HUBUNGAN MEROKOK DENGAN DERAJAT PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

Oleh: KHAIRUN NISA BINTI SALEH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ)

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

Kata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

THE CHARACTERISTICS OF THE CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE PATIENTS AT IMMANUEL HOSPITAL BANDUNG IN 2012

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Faktor Risiko Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat memicu terjadi PPOK ini, yaitu: a. Kebiasaan merokok

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN RIWAYAT KEBIASAAN MEROKOK DENGAN DERAJAT PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI POLIKLINIK PARU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009).

STUDI KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2014

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya.

HUBUNGAN DERAJAT BERAT MEROKOK BERDASARKAN INDEKS BRINKMAN DENGAN DERAJAT BERAT PPOK

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan.

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan jumlah perokok di negara berkembang termasuk Indonesia

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi perokok dewasa per hari. Menurut data Global Adult Tobacco Survey

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

ANALISIS FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DI PUSKESMAS KELAYAN TIMUR KOTA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

HUBUNGAN KELUHAN PERNAPASAN DAN FAKTOR PSIKOLOGIS DENGAN KUALITAS TIDUR PASIEN PENYAKIT PARU

HUBUNGAN ANTARA MEROKOK DENGAN TERJADINYA KANKER PARU DI DEPARTEMEN PULMONOLOGI FK USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya

Laporan Penyuluhan. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

BAB I PENDAHULUAN. menular juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee,

Transkripsi:

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN DERAJAT PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK Liza Salawati Abstrak. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) dapat menyebabkan kesakitan kronik dan kematian individu di seluruh dunia setiap 10 detik. Diperkirakan pada tahun 2030 PPOK menjadi penyebab kematian ke-3 diseluruh dunia setelah penyakit jantung dan stroke. Paparan asap rokok merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya PPOK. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan merokok dengan derajat PPOK pada penderita PPOK di Ruang Rawat Inap Paru Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional survey.tempat penelitian di Ruang Rawat Inap Paru RSUDZA Banda Aceh. Teknik pengambilan sampel secara total sampling. Sampel penelitian adalah seluruh penderita PPOK yang dirawat di Ruang Rawat Inap Paru RSUDZA Banda Aceh periode September 2014 sampai dengan November 2014 yang berjumlah 60 orang. Analisis data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada CI 95% dan α=0,05. (JKS 2016; 3: 165-169) Kata Kunci: Merokok, derajat PPOK. Abstract. Background: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) caused chronic morbidity and mortality of individuals throughout the world every 10 seconds. It is estimated that by 2030 COPD became the 3rd leading cause of death worldwide after heart disease and stroke. Exposure to cigarette smoke is one of the risk factors that can lead to COPD. The purpose of this study was to determine the relationship of smoking with stage of COPD patient in pulmonary wards at Regional General Hospital dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh. This study used a cross-sectional survey design. The place of research in pulmonary wards at RSUDZA Banda Aceh. The sampling technique is total sampling. The samples were all patients treated at the COPD patient in pulmonary wards at RSUDZA Banda Aceh period September 2014 to November 2014, amounted to 60 people. Analysis of data using the Kolmogorov-Smirnov test on the CI 95% and α = 0.05. (JKS 2016; 3: 165-169) Keywords: Smoking, stage of COPD. Pendahuluan 1 Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia. 1 yang membunuh individu di seluruh dunia setiap sepuluh detik. 2 Diperkirakan pada tahun 2030 PPOK akan menjadi penyebab ke-3 kematian di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan stroke. 3 Prevalensi PPOK di Indonesia tahun 2013 tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (10 ) 1 Liza Salawati adalah Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Siah Kuala sedangkan Provinsi Aceh tercatat kedalam sepuluh besar (4,3 ). 4, Asap rokok merupakan penyebab utama yang paling sering ditemukan. 5 Pajanan yang terus menerus dan berlangsung lama dengan asap rokok dapat menyebabkan gangguan dan perubahan mukosa jalan napas. 6,7 75% kasus bronkitis kronik dan emfisema diakibatkan oleh asap rokok. 3 45% perokok berisiko untuk terkena PPOK. 8 Gejala PPOK jarang muncul pada usia muda umumnya setelah usia 50 tahun ke atas, paling tinggi pada laki-laki usia 55-74 tahun. 9 Hal ini dikarenakan keluhan muncul 165

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 16 Nomor 3 Desember 2016 bila terpapar asap rokok yang terus menerus dan berlangsung lama. 10 Metodologi Jenis penelitian ini adalah observational study dengan desain cross sectional survey. Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap Paru Rumah Sakit Umum Daerah dr.zainoel Abidin Banda Aceh. Sampel penelitian adalah seluruh penderita PPOK di Ruang Rawat Inap Paru Rumah Sakit Umum Daerah dr.zainoel Abidin Banda Aceh periode September 2014 sampai November 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling, jumlah sampel 60 penderita PPOK. Instrumen penelitian terdiri dari spirometer untuk menentukan derajat PPOK dan Karakteristik Responden Frekuensi (n) Persentase (%) Usia 40-60 th 33 55,00 60 th 27 45,00 Pekerjaan Petani 35 58,33 Pedagang 6 10,00 Buruh bangunan 10 16,67 Buruh pabrik 3 5,00 PNS 4 6,67 Pensiunan 2 3,33 Merokok Perokok ringan 6 10,00 Perokok sedang 16 26,67 Perokok berat 38 63,33 kuisioner baku dari American Thoracic Society (ATS) untuk memperoleh data tentang paparan asap rokok, pekerjaan dan usia penderita PPOK. Analisis data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada CI 95% dan α=0,05. Hasil Penelitian Karakteristik Penelitian dilakukan terhadap 60 penderita PPOK di Ruang Rawat Inap Paru Rumah Sakit Umum Daerah dr.zainoel Abidin Banda Aceh. Karakteristik penderita asma dapat dilihat pada tabel 1. Dibawah ini. Tabel 1. Karakteristik penderita PPOK di Ruang Rawa t Inap Paru Rumah Sakit Umum Daerah dr.zainoel Abidin Banda Aceh Berdasarkan tabel 1 Menunjukkan bahwa 55% penderita PPOK di Ruang Rawat Inap Paru RSUDZA Banda Aceh berusia 40-60 tahun, 58,33% bekerja sebagai petani dan 63,33% adalah perokok berat. PPOK Tabel 2. Distribusi frekwensi derajat PPOK Derjat PPOK Frekuensi Persentase (n) (%) I (Ringan) 5 8,33 II (Sedang) 18 30,00 III (Berat) 22 36,67 IV (Sangat berat) 15 25,00 Total 60 100,00 Berdasarkan tabel 2 Menunjukkan bahwa 36,67% penderita PPOK di Ruang Rawat Inap Paru RSUDZA Banda Aceh dengan derajat III dan 30% dengan derajat II. Tabel 3 Hubungan Merokok dengan Derajat PPOK di Ruang Rawat Inap Paru RSUDZA Banda Aceh. 166

Derjat PPOK P- I II III IV Total Value Merokok n % n % n % n % n % Perokok ringan 3 50,00 2 33,33 1 16,67 0 0 6 100 Perokok sedang 1 6,25 5 31,25 8 50,00 2 12,50 16 100 0,007 Perokok berat 1 2,63 11 28,95 13 34,21 13 34,21 38 100 Jumlah 5 18 22 15 60 Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukkan bahwa perokok ringan 50% menderita PPOK derajat I dan 33,3% menderita PPOK derajat II, perokok sedang 50% menderita PPOK derajat III, sedangkan perokok berat masing-masing 34,21% menderita PPOK derajat III dan IV. Hasil uji dengan Kolmogorov-Smirnov pada CI 95% dan α 0,05 menunjukkan p-value 0,007 sehingga H0 ditolak dan hipotesis dapat diterima artinya terdapat hubungan merokok dengan derajat PPOK pada penderita PPOK di Ruang Inap Paru RSUDZA Banda Aceh. Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penderita PPOK di Ruang Rawat Inap Paru RSUDZA Banda Aceh 63,33% perokok berat, 26,67% perokok sedang dan 10% perokok ringan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nisa di RSUP Haji Adam Malik Medan dari 54 pasien PPOK adalah perokok berat 64%, 24% perokok sedang dan 12% perokok ringan. 11 Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Anwar yang menyatakan bahwa mayoritas penderita PPOK adalah perokok berat. 12 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 36,67% penderita PPOK di Ruang Rawat Inap Paru RSUDZA Banda Aceh dengan derajat III dan 30% dengan derajat II, 25% dengan derajat IV dan 8,33% dengan derajat I. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Anwar yang menunjukkan bahwa paling banyak penderita PPOK dengan derajat III yaitu 50%. 12 Penderita pada derajat III menunjukkan kondisi sudah semakin memburuk sehingga memerlukan perawatan yang intensif di rumah sakit. Menurut GOLD, penderita PPOK pada derajat II mulai menunjukkan perburukan hambatan aliran udara, disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas sehingga pada derajat ini penderita mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dirasakannya, pada derajat III penderita menunjukkan sesak nafas yang semakin berat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien sehingga penderita harus dirawat di rumah sakit. Oleh karena itu kasus PPOK derajat II,III banyak kita temukan di rumah sakit terutama derajat III. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perokok ringan 50% menderita PPOK derajat I dan 33,3% menderita PPOK derajat II, perokok sedang 50% menderita PPOK derajat III, sedangkan perokok berat masing-masing 34,21% menderita PPOK derajat III dan IV. Hasil uji dengan Kolmogorov-Smirnov pada CI 95% dan α 0,05 menunjukkan p-value 0,007 hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan merokok dengan derajat PPOK pada penderita PPOK di Ruang Inap Paru RSUDZA Banda Aceh.. Menurut Menkes RI, hubungan antara merokok dengan PPOK adalah hubungan dose response, semakin banyak batang rokok yang di hisap setiap hari dan semakin lama kebiasaan merokok, maka risiko untuk terkena PPOK akan lebih besar pula. 13 167

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 16 Nomor 3 Desember 2016 Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Rima, sampel diambil dari cairan kurasan bronkoalveolar perokok menunjukkan bahwa rokok adalah penyebab PPOK yang sangat berkontribusi terhadap morbidity dan mortality dimana ditemukannya peningkatan jumlah makrofag dan neutrofil lebih tinggi pada perokok dibanding bukan perokok. 14 Merokok merupakan faktor risiko utama terjadinya PPOK. Pada perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru yang dapat menyebabkan batuk, hipersekresi mukus, sumbatan saluran pernapasan dan berisiko tinggi untuk menderita PPOK. Risiko ini tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari, umur mulai merokok dan berapa lama orang tersebut merokok. 5 Merokok sangat mempengaruhi terjadinya PPOK. Di Indonesia, 70% kematian karena penyakit paru kronik dan emfisema adalah akibat penggunaan tembakau. Lebih daripada setengah juta penduduk Indonesia pada tahun 2001 menderita penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh penggunaan tembakau. 13 Hal ini dikarenakan zat iritatif dan zat beracun yang terkandung dalam sebatang rokok seperti nikotin, karbon monoksida dan tar. Terdapat beberapa alasan yang mendasari pernyataan ini. Pertama, salah satu efek dari penggunaan nikotin akan menyebabkan konstriksi bronkiolus terminal paru, yang meningkatkan resistensi aliran udara ke dalam dan keluar paru. Kedua, efek iritasi asap rokok menyebabkan peningkatan sekresi cairan ke dalam cabang-cabang bronkus serta pembengkakan lapisan epitel. Ketiga, nikotin dapat melumpuhkan silia pada permukaan sel epitel pernapasan yang secara normal terus bergerak untuk memindahkan kelebihan cairan dan partikel asing dari saluran pernafasan. Akibatnya lebih banyak debris berakumulasi dalam jalan napas dan kesukaran bernapas menjadi semakin bertambah. 15 Kesimpulan 1. Penderita PPOK di Ruang Rawat Inap Paru RSUDZA Banda Aceh 63,33% adalah perokok berat dan paling banyak dengan derajat III (berat) yaitu 36,67%. 2. Terdapat hubungan merokok dengan derajat PPOK pada penderita PPOK di Ruang Inap Paru RSUDZA Banda Aceh. Saran 1. Hendaknya bagi instansi terkait agar dapat meningkatkan preventive care dalam pencegahan dan penanggulangan PPOK. 2. Hendaknya pemerintah dapat mengambil suatu kebijakan dalam pengendalian PPOK di Indonesia. Daftar Pustaka 1. GOLD. Global strategy for chronic obstructive pulmonary disease. Barcelona; Medical Communications Resources. 2010. 2. Tan WC, Ng TP. COPD in Asia where east meets west. Chest; 2008: 133:517-527. 3. WHO. Health Risks. The Tobacco Atlas. 2008. http://www.who.int/ tobacco/en/atlas9.pdf. Diakses pada tanggal 16 Mei 2011. 4. Menkes RI. Riskesdas. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI; Jakarta; 2013. 5. Persatuan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstrusi kronik: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. 2011. http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsens us-ppok/ppok.pdf. Diakses pada tanggal 31 Desember 2011. 6. Prasenohadi. PPOK dan Tuberkulosis. J Resir Indo. 2007; 27(3):141-142. 7. American Thoracic Society. Chronic obstructive pulmonary disease. 2012. http://www.thoracic.org/clinical/copdguidelines. Diakses pada tanggal 1 Januari 2012. 8. WHO. Chronic obstructive pulmonary disease. 2010. http://www.who.int/tobacco/research/copd/e 168

n/index.html. Diakses pada tanggal 6 Maret 2011. 9. Barus. The effect of electrical stimulation on strength of quadriceps femoris muscles in acute exacerbation and post acute exacerbation COPD patients. Majalah Kedokteran Indonesia. 2010; Vol: 60, Nomor: 6. 10. Van Durme YMTA, Verhamme KMC. Prevalence, incidence, and lifetime risk for the development of COPD in the elderly. Rotterdam; CHEST: 2009: 135:368-377. 11. Nisa K. Prevalensi penderita penyakit paru obstruksi kronik dengan riwayat merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan priode Januari 2009-Desember 2009. Universitas Sumatera Utara Medan; 2010: 45-48. 12. Anwar D, Chan Y, Basyar M. Hubungan derajat sesak nafas penderita penyakit paru obstruktif menurut kuesioner modified medical reasearch council scale dengan derajat penyakit paru obstruktif kronik. J Respir Indo.2012. 13. Menkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang pedoman pengendalian penyakit paru obstruksi kronik. Jakarta; Depkes RI: 2008: 4-16. 14. Rima A, Suradi, Surjanto E, Yunus F. Korelasi antara jumlah makrofag, neutrofil dan kadar enzim matrix metalloproteinase pada cairan kurasan bronkial perokok. J Respir Indo. 2007; Vol. 27(3):143-144. 15. Guyton AC, Hall JE. Effecf of smoking on pulmonary ventilation in exercise. Textbook of Medical Physiology. 11 th ed. USA; Elsevier Saunders: 2006: 1062. 169