LANDASAN TEORI. Prasetya, NIM , tahun 2010 dengan judul Konsep Penamaan Rumah 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Untuk membedakan penelitian yang berjudul Sistem Penamaan Toko di Purwokerto, Kabupaten Banyumas dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dilakukan oleh Dwikustanti (2010) yang berjudul Sarkasme pada Wacana Spanduk

BAB II LANDASAN TEORI. dilakukan oleh Dwikustanti (2010) yang berjudul Sarkasme pada Wacana Spanduk 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini digunakan bagi penulis untuk memberikan referensi atau acuan, untuk membedakan antara penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang berjudul Sistem Penamaan Tempat Pemakaman Umum di Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian sejenis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan manusia yang lain. Ia selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang otomotif yang disajikan oleh majalah Oto Plus. Majalah ini terbit setiap

BAB I PENDAHULUAN. bidang otomotif yang disajikan oleh majalah Oto Plus. Majalah ini terbit setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majalah Oto Plus adalah majalah yang mengupas tentang berbagai bidang otomotif, diantaranya adalah bidang modifikasi, modif balap dan masih banyak lagi bidang

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A ANALISIS MAKNA PADA STATUS BBM (BLACKBERRY MESSENGER) DI KALANGAN REMAJA: TINJAUAN SEMANTIK Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu cara manusia berinteraksi dengan orang lain yang biasa disebut interaksi sosial. Interaksi sosial ini dapat mengungkapkan perasaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian ini berjudul Kajian Penamaan Tempat Fotokopi di Sekitar Lingkungan Kampus di Purwokerto Tahun 2015. Untuk membedakan penelitian sekarang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Konsep Penamaan Rumah Makan di Daerah Purwokerto Kabupaten Banyumas, tahun 2010 oleh Danang Eko Prasetyo. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASSAN TEORI

BAB II LANDASSAN TEORI 6 BAB II LANDASSAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Analisis Semantik Nama-Nama Hotel di Kawasan Lokawisata Baturraden, Kabupaten Banyumas. Karya Wilantika Apriliani Tahun 2016

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian tentang penamaan ini telah dilakukan oleh beberapa mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Purwokerto dalam rangka penyusunan skripsi. Dalam

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman. Abstrak

Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman. Abstrak Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman Abstrak Dalam seni bina, pembinaan, kejuruteraan, dan pembangunan harta tanah, bangunan merujuk kepada mana-mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1993, 21). Batasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari makna pada hakikatnya berarti mempelajari bagaimana setiap

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari makna pada hakikatnya berarti mempelajari bagaimana setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mempelajari makna pada hakikatnya berarti mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa saling mengerti. Bahasa dan masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menyampaikan ide atau gagasan pada orang lain, baik secara lisan maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menyampaikan ide atau gagasan pada orang lain, baik secara lisan maupun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh manusia sangat penting peranannya dalam masyarakat, karena tanpa bahasa manusia akan sulit untuk menyampaikan ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki keanekaragaman yang unik dan memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat. Pada dasarnya bahasa

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU Makalah Bahasa Indonesia KATA PENGANTAR Syukur alhamdulilah kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang telah di limpahkannya. Sehingga penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis atau kalimat yang

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis atau kalimat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata merupakan alat penyalur gagasan atau ide yang akan disampaikan kepada orang lain. Kata-kata dijalin-satukan melalui penggabungan dalam suatu konstruksi yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti mengatur bersama-sama (Verhaar dalam Markhamah, 2009: 5). Chaer (2009: 3) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR DALAM BERCERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 CIAMIS

TINDAK TUTUR DALAM BERCERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 CIAMIS TINDAK TUTUR DALAM BERCERITA Oleh Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ABSTRAK Berdasarkan observasi penulis saat melakukan kegiatan PPL. Anak terlihat cenderung pasif melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI I. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Perubahan Makna Kata pada Album Jamrud All Access In Love Kajian Semantik oleh Dedi Santoso Tahun 2007 Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

JENIS MAKNA DAN PERUBAHAN MAKNA

JENIS MAKNA DAN PERUBAHAN MAKNA JENIS MAKNA DAN PERUBAHAN MAKNA Oleh: Muzaiyanah *) Abstract: Meaning is an integral part of the semantics and always sticks of what we Tell the. Meaning, a form of language that should be analyzed within

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI MAKNA PLESETAN PADA TEKA-TEKI LUCU BANGGEDD UNTUK ANAK KARYA AJEN DIANAWATI (TINJAUAN SEMANTIK)

ANALISIS VARIASI MAKNA PLESETAN PADA TEKA-TEKI LUCU BANGGEDD UNTUK ANAK KARYA AJEN DIANAWATI (TINJAUAN SEMANTIK) ANALISIS VARIASI MAKNA PLESETAN PADA TEKA-TEKI LUCU BANGGEDD UNTUK ANAK KARYA AJEN DIANAWATI (TINJAUAN SEMANTIK) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 \

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, hampir semua kegiatan manusia bergantung pada dan bertaut dengan bahasa. Tanpa adanya bahasa

Lebih terperinci

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN 0 RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Giovanni (2013) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Perubahan Makna

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Giovanni (2013) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Perubahan Makna BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data-data yang dikumpulkan baik berupa skripsi maupun jurnal penelitian, ditemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang sempurna. Sebagai makhluk yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiran yang dimiliki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyuguhkan berbagai acara menarik yang dimiliki oleh masing-masing channel

BAB I PENDAHULUAN. menyuguhkan berbagai acara menarik yang dimiliki oleh masing-masing channel 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Televisi merupakan sarana informasi dan komunikasi jarak jauh yang menggunakan media visual atau penglihatan. Beberapa iklan dan hiburan disiarkan di dalam

Lebih terperinci

ANALISIS TUTURAN KERNET BUS SUGENG RAHAYU Aditya Wicaksono 14/365239/SA/17467

ANALISIS TUTURAN KERNET BUS SUGENG RAHAYU Aditya Wicaksono 14/365239/SA/17467 ANALISIS TUTURAN KERNET BUS SUGENG RAHAYU Aditya Wicaksono 14/365239/SA/17467 adityawicak_02@yahoo.com ABSTRACT Speech uttered by bus conductors has an interesting phenomenon because there is a change

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak sekali media yang menawarkan berbagai macam hal dari yang berupa barang sampai dengan jasa. Karena kuatnya persaingan dalam usaha itu, maka tidak jarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi dan memiliki daya ekspresi dan informatif yang besar. Bahasa sangat dibutuhkan oleh manusia karena dengan bahasa manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi, sebab bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi, sebab bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan ciri yang paling khas manusia yang membedakan dengan makhluk-makhluk lain. Dengan bahasa manusia dapat mengadakan komunikasi, sebab bahasa adalah alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingua france bukan saja di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir seluruh

BAB I PENDAHULUAN. lingua france bukan saja di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek Bahasa Melayu. Sudah berabad-abad lamanya Bahasa Melayu digunakan sebagai alat komunikasi atau lingua france bukan saja

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama. Nama : Setyaningyan NIM : 1402408232 BAB 7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipilih umat manusia dalam berkomunikasi dibanding berbahasa non lisan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dipilih umat manusia dalam berkomunikasi dibanding berbahasa non lisan. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa adalah suatu hal yang amat lazim diperankan di dalam setiap aspek kehidupan manusia. Tak dapat dipungkiri, kegiatan berbahasa lisan hingga kini masih dipilih

Lebih terperinci

BAHASA INDONESIA KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA. Drs. SUMARDI, M. Pd. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS

BAHASA INDONESIA KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA. Drs. SUMARDI, M. Pd. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS BAHASA INDONESIA Modul ke: KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Drs. SUMARDI, M. Pd Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id A. Pengertian Bahasa 1. Bloch & Trager Bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi. Kridalaksana (1984:28) mengatakan bahasa adalah sistem lambang bunyi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.)

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) A. Pengertian Kosakata PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) Guru Bahasa Indonesia SMAN 3 Parepare Kosakata menurut Kridalaksana (1993: 122) sama dengan leksikon. Leksikon adalah (1)

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

ERIZA MUTAQIN A

ERIZA MUTAQIN A IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA BAHASA IKLAN PRODUK (STUDI KASUS DI RADIO GSM FM) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

22, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 dapat diungkapkan dengan makna sebagai representasi maksud emosional manusia yang tidak terbatas. Penggunaan bahas

22, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 dapat diungkapkan dengan makna sebagai representasi maksud emosional manusia yang tidak terbatas. Penggunaan bahas , Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 METAFORA PADA RUBRIK OPINI HARIAN KOMPAS Ananda Nurahmi Berkah Nastiti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan metafora dalam rubrik opini

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa merupakan satu sistem simbol vocal yang arbitrer yang memungkinkan semua orang dalam satu kebudayaan tertentu atau orang lain yang telah mempelajari sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR

DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR Kania Pratiwi Sakura Ridwan Aulia Rahmawati Abstrak. Penelitian ini bertujuan memahami secara

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada di luar bahasa yang digunakan untuk memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat hidup bermasyarakat. Dengan bahasa orang dapat. lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf,

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat hidup bermasyarakat. Dengan bahasa orang dapat. lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari orang tidak dapat lepas dari pemakaian bahasa, apalagi dalam kehidupan masyarakat. Peranan bahasa dalam hidup bermasyarakat sangat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran, hal-hal, atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46).

Lebih terperinci

REALISASI STRUKTUR SINTAKSIS PROSES PEMBELAJARAN MAHASISWA IA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA STKIP PGRI BANGKALAN TAHUN AJARAN

REALISASI STRUKTUR SINTAKSIS PROSES PEMBELAJARAN MAHASISWA IA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA STKIP PGRI BANGKALAN TAHUN AJARAN REALISASI STRUKTUR SINTAKSIS PROSES PEMBELAJARAN MAHASISWA IA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA STKIP PGRI BANGKALAN TAHUN AJARAN 2016 Sakrim Surel: sakrim.madura@yahoo.com ABSTRAK Pembuktian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN

GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Nama : Hasan Triyakfi NIM : 1402408287 BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan

Lebih terperinci

Kontribusi Penguasaan Semantik terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman Mahasiswa IIPK Universitas Negeri Padang

Kontribusi Penguasaan Semantik terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman Mahasiswa IIPK Universitas Negeri Padang Kontribusi Penguasaan Semantik terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman Mahasiswa IIPK Universitas Negeri Padang Afnita Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang Abstract: This study aims to determine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi oleh alat ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok

Lebih terperinci

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN 2.1. Pengertian Tindak Tutur Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan pengaruh yang besar di bidang filsafat dan lingustik. Gagasannya yang

Lebih terperinci

ANALISIS RETORIKA TEKSTUAL WACANA PADA NASKAH BERITA SEPUTAR PERISTIWA OLAH RAGA TERKINI RRI SURAKARTA SKRIPSI

ANALISIS RETORIKA TEKSTUAL WACANA PADA NASKAH BERITA SEPUTAR PERISTIWA OLAH RAGA TERKINI RRI SURAKARTA SKRIPSI ANALISIS RETORIKA TEKSTUAL WACANA PADA NASKAH BERITA SEPUTAR PERISTIWA OLAH RAGA TERKINI RRI SURAKARTA SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Peryaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kebudayaan Widhagdo (1988 : 21) menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupan. Semuanya

Lebih terperinci

BAB 2 GAYA BAHASA IKLAN

BAB 2 GAYA BAHASA IKLAN BAB 2 GAYA BAHASA IKLAN 2.1 Gaya Bahasa 2.1.1 Pengertian Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa seseorang dalam bertutur atau menulis, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran. Oleh karena itu, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran. Oleh karena itu, bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki fungsi yang penting bagi manusia. Menurut Chaer (1994: 45), fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi bagi manusia, menyampaikan pesan, konsep, ide,

Lebih terperinci

Jurnal SAP Vol. 1 No. 1 Agustus 2016 ISSN: X PENGARUH MINAT MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA TERHADAP KETERAMPILAN BERPIDATO

Jurnal SAP Vol. 1 No. 1 Agustus 2016 ISSN: X PENGARUH MINAT MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA TERHADAP KETERAMPILAN BERPIDATO PENGARUH MINAT MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA TERHADAP KETERAMPILAN BERPIDATO Endang Sulistyaniningsih Program Studi Teknik Informatika, Universitas Indraprasta PGRI Email: esulistyaniningsih@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa secara umum dapat diartikan sebagai suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci

EUFEMIA HOTEL PRODEO PADA BERITA KETIKA ANGIE CEK GIGI DAN NYALON DI HOTEL PRODEO

EUFEMIA HOTEL PRODEO PADA BERITA KETIKA ANGIE CEK GIGI DAN NYALON DI HOTEL PRODEO EUFEMIA HOTEL PRODEO PADA BERITA KETIKA ANGIE CEK GIGI DAN NYALON DI HOTEL PRODEO Idhoofiyatul Fatin Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Para pakar pada umumnya memiliki pandangan yang sama tentang menulis, yakni suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Para pakar pada umumnya memiliki pandangan yang sama tentang menulis, yakni suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Menulis Para pakar pada umumnya memiliki pandangan yang sama tentang menulis, yakni suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS TINDAK TUTUR PADA WACANA STIKER PLESETAN

ANALISIS TINDAK TUTUR PADA WACANA STIKER PLESETAN ANALISIS TINDAK TUTUR PADA WACANA STIKER PLESETAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Diajukan oleh:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat paling penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana, yaitu bahasa tulis dan bahasa

Lebih terperinci