BAB I PENDAHULUAN. alam dan budayanya, serta memiliki potensi yang cukup besar di sektor pertanian. Sebagian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Masalah kesenjangan dan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang memasuki tahapan modernisasi sebagai titik lompatan menuju

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN , , ,99. Total PDRB , , ,92

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. kualitas produk yang dihasilkannya, meningkatkan daya saing produk, dan

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi kepada provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Berlakang. Pembangunan daerah merupakan implementasi (pelaksaan) serta

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Isu-Isu Strategis

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering disebut sebagai salah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pengamatan empiris menunjukkan bahwa tidak ada satupun

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

Produk Domestik Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

sehingga mempunyai ciri-ciri dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS iii KATA PENGANTAR... iv

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi nasional menitikberatkan pada pembanguan sektor

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) FASILITASI PENERAPAN SISTEM SNI PADA INDUSTRI ANEKA DI WILAYAH IHT JAWA TENGAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) FASILITASI PENERAPAN SISTEM SNI PADA INDUSTRI ANEKA DI JAWA TENGAH

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Bali sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya, serta memiliki potensi yang cukup besar di sektor pertanian. Sebagian besar masyarakat Bali masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, bahkan dari budaya masyarakat pertanian di Bali telah melahirkan sebuah organisasi dalam bidang pertanian yang disebut dengan subak. Sektor pertanian di Bali juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pertumbuhan perekonomian di Provinsi Bali. Pembangunan ekonomi era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Masalah kesenjangan dan isu globalisasi berimplikasi pada percepatan pembangunan ekonomi daerah secara terfokus melalui pengembangan kawasan dan produk andalannya. Paradigma pembangunan wilayah saat ini perlu memperhatikan kekhususan wilayah yang dapat meningkatkan potensi wilayah tersebut. Upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada (Herdhiansyah, 2012). Menurut Patrisina (2011), OVOP (One Village One Product) dalam sepuluh tahun terakhir berkembang hampir di seluruh dunia, dan produk-produknya mendapat respon cukup besar dari buyers di setiap negara. Konsep OVOP mengutamakan produk unik yang ada disetiap daerah dan keunikan tersebut menyangkut kultur budaya, lingkungan, bahan baku, pengerjaan, dan proses produksinya. Keberhasilan dan kekurangan pelaksanaan program OVOP dapat dipelajari sebagai bahan yang sangat berharga untuk mengadaptasi atau menciptakan program sejenis di Indonesia.

Di Indonesia, pendekatan OVOP mulai digagas pada tahun 2006 oleh Kementerian Perindustrian yang kemudian ditandai dengan terbitnya Inpres No. 6/2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Peraturan Menperin No.78/M-Ind/Per/9/2007 tentang peningkatan efektivitas pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) melalui pendekatan OVOP yang saling mengkait untuk mendorong produk lokal industri kecil dan menengah agar mampu bersaing di pasar global (Pasaribu, 2011). Salah satu sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia adalah sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor non-migas yang menjadi andalan untuk memperoleh devisa bagi Indonesia. Sektor ini juga dituntut untuk meningkatkan perolehan devisa negara dengan jalan meningkatkan volume ekspor hasil pertaniannya. Penerimaan devisa negara dari ekspor produk pertanian yang sempat turun di masa krisis ekonomi tahun 1998-1999, kembali mengalami masa pemulihan di tahun 2000-2005. Pada masa sebelum krisis (1995-1997) nilai ekspor sebesar 5 miliar US$/tahun. Di masa krisis mengalami penurunan menjadi 4.6 miliar US$/tahun, namun setelah masa krisis nilai ekspor kembali meningkat menjadi 6.5 miliar US$/tahun (www.deptan.go.id). Sebagai upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia meluncurkan program OVOP (One Village One Product). Program OVOP ini adalah kolaborasi antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Taiwan. Produk ini dikembangkan di Kabupaten Badung, tepatnya di Kecamatan Petang adalah agrikultural dengan pendekatan OVOP melalui koperasi. Program OVOP bertujuan untuk: 1) mengembangkan produk unggulan yang memiliki potensi pemasaran lokal maupun internasional

(ekspor), 2) mengembangkan dan meningkatkan kualitas serta nilai tambah produk, agar dapat bersaing dengan produk dari luar, 3) meningkatkan pendapatan penduduk pedesaan sehingga dapat mengurangi urbanisasi. Sektor pertanian memiliki kontribusi langsung dalam pembentukan ProdukDomestik Regional Bruto (PDRB), penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat. Selain itu, sektor pertanian juga berperan dalam penyediaan bahan pangan dan perolehan devisa melalui ekspor hasil pertanian. Namun demikian, sistem pertanian di Indonesia masih memerlukan upaya perbaikan dan revitalisasi agar terjadi percepatan atau akselerasi peningkatan produktivitas dan daya saing pelaku usaha pertanian. Bali sendiri sebagai sebuah provinsi di Indonesia memerlukan upaya perbaikan dan revitalisasi di sektor pertanian. Hal ini tercermin dari kondisi PDRB Provinsi Bali berdasarkan lapangan usaha. Berikut ini PDRB Provinsi Bali atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha pada tahun 2009-2013 disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-2013 (dalam milliar rupiah) Lapangan Usaha Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Pertanian, Pertenakan, Kehutanan, dan Perikanan 5.645,78 5.745,59 5.873,10 6.070,99 6.185,54 2 Pertambangan dan Penggalian 157,97 188,66 208,49 240,28 285,45 3 Industri Pengolahan 2.768,11 2.936,45 3.027,99 3.210,84 3.405,76 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 410,37 438,59 470,83 513,57 562,43 5 Bangunan 1.067,44 1.146,12 1.236,39 1.467,17 1.587,25 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8.656,02 9.209,07 10.009,39 10.574,60 11.324,57 7 Pengangkutan Dan Komunikasi 3.016,62 3.190,61 3.381,20 3.636,78 3.843,55 8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1.899,19 2.041,02 2.167,88 2.366,83 2.601,52 9 Jasa-jasa 3.669,44 3.986,38 4.382,50 4.723,32 5.002,21 Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) 27.290,95 28.882,49 30.757,78 32.804,38 34.798,28 Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 Tabel 1.1 menunjukkan bahwa sektor pertanian, perternakan, kehutanan dan perikanaan memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap pembentukan PDRB Provinsi Bali. Selama periode tahun 2009-2013 kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB Provinsi Bali terus mengalami fluktuatif yaitu pada tahun 2009 sebesar 27.290,95 milliar rupiah, sebesar 28.882,49 milliar rupiah pada tahun 2010, sebesar 30.757,78 milliar rupiah pada tahun 2011, pada tahun 2012 sebesar 32.804,38 milliar rupiah, serta tahun 2013 sebesar 34.798,28 milliar rupiah. Di lokasi OVOP, Tim Bappenas dapat melihat secara langsung aktifitas dari Tim Bappenas Pusat, Kamis 23 Mei 2014 mengunjungi One Village One Product (OVOP) Asparagus Desa Pelaga, Kecamatan Petang. Kunjungan Tim Bappenas yang dipimpin Leonardo

Sambodo dan Gusti Rospia Wardani ini bertujuan untuk mengecek program Kementerian Koperasi dan UKM terkait dengan bantuan-bantuan pusat yang sudah diterima Koperasi Tani Mertanadi sebagai pengelola OVOP tersebut. Dalam kunjungannya, Tim Bappenas didampingi Kepala Dinas Koperasi UKM Perindag Badung I Ketut Karpiana beserta sejumlah staf Disperindag. Koperasi Tani Mertanadi dalam mengumpulkan hasil-hasil produk OVOP dari petani berupa sayuran seperti asparagus, terong ungu, brokoli, pare putih, tomat cery dan berbagai komoditi sayur lainnya. Selain itu Tim Bappenas juga dapat melihat pembibitan dan perkebunan asparagus. Dari kunjungan tersebut Leonardo Sambodo merasa kagum dengan perkembangan pertanian di Badung Utara khususnya pertanian asparagus. Pihaknya yakin dana-dana bantuan yang telah diterima dari pemerintah pusat sudah dimanfaatkan dengan baik oleh Koperasi Tani Mertanadi. Ini dapat dilihat dari aktifitas koperasi yang begitu tinggi dan pemasarannya sampai ke luar negeri. Untuk itu Leonardo Sambodo mengharapkan pertanian asparagus dan sayur lainnya dapat terus berkembang sehingga mampu menggangkat kesejahteraan petani. Kedepan kami harapkan areal pertanian asparagus dapat diperluas, karena permintaan pasar cukup besar. Kualitas dan harga dapat dijaga dengan baik, hal yang terpenting. Memfasilitasi pihak Koperasi Mertanadi dalam mencari bantuan-bantuan lainnya ke pemerintah pusat, tegasnya. Sementara Kadis Koperasi, UKM Perindag Badung I Ketut Karpiana menjelaskan, pertanian asparagus di desa Pelaga telah berkembang dengan baik. Setidaknya saat ini luas areal asparagus sudah mencapai 45 Ha. Karpiana mengakui pertanian asparagus Pelaga ini memang sangat menjanjikan bagi masyarakat. Ini dapat dilihat, dimana permintaan asparagus dari konsumen cukup besar dan harganyapun cukup tinggi sehingga petani berlomba-lomba untuk bertani asparagus disamping komoditi lainnya. Lebih lanjut kata Karpiana mengatakan,

asparagus Pelaga merupakan satu-satunya asparagus terbaik di Indonesia bahkan di Asia. Melalui program OVOP ini, Koperasi Tani Mertanadi juga pernah meraih prestasi tingkat Nasional tahun 2012 sebagai penggiat OVOP. Tak hanya itu berbagai pameran juga pernah diikuti termasuk saat ini mengikuti pameran di Jakarta. Keberhasilan ini juga tidak lepas dari peran serta pemerintah Taiwan yang selalu mendukung pengembangan program OVOP di Kabupaten Badung, tambahnya. Apabila potensi tersebut dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal akan memberikan manfaat bagi masyarakat di wilayah pegunungan tersebut. Apabila dikembangkan lebih jauh merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Sayangnya sebagian besar wilayah pegunungan yang ada telah mengalami ancaman keberlanjutan yang sangat serius, sehingga perlu strategi penanganan (Retraubun dan Bengen, 2002). Pemerintah menempatkan asparagus sebagai salah satu komoditas yang diunggulkan dalam program revitalisasi sub sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa asparagus sebagai komoditas andalan akan mampu meningkatkan ekonomi khususnya sub sektor pertanian (Hikmayani, 2007). Lahan sebagai salah satu input atau faktor produksi merupakan pabriknya hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil produksi itu keluar. Luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses produksi ataupun usaha tani dan usaha pertanian. (Hosanna, 2009:28). Kualitas tanah menjadi penentu keberhasilan sebuah usaha pertanian. Penggunaan tanah dalam pertanian tidak hanya digunakan dalam satu kali masa produksi, namun hingga berkali-kali. Karena itulah kualitas tanah jelas mengalami penyusutan kualitas dari waktu ke waktu sehingga petani perlu melakukan konservasi tanah. Konservasi tanah jelas memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit. Namun di sisi lain bila

konservasi tanah yang memakan biaya tersebut tidak dilakukan maka jumlah produksi akan berkurang dari waktu ke waktu seiring dengan menurunnya kualitas tanah (Yang, 2012). Tenaga kerja merupakan faktor pendukung dalam pertanian asparagus. Tenaga kerja yang bekerja sebagai petani asparagus berasal dari anggota rumah tangga petani asparagus tersebut walaupun ada yang berasal dari luar anggota rumah tangga petani asparagus. Mereka yang berasal dari luar anggota rumah tangga petani asparagus mencari penghasilan dengan bekerja di lahan orang lain karena tidak mempunyai lahan asparagus. Tenaga kerja yang bekerja sebagai petani asparagus tidak memerlukan pendidikan khusus, dengan modal mampu mengetahui jenis asparagus yang siap petik/panen mereka bisa dan dapat bekerja sebagai petani asparagus. Memetik asparagus yang ada di pohon, mengumpulkan hasil asparagus yang dipetik sebelumnya, memilahnya kedalam karung dan mengeringkan asparagus merupakan kegiatan yang dilakukan tenaga kerja selama proses panen asparagus. Tenaga kerja akan memperoleh pendapatan atau penghasilan bisa diambil per hari atau pada masa panen berakhir. Pendapatan yang diperoleh berbeda-beda tergantung banyak luas lahan yang dimiliki dan banyak tidaknya kemampuan memetik asparagus. Biaya dinyatakan sebagai pengorbanan yang mutlak dikeluarkan perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu, oleh sebab itu perhitungan terhadap biaya yang telah dikeluarkan sangatlah penting di dalam menentukan keputusan yang tepat. Biaya dalam pengertian yang luas merupakan pengorbanan yang telah terjadi atau mungkin akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu (Abdul Halim, 1999). Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani asparagus tegantung dari luas lahan yang dimiliki. Apabila luas lahan banyak maka biaya yang dikeluarkan semakin besar, sebaliknya apabila luas lahan sedikit maka biaya yang dikeluarkan juga sedikit. Selain biaya-biaya untuk pembelian bahan-bahan untuk keperluan panen, petani asparagus juga

mengeluarkan biaya tambahan seperti membeli makanan, biaya gaji dan upah buruh (tenaga kerja) yang berasal dari luar anggota rumah tangga petani asparagus. Biaya produksi yang dikeluarkan bermacam-macam tergantung dari tingkat kebutuhan. Misalnya biaya transportasi (untuk mengangkut hasil asparagus), dan sebagainya. Menurut Odhiambo (1996:26), keuntungan seorang petani berasal dari pertumbuhan tanaman asparagus yang diterima tergantung pada harga yang diterimanya dari hasil output, tingkat output yang mampu dihasilkan, dan biaya dalam memproduksi atau menghasilkan asparagus tersebut. Biaya yang dikeluarkan oleh petani asparagus secara umum dialokasikan pada dua aspek yaitu lahan dan jumlah tenaga kerja. Seorang petani akan dapat memperkirakan besarnya biaya untuk perawatan pohon, pemupukan dan pengobatan tanaman asparagus pada lahan dengan luas tertentu. Ketersediaan tenaga kerja yang makin berkurang akibat banyaknya tenaga kerja yang merantau keluar daerah telah mengakibatkan petani tidak bisa memperkirakan jumlah tenaga yang diperlukan beserta biaya upah buruh pada suatu luas lahan tertentu. Karena itu petani di Petang akan mencari tenaga kerja terlebih dahulu hingga dirasa cukup memadai maka biaya upah akan dinegosiasikan pada saat menjelang panen. Karena kondisi ini maka umur petani, pendidikan petani, jenis kelamin, pengalaman bertani dalam usahatani, luas tanah garapan dan pendapatan usahatani setahun berpengaruh terhadap produktivitas petani asparagus ini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dari penelitian ini maka permasalahan yang diangkat adalah sebagai berikut. 1) Bagaimanakah pengaruh pelatihan, pendidikan, umur, luas lahan, jumlah tenaga kerja, pengalaman kerja, dan modal terhadap jumlah produksi asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung?

2) Bagaimanakah pengaruh pelatihan, pendidikan, umur, luas lahan, jumlah tenaga kerja, pengalaman kerja, modal dan jumlah produksi terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung? 3) Adakah pengaruh tidak langsung pelatihan, pendidikan, umur, luas lahan, jumlah tenaga kerja, pengalaman kerja, dan modal terhadap produktivitas melalui jumlah produksi petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk menganalisis pengaruh pelatihan, pendidikan, umur, luas lahan, jumlah tenaga kerja, pengalaman kerja, dan modal terhadap jumlah produksi asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 2) Untuk menganalisis pengaruh pelatihan, pendidikan, umur, luas lahan, jumlah tenaga kerja, pengalaman kerja, modal dan jumlah produksi terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 3) Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung pelatihan, pendidikan, umur, luas lahan, jumlah tenaga kerja, pengalaman kerja, dan modal terhadap produktivitas melalui jumlah produksi petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil-hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Manfaat teoritis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk pembuktian teori atau memperkuat teori dan hasil penelitian sebelumnya. Selain itu diharapkan menjadi referensi untuk penelitian berikutnya. 2) Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Pemerintah Kabupaten Badung khususnya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait percepatan pembangunan ekonomi daerah secara terfokus melalui pengembangan kawasan dan produk andalan berupa asparagus. Manfaat lainnya juga diharapkan dapat dirasakan oleh petani asparagus untuk lebih meningkatkan produktivitas asparagusnya.