2. AMC II merepresentasikan tanah kering dengan curah hujan musim istirahat 1-22 mm dan curah hujan musim berkembang 28-42 mm. 3. AMC III merepresentasikan tanah kering dengan curah hujan musim istirahat > 22 mm dan curah hujan musim berkembang > 42 mm. Pada umumnya bilangan kurva dihitung pada saat AMC II, kemudian ditambahkan pada saat simulasi AMC III dan dikurangi saat simulasi AMC I. Perhitungan bilangan kurva sama seperti perhitungan koefisien aliran permukaan (coeffisien runoff), tetapi bilangan kurva merefleksikan ketidakmampuan air menembus suatu lahan (impervious). Parameter ini menggunakan lebih banyak parameter dibandingkan dengan koefisien runoff (Yeung, 25). Metode SCS berkembang dari penelitian tanah yang terdominasi oleh pengeluaran infiltrasi (Mekanisasi Hortonian), dimana limpasan permukaan dimulai setelah intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah. Metode (Masek, 22). 2.3 Hidrologi Permukaan Di dalam sistem hidrologi dikenal dua istilah pokok yaitu hidrologi permukaan (surface hydrology) dan hidrologi bawah permukaan (sub surface hydrology atau geohydrology). Hidrologi permukaan sering dikaitkan dengan keberadaan air yang pada saat hujan akan berlebih atau melimpah, baik di sungai maupun tampungan lainnya. Nilai limpasan permukaan langsung (direct runoff) paling besar dimiliki oleh daerah dengan tutupan lahan kota dan jenis tanah lempung. Karena lebih banyak ditutupi oleh lapisan kedap air seperti beton dan semen dan masuk dalam kelompok hidrologi tanah D. Kelompok hidrologi tanah D memiliki nilai infiltrasi yang rendah yaitu 1 mm/ jam. Dapat diperkirakan apabila curah hujan sebesar 4 mm jatuh ke daerah ini, membutuhkan 4 jam untuk dapat terinfiltrasi atau sekitar 7 hari (Penulis ITB dalam www.ftsl.itb.ac.id). Nilai limpasan permukaan langsung (direct runoff) berbanding lurus dengan curah hujan. Curah hujan tinggi menghasilkan limpasan permukaan langsung tinggi dan terjadi sebaliknya (Penulis ITB dalam www.ftsl.itb.ac.id). III.GAMBARAN UMUM KOTA DKI JAKARTA 3.1. Letak Geografis dan Iklim Jakarta adalah sebuah provinsi sekaligus ibukota Indonesia. Jakarta terletak di bagian barat pulau Jawa dengan koordinat 5 19 12 6 23 54 LS, 16 22 42 16 58 18 BT. Provinsi DKI Jakarta mempunyai luas daratan 661,52 km2 dan lautan seluas 6.977,5 km2 serta tercatat ±11 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu. Jakarta beriklim tropis, dengan suhu tahunan rata-rata 27 C dengan kelembaban 8-9%. Karena terletak di dekat garis khatulistiwa, arah angin dipengaruhi oleh angin musim. Angin musim barat bertiup antara November dan April, sedangkan angin musim timur antara Mei dan Oktober. Suhu sehari-hari kota Jakarta dipengaruhi angin laut yang nyaman karena di sepanjang pantai. Curah hujan bulanan ratarata 2 mm, curah hujan bulanan tertinggi adalah bulan Januari dan terendah adalah bulan September (www.bappedajakarta.go.id). Iklim Jakarta berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson masuk sebagai tipe iklim B. Tipe iklim ini di tandai dengan nilai,143 <Q<,333. Dari data pengamatan curah hujan tahun 1971-23 didapati bulan basah (> 1mm) sebanyak 8 bulan (Oktober-Mei) dan bulan kering (< 6 mm) sebanyak 1 bulan (umumnya bulan juli). Nilai Q didapati dari jumlah rata-rata dari bulan-bulan kering/ jumlah rata-rata dari bulan-bulan basah, yaitu,25. (mm) 16 14 12 1 8 6 4 2 Januari April Juli Oktober Cengkareng Ciledug Citeko Kemayoran Halim Priok bulan Gambar 3. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di Lima Stasiun di Jakarta Tahun 199-26 (Sumber: BMG Jakarta) Curah hujan rata-rata bulanan Jakarta memiliki nilai maksimum pada bulan januarifebruari. Bulan terendah dijumpai pada bulan juli (gambar 3). Curah hujan rata-rata bulanan adalah akumulasi dari curah hujan harian. Curah hujan harian yang tinggi pada bulan januari dan februari perlu diwaspadai akan 5
terjadinya genangan air di Jakarta akibat curah hujan yang melimpas di permukaan. Jenis Tanah di Jakarta Jenis-jenis tanah di Jakarta yaitu aluvial, latosol, podzolik, regosol, andosol, regosol, grumusol dan renzina (Carolita, 25). Sungai yang Mengalir di Jakarta Sungai yang mengalir di Jakarta terdapat 13 buah yaitu sungai Cakung, Jati Kramat, Buaran, Sunter, Cipinang, sungai Ciliwung, Cideng, Krukut, sungai Grogol, Sekretaris, Pesanggrahan, Mookervart dan Angke. Gambar 4 menggambarkan secara utuh daerah aliran sungai dan kanal yang mengalir di Jakarta. Fungsi dan peruntukan sungai dan kanal di Jakarta dapat dilihat pada tabel 2. Pengertian dari peruntukan usaha perkotaan adalah air sungai dapat dipergunakan untuk usaha di perkotaan, seperti pencucian mobil. Peruntukan perikanan memiliki pengertian air sungai tidak berbahaya apabila dipergunakan untuk budidaya perikanan. Pengertian bahan baku air minum adalah air sungai dapat digunakan untuk air minum dengan perlakuan khusus terlebih dahulu. Perlakuan pada umumnya dilakukan oleh PDAM (BPLHD Jakarta). Gambar 4. Daerah Aliran Sungai Jabodetabek (www.bappedajakarta.go.id/) Tabel 2. Sungai dan Kanal di Jakarta (Sumber : BPLHD Jakarta) Sungai/ Kanal Panjang (m) Luas (m2) Peruntukan Ciliwung 462 1155 Usaha Perkotaan Krukut 2875 1725 Air Baku Air Minum Mookervart 73 2336 Air Baku Air Minum Kali Angke 1281 5382 Usaha Perkotaan Kali Pesanggrahan 273 3549 Perikanan Sungai Grogol 236 1652 Perikanan Kali Cideng 178 28481 Usaha Perkotaan Kalibaru Timur 32 3926 Usaha Perkotaan Cipinang 2735 46495 Usaha Perkotaan Sunter 3725 18 Usaha Perkotaan Cakung Drain 27 414 Usaha Perkotaan Buaran 79 158 Usaha Perkotaan Kalibaru Barat 177 177 Air Baku Air Minum Cengkareng Drain 112 672 Usaha Perkotaan Jati Kramat 38 19 Usaha Perkotaan Cakung Drain 1285 771 Usaha Perkotaan Ancol 83 247 Usaha Perkotaan Banjir Kanal Barat 76 38 Perikanan Banjir Kanal Timur 23 138 Perikanan 3. 4. Sejarah Banjir Jakarta Menurut Seyhan, banjir adalah luapan air sungai ke daerah alirannya akibat ketidakmampuan sungai menampung air hujan karena adanya pendangkalan sungai ataupun pendangkalan sungai drainase. Kejadian banjir tidak dapat dihubungkan langsung dengan jumlah curah hujan pada wilayah tersebut, tetapi dapat diperkirakan bahwa banjir akan terjadi pada daerah tersebut apabila hujan turun dalam jumlah, intensitas dan waktu yang cukup lama. Menurut BMG Jakarta curah hujan pengukuran di stasiun klimatologi Jakarta di atas 5 mm/ hari patut diwaspadai (tabel 3). Lama hujan juga menjadi salah satu faktor yang perlu diwaspadai. 6
Tabel 3. Penggolongan hujan daerah Jakarta sesuai dengan intensitasnya (Sumber :BMG Jakarta) Keterangan Intensitas hujan Hujan ringan 5 2 mm/hari Hujan sedang 2 5 mm/hari Hujan lebat 5 1 mm/hari Hujan sangat lebat > 1 mm/hari Badan Perencanaan Pembangunan daerah DKI Jakarta mengemukakan beberapa faktor penentu banjir di Jakarta. Dari arah selatan kerusakan lingkungan di darah hulu sungai, arah utara terjadi pasang laut dan musim hujan dengan curah hujan yang tinggi. Kondisi dari Jakarta yaitu, topografi 4% berupa dataran rendah di bawah muka laut pasang dan muara 13 sungai, penduduk Jakarta yang padat, perubahan fungsi lahan, penurunan tanah (www.bappedajakarta.go.id). Kejadian banjir Jakarta telah menelan banyak korban jiwa dan harta benda, berhentinya aktivitas perekonomian dan pemerintahan serta menyebabkan trauma masyarakat yang mengalaminya. DAS yang kerapkali menyebabkan Jakarta banjir adalah DAS Ciliwung-Cisadane. Hal ini disebabkan karena kedua DAS ini adalah DAS terbesar yang mengalir di Jakarta dan sekitarnya. Karakteristik DAS Ciliwung- Cisadane mempunyai daerah hulu dan tengah dengan kelerengan terjal. Sedangkan daerah tengah sampai hilir sangat datar dan luas. Bentuk DAS ini adalah bulu burung, besar di bagian hulu dan kecil di bagian tengah dan hilir. Hal ini membuat air hujan dari daerah tengah langsung mengalir ke hilir dengan waktu konsentrasi yang singkat dan jumlah yang besar. Saluran drainase memiliki peran sangat penting sebagai jalan bagi air untuk sampai ke laut yang merupakan tujuan akhir dari air mengalir. Volume saluran drainase sungai ciliwung khususnya daerah hilir ukuran lebarnya mengalami penyusutan karena terjadi pengendapan dan masih berkembangnya perilaku masyarakat membuang sampah di sungai. Wilayah hulu dan hilir sungai Ciliwung yaitu Stasin Katulampa dan Banjir Kanal diletakkan bangunan pengukur tinggi muka air dan alat AWLR (Automatic Wter Level Record). Stasiun hulu dan hilir sungai Cisadane adalah Genteng dan Pasar Baru (PSDA Ciliwung-Cisadane). Debit bulanan rata-rata sungai Ciliwung pengukuran di stasiun pengukuran stasiun Katulampa tahun 1983-26 mengalami puncak terendah pada bulan Juli-Agustus dan tertinggi pada bulan Januari-Februari. Bulan Januari-Februari adalah musim hujan dengan curah hujan maksimum lazim terjadi di antara kedua bulan tersebut Sehingga membuat ratarata debit yang terukur pada kedua bulan tersebut adalah tertinggi dalam kurun waktu satu tahun (gambar 5). Debit maksimum pada bulan Februari mengalami kenaikan dibandingkan rata-rata pengukuran tahun 1983-199. Sebaliknya pada debit minimum pada bulan Agustus mengalami penurunan hingga memiliki nilai terkecil pada rata-rata pengukuran tahun 21-26. Hal ini menunjukkan hulu sungai Ciliwung mengalami penurunan kemampuan untuk mengalirkan air. Dapat terlihat dari ratarata pengukuran tahun 1983-26 di Katulampa bahwa pada saat debit maksimum mengalami kenaikan dan saat debit minimum mengalami penurunan. Apabila hal ini tidak cepat ditanggulangi dapat memperburuk keadaan untuk tahun-tahun berikutnya. Debit (mm) 3 25 2 15 1 5 Januari Februari Maret April Mei Bulan Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata 1983-199 Rata-rata 1991-2 Rata-rata 21-26 Gambar 5. Debit Bulanan Rata-rata tahun 1983-26 di Katulampa (Sumber : PSDA Ciliwung-Cisadane) Departemen PU Jakarta telah membuat peraturan mengenai tinggi muka air tertentu yang patut diwaspadai. Tinggi muka air pengukuran sungai Ciliwung di Katulampa melampaui angka 17 sudah harus siaga (tabel 4). Tabel 4. Keadaan wajib siaga banjir Jakarta berdasarkan tinggi muka air (Sumber : Departemen PU Jakarta) Keadaan Katulampa Depok Manggarai Hulu Siaga IV 1 s/d 17 1 s/d 2 1 s/d 75 Siaga III 17 s/d 24 2 s/d 27 75 s/d 85 24 s/d 31 27 s/d 85 s/d 95 Siaga II Siaga I di atas 31 35 di atas 35 di atas 95 7
m 3 /detik 3 25 2 15 1 5 S. Kali Baru S. Cipinang S. Tarum S. Angke S.Mookervart S.Mookervart S. Grogol S. Kali Baru S. Cakung S. Kamal Gambar 6. Debit Rata-rata Sungai Periode Pengukuran 1 Juni 26 (Sumber : BPLHD Jakarta) 3. 5. Kepadatan Penduduk dan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut (www.penataanruang.net). Penelitian Zain (21/22) menyatakan perkembangan di Jakarta dan sekitarnya menyebabkan kehilangan 23% RTH selama 25 tahun belakangan, terutama pada 1-2 kilometer dari pusat kota. Penutupan urban (area pembangunan) bertambah secara signifikan pada Jabotabek dalam kisaran 25-4 km dari pusat kota, penambahan terbesar terjadi 5-2 km dari pusat kota. Pengaturan tata kota adalah faktor yang mempengaruhi perubahan properti tanah. Pembangunan suatu bangunan dapat mengganggu tingkat kerusakan dan kepadatan tanah. Hal ini menyebabkan rasio/ tingkat infiltrasi daerah kota akan menjadi lebih rendah dari daerah yang mengalami sedikit bahkan tidak ada pembangunan (Yeung, 25). Jumlah penduduk di Jakarta pada bulan November 27 tercatat sekitar 7.561.433 jiwa (www.kependudukancapil.go.id). Jumlah ini belum memperhitungkan pada saat siang hari terjadi urbanisasi akibat bekerja. Kotamadya Jakarta Timur adalah kotamadya yang tertinggi jumlah penduduknya. Hal ini disebabkan penggunaan lahan terbesar kotamadya ini adalah pemukiman (Gambar 7). jiwa 25 2 15 1 5 Jumlah Penduduk Menurut Kotamadya DKI Jakarta 1961 1971 198 199 2 Tahun Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Gambar 7. Jumlah Penduduk menurut Kotamadya DKI Jakarta (www.bps.go.id) Penelitian Utoyo (2) mengemukakan pertumbuhan ekonomi yang ditandai oleh perkembangan sektor industri, meningkatnya aktivitas dan ragam spesialisasi diluar bidang pertanian serta pertambahan jumlah penduduk (akibat urbanisasi) diduga akan mengakibatkan tekanan-tekanan terhadap lahan dan memicu terjadinya pergeseran pola penggunaan lahan, lebih-lebih di perkotaan. Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan dapat dikatakan sebagai lahan perkotaan, lahan pemukiman dan sebagainya (Lileesand, 199). Peningkatan jumlah penduduk yang pesat akan menambah luas pemukiman dan areal budidaya pertanian. Perubahan penggunaan lahan pada tahap awal akan meningkatkan aliran permukaan. Selanjutnya kondisi ini akan menyebabkan penurunan pengisian (recharge) air tanah (http://balitklimat.litbang.deptan.go.id/). 8
Grafik Perubahan Penggunaan Lahan di Jabotabek tahun 1992-21 berdasarkan analisis data Landsat TM 3 2 (ha) 1 Urban Campur Sawah tahun 1992 13846 25898.2 148183.6 tahun 21 17328 2135.2 14225.6 tahun 1992 tahun 21 Gambar 8. Perubahan Penggunaan Lahan di Jabotabek (Carolita, 25) Tabel 5. Daftar penelitian yang berkaitan dengan metode SCS Peneliti Judul/ Tema Metode Bentuk Tulisan Tenike Analisis Perubahan Penggunaan Memprakirakan perubahan Skripsi Nanza Lahan Terhadap Aliran penggunaan lahan yang terjadi Apria Permukaan (Runoff) Di DAS berdasarkan Metode SCS dan Iman Sahab Caroline Humphrey Masek Mary C. Halley, et. al. Christina Yeung Peneliti ITB Ciliwung Bagian Hulu Aplikasi Model Raster Untuk Analisis Hidrologi Di Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), Sulawesi Tengah Adapting The SCS Method For Estimating Runoff In Shallow Water Table Environments ArcView GIS Extention for Estimating Curve Numbers Permeability of The Berkeley Central Campus Runoff Curve Numbers Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pengelolaan DAS Citarum Persamaan Regresi Logistik Mengkaji pengaruh perubahan tata guna lahan pada akumulasi aliran permukaan dengan menggunakan Metode SCS Memprakirakan limpasan permukaan yang terjadi pada lingkungan kadar air dangkal berdasarkan Metode SCS Memprakirakan nilai Bilangan Kurva suatu lahan Memetakan penggunaan lahan berdasarkan Metode SCS Skripsi Tesis Jurnal Jurnal Memprakirakan perubahan Jurnal penggunaan lahan yang terjadi berdasarkan peta tutupan lahan-jenis tanah 9